3 Perendaman soaking; dan
Tahap ketiga adalah perendaman bubu soaking. Bubu yang sudah dipasang akan dibiarkan di dalam air selama + 24 jam setelah bubu terpasang.
4 Pengangkatan hauling.
Tahap yang terakhir adalah pengangkatan bubu atau hauling. Proses pengangkatan bubu diawali dengan menyingkirkan batu karang yang
digunakan untuk menimbun bubu. Setelah itu, bubu diangkat dan selanjutnya pintu bubu dibuka untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan
ditampung dalam wadah. Ikan target tangkapan biasanya langsung dipisahkan dalam wadah khusus yang memungkinkan ikan tetap hidup.
2.6 Daerah Penangkapan Ikan
Simbolon 2006 menjelaskan bahwa daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, di lokasi ini operasi penangkapan
ikan dapat dilakukan menggunakan alat tangkap tertentu secara produktif dan menguntungkan. Daerah penangkapan ikan harus memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut : 1
Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna; 2
Dapat dijangkau oleh kapal ikan; dan 3
Mengandung sumberdaya ikan yang banyak dan bernilai ekonomis penting. Simbolon 2006 juga menjelaskan bahwa optimasi penentuan daerah
penangkapan ikan yang ekonomis dan menguntungkan, perlu mempertimbangkan tiga aspek utama, yaitu :
1 Aspek sumberdaya ikan;
2 Lingkungan perairan sebagai habitat sumberdaya ikan; dan
3 Teknologi alat penangkapan ikan yang digunakan dalam operasi penangkapan.
2.7 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama bubu tambun adalah ikan kerapu Epinephelus spp. Hasil tangkapan sampingannya adalah ikan baronang Siganus spp, ikan
kakap Lutjanus spp, ikan kakaktua Scarus spp, ikan ekor kuning Caesio spp,
ikan lencam Lethrinus laticaudatis, rajungan Portunus pelagicus, betok putih Dischitodus prosopotaenia Susanti 2005.
2.8 Bahan Tutupan Bubu Uji Coba
Uji coba bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu dalam penelitian ini menggunakan bahan alami sebagai tutupan bubu. Bahan yang terbuat dari serabut
alami dikatagorikan menjadi bahan yang terbuat dari serat tumbuhan dan serat hewan. Media yang dipakai dalam penelitian ini mengunakan serabut alami yang
berasal dari serat tumbuhan. Serabut tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari tanaman yang sudah
mati dan sebagian besar terdiri dari selulosa. Oleh karena itu bila kondisinya lembab atau terendam dalam air akan diserang oleh mikroorganisme pemakan
selulose dari jenis bakteri. Proses pembusukan dari bahan organik yang sudah mati ini merupakan proses vital dalam siklus hidup sebab proses pembusukan
membebaskan makanan organik seperti fosfor, nitrogen, potassium dan zat anorganik yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Dengan demikian
kelangsungan hidup tanaman dan hewan menjadi terjamin Klust 1983. Pembusukan merupakan kendala utama penggunaan serabut alami ijuk dan
goni. Pembusukan terjadi karena terurainya selulosa oleh bakteri. Klust 1983 menyebutkan empat faktor utama penyebab pembusukan pada serabut alami, yaitu
sebagai berikut : 1
Jenis Serabut; Ketahanan serabut terhadap pembusukan berbeda-beda antar jenis tumbuhan.
Hal ini diduga karena struktur kulit pohon dan kandungan organik tiap tumbuhan berbeda, sehingga mengakibatkan lama proses penguraian bahan
serabut berbeda-beda. Berdasarkan daya tahannya, maka jenis serabut yang paling tahan terhadap pembusukan adalah coir diikuti manila, sisal, katun dan
rami. 2
Suhu Air; Suhu air berpengaruh terhadap aktivitas mikroba. Pada suhu dingin aktivitas
mikroba lambat. Akibatnya pembusukan yang terjadi pada suhu rendah menjadi lambat. Sebaliknya di daerah tropis aktivitas pembusukan oleh
mikroba sangat tinggi karena aktivitas mikroba pada suhu tinggi lebih dinamis.
