Lebih lanjut Bosselmann mengatakan bahwa seseorang yang mengambil jarak tempuh yang sama di lingkungan yang berbeda, akan memberikan persepsi
terhadap waktu dan pengalaman yang berbeda-beda. Perjalanan di lingkungan yang tidak menarik akan memberi persepsi terhadap waktu yang terasa lebih
lama dari kenyataan waktu yang sebenarnya.
2.4. Perencanaan Lanskap Wisata Budaya
2.4.1. Lanskap Budaya
Kebesaran suatu bangsa tidak hanya cukup diukur oleh tingkat kesejahteraan dan kemantapan perekonomian saja, tetapi juga oleh apresiasi
dan sikap bangsa dalam melestarikan nilai dan warisan budaya lama serta keanekaragaman biologis dan ekosistemnya. Warisan alam dan budaya,
merupakan sumber yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan mahluk hidup di muka bumi ini.
Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakter tertentu, yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau unsur mayor
dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur utama atau unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit diubah, sedangkan unsur penunjang atau minor adalah
unsur yang relatif kecil dan mudah untuk diubah Simonds, 1983. Lanskap budaya cultural landscape adalah segala sesuatu yang berada
di ruang luar yang dekat dan dapat dilihat. Menurut definisi ini, lingkungan lanskap budaya adalah semua yang sudah mendapat campur tangan atau
diubah oleh manusia Lewis 1979 diacu dalam Meinig 1979. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lanskap budaya adalah segala bagian dari
muka bumi yang sudah mendapat campur tangan atau diubah oleh manusia. Lanskap budaya menurut Sauers 1978 diacu dalam Tishler 1982,
adalah suatu kawasan geografis dimana ditampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu kebudayaan tertentu, dimana budaya adalah agennya, kawasan alami
sebagai medium dan lanskap budaya sebagai hasilnya. Jika kita kehilangan lanskap yang menggambarkan tentang budaya dan tradisi kita, maka kita akan
kehilangan bagian penting dari diri kita sendiri dan akar masa lalu. Sebagai arsitek lanskap merupakan tanggung jawab professional untuk menentukan
lingkungan khusus ini, setelah diidentifikasi, apakah akan dilindungi atau dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan unsur keberlangsungan sebagai
langkah perlindungan warisan bersejarah.
2.4.2. Warisan Budaya Cultural Heritage dan Warisan Budaya Tak Benda
Menurut UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation yang dimaksud dengan cultural heritage adalah yang tergolong
dalam monumen, kelompok bangunan, dan situs. Yang dimaksud dengan monumen antara lain hasil karya arsitektural, hasil karya patung dan lukisan yang
monumental. Elemen atau struktur alam yang arkeologis, naskah, gua dan kombinasi fiturnya, dimana nilainya bersifat universal, baik dari sudut pandang
sejarah, seni sekelompok bangunan yang saling berhubungan maupun yang terpisah, baik karena bentuk arsitekturnya, keseragamannya dalam suatu
lanskap, atau nilainya yang secara universal sangat hebat, baik dari segi sejarah, seni maupun ilmu pengetahuan. Untuk situs, yang tergolong di dalamnya adalah
hasil karya manusia atau kombinasi antara alam maupun karya manusia, dan area-area seperti situs bersejarah yang nilainya secara universal tergolong
hebat, baik dari segi sejarah, estetika, etnologis maupun antropologis. Masih menurut UNESCO, bahwa cultural heritage terdiri dari tangible
cultural heritage materiil cultural heritage dan Intangible cultural heritage Immateriil cultural heritage. Tangible cultural heritage dapat terdiri dari: 1
warisan budaya yang dapat dipindahkan lukisan, patung, koin, naskah kuno; 2 warisan budaya yang tidak dapat dipindahkan monumen, situs arkeologis; 3
warisan budaya di bawah air kapal karam, situs dan reruntuhan di bawah air. Sedangkan Intangible cultural heritage terdiri atas tradisi lisan, seni pertunjukan,
ritual. Menurut Konvensi UNESCO 2003 mengenai Warisan Budaya Takbenda
menyebutkan bahwa warisan budaya takbenda mengandung arti berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan yang diakui oleh
berbagai komunitas, kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu sebagai bagian warisan budaya mereka.
