Simpulan Saran SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

1. Kampung Batik Laweyan memiliki potensi fisik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya dilihat dari aspek kualitas budaya kawasan, kelayakan kawasan dan kualitas estetika-visual lingkungan. Berdasarkan penilaian terhadap potensi obyek dan atraksi wisata eksisting, diperoleh hasil bahwa 16 dari obyek dan atraksi berkategori sangat baik untuk dikembangkan, dan 50 berkategori baik untuk dikembangkan. Sedangkan penilaian kualitas budaya kawasan berdasarkan potensi obyek dan atraksi wisata eksisting, diperoleh hasil bahwa kawasan dengan kategori sangat potensial sebesar 13 dan yang tergolong potensial sekitar 25. Kelayakan kawasan terdiri dari 25 kawasan sangat potensial dan 50 tergolong potensial, dan dari segi kualitas estetika-visual lingkungan menunjukkan hasil bahwa 50 kawasan tergolong sangat potensial dan 38 kawasan tergolong potensial. 2. Pengembangan Kampung Batik Laweyan sebagai kawasan wisata budaya didukung oleh masyarakatnya dimana 87.5 masyarakat di seluruh kawasan setuju dengan adanya pengembangan kawasan sebagai tujuan wisata dan bersedia menerima kehadiran wisatawan. Mengingat kawasan ini padat penduduk, masalah kepemilikan lahan bisa menjadi kendala. Hal ini dapat diatasi dengan kebijakan pemerintah dalam pemberian kompensasi yang senilai dengan pengorbanan yang diberikan masyarakat setempat. 3. Zona integratif antara potensi wisata dan akseptibilitas menghasilkan 38 sangat potensial SP, 38 potensial P, 24 tidak potensial TP. Zona pengembangan dibagi menjadi zona inti zona SP dan P dan zona pendukung wisata zona TP. Dari hasil analisis ini dapat dilakukan pengembangan kawasan sebagai kawasan wisata budaya dengan memanfaatkan potensi fisik dan potensi masyarakat yang dimiliki. Pada perencanan, zona inti dikembangkan untuk menampung aktivitas wisata budaya dan aktivitas masyarakat yang terkait langsung dengan wisata budaya. Zona pendukung menampung aktivitas selain wisata .

6.2. Saran

1. Potensi wisata budaya di kampung Batik Laweyan harus dikembangkan dengan perencanaan yang integratif, di tingkat pemerintahan lokal, daerah, maupun pusat. 2. Kebijakan yang mendukung pengembangan wisata di Kampung Batik Laweyan hendaknya disertai dengan langkah implementasi yang konkrit dan pengawasan yang berkesinambungan. 3. Hasil perencanaan seperti yang tertera pada gambar site plan Gambar 31 dapat diterapkan di Kampung Batik Laweyan. 4. Pemerintah daerah juga harus memfasilitasi sarana dan prasarana seperti jalan, transportasi, tempat sampah, sarana interpretasi, dll. Di samping itu pemerintah juga hendaknya membantu sarana promosi wisata. 5. Masyarakat lokal hendaknya menginventarisasi ritual adat dan festival- festival budaya yang biasa dilakukan sejak nenek moyang, untuk meningkatkan diversifikasi atraksi wisata yang menjadi daya tarik pengunjung dan upaya pelestarian budaya. DAFTAR PUSTAKA Avenzora R. 2008. Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata. Aspek dan Indikator penilaian. Di dalam: Avenzora, R, Editor. Ekoturisme Teori dan Praktek. BRR NAD – NIAS. Carmona M, Heath T, Oc T, Tiesdell S. 2003. Public Places Urban Spaces. London: Architectural Press. Catanese AJ, Snyder JC. 1988. Urban Planning. Secong Edition. New York: McGraw-Hill Book Company. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kotamadya Surakarta. 2009. Kotamadya Surakarta Dalam Angka 2009 Daryanto. 1989. Teknik Pembuatan Batik dan Sablon. Semarang: CV. Aneka Ilmu. Darsoprajitno S. 2002. Ekologi Pariwisata: Tata Laksana Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata. Penerbit: Angkasa. Departemen Perindustrian -Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. 1987. Sejarah Industri Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik. Dewi EP. 2009. Analisis Ruang Terbuka public Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Pengembangan Produk Pariwisata. 