a b
c d
Gambar 15 Plot deret waktu aSML 4 wilayah Niño dan EMI periode 1979 – 2010.
4.1.2 Perbandingan Pola Osilasi Dominan El Niño Modoki dan El Niño
Konvensional Menelaah periodisitas deret waktu tidak
dapat dilakukan dalam kawasan domain waktu, tetapi harus dalam kawasan domain
frekuensi melalui analisis spektral. Untuk itu dilakukan analisis spektral dengan metode
Power Spectrum Density PSD
pada perangkat lunak Matlab terhadap aSML EMI
dan Niño periode 1979–2010. PSD sebagai suatu cara untuk menganalisis sinyal fluktuasi
didasarkan pada asumsi bahwa suatu sinyal fluktuasi dibangun dari gelombang sinus dan
cosinus dalam berbagai frekuensi. Analisis PSD menghasilkan pola osilasi dominan suatu
data deret waktu.
Gambar 16 menunjukkan hasil analisis PSD terhadap data aSML EMI dan Niño3.4
yang masing–masingnya mewakili kejadian El Niño Modoki dan El Niño Konvensional.
Penentuan pola osilasi dominannya berdasarkan pada puncak energi spektral
tertinggi masing–masing kejadian. Sehingga diperoleh hasil bahwa pola osilasi dominan
paling kuat untuk Niño3.4 berada pada skala periodisitas 48–62 bulanan Gambar 16,
perhatikan puncak energi spektral untuk warna coklat muda. Sedangkan energi
spektral paling kuat aSML EMI berada pada skala periodisitas 62–94 bulanan Gambar 16,
perhatikan puncak energi spektral untuk warna biru tua.
Pola osilasi dominan El Niño Modoki hampir mendekati pola dekadal sepuluh
tahunan. Kata osilasi disini digunakan untuk menunjukkan adanya fluktuasi berulang data
deret waktu, terlepas dari apakah fluktuasi tersebut berulang secara teratur atau tidak.
Sehingga dapat ditandai bahwa periode ulang kejadian El Niño Konvensional adalah sekali
dalam skala waktu 4–5 tahunan. Sedangkan kejadian El Niño Modoki dapat berulang
dalam skala waktu 5–8 tahunan. Berdasarkan periode ulang kejadian El Niño Konvensional
terjadi sekali dalam skala waktu 4–5 tahunan, maka kemungkinan kejadian berulangnya
dalam satu dekade adalah dua kali. Dengan membagi deret waktu 1979–2010 menjadi tiga
periode waktu 10 tahunan, maka data aSML Pasifik tropis periode 1979–1989, 1990–2000,
2001–2010 dapat menjelaskan perkembangan kejadian El Niño selama tiga dekade tersebut.
Gambar 17 menunjukkan bahwa periode 1979–1989 menunjukkan dua frekuensi sinyal
yang kuat dan dominan dari kejadian El Niño Konvensional warna coklat muda, ditandai
dengan 2 kejadian El Niño Konvensional yang kuat pada tahun 1982 dan 1987. Pada periode
berikutnya tahun 1990–2000, pola osilasi dominan El Niño Konvensional tidak dapat
terlihat dengan jelas. Walaupun pada periode tersebut juga terdapat 2 kejadian El Niño
Konvensional yang kuat yaitu pada tahun 199192 dan 1997, namun data deret
waktunya menunjukkan pola yang tidak menentu. Sebagaimana terlihat pada tahun
1991–1994 yang disebut sebagai suatu kejadian El Niño Konvensional yang berlarut-
larut. Hal ini disebabkan selama tahun tersebut terjadi anomali penghangatan dari
kondisi normal suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik Tropis bagian timur dan
tengah. Status aSML pada 1991–1994 dapat dikatakan konsisten berada pada fase positif,
terutama pada tahun 1994. Kejadian menghangatnya aSML Samudera Pasifik
Tropis dari kondisi normal terutama pada bagian tengah pada tahun 1994 dapat
dijelaskan oleh El Niño Modoki. Karena sinyal fase positif EMI pada tahun ini sangat
kuat Gambar 17 warna biru tua.
Gambar 16 Periodisitas aSML Niño dan EMI 1979 – 2010.
Gambar 17 Plot deret waktu aSML EMI dan Niño3.4 periode 1979 – 2010.
Berbeda dengan dua dekade sebelumnya didominasi oleh frekuensi kejadian El Niño
Konvensional kuat dua kali per dekade, maka sinyal frekuensinya untuk periode 2001–2010
mulai berubah. Hal ini dibuktikan oleh plot deret waktu yang menunjukkan fluktuasi
sinyal aSML El Niño Konvensional Gambar 18a yang semakin sering mengarah ke fase
positif dalam waktu yang tidak menentu. Sehingga periodisitas kejadian El Niño
Konvensional yang seharusnya terjadi setiap 4–5 tahunan cenderung berubah periode ulang
kejadiannya. Bersamaan dengan itu, pola aSML El Niño Modoki yang tidak biasa
semakin sering muncul dan bertahan pada fase positif Gambar 19a.
Gambar 18b dan 19b, sumbu x merupakan waktu kejadian sedangkan sumbu y
merupakan periode kejadian El Niño Konvensional dan Modoki. Spektrum warna
Wavelet yang semakin mengarah ke warna merah pekat menunjukkan anomali suhu muka
laut yang semakin menghangat dan spektrum warna Wavelet yang semakin mengarah ke
warna biru pekat menunjukkan anomali suhu muka laut yang semakin mendingin. Spektrum
warna yang semakin merah tersebut mengartikan bahwa aSML berada pada fase
positif di atas 0⁰C. Spektrum warna yang semakin mengarah ke warna biru mengartikan
bahwa aSML berada pada fase negatif antara di bawah 0⁰C.
Gambar 18 Analisis Wavelet El Niño Konvensional Niño3.4 periode 1979–2010 a plot deret waktu b spektrum kuasa Wavelet c spektrum Wavelet global d rata–rata varians.
Gambar 19 Analisis Wavelet El Niño Modoki EMI periode 1979–2010 a plot deret waktu b spektrum kuasa Wavelet c spektrum Wavelet global d rata–rata varians.
Analisis Wavelet pada Gambar 18b menunjukkan bahwa kejadian El Niño
Konvensional tahun 1987 dan 1997 merupakan kejadian yang sangat kuat. Hal ini
diketahui dengan melihat warna merah pekat pada spektrum kuasa Wavelet Gambar 18b
yang menandakan anomali suhu muka laut berada pada skala positif kuat. Spektrum
Wavelet global Gambar 18c semakin mempertegas bahwa osilasi dominan El Niño
Konvensional berada pada periodisitas ~48 bulanan. Hal ini terlihat dari puncaknya yang
berada di pertengahan skala 32–64 bulanan dengan 48 bulanan sebagai nilai tengahnya.
Rata-rata varians merupakan suatu kisaran nilai rata-rata data menyimpang dari kondisi
normalnya. Analisis variansi pada Gambar 18d dan 19d menunjukkan bahwa pada
periode 2000–an penghangatan Pasifik tropis bertipe El Niño Modoki lebih berperan aktif
dibandingkan tipe El Niño Konvensional. Hal ini dipertegas secara visualisasi dengan
analisis Wavelet spektrum kuasa Gambar 18b dan 19b dimana pada periode tersebut
spektrum warna El Niño Modoki lebih berwarna merah gelap. Ashok, Behera, dan
Yamagata 2007; Yeh et al 2009 telah mengatakan bahwa kejadian El Niño Modoki
akan semakin lebih sering ditemukan pada periode 2000–an seiring intensitas pemanasan
global yang terus meningkat.
Spektrum wavelet tersebut juga menegaskan bahwa kejadian El Niño
Konvensional dan El Niño Modoki memiliki ukuran sebaran data anomali SML yang
berbeda. Dengan melihat kondisi hangat yang ditunjukkan oleh spektrum warrna merah,
anomali positif kuat SML Niño3.4 dapat mencapai +4⁰C. Sedangkan anomali positif
kuat SML EMI hanya mencapai +1⁰C. Ukuran sebaran data aSML El Niño Modoki yang
lebih rendah dibandingkan El Niño Konvensional disebabkan oleh EMI sebagai
hasil formulasi tiga wilayah perhitungan yang mencakup pola penghangatannya di sepanjang
Pasifik tropis.
Nilai ambang batas threshold untuk menunjukkan fase kuat kedua kejadian
tersebut diperoleh dengan menghitung nilai standar deviasi data deret waktu 1979–2010
dari masing–masing indeks. Untuk kejadian El Niño Konvensional diperoleh threshold
aSML 0.93⁰C dan El Niño Modoki 0.53⁰C. Menurut Ashok et al 2007, aSML
dikategorikan termasuk ke dalam fase El Niño Modoki kuat ketika amplitudo indeksnya
≥ 0.7
σ, dengan σ adalah standar deviasi musiman, sehingga berdasarkan ketentuan
tersebut diperoleh 0.50⁰C dan 0.54⁰C sebagai threshold EMI untuk musim panas boreal
summer dan musim dingin boreal winter. Berdasarkan nilai ambang batas normal
anomali EMI, dapat diklasifikasikan bahwa tahun–tahun 1982, 1987, 1991–1994, 1997,
2002, 2004, 2006, dan 2009 merupakan tahun El Niño Konvensional. Diantara tahun-tahun
tersebut, fase terkuat terjadi pada 1982, 1987, dan 1997. Tahun kejadian El Niño Modoki
adalah 1986, 1990,1991, 1992, 1994, 2002, 2004, dan 20092010 dengan fase kuat terjadi
pada tahun 1994, 2002, 2004, dan 20092010.
Periode tahun 2001–2010 menunjukkan ketidakteraturan masing–masing pola sinyal
periodisitas, terutama El Niño Konvensional. Fluktuasi sinyal aSML EMI positif semakin
meningkat hingga melampaui threshold kondisi normal 0.53⁰C pada tahun 2002,
2004, dan 20092010 Gambar 17 warna biru. Menurut Yeh et al. 2009, hal ini dipicu oleh
suhu bumi yang semakin menghangat terkait pemanasan global.
4.1.3 Pola Penghangatan El Niño Modoki
Ashok et al. 2007 telah mendefinisikan El Niño Modoki Index EMI sebagai suatu
indeks anomali gabungan dari 3 wilayah perhitungan, yaitu wilayah Pasifik tropis
bagian tengah, timur, dan barat. Sesuai dengan sifat aSML tripolarnya yang unik, maka
secara matematis EMI diformulasikan dengan menggunakan istilah Box A, Box B, dan Box
C. Box A mewakili wilayah Pasifik tropis bagian tengah 165⁰E–140⁰W, 10⁰S–10⁰N,
Box B mewakili wilayah Pasifik tropis bagian timur 110⁰W–70⁰W, 15⁰S–5⁰N, dan Box C
mewakili wilayah Pasifik tropis bagian barat 125⁰E–145⁰E, 10⁰S–20⁰N. Pada Gambar 20
terlihat bahwa pola sinyal penghangatan ketiga wilayah perhitungan tidak selalu sama
pada setiap kejadian El Niño Modoki kuat.
Walaupun secara umum dikatakan bahwa El Niño Modoki terjadi jika aSML wilayah
Pasifik tropis bagian tengah lebih hangat dari kondisi normal dan diapit oleh kondisi yang
lebih dingin di sisi barat dan timurnya Ashok et al. 2007, bukan berarti bahwa aSML di
Pasifik tropis bagian barat dan timur akan selalu berada pada fase negatif di setiap
kejadian bertipe El Niño Modoki.