3 Daya Pembusukan Air; dan
Air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembusukan. Perairan yang subur mempunyai daya pembusukan yang lebih tinggi
dibanding perairan yang miskin dengan unsur hara. Demikian pula dengan air yang mengalir mempunyai daya pembusukan yang lebih besar dibanding
dengan perairan yang diam. 4
Lama Perendaman. Selama ini timbul kesalahpahaman bahwa perendaman mengakibatkan umur
teknis bahan baku kayu maupun jaring menjadi lebih baik. Namun fakta menunjukkan bahwa bahan serat alami yang direndam secara terus menerus di
dalam air sangat rawan untuk menjadi busuk. Demikian pula apabila alat tangkap tersebut dipasang di dasar perairan hingga menempel pada lumpur,
maka daya pembusukan menjadi lebih besar. Ketahanan dari berbagai jenis serabut tumbuh-tumbuhan terhadap
pembusukan berbeda-beda dan bertambah menurut urutan berikut: linen, hemp, rami, cotton, sisal, manila dan coir. Meskipun demikian dalam praktek
penangkapan ikan, perbedaan ini hampir tidak pernah diperlihatkan sama sekali, dan semua serabut tumbuh-tumbuhan secara umum seharusnya dianggap kurang
tahan pembusukan Klust 1983.
2.8.1 Ijuk
Serat ijuk yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat di bagian pangkal dan pelepah daun pohon aren Pambudi 2005. Pohon aren menghasilkan
ijuk pada umur 4-5 tahun. Serat ijuk yang mempunyai kualitas bagus diperoleh dari pohon yang sudah tua tetapi sebelum tandan atau bakal buah muncul, yaitu
sekitar umur 4 tahun, karena saat tandan atau bakal buah muncul ijuk menjadi kecil-kecil dan jelek.
Ijuk yang dihasilkan pohon aren mempunyai sifat fisik diantaranya: berupa helaian benang atau serat berwarna hitam, berdiameter kurang dari 0,5 mm,
bersifat kaku dan ulet tidak mudah putus. Selama ini pemanfaatan ijuk belum terlalu banyak, diantaranya sebagai bahan pembuat sapu dan tali tambang. Masih
banyak serat ijuk yang belum dimanfaatkan sehingga terbuang percuma. Ijuk bersifat lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam
termasuk air laut yang mengandung garam Pambudi 2005.
2.8.2 Karung goni
Karung goni merupakan bahan pembungkus yang terbuat dari bahan alami. Beberapa serat yang dapat digunakan untuk membuat karung goni antara
lain serat rosella Hybiscus sabdriffa, serat knaf Hybiscus cannbicus, serat jute Chorcorus Capsularis
dan serat rami Boehmeria nivea Sudiro 2004.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Secara lebih jelas lokasi daerah penangkapan ikan
dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1
Sembilan buah unit bubu tambun Gambar 1; 2
Alat dasar selam berupa masker, snorkel dan fin; 3
Alat pengukur berupa penggaris dengan skala terkecil 1 mm; 4
Alat pengukur berat berupa timbangan dengan skala terkecil 1 gram, dan 5
Alat dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1 Ijuk; 2 Karung Goni;
3 Bulu Babi Diadema setosum; dan 4 Bintang Laut Bantal Raja Culcita novaguineae.
3.2.1 Alat tangkap bubu tambun
Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubu tambun. Bubu tambun merupakan alat tangkap yang dioperasikan di perairan karang dan
digunakan untuk menangkap ikan karang. Secara keseluruhan bubu tambun terbuat dari bambu apus Gigantochloa apus. Bubu tambun yang digunakan
dalam penelitian ini mempunyai dimensi p x l x t ; 70 x 60 x 20 cm. Bubu tambun memiliki satu buah mulut blongsong yang berbentuk horse neck
Diameter mulut luar 20 cm dan diameter mulut bagian dalam sebesar 13 cm. Diameter anyaman bambu pada bubu mesh size adalah 3 cm. Konstruksi bubu
tambun ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar A: mulut bubu Gambar B: mesh size bubu
Gambar 1 Konstruksi bubu tambun.
A
B
A B
3 cm
43 cm 20 cm
13 cm
3.2.2 Perahu
Perahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu kayu dengan dimensi panjang 4 m, lebar 1 m dan dalam 0,75 m. Perahu ini dilengkapi dengan
mesin inboard berkekuatan 5 PK Gambar 2.