2001. Pedoman Obyek dan Daya Tarik Wisata Andalan. Jakarta. Droste, BV, Plachter H, Rossler M, editor. Cultural landscapes of Universal Value. Components of Global Strategy. Stutgart: Gustav Fischer Verlag Jena in cooperation with UNESCO. European Association Historic Towns and Regions EAHTR. 2006. Sustainable Cultural Tourism in Historic Towns and Cities. The Dubrovnik Declaration, Council of Europe ,Guidelines. Gunn CA. 1994. Tourism Planning : Basis, concept, case. Third Edition. Taylor and Francis. Washington DC. Hamzuri. 1985. Batik Klasik . Jakarta: Penerbit Djambatan Hardjowigeno, S dan Widiatmaka AS. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Bogor : Fakultas Pertanian IPB. Helly LP, Budiarti R. 2005. Cultural Significance Valuation Case Study: Corridor of Cut Mutia Street-Suropati Park menteng Jakarta. Di dalam : Saladin, A and Widiarso, T, editor. International Seminar on Modern Urban and Architectural Heritage in Jakarta.; Jakarta, 5 Des 2005. Jakarta: Architecture Department Faculty of Civil Engineering and Planning Trisakti university Jakarta-Indonesia. 2005. Hlm 51- 65. Holden A. 2000. Environment and Tourism. London: Routledge. Hodder I. 1991. Interpretative Archaeology and Its Role. USA: American Antiquity . Inskeep E. 1991. Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development Approach. New York.USA: Van Nostrand Reinhold. [ICOMOS] International Council on Monuments and Sites.1999. The Burra Charter. Australia: Australia ICOMOS. [ICOMOS] International Council on Monuments and Sites. 1999. International Cultural Tourism Charter. Managing Tourism at Places of Heritage Significance. [ICOMOS] International Council on Monuments and Sites. 2002 . ICOMOS international cultural tourism charter. Principles and guidelines for managing tourism at places of cultural and heritage significance. International council on monuments and sites. ICOMOS International Cultural Tourism Committee. Jafari J. 2000. Encyclopedia of Tourism. London : Routledge. Kerr JS. 1985. The Conservation Plan. The National Trust of Australia. Knudson DM. 1980. Outdoor Recreation. London: Mac Millan Publishing Co.,Inc. Knudson DM. 1995. Interpretation of Cultural and Natural Resoures. Pensylvania: Venture Publishing, Inc. Koentjaraningrat. 1982. Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara baru. Mason P. 2003. Tourism Ompacts, Planning and Management. Oxford: Elsevier Butterworth-Heinemann. Meinig DW. 1979. The Interpretation of Ordinary Landscapes. New York: Oxford University Press. Nasar JL. 1998. The Evaluative Image of The City. London: Sage Publications. Nurisjah S. 2000. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di Wilayah Pesisir Indonesia. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia 2000. Nurisjah S dan Q. Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Arsitektur Lanskap. Orbasli A. 2000. Tourists in Historic Towns. Urban Conservation and Heritage Management. London: E FN Spon. Pearce PL, Fagence M. 1996. The Legacy of Kevin Lynch: Research Implication. Annals of Tourism Research 23;3: 576-598 Priyatmono AF. 2004. Studi kecenderungan perubahan morfologi kawasan di Kampung Laweyan Surakarta. Tesis Tidak diterbitkan, Program Studi Teknik Arsitektur Konsentrasi Desain Kawasan Binaan Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Sauer CO. 1925. The Morphology of Landscape. In Land and Life: A Selection from the Writings of CO Sauer. Leighley J editor. Cetak ulang 1963. Berkeley : University of California press. Setiawaty M. 2006. Developing Touring Plan Using Geographic Information System Based on Visual, Natural, and Cultural Qualities in Parangtritis Coastal Area, Yogyakarta, Indonesia [Tesis]. Graduate School Bogor Agricultural University. Sidharta, Budihardjo E. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Book Co Smith SLJ. 1989. Tourism Analysis. A Handbook. England: Longman Scientific Technical. Soekadijo. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. Soemarwoto O. 1996. Ekologi Lingkungan Hidup Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan Suwantoro, G. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi Publisher. Tilden F. 1967. Interpreting Our Heritage. Third Edition. USA: The University of North Caroline Press. Tishler WH. 1982. Historical Landscapes : An International Preservation Perspective. Landscape Planning. Page : 91-103 Uzzell DL. 1998. Planning for Interpretive Experiences in Contemporary Issues in Heritage and Environmental Interpretation. London: The Stationary Office. Widayati N. 2000. Penyertaan Peran Serta Masyarakat dalam Program Revitalisasi kawasan Laweyan Surakarta. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 28, No. 2, Desember. Hlm 88 – 97. Widayati N. 2002. Permukiman Pengusaha Batik di Laweyan Surakarta.Tesis tidak dipulikasikan. Program Pascasarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Widayati N. 2003. The Indonesian Experience: Revitalization The Batik Kampong in Laweyan Indonesia. Di dalam : Syed Zainol Abidin IDID, editor. 2 nd IFSAH 2003 International Symposium on Asian Heritage. Proceedings of the Symposium at the 2 nd Meeting on asian Heritage; Malaysia, 22 August – 10 Sept 2003. Malaysia: Urban Design and Conservation Research Unit UDCRU : Faculty of Built Environment : Universiti Teknology Malaysia. Paper No.14. Yoeti, OA. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Cetakan kedua. Jakarta: Pradnya Paramita Yudasmara GA. 2004. Analisis Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari dalam Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan Studi kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng – Bali . [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, InstituPertanian Bogor. Yusiana, L.S. 2007. Perencanaan Lanskap Wisata Pesisir Berkelanjutan di Teluk Konga, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Tesis Program Studi Arsitektur Lanskap. Sekolah Pascasarjana IPB .Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1. Program pengembangan ruang wisata budaya culture tourism Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 1. Mesjid Laweyan • Cikal bakal budaya dan sejarah laweyan dan Surakarta • Sejarah Kerajaan Pajang yang penting bagi Masyarakat laweyan, Surakarta maupun Jawa pada umumnya • Sejarah peralihan Hindu ke Islam • Cikal bakal usaha perbatikan di Laweyan • Preservasi bangunan bersejarah yg berumur ratusan tahun - Menjadikan kawasan Mesjid Laweyan ini sebagai cikal bakal budaya perbatikan di Surakarta pada umumnya, dan Kampung laweyan pada khususnya - Penataan bangunan sekitarnya agar tidak menutupi keunikan bangunan mesjid laweyan dan agar sinergi dengan ciri khas arsitektur dan riwayat bangunan ini - Pencahayaan yang cukup di malam hari dan pelebaran jembatan agar lebih nyaman dan memberi pemandangan luas mengarah ke mesjid - Pembersihan air sungai dari berbagai sampah dan polusi yangmengganggu - Penyediaan fasilitas pendukung wisata seperti pusat informasi, dan papan informasi, buklet ttg sejarah singkat kawasan dan bangunan Mesjid Laweyan - Menjaga upaya preservasi untuk mesjid ini sesuai SK walikota - Menjadi start tour untuk riverwalk boat tour di sepanjang S. Kabanaran Kondisi eksisting Kondisi yang diharapkan 11 9 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 2. Makam kuno dan Pohon tua • Makam yang bernilai sacral dan unik • Diyakini sebagai tempat keramat dan suci • Makam Kyai Ageng henis, pendahulu Laweyan • Makam pejabat kerajaan di tahun 1700an • Tempat tumbuhnya pohon Nagasari yang berusia ratusan tahun - Menjadikan kawasan ini sebagai kawasan ziarah - Penataan kawasan dengan elemen- elemen pendukung yang dapat menguatkan unsur kesakralan dan keunikan yang ada sebagai tempat keramat dan suci - Renovasi dan revitalisasi struktur yang masih asli dan bernilai