Jakarta – Cilegon – Labuan – Kecamatan Cimanggu – Kecamatan Sumur
keindahan pulau-pulau di sekitarnya seperti pulau umang, badul dan pulau oar yang terdapat di sekitar kawasan. Selain itu, berbagai kesenian, tradisi dan corak
kehidupan masyarakat lokal juga merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin melihat keunikan kehidupan sosial budaya masyarakatnya.
Tabel 13 Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014
Sumber: Balai TNUK 2015 lain-lain: ziarah, shooting film dan atau kegiatan selain yang tercantum pada kolom
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pemanfaatan Ruang
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menggariskan bahwa pelaksanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun
daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sehingga pemanfaatan ruang berlangsung sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
RTRW. Analisis pemanfaatan ruang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi pemanfaatan ruang eksisting dan situasi pemanfaatan ruang.
Kondisi Pemanfaatan Ruang Eksisting
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang bahwa pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang eksisting menggambarkan
potensi sumberdaya alam yang dimiliki serta pemanfaatannya. Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi dan
karakter kegiatan manusia atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, industri, pertanian,
pedesaan dan perkotaan.
No Pengunjung
Jenis Kunjungan Jumlah Orang Juml-
ah Penelitian
Rekreasi Berkemah Pendidikan Lain-
lain
1. Dalam Negeri
165 4.028
62 192
2.268 6.715 2. Luar Negeri
17 1.100
11 76 1.155
Jumlah 182
5.128 73
192 2.344 7.870
Tabel 14 Pemanfaatan Ruang Eksisting Desa Penyangga TNUK
No Desa
Klasifikasi Pemanfaatan Ruang Ha Pemukiman
Sawah Semak
belukar Hutan
Lahan Basah
Hutan Lahan
Kering Kebun
Campuran
Kecamatan Sumur 1
Ujung Jaya 44,50
219,313 47,84
- 56,41
206,55 2
Taman Jaya 25,98
84,64 -
- 17,18
225,91 3
Cigorondong 36,15
202,38 5,52
- 3,39
340,49 4
Tunggal Jaya 13,51
132,29 54,14
- 0,71
190,43 5
Kertamukti 23,27
147,20 40,53
- 8,61
300,12 6
Kertajaya 37,38
153,53 388,32
71,01 80,26
329,79 7
Sumberjaya 16,74
79,37 360,30
- 23,91
480,93 Kecamatan Cimanggu
8 Tangkilsari
22,63 258,10
205,18 -
128,00 281,06
9 Cimanggu
16,45 82,35
321,08 -
0,16 363,08
10 Waringinkurung 10,03
15,72 23,53
- -
215,56 11 Cijaralang
5,16 75,20
90,45 -
- 447,72
12 Ciburial 17,67
118,00 89,89
- -
517,60 13 Padasuka
21,38 101,62
79,42 -
- 689,81
14 Mangkualam 32,82
162,19 1036,72
- -
838,89 15 Kramatjaya
5,91 58,27
605,91 -
273,69 180,08
16 Tugu 20,09
193,53 141,48
- 382,36
449,58 17 Batuhideung
24,01 283,55
793,22 -
- 113,02
18 Cibadak 22,95
59,84 225,51
- 163,15
610,46 19 Rancapinang
55,51 308,64
10,08 -
33,42 131,16
Total luas 452,44
2.738,08 4.522,09
71,01 1.172,34
9118,09
Sumber: Hasil analisis data 2015
Berdasarkan hasil analisis peta tutupan lahan lancover daerah penyangga TNUK diklasifikasikan menjadi 6 jenis meliputi pemukiman, sawah, semak
belukar, hutan lahan basah, hutan lahan kering dan kebun campuran Tabel 14. Selain itu pemanfaatan ruang di daerah penyangga TNUK terdapat badan air
berupa sungai dengan luas sebesar 1337,71 Ha yang melintasi dua wilayah Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur. Berdasarkan Tabel 14 tipe
pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK didominasi kebun campuran 9118,09 Ha dan semak belukar seluas 4522,09 Ha.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk budi daya. Konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan
antara berbagai aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial–budaya, ekonomi, teknologi, informasi, fungsi lindung, budidaya,
estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu secara utuh membentuk tata ruang. Kondisi pemanfaatan ruang eksisting seperti pemukiman, sawah, dan hutan
akan terus mengalami perubahan. Oleh karenanya perlu adanya penataan ruang. Penataan ruang yang dilakukan meliputi pengendalian pemanfaatan ruang,
evaluasi pemanfaatan ruang dan arahan pengembangan pemanfaatan ruang. Arahan pemanfaatan ruang yang dikembangkan harus berdasarkan kondisi
sumberdaya alam. Sedangkan pemanfaatan ruang daerah penyangga merupakan zona penyangga taman nasional di batasi guna mendukung fungsi konservasi
Kawasan. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat
terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya
MacKinnon et al 1986. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, zona penyangga
buffer zone adalah wilayah yang berada diluar kawasan suaka alam, baik sebagai
kawasan hutan, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan, dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka.