Warisan Budaya Takbenda WBTB ini bagi masyarakat, kelompok dan perorangan memberikan rasa identitas dan keberlanjutan, dan cara mereka
hidup bermasyarakat. Sumber dari keragaman budaya dan bukti nyata dari potensi kreatif manusia, warisan takbenda secara terus-menerus diciptakan oleh
para penerusnya, karena warisan ini dipraktikkan dan disampaikan dari individu ke individu lain dan dari generasi ke generasi.
Warisan budaya takbenda sebagaimana didefinisikan di atas diwujudkan
antara lain di bidang :1 tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai
wahana warisan budaya takbenda; 2 seni pertunjukan ; 3 adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan-perayaan; 4 pengetahuan dan kebiasaan
perilaku mengenai alam dan semesta; 5 kemahiran kerajinan tradisional. Budaya takbenda juga dikenal dengan istilah “budaya hidup”. Melihat
dari definisi dan perwujudan bidang dari warisan budaya takbenda, maka kerajinan tradisional batik tergolong sebagai Warisan Budaya Takbenda
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh UNESCO di tahun 2004 yang lalu. Menurut ICOMOS-International Cultural Tourism Charter 2002 yang
dimaksud dengan cultural heritage adalah ekspresi tentang cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah komunitas dan diteruskan dari generasi ke generasi
termasuk adat istiadat, praktek, tempat-tempat, obyek-obyek, ekspresi dan nilai artistik. Cultural heritage ini seringkali diungkapkan dalam bentuk Intangible atau
Tangible Cultural Heritage. Berkaitan dengan cultural heritage, terdapat istilah cultural heritage significance yang berarti estetika, sejarah, sosial , spiritual atau
karakteristik khusus lainnya dan nilai sebuah tempat, sebuah objek atau adat istiadat yang mungkin dimiliki untuk generasi kini maupun generasi yang akan
datang. Wisata hendaknya dapat membawa manfaat bagi masyarakat lokal dan menjadi alat dalam memotivasi mereka untuk menjaga budaya dan warisan
budayanya. Wisata yang berhasil adalah yang mampu menyampaikan signifikansi suatu tempat bersejarah atau signifikansi warisan budaya, sehingga
mampu dipahami oleh pengunjung maupun masyarakat lokal. Menurut Burra Charter Australia 1999, cultural significance adalah
sebuah konsep untuk membantu dalam mengestimasi nilai suatu tempat atau ruang yang memiliki signifikansi untuk dapat memahami masa lampau untuk
kepentingan masa kini dan yang akan datang. Terdapat banyak penilaian yang digunakan dalam cultural significance Burra Charter Australia, seperti aesthetic
estetika, historic kesejarahan, scientific keilmuan dan social sosial serta penilaian lain dapat digunakan sesuai dengan konteks permasalahan pada ruang
tersebut. Penjelasan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: a. Historic value, sebagai nilai yang berasal dari kerangka, kejadian dan
aktivitas sejarah yang mempengaruhi sebuah ruang b. Aesthetic value, sebagai nilai yang berasal dari persepsi yang diterima
dengan kriteria-kriteria tertentu, kriteria tersebut dapat berupa bentuk, skala, dan proporsi, warna tekstur dan sebagainya
c. Scientific value, nilai yang berasal dari ketersediaan dan tingkat representasi serta kontribusi informasi
d. Social value mencakup kualitas suatu tempat terhadap lingkungan sekitar. Pengaruh tersebut dapat berupa spiritual, politik dan budaya.