tinggi - Memberi akses yang mudah menuju makam ini - Peletakan papan interpretasi yang sesuai dengan kehadiran mesjid laweyan yang ada di kompleks ini juga Kondisi eksisting 1 20 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 3. Sungai Kabanara n • Situs tempat Bandar besar pada jaman Kerajaan Pajang - Keadaan sungai tidak terpelihara dengan baik. Perlu adanya penanaman vegetasi tepi sungai sebagai buffer hijau utk melindungi dari erosi, longsor dan banjir - Perlu pembuatan retaining wall yang sesuai dengan kondisi sungai - Perlu pemantauan pembuangan limbah industry, baik batik maupun industry lainnya Kondisi eksisting Rencana pengembangan 1 21 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan Situs kabanaran - Dibuat riverwalk yang menarik - Perlu ditambahkan signage atau elemen2 di tepian sungai, yang bisa merepresentasikan sejarah Bandar kabanaran ini di tempo dulu Kabanaran Riverwalk perkiraan gambaran kondisi yang diharapkan Sculpture yang menggambarkan kondisi bandar kabanaran tempo dulu sebagai darana interpretasi kawasan 1 22 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan - Dibuat teater di tepi sungai untuk menampilkan acara-acara tradisional kampung Laweyan ataupun festival- festival budaya - Membuat riverwalk boat tour Kabanaran Riverside Theatre perkiraan gambaran yang diharapkan Kabanaran riverwalk boat tour dengan café dan resto di tepi sungai kondisi yang diinginkan 12 3 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 4. Langgar Merdeka • Bangunan bersejarah sebagai saksi perjuangan rakyat meraih kemerdekaan - Dilakukan renovasi dengan yang sangat memperhatikan nilai-nilai kesejarahan bangunan. Kondisi eksisting 12 4 Lanjutan Tabel Lampiran 1 Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 5. Museum Samanhu di • Menyimpan berbagai peninggalan KH Samanhudi, penggerak Syarikat Dagang islam. - Perlu penataan ulang koleksi-koleksi yang dimiliki, pembangunan museum dengan bentuk arsitektur yang lebih mendukung dan lebih sesuai dengan sosok dan sepak terjang KH Samanhudi - Penataan kawasan sekitar bangunan ini , agar memperkuat karakter bangunan dan nilai sejarah yang dimiliki - Perlu peletakan papan interpretasi dan pusat informasi yang member banyak informasi tentang bangunan ini Kondisi eksisting Rencana pengembangan 12 5 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 6. Rumah pemberia n Soekarno untuk Samanhu di • Saksi sejarah pergerakan Syarikat dagang Islam yang dipelopori oleh KH Samanhudi, saudagar batik laweyan. - Perlu perawatan bangunan beserta peninggalan2 penting yang banyak menyimpan informasi tentang KH Samanhudi - Perlu peletakan papan interpretasi dan pusat informasi yang member banyak informasi tentang bangunan ini Kondisi eksisting 7. Museum batik keluarga • Sejarah sebuah keluarga yang telah menjalankan bisnis batik secara turun temurun selama berpuluh-puluh tahun. - Perlu penataan display yang lebih menarik minat pengunjung - Perlu pembukaan akses yang lebih mudah menuju tempat ini - Perlu peletakan papan interpretasi dan pusat informasi yang memberi banyak informasi tentang kawasan ini Kondisi eksisting 12 6 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 8. Tugu Laweyan • Situs tempat pasar kuno yang berkaitan erat dengan Bandar kabanaran dan berkaitan dengan perkembangan bisnis tekstil dai daerah laweyan dan sekitarnya - Perlu disain ulang bentuk tugu yang lebih representative, unik, menjadi landmark kampung laweyan. - Perlu tambahan papan informasi dan sculpture yang dapat bercerita tentang sejarah kawasan di tugu laweyan in Kondisi eksisting Perkiraan gambaran yang diharapkan 12 7 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 9.Galeri dan toko batik - Display dari hasil kreatifitas budaya membatik yang unik di kampung batik Laweyan - Perlu adanya peraturan pemerintah tentang bentuk bangunan dari galeri ini agar sinergis dengan latar belakang sosial budaya kampung laweyan yang memiliki sejarah yang kuno dan berpengaruh besar terhadap sejarah nasional bangsa. Misalnya, bentuk minimalis modern tidak diperkenankan karena tidak sinergis dengan bentuk arsitektur ciri khas Laweyan Kondisi eksisting bentuk arsitektur yang tidak sesuai dengan ciri khas laweyan Bentuk arsitektur untuk galeri batik yang masih menggunakan rumah asli ciri khas laweyan 12 8 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 10.Café dan restoran - Alternatif jajanan ciri khas jawa Surakarta - Bentuk bangunan yang merepresentas ikan ciri khas budaya laweyan - Menata kawasan ini tanpa meninggalkan ciri khas budaya Laweyan. Kawasan ini ditata di sepanjang jalur Old market, dan di kabanaran riverside Café dan resto di Kabanaran riverside kondisi yang diharapkan Café dan resto di Old Market pedestrian kondisi yang diharapkan 12 9 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 11.Toko souvenir Pelengkap display hasil kreatifitas masyarakat laweyan dengan tetap menonjolkan budaya kampung Laweyan Menata kawasan dengan toko souvenir yang mengelompok di satu tempat agar memudahkan pengunjung untuk memilih dan mencari sesuai pilihan, tanpa menimbulkan kemacetan pada jalur wisata yang ada. Kawasan ini ditempatkan di sepanjang jalur Old market Old market pedestrian kondisi yang diinginkan 12. jalur sirkulasi Menjadi jalur penghubung antar obyek dan atraksi - Menata jalan-jalan yang dilewati agar menjadi lebih bersih, dan menarik - Memanfaatkan gang-gang ini untuk merepresentsikan budaya kawasan - Dibuat street furniture yang tepat dan papan interpretasi Kondisi saat ini 1 30 Lanjutan Tabel Lampiran 1. Obyek Absolut value Program Contoh Arah Pengembangan 12. jalur sirkulasi Menjadi jalur penghubung antar obyek dan atraksi - Menata jalan-jalan yang dilewati agar menjadi lebih bersih, dan menarik - Memanfaatkan gang-gang ini untuk merepresentsikan budaya kawasan - Dibuat street furniture yang tepat dan papan interpretasi Kondisi yang diharapkan 1 31 Lampiran 2. Program pengembangan ruang wisata edukasi edu-tourism No Obyek Cultural significance Program 1 Pabrik batik Mahkota - Tempat pembuatan batik abstrak yang unik dan satu-satunya di kampung Laweyan - Menjadikan pabrik batik sebagai obyek dan atraksi menarik untuk memberi pelajaran dan informasi lengkap tentang cara pembuatan batik - Perlu penataan kawasan agar nyaman bagi pengunjung untuk mempelajari seluk beluk batik - Penambahan fasilitas wisata yang meningkatkan kenyamanan pengunjung untuk belajar lebih dalam ttg batik 2 Pabrik batik Setono - Tempat pembuatan batik motif tradisional - Menjadikan pabrik batik sebagai obyek dan atraksi menarik untuk memberi pelajaran dan informasi lengkap tentang cara pembuatan batik - Perlu penataan kawasan agar nyaman bagi pengunjung untuk mempelajari seluk beluk batik - Penambahan fasilitas wisata yang meningkatkan kenyamanan pengunjung untuk belajar lebih dalam ttg batik 3 Rumah pekerja batik - Menunjukkan pola perkampungan kawasan industry batik seperti Laweyan, dimana rumah pekerja berada di bagian belakang rumah majikan bagian selatan Laweyan - Perlu peningkatan kualitas jalan di lingkungan kawasan pekerja batik - Revitalisasi rumah2 kuno milik pekerja batik yang masih menyimpan sejarah dan cirri khas kampung Laweyan - 1 32 Lanjutan Tabel lampiran 2. No Obyek Cultural significance Program 4 IPAL instalasi pengelolaan Air Limbah - Instalasi pengolahan air limbah yang menjadi bahan pelajaran tentang peduli lingkungan dan mengatasi polusi limbah cair bagi masyarakat umum - Perlu perawatan IPAL yang sudah tersedia, agar layak dijadikan tempat belajar bagi pengunjung dan masyarakAt umum tentang teknik pengolahan limbah dari industry batik - Perlu penambahan beberapa IPAL dan perlokasian yang tepat , agar tidak menimbulkan polusi udara bau bagi masyarakat dan pengunjung - Papan informasi yang ada sudah cukup baik dan informatif 5 Rumah juragan batik - Bentuk arsitektur iindische yang mencerminkan kuatnya pengaruh luar terhadap gaya hidup dan pilihan style arsitektur masyarakat kampung laweyan terutama pihak juragan batik - Perlu upaya kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal, terutama pemilik rumah-rumah kuno, untuk melakukan pemilihan dan penetapan rumah mana yang diperbolehkan untuk ditelusuri gaya arsitektur dan perlengkapan rumah tangganya, hingga detil, sebagai ajang pembelajaran perkembangan disain interior dan eksterior jaman dulu hingga sekarang 13 3 Gambar 14. Lokasi Studi 46 ABSTRACT YUNI PRIHAYATI . Landscape Planning for Cultural Tourism Region of Laweyan Batik Kampong, Surakarta. Under supervision of SITI NURISJAH, ARIS MUNANDAR, and NURHAYATI, H.S.ARIFIN Indonesia is a country with high diversity of cultures. They reflect the history, development, and civilization of Indonesia as a great nation. One of the cultural heritage which has been officially recognized by UNESCO is Batik. Laweyan Batik Kampong is a historical area and has been a centre of batik industry since eighteenth century and it has formed an unique cultural landscape. Developing this area into a cultural tourism landscape with appropriate landscape planning, will encourage the sustainability of culture-socio life in local batik community, the preservation of physical and cultural landscape, and the security of local economy. This study aims to develop Laweyan Batik Kampong into a cultural tourism landscape by analyzing physical and community aspects. Descriptive quantitative method was used to analyze the data both statistically and spatially. Physical aspect was analyzed to obtain the cultural tourism development potential which has three assessment aspects namely cultural quality of region the criteria for assessment was adopted from ICOMOS 1999, The Burra Charter , suitability of region the criteria for assessment was adopted from director general for tourism product development, 2000, and quality of visual-aesthetic of environment the criteria was adopted from Nasar 1998, Burra Charter 1999, and Carmona 2006. Local community aspect was analyzed to recognize the community acceptability criteria for assessment was adopted from Koentjaraningrat in Yusiana, 2007. Study result shows that Laweyan Batik Kampong has opportunity to be developed into a cultural tourism landscape. This potential could be developed based on potential development zone generated from the analysis. There are two development zones namely tourism centre zone and tourism supporting zone. The centre zone will accommodate all facilities which will be used to cater cultural tourism activity, such as edu-tourism batik tourism, and culture tourism cultural, architectural, and historical tourism. The tourism supporting zone will accommodate the facility which supports cultural tourism such as entrance, visitor centre, and other supporting facilities. Landscape plan is derived from developing the two zones by accommodating the cultural interpretative tourism concept, tourism activity and facility development. Local government must support the development of Laweyan Batik Kampong by establishing the legal aspect to protect the heritage and socializing it to the people. I strongly recommend local government to apply the landscape planning I have created in Laweyan Batik Kampong to create a sustainable cultural tourism that consider local community, local economy, socio- culture, and environment. Keywords: cultural tourism landscape planning, cultural significance, cultural tourism.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya akan keragaman seni budaya tradisional. Keragaman ini merupakan anugerah yang diwariskan nenek moyang secara turun temurun yang membuat bangsa kita tetap memiliki ciri khas kebudayaan sendiri, yang membedakan budaya bangsa kita dengan bangsa lain. Salah satu warisan seni budaya yang terkenal dan bahkan telah diakui dunia dengan ditetapkannya sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO, tepat pada tanggal 2 Oktober 2008 yang lalu, adalah batik. Pengakuan ini tentu saja menuntut tanggung jawab yang besar untuk terus menjaga dan melestarikannya sepanjang masa, dari generasi ke generasi. Batik merupakan salah satu bentuk warisan budaya tradisional yang sudah ditekuni masyarakat di Pulau Jawa sejak dulu. Salah satu tempat yang terkenal sebagai produsen batik di pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, adalah Kampung Laweyan. Produksi batik yang sudah dilakukan sejak abad-19 ini ternyata meninggalkan jejak sejarah yang sangat kuat dan telah berperan besar dalam membentuk lanskap budaya di kawasan tersebut. Dinamika perkembangan batik juga turut menciptakan wajah lanskap budaya, berikut sistem sosial budaya tradisional yang unik dan menarik. Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Laweyan mulai tumbuh sebagai pusat perdagangan di jaman Kerajaan Pajang pada 1500-an dengan sandang sebagai komoditas utamanya. Sebutan Laweyan berasal dari kata lawe yang artinya benang dari pilinan kapas. Asal-usul kata lawe ini ternyata terus membawa nama Laweyan tetap terkenal sebagai daerah perdagangan dan produsen sandang hingga saat ini, yaitu sandang batik. Upaya pelestarian budaya di Kampung Laweyan yang sangat identik dengan batik ini, ternyata telah menjadi perhatian pemerintah setempat. Dengan melihat pasang surutnya perkembangan produksi batik, dan terdorong keinginan untuk melestarikan budaya di kawasan Kampung Laweyan ini, maka tanggal 25 September 2004 Pemerintah Daerah Surakarta mencanangkan Kampung Laweyan sebagai Kampung Batik dan dijadikan sebagai daerah tujuan wisata Kota Solo. Namun sangat disayangkan bahwa upaya pencanangan Kampung Laweyan sebagai Kampung Batik dan daerah tujuan wisata ini tidak diiringi dengan perencanaan kawasan yang optimal. Menurut ICOMOS, The Burra Charter 1999, dijelaskan bahwa nilai budaya yang dilindungi, sebagaimana budaya batik yang ada di kampung Laweyan ini, dapat dimanfaatkan, sepanjang tidak mengancam keberadaannya dan kualitas nilai budaya itu sendiri. Salah satu cara pemanfaatannya adalah dengan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata. Belakangan ini, kunjungan ke tempat-tempat warisan bersejarah, dan tempat situs budaya lainnya meningkat dengan tajam Pearce, 1996; Uzzell, 1998. Di sisi lain, warisan budaya merupakan peninggalan leluhur yang mudah terancam punah bila tidak dilestarikan dengan sungguh-sungguh. Perencanaan lanskap yang mampu memanfaatkan warisan budaya sebagai daya tarik wisata sekaligus melakukan perlindungan terhadap warisan budaya tersebut , beserta masyarakat lokal yang hidup bersamanya, sangat dibutuhkan. Pemanfaatan sumberdaya wisata dengan sekaligus melakukan upaya pelestarian dan perhatian terhadap keberlangsungan hidup kawasan hingga generasi-generasi mendatang, merupakan kunci keberhasilan perencanaan lanskap sebuah kawasan wisata. Perencanaan lanskap budaya yang tepat tidak hanya akan menjadi daya tarik wisata, tapi sekaligus dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dan kualitas budaya di kawasan tersebut. Berangkat dari fenomena ini, penting untuk merencanakan kawasan Kampung Batik Laweyan ini sebagai kawasan wisata budaya yang berkelanjutan yang memperhatikan unsur-unsur pelestarian warisan budaya batik, kehidupan sosial budaya dan perekonomian masyarakat lokal, dan lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kampung Laweyan merupakan daerah yang menyimpan warisan budaya tak benda yaitu batik. Budaya batik , berikut kehidupan sosial budaya yang menyertainya, merupakan budaya yang harus tetap dipertahankan secara turun temurun. Upaya pelestarian ini belum diwujudkan dalam perencanaan kawasan yang terarah dan terintegrasi di Kampung Laweyan ini. Perencanaan kawasan seperti apa yang paling tepat?