Gambar 20 membuktikan bahwa setiap kejadian El Niño Modoki memiliki pola
pendinginan di sisi barat dan timur Pasifik tropis yang berbeda. Adakalanya Pasifik
tropis bagian tengah yang lebih hangat dari normal diapit oleh kondisi anomali negatif di
sisi barat namun di sisi timur tetap positif
dengan anomali yang lebih rendah daripada di bagian tengah. Seperti tahun 1991 dan 1994,
Pasifik tropis bagian tengah diapit oleh pasifik timur yang juga menghangat tapi jika
keduanya dibandingkan maka kondisi bagian tengah Box A jauh lebih hangat daripada di
bagian timur Box B. Pada saat yang bersamaan, kondisi di sisi barat Pasifik tropis
memang jauh lebih dingin bahkan mengarah kepada anomali negatif Box C.
Kekeringan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1994 dapat dijelaskan oleh kejadian El
Niño Modoki yang berada pada status positif kuat, bahkan anomalinya mencapai 0.7⁰C
pada Juli–September 1994. Setelah kejadian tahun 1994, sinyal El Niño Modoki semakin
sering muncul pada dekade 2000–an, yaitu 2002, 2004, 2006, dan 20092010. Pada
tahun–tahun tersebut, aSML bulanan fase El Niño Modoki melebihi threshold 0.53⁰C.
Berbeda dengan tahun 1991 dan 1994, El Niño Modoki tahun 2002 dan 2004 juga
mempunyai pola tertentu. Suhu muka laut Pasifik tropis bagian tengah menunjukkan
anomali positif Gambar 19 box A sedangkan bagian timur dan barat Gambar 20 box B dan
C mengarah kepada anomali negatif. Secara fisis berarti bahwa pada tahun 2004 ini, kolam
hangat benar–benar terpusat hanya di bagian tengah Pasifik tropis saja sedangkan bagian
timur dan barat, keduanya cenderung lebih dingin.
El Niño Modoki pada tahun 2002 berada pada fase positif dengan skala yang tidak
terlalu tinggi namun durasi yang cukup panjang. Tahun 2004, El Niño Modoki
memiliki peranan tersendiri dalam kaitannya dengan keragaman iklim global. Kejadiannya
berlangsung dalam durasi yang cukup lama yaitu mulai dari Juni 2004 hingga Maret 2005.
Berbeda dengan tahun 2004, El Niño Modoki pada tahun 2009 terjadi relatif cukup singkat
namun anomali lebih tinggi dari yang sebelumnya. Fase positif kuat pada tahun
2009 berlangsung dari bulan November hingga Januari dengan anomali hampir
mencapai 1⁰C. Anomali mulai turun dan melemah pada bulan Februari.
Mekanisme fisik yang terjadi ketika pola El Niño Modoki terjadi adalah ketika suhu
muka laut Pasifik tengah menghangat, massa udara diatasnya memuai dan dapat dengan
mudah cepat terangkat ke atas seiring dengan tekanan udara yang rendah. Udara yang
membawa massa uap air mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Wilayah Pasifik tropis bagian tengah yang lebih hangat dan bertekanan rendah menarik
massa uap air dari Indonesia dan bagian timur Pasifik tropis yang bertekanan lebih tinggi.
Dengan demikian, ada satu pusat konveksi dan dua sumber konveksi yang terbentuk,
yaitu berasal dari massa uap air Indonesia dan dari bagian timur Pasifik tropis. Proses ini
mengakibatkan awan-awan konvektif di Indonesia yang berpotensi untuk berkembang
sebagai butir-butir hujan berpindah ke Pasifik bagian tengah. Akibat perpindahan tersebut,
Indonesia kekurangan awan-awan hujan sehingga menyebabkan peristiwa kekeringan
yang tidak bisa dihindari oleh Indonesia.
Gambar 20 Plot deret waktu Box EMI periode 1979 – 2010.
4.1.4 Fase Pertumbuhan El Niño Modoki