e. Pendekatan lain sebagai tambahan dapat digunakan untuk memahami cultural significance dari suatu kawasan
Menurut Kerr 1985, Sidharta dan Budihardjo 1989, kriteria dalam aesthetic value dalam cultural significance adalah estetika dari bangunan atau
bagian dari kota yang dipreservasi karena merepresentasikan pencapaian tertentu dalam era bersejarah tertentu. Konstruksi bangunan juga bisa termasuk,
jika punya kekhususan seperti bangunan terpanjang, tertua, terbesar, atau bangunan pertama, dll. Pengukuran estetika berkaitan dengan nilai-nilai
arsitektural dan seperti bentuk, skala, struktur, tekstur, material, bau, suara yang berkaitan dengan sebuah tempat dan ornamennya
Sedangkan nilai historis historic value suatu tempat, Menurut Kerr 1985 memberi pengaruh atau dipengaruhi oleh figure bersejarah, events
ataupun fase terjadinya suatu hal yang bersejarah termasuk lokasi tempat suatu peristiwa bersejarah berlangsung. Cultural significance menjadi lebih besar
nilainya jika tempat tersebut mengandung event yang masih berkaitan erat atau bahkan settingnya masih tetap lengkap.
Masih menurut Kerr 1985 bahwa cultural significance melibatkan kualitas tempat yang menjadi tempat pusat spiritual, politik, nasional dan
komitmen budaya lainnya untuk perorangan maupun kelompok, baik yang mayor maupun minor.
Dalam lanskap sejarah dan budaya juga tidak terlepas dari kehadiran arsitektur yang merupakan bukti sejarah perkembangan budaya manusia selama
periode tertentu di kawasan tertentu. Penilaian terhadap arsitektur juga penting karena arsitektur merupakan bagian dari kehidupan sosial budaya dan sangat
merepresentasikan ciri sebuah kawasan atau kota. Menurut ICOMOS, The Burra Charter Australia 1999, yang dimaksud
dengan fabric adalah materi fisik dari suatu tempat termasuk komponen, fitur, konten dan objek. Fabric juga dapat berupa interior bangunan, dan sisa-sisa
yang masih tertinggal di permukaan, maupun material yang sudah diangkat dari permukaan.
2.4.3. Wisata Budaya dan Interpretasi
Soekadijo 1996 menyatakan objek dapat menjadi tujuan wisata budaya karena memiliki atraksi wisata, yang terdiri dari sumber daya kepariwisataan
dalam bentuk budaya, yang dapat berupa peninggalan-peninggalan atau tempat- tempat bersejarah artifact maupun perikehidupan, adat-istiadat , yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat kebudayaan hidup. Menurut Gunn 1994 wisata budaya adalah kegiatan wisata dengan
atraksi utamanya adalah sumberdaya budaya. Kategori sumberdaya budaya meliputi tapak pra-sejarah, tapak bersejarah, tempat berbagai etnik dan tempat
suatu pengetahuan dan pendidikan, lokasi industri, pusat perbelanjaan, dan pusat bisnis, tempat pementasan kesenian, museum dan galeri, tempat hiburan,
kesehatan, olah raga dan keagamaan.Wisata budaya akan berhasil bila dibantu dengan perencanaan jalur interpretasi yang dapat menghubungkan cerita antara
satu objek budaya dengan objek lainnya sehingga membentuk suatu jalinan cerita yang utuh dan menyeluruh dan membentuk satu pengertian yang baru bagi
pengunjung. Interpretasi merupakan program yang termasuk dalam perencanaan,
dalam hal ini adalah perencanaan kawasan wisata budaya. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perencanaan kawasan wisata budaya hendaklah
mempertimbangkan pelestarian kehidupan budaya itu sendiri, maka dengan demikikan upaya interpretasi merupakan upaya yang dirasa perlu untuk
mencapai tujuan perencanaan. Interpretasi akan memberikan pemahaman baru tentang suatu kawasan,
baik tentang budaya maupun sejarah kawasan tersebut, bagi para pengunjung. Pemahaman ini diharapkan akan melahirkan keinginan dan semangat bagi
pengunjung yang datang untuk turut melestarikannya, baik di dalam kawasan itu sendiri maupun ketika mereka sudah kembali ke tempat asal masing-masing.
Seorang pakar arkeologi , Hodder 1991, menyatakan bahwa warisan budaya tidak hanya memiliki publik yang tunggal tetapi jamak. Masing-masing
pihak merasa punya kepentingan dan ingin mengambil manfaat dari warisan
budaya.
Wisata interpretatif merupakan salah satu solusi dalam menjembatani informasi antara masyarakat yang ingin tahu tentang budaya, maupun yang tidak
Berbagai kepentingan ini hendaknya disatukan dalam suatu program sehingga memudahkan masyarakat dan berbagai pihak untuk ikut menyelami,
memahami dan meresapi apa yang terkandung dalam warisan budaya tersebut.
ingin tahu sama sekali tentang budaya, sehingga upaya pelestarian budaya dan pemasyarakatan informasi tentang budaya dapat tercapai dengan baik.
Dari sini kita dapat melihat bahwa warisan budaya dapat menjadi asset penting dalam pengembangan industri pariwisata dalam konteks upaya
pelestarian dengan sistem yang tepat. Sistem yang tepat inilah yang terus diupayakan , agar tujuan pelestarian budaya dan pariwisata dapat berjalan
seiring dengan harmoni dan sustainable. Salah satunya adalah dengan mengembangkan kawasan wisata budaya tersebut sebagai kawasan wisata
budaya interpretatif.
2.4.4. Perencanaan Lanskap Wisata Budaya Berkelanjutan
Menurut Inskeep 1991, sustainable tourism atau wisata yang berkelanjutan adalah suatu industri wisata yang mempertimbangkan aspek-
aspek penting dalam pengelolaan seluruh sumberdaya yang ada guna mendukung wisata tersebut baik secara ekonomi, sosial dan estetika yang
dibutuhkan dalam memelihara keutuhan budaya, proses penting ekologis, keragaman biologi dan dukungan dalam sistem kehidupan.
Adapun tujuan sustainable tourism menurut Inskeep 1991 adalah 1 Untuk pengembangan yang lebih besar dari pengetahuan dan
pemahaman tentang kontribusi yang signifikan dari wisata yang dapat mengubah lingkungan dan ekonomi.
2 Untuk kemajuan sewajarnya dalam pengembangan suatu industri wisata. 3 Untuk memperbaiki kualitas kehidupan dari komunitas kawasan.
4 Untuk memberikan suatu kualitas yang tinggi dari pengalaman pengunjung.
5 Untuk memelihara kualitas lingkungan sebagai obyek yang dapat diandalkan.
Menurut Moscardo dan Kim 1990 dalam Yudasmara 2004, pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan
1 Peningkatan Kesejahteraan masyarakat 2 Mempertahankan keadilan antara generasi dan intragenerasi
3 Melindungi keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi 4 Menjamin integritas budaya.
Menurut EAHTR European Association Heritage Towns and Regions 2006, pendekatan sustainable cultural tourism dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan : 1. Pengunjung kebutuhan, kepuasan dan kenyamanannya
2. Industry kebutuhan pariwisata untuk memperoleh keuntungan 3. Komunitas menghormati nilai-nilai dan kualitas hidup masyarakat lokal
4. Lingkungan melindungi lingkungan fisik dan budaya Dalam peningkatanpengembangan wisata yang harus diperhatikan adalah
bagaimana menarik turis sekaligus dapat mempertahankan lingkungan. Oleh karena itu baik pengunjung dan asset wisata, keduanya harus diperhatikan dan
dilindungi, begitu juga komunitas yang ada di sekitarnya Gunn, 1994. Perencanaan multidimensional bertujuan untuk mengintegrasikan semua
aspek pendukung, meliputi aspek sosial, ekonomi, antropologi serta fisik yang terpusat pada masa lalu, sejarah dan yang akan datang Gunn, 1994.
Untuk dapat merencanakan lanskap wisata budaya yang baik, perlu memahami secara mendalam tentang faktor-faktor yang berpengaruh dan
berpotensi dalam lanskap budaya tersebut, termasuk kualitas dan signifikansi dalam lanskap budaya.
III. GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA