I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan Hutan Provinsi Jambi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421Kpts-II1999 sebesar 2
. 179
. 440 ha 41.0 dari
total luas wilayah Provinsi Jambi sebesar 5 .
343 .
600 ha. Walaupun luas kawasan hutannya hanya 2.0 dari total luas kawasan hutan Indonesia sebesar 109
. 961
. 844
ha, tetapi Provinsi Jambi mempunyai potensi kayu bulat yang cukup besar. Berdasarkan data Ditjen Bina Produksi Kehutanan tahun 2001 produksi kayu
bulat dari Hutan Alam Produksi Provinsi Jambi sebesar 2 .
036 .
250 m
3
20.3 dari total produksi kayu bulat nasional sebesar 10
. 051
. 481 m
3
dan merupakan produksi terbesar dibandingkan dengan Provinsi lainnya Departemen Kehutanan, Badan
Planologi Kehutanan 2004. Produksi kayu bulat mengalami penurunan yang cukup signifikan, pada tahun 2002 menjadi 132
. 934 m
3
dan tahun 2003 menjadi 57
. 679 m
3
. Penurunan produksi riil yang cukup besar ini, terkait dengan salah satu
permasalahan yang sedang dihadapi Departemen Kehutanan, yaitu semakin menurunnya potensi hasil hutan karena meningkatnya penebangan liar illegal
logging dan peredaran hasil hutan illegal. Kegiatan penebangan liar dan peredaran kayu bulat illegal mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan yang
sangat memprihatinkan dan merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan kualitas hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta ancaman potensial
terhadap integritas dan integrasi bangsa dan negara Saparjadi 2003. Penurunan produksi riil ini juga terkait dengan kebijakan soft landing yaitu
pengurangan secara bertahap produksi kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan produksi. Tahun 2002 jatah tebangan produksi kayu dari hutan produksi
dan hutan alam sebesar 12 juta m
3
, tahun 2003 diturunkan menjadi 6.89 juta m
3
, tahun 2004 diturunkan menjadi 5.74 juta m
3
, dan tahun 2005 diturunkan menjadi 5.63 juta m
3
Departemen Kehutanan, Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2004. Pembangunan kehutanan ke depan memerlukan adanya perubahan orientasi
pembangunan, dimana pengelolaan hutan ditujukan untuk pemulihan sistem
penyangga kehidupan guna perbaikan dan mendukung kegiatan ekonomi jangka panjang Departemen Kehutanan 2005.
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan bagi terealisasinya program pembangunan nasional yang menjadi landasan dan pedoman bagi pemerintah
pusat, provinsi, kabupaten, dan pelaku pembangunan kehutanan lainnya, maka ditetapkan lima kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam program
pembangunan Departemen Kehutanan. Diantara lima kebijakan prioritas bidang kehutanan tersebut, keseriusan pemerintah dalam penanganan peredaran
perdagangan kayu illegal dan revitalisasi industri kehutanan menjadi dua prioritas utama. Lima kebijakan prioritas tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK.456Menhut-II2004 tentang Lima Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia
Bersatu, yang terdiri dari : 1 Pemberantasan pencurian kayu di Hutan Negara dan perdagangan kayu
illegal; 2 Revitalisasi
bidang kehutanan, khususnya industri kehutanan;
3 Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan; 4 Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan;
5 Pemantapan kawasan hutan. Upaya yang diperlukan terkait dengan peredaran hasil hutan di Provinsi
Jambi yaitu adanya kontrol manajemen yang cukup baik dalam memantau peredaran hasil hutan. Upaya tersebut diharapkan dapat membantu dalam
pengambilan kebijakan di semua instansi terkait di Provinsi Jambi, seperti : BSPHH Wilayah IV Jambi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Dinas
Kehutanan Kabupaten di Provinsi Jambi. Bentuk kontrol manajemen dalam kegiatan peredaran hasil hutan,
diantaranya adalah pemantauan peredaran hasil hutan yang didukung oleh tersedianya data peredaran hasil hutan. Data tersebut akan menjadi bahan dasar
dalam usaha memperoleh gambaran tentang kondisi peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi. Data peredaran hasil hutan tersebut sangat ditentukan oleh
adanya informasi dasar, seperti : data asal peredaran hasil hutan, data tujuan peredaran hasil hutan, dan data potensi hasil hutan di Provinsi Jambi.
2
Kegiatan kehutanan masih didominasi aspek kegiatan produksi hasil hutan, sehingga pemasaranperedaran hasil hutan perlu mendapat perhatian yang cukup
besar. Pemantauan pemasaranperedaran hasil hutan memegang peranan yang cukup penting dalam manajemen kegiatan kehutanan. Kegiatan pemantauan
peredaran hasil hutan memerlukan data hasil hutan agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan oleh instansi terkait.
Pentingnya proses pengambilan keputusan dalam berbagai aspek pengelolaan hutan, khususnya dalam peredaran hasil hutan, membuat kebutuhan
data semakin penting. Data dapat dilihat sebagai input dasar dari perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi. Tidak
adanya atau tidak layaknya data bisa berakibat fatal pada program dan proyek kehutanan. Kapasitas untuk mengumpulkan dan memproses data yang relevan
dan akurat perlu dikembangkan, karena kebanyakan data peredaran hasil hutan yang merujuk kepada data spasial, maka Sistem Informasi Geografis SIG
merupakan alat yang sangat membantu. SIG dengan bantuan perangkat lunaknya dapat melakukan visualisasi, mengeksplorasi, menjawab query baik basisdata
spasial maupun non spasial dan menganalisis data secara geografis. Alasan tersebut di atas mendasari dibutuhkannya suatu kajian tentang
peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi, sehingga diperlukan suatu penelitian pemantauan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi.
1.2 Perumusan Masalah