4.3 Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam tabel I-O interregional ini, nilai
tambah dirinci lagi menurut: 1 upah dan gaji, 2 surplus usaha sewa, bunga, dan keuntungan, 3 penyusutan, 4 pajak tidak langsung, dan 5 subsidi.
Besarnya nilai tambah tiap sektor ditentukan secara bersama-sama oleh besarnya output besarnya nilai produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Oleh karena itu, suatu sektor yang memiliki nilai output besar belum tentu memiliki nilai tambah
yang besar juga, karena masih tergantung pula dari berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan.
Secara nasional, distribusi nilai tambah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 13. Proporsi dari total nilai tambah di DKI Jakarta sangat tinggi, yaitu
sebesar 17.48 dibandingkan total nasional. Apabila dilihat dari masing-masing komponennya, maka komponen upah dan gaji memiliki proporsi terbesar
dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 19.65 dari total nasional. Sedangkan untuk wilayah Bodetabek, proporsi total nilai tambah yang dihasilkan adalah
sebesar 7.15 dari total nasional. Tabel 13 Distribusi nilai tambah di Indonesia, 2005 dalam persen
No. Keterangan
DKI Jakarta Bodetabek
Sisa Indonesia Indonesia
1 Upah Gaji
19.65 7.60
72.74 100.00
2 Surplus Usaha
18.55 7.41
74.04 100.00
3 Penyusutan
13.96 5.89
80.15 100.00
4 Pajak Tak Langsung
1.96 3.53
94.51 100.00
5 Subsidi
12.73 0.00
87.27 100.00
Jumlah 17.48
7.15 75.37
100.00
Sumber: Hasil Analisis
Seperti halnya di DKI Jakarta, Bodetabek juga memiliki proporsi komponen upah dan gaji paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya,
yaitu sebesar 7.60 dari total nasional. Berbeda dengan Sisa Indonesia, yang memiliki proporsi komponen pajak tak langsung paling tinggi yaitu sebesar
94.51. Struktur nilai tambah bruto sektor produksi di DKI Jakarta secara lengkap
disajikan pada Lampiran 44. Sedangkan pada Tabel 14 disajikan lima sektor produksi di DKI Jakarta yang memberikan nilai tambah bruto terbesar secara
berturut-turut adalah: sektor bank dan lembaga keuangan lainnya senilai Rp61.034 milyar atau setara dengan 20.67; sektor industri senilai Rp51.178
milyar atau setara dengan 17.33; sektor perdagangan senilai Rp49.097 milyar atau setara dengan 16.63; sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan senilai
Rp29.840 milyar atau setara dengan 10.11; serta sektor bangunan senilai Rp29.095 milyar atau setara dengan 9.85.
Tabel 14 Lima sektor produksi terbesar menurut nilai tambah bruto di DKI Jakarta, 2005
No. Sektor Perekonomian
Nilai Milyar Rp.
1 Bank Lembaga Keuangan Lainnya
61,034 20.67
2 Industri
51,178 17.33
3 Perdagangan
49,097 16.63
4 Usaha Bangunan Jasa Perusahaan
29,840 10.11
5 Bangunan
29,095 9.85
Jumlah 220,244
74.59 6
Sektor Lainnya 75,026
25.41 Total DKI Jakarta
295,270 100.00
Sumber: Hasil Analisis
Struktur nilai tambah bruto sektor produksi di Bodetabek secara lengkap disajikan pada Lampiran 45. Pada Tabel 15 disajikan lima sektor produksi di
Bodetabek yang memberikan nilai tambah bruto terbesar secara berturut-turut adalah: sektor industri senilai Rp71.071 milyar atau setara dengan 62.20;
sektor perdagangan senilai Rp17.651 milyar atau setara dengan 14.62; sektor listrik dan air minum senilai Rp3.418 milyar atau setara dengan 2.83; sektor
angkutan darat senilai Rp3.218 milyar atau setara dengan 2.67; serta sektor restoran dan hotel senilai Rp3.213 milyar atau setara dengan 2.66.
Tabel 15 Lima sektor produksi terbesar menurut nilai tambah bruto di Bodetabek, 2005
No. Sektor Perekonomian
Nilai Milyar Rp.
1 Industri
75,071 62.20
2 Perdagangan
17,651 14.62
3 Listrik dan Air Minum
3,418 2.83
4 Angkutan Darat
3,218 2.67
5 Restoran dan Hotel
3,213 2.66
Jumlah 102,570
84.98 6
Sektor Lainnya 18,126
15.02 Total Bodetabek
120,696 100.00
Sumber: Hasil Analisis
Struktur nilai tambah bruto sektor produksi di Sisa Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 46. Sedangkan pada Tabel 16 disajikan lima
sektor produksi di Sisa Indonesia yang memberikan nilai tambah bruto terbesar secara berturut-turut adalah: sektor industri Rp309.579 milyar atau setara
dengan 24.32; sektor perdagangan senilai Rp198.786 milyar atau setara
dengan 15.62; sektor pertambangan dan penggalian senilai Rp151.402 milyar atau setara dengan 11.89; sektor tanaman bahan makanan senilai Rp128.617
milyar atau setara dengan 10.10; serta sektor pemerintah dan hankam senilai Rp77.833 milyar atau setara dengan 6.11.
Tabel 16 Lima sektor produksi terbesar menurut nilai tambah bruto di Sisa Indonesia, 2005
No. Sektor Perekonomian
Nilai Milyar Rp.
1 Industri
309,579 24.32
2 Perdagangan
198,786 15.62
3 Pertambangan dan Penggalian
151,402 11.89
4 Tanaman Bahan Makanan
128,617 10.10
5 Pemerintah dan Hankam
77,833 6.11
Jumlah 866,216
68.05 6
Sektor Lainnya 406,766
31.95 Total Sisa Indonesia
1,272,982 100.00
Sumber: Hasil Analisis
Selain itu, di tiap wilayah dapat juga dibandingkan tiap komponennya. Pada Tabel 17 disajikan distribusi nilai tambah bruto menurut komponennya di
masing-masing wilayah. Di seluruh wilayah, komponen surplus usaha serta upah gaji merupakan komponen dengan persentase tertinggi dibandingkan
dengan komponen lainnya. Komponen surplus usaha memberikan sumbangan terbesar urutan pertama, sedangkan komponen upah dan gaji ada diurutan
kedua. Padahal upah dan gaji adalah satu-satunya komponen nilai tambah yang langsung diterima dibawa pulang oleh pekerja. Sebaliknya, komponen surplus
usaha merupakan nilai tambah yang diterima oleh pengusaha entrepreneurship nilainya lebih besar bila dibandingkan dengan upah dan gaji. Surplus usaha
belum tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat, karena surplus usaha tersebut sebagian ada yang disimpan atau ditahan di perusahaan dalam bentuk
laba ditahan retained earnings. Tabel 17 Distribusi nilai tambah menurut komponennya di Indonesia, 2005
No Keterangan
DKI Jakarta Bodetabek
Sisa Indonesia Indonesia
Milyar Milyar
Milyar Milyar
1 Upah Gaji
99,139 33.58
38,366 31.79
367,005 28.83
367,065 29.87
2 Surplus Usaha
176,089 59.64
70,365 58.30
702,853 55.21
702,966 56.21
3 Penyusutan
19,353 6.55
8,160 6.76
111,127 8.73
111,142 8.21
4 Pajak Tak Langsung
2,109 0.71
3,805 3.15
101,730 7.99
101,741 6.37
5 Subsidi
-1,420 -0.48
0.00 -9,733
-0.76 -9,734
-0.66
Jum lah 295,270
100.00 120,696
100.00 1,272,982
100.00 1,273,182
100.00
Sumber: Hasil Analisis
Untuk DKI Jakarta komponen-komponen tersebut memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Bodetabek dan Sisa Indonesia.
Komponen surplus usaha yang tinggi di DKI Jakarta mendorong investasi masuk ke DKI Jakarta, dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sedangkan komponen
upah gaji yang tinggi di DKI Jakarta mengakibatkan tingginya tingkat migrasi masuk ke DKI Jakarta.
4.4 Struktur Permintaan Akhir