Gambar 2 Perahu yang digunakan dalam penelitian.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental fishing, yaitu mengoperasikan bubu tambun dengan jenis bahan tutupan berbeda di daerah
penangkapan ikan. Bahan tutupan bubu tambun yang digunakan dikategorikan sebagai perlakuan yaitu ijuk, goni dan karang Gambar 3 sebagai kontrol.
Perlakuan tutupan bubu dilakukan sebanyak 70 . Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku ikan karang yang tidak menyukai tempat berlindung yang terlalu
gelap. Bubu ijuk, bubu goni dan bubu karang sebagai kontrol diberi perlakuan
awal untuk memperlancar operasionalnya, yaitu dengan merendam bubu di dalam laut selama 2 hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma bambu dan
karung goni. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan alga dan perifiton tumbuh.
Tutupan ijuk
Tutupan goni
Tutupan karang Gambar 3 Konstruksi bubu tambun uji coba.
Operasional bubu tambun dilakukan selama dua minggu. Proses pemasangan dan pengangkatan bubu dilakukan setiap hari. Perendaman bubu
tambun dilakukan selama + 24 jam atau selama sehari. Tahap-tahap operasi penangkapan ikan dalam penelitian ini adalah:
1 Persiapan
Persiapan awal yang dilakukan adalah mempersiapkan sembilan unit bubu tambun dan diberi tutupan ijuk sebanyak tiga buah, tutupan goni sebanyak tiga
buah dan tutupan karang sebanyak tiga buah. Kemudian mempersiapkan umpan, selanjutnya diletakkan di dalam bubu dan di depan mulut bubu. Umpan
yang digunakan adalah bintang laut bantal Culcita novaguineae yang telah dipotong-potong Gambar 4 dan umpan bulu babi Diadema sp yang telah
dihancurkan. Setelah itu memasang pemberat di kedua sisi bubu, yaitu berupa batu yang dapat ditemukan di sekitar dramaga Pulau Panggang Gambar 5.
Gambar 4 Umpan bintang laut bantal Culcita novaguineae.
Gambar 5 Batu pemberat pemberat yang dipasang pada bubu.
2 Pemilihan daerah penangkapan ikan
Pemilihan daerah penangkapan ikan didasarkan pada pengalaman nelayan atau berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh sebelumnya. Lokasi pemasangan
bubu tambun di sekitar perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu Gambar 6.
Gambar 6 Daerah penangkapan ikan perairan Pulau Panggang. 3 Pemasangan bubu di dasar perairan
Pemasangan bubu tambun dilakukan pada pagi hari. Pemasangan bubu dilakukan secara langsung di dasar perairan Gambar 7. Dalam proses
pemasangan bubu, nelayan menggunakan alat dasar selam berupa masker dan sepatu khusus. Semua bubu dipasang di perairan berkarang dengan sistem
tunggal tanpa tali pengikat dan pelampung tanda Gambar 8. Posisi penempatan bubu disejajarkan dengan arah datangnya arus.
4 Pengangkatan bubu Pengangkatan bubu dilakukan pada keesokan harinya. Dalam proses
pengangkatan bubu menggunakan alat bantu berupa pengait. Pengait berfungsi menaikkan bubu dari dasar perairan ke atas kapal. Hasil tangkapan yang
diperoleh diletakkan di dalam bak penampung sementara. Ada dua jenis bak penampung yang digunakan. Bak pertama dengan sirkulasi air yang berasal
dari mesin untuk ikan yang dibiarkan hidup dan bak kedua berupa palka kecil untuk ikan yang mati. Bubu yang sudah diangkat gambar 9 dan dikeluarkan
hasil tangkapannya disusun sedemikian rupa di atas kapal untuk memudahkan pemasangan berikutnya.
Gambar 7 Bubu tambun menggunakan karang di dalam perairan.
20 m 20 m
Gambar 8 Posisi pemasangan bubu.
Gambar 9 Bubu tambun yang baru diangkat dari dalam laut. Data primer yang dikumpulkan adalah komposisi jenis, jumlah, berat dan
panjang hasil tangkapan seluruh bubu. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total Gambar 10. Data kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis bubu yang
digunakan. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Perikanan dan kelautan Pemerintah Kepulauan Seribu. Data sekunder mencakup kondisi perikanan daerah
penelitian, jumlah dan jenis unit penangkapan ikan.
A
Keterangan Gambar A : Panjang Total
Gambar 10 Ukuran panjang total ikan.
3.4 Batasan Penelitian