Gambar 11 Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Daerah Penyangga TNUK
Situasi Pemanfaatan Ruang
Proses pembangunan berkelanjutan perlu dikembangkan pola pemanfaatan ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air serta sumberdaya alam lainnya
dalam satu kesatuan lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan berkesinambungan.
Alokasi pemanfaatan ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam, lingkungan
buatan, dan lingkungan sosial budaya Sugandhy 1999 dalam Rauf 2008. Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan proses penataan ruang
yang selaras antara pemanfaatan eksisting dengan rencana penggunaan lahan. Nilai situasi pemanfaatan ruang dihasilkan dari menghitung kondisi pemanfaatan
eksisting dan tata guna lahan yang telah direncanakan sehingga diketahui situasi pemanfaatan antara kondisi eksisting dan perencanaannya. Pemanfaatan ruang
merupakan suatu ketentuan dasar dalam melakukan pemanfaatan lahan sesuai dengan berbagai pertimbangan, komponen dan kriteria dalam menghasilkan
output pemanfaatan lahan yang optimal. Dalam pemanfaatan ruang perlu dikelola serta direncanakan fungsi dan penggunaannya sesuai dengan karakteristik lahan
dan sesuai dengan rencana fungsi kawasan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW.
Tabel 15 Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK
No
Pola Pemanfaatan
Ruang Luas Penggunaan
Ruang Berdasarkan RTRW 2011-2031
Ha Luas
Pemanfaatan Ruang Tahun 2014
Ha Luas Penyimpangan
Pemanfaatan Ruang
Berdasarkan Rencana Ha
1. Pemukiman
456,13 452,44
3,69 2.
Sawah irigasi 1.281,82
2.738,08 -2486,53
3. Sawah tadah
hujan 1.233,76
4. Hutan
1.302,65 1.171,49
131,16 5.
Hutan basah 1,38
71,1 -69,72
6. Semak belukar
3.831,79 4.522,09
-690,3 7.
Ladangkebun campuran
11.173,79 9.118,09
2.055,7
Total 18073,29
18073,29
Sumber : Hasil analisis data 2015
Keterangan : - Pemanfaatan ruang tidak sesuai rencana
Berdasarkan hasil analisis tumpang susun overlay antara peta RTRW Kabupaten Pandeglang Tahun 2011–2031 dan peta tutupan lahan lancover, jenis
pemanfaatan ruang yang masih sesuai dengan perencanaan yaitu pemukiman masih lebih besar dari peta pemanfaatan eksisting dengan luas selisih sebesar 3,69
Ha, hutan lahan kering denga luas selisih 131,16 Ha dan jenis pemanfaatan ruang kebun campuran dengan luas selisih 2055,07 Ha. Sedangkan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan meliputi jenis pemanfaatan lahan sawah dengan luas selisih sebesar 2486,53 Ha, hutan lahan
basah dengan luas selisih sebesar 69,72 Ha, semak belukar dengan luas selisih sebesar 690,03 Ha pemanfaatan ruang eksisting lebih besar dari pada peta rencana
penggunaan lahan landuse. Perluasan pemanfaatan ruang eksisting terjadi pada lahan sawah. Berdasarkan pengamatan di lapang perluasan areal lahan sawah
sebagian besar tersebar di Kecamatan Sumur. Hal ini didukung dengan adanya perluasan pembangunan infrastruktur irigasi. Ekpresi pola pemanfaatan ruang
umumnya digambarkan dalam berbagai bentuk peta. Peta penggunaan lahan landuse map dan peta penutupan lahan land cover map adalah bentuk deskripsi
terbaik di dalam menggambarkan pola pemanfaatan ruang Rustiadi et al 2011. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan
tata ruang merupakan proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang mencakup proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana
tata ruang berisi rencana struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang.
Gambar 12 Peta Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK
Analisis Objek dan Atraksi Wisata dan Kualitas Visual Lanskap 1.
Potensi Objek dan Atraksi Wisata
Daerah penyangga TNUK memiliki potensi objek dan atraksi wisata yang beragam. Keberagaman jenis potensi objek dan atraksi wisata tersebut terbentuk
oleh bentukan lanskap alami dan buatan dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Keanekaragama hayati menjadi salah satu yang membentuk daya tarik wisata
dengan berkolaborasi aktivitas konservasi Kawasan TNUK dan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Penilaian potensi objek dan atraksi wisata daerah penyangga TNUK dilakukan terhadap masing-masing desa lokasi penelitian yang memiliki potensi
untuk pengembangan objek dan atraksi wisata. Potensi objek dan atraksi wisata yang dinilai objek berbentuk darat, pantai dan hutan yang meliputi unsur
keindahan alam, variasi sub objek dalam jalur dan jenis kegiatan wisata. Kondisi potensi objek wisata dinilai scara skoring berdasarkan banyaknya
objek yang tersedia dengan dikalikan bobot nilai pada kriteria standar objek dan daya tarik wisata yang digunakan sebagai metode penilaian. Tujuan penilaian
objek dan atraksi wisata untuk mengetahui potensi objek dan atraksi wisata yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik pengembangan ekowisata di daerah
penyangga kawasan TNUK. Hasil penilaian objek dan atraksi wisata di kawasan penyangga TNUK dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK
No. Desa Skor
Kelas Nilai Klasifikasi
Kec. Sumur
1. Ujung Jaya 135
3 SP
2. Taman Jaya 180
1 SP
3. Cigorondong 105
4 P
4. Tunggal Jaya 150
2 SP
5. Kertamukti 135
3 SP
6. Kertajaya 135
3 SP
Kec. Cimanggu
7. Tangkilsari 60
7 KP
8. Cimanggu 30
8 KP
9. Waringinkurung 30
8 KP
10. Padasuka 60
7 KP
11. Mangkualam 105
4 P
12. Kramatjaya 90
5 P
13. Tugu 75
6 KP
14. Cibadak 150
2 SP
15. Rancapinang 135
3 SP
Sumber: Hasil analisis data 2015 Keterangan:
SP = Sangat potensi
≥130 – 180 P
= Potensial ≥80 – 130
KP = Kurang potensi
30 – 80
Berdasarkan hasil analisis data lapang secara keseluruhan potensi objek dan daya tarik wisata yang dimiliki berupa keindahan pemandangan, obyek wisata
pantai, ekosistem hutan, aktivitas pertanian dan sosial budaya, pola pemukiman tradisional, penakaran flora dan fauna serta unsur penunjang lainnya yang
menunjukkan daerah penyangga kawasan TNUK layak untuk dikembangkan untuk kegiatan ekowisata dengan kegiatan utamanya adalah berupa education,
tracking, camping, animal watching dan bird watching
.
Hasil analisis potensi objek dan atraksi wisata yang dilakukan di masing-masing
desa menunjukkan kawasan penyangga TNUK yang berbatasan langsung dengan kawasan sebagian
besar memiliki potensi objek dan atraksi wisata yang sangat potensial. Potensi objek dan atraksi wisata yang termasuk kategori sangat potensial SP terdapat di
7 desa, kategori potensial P sebanyak 3 desa dan kategori kurang potensial KP di 5 desa penyangga dari 15 tempat fokus pelaksanaan penelitian Tabel 16.
Potensi objek dan atraksi wisata yang termasuk dalam kategori SP terdapat pada desa yang memiliki objek dan atrkasi wisata beragam dan memenuhi semua unsur
pada kategori penilaian yaitu unsur keindahan alam, variasi objek wisata dan jenis kegiatan wisata. Pengembangan objek dan atraksi wisata pada area yang memiliki
kategori sangat potensial dengan dilakukan pemeliharaan lingkungan dan peningkatan ketersediaan fasilitas umum. Kawasan yang yang termasuk kategori
P dapat ditingkatkan melalui pengembangan objek dan atraksi wisata dengan menambah fasilitas penunjang yang belum tersedia. Sementara kawasan yang
termasuk dalam kategori kurang potensial harus dilakukan peningkatan kualitas keindahan alam, variasi objek wisata dan pengembangan jenis kegiatan wisata.
Keanekaragaman flora dan fauna dan ekosistemnya serta keragaman budaya merupakan potensi dan dapat dijadikan salah satu dasar pembangunan
berkelanjutan dengan cara memanfaatkan jasa lingkungan melalui ekowisata Supyan, 2011.
Gambar 13 Peta Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK