Potensi Usaha Kayu Rakyat

membedakannya dari model pengelolaan hutan lainnya di Indonesia, bahkan jika dibandingkan dengan model family-based forest serupa yang ada di negara lain. Kepemilikan lahan pada umumnya sangat kecil, namun relatif bebas dari tenurial conflicts. Hal ini bisa menjadi salah satu keunggulan hutan rakyat dalam upaya untuk meraih sertifikat lestari, karena hampir sebagian besar lembaga sertifikasi hutan menempatkan property rights sebagai salah satu kriteria utama dalam verifikasi pengelolaan hutan lestari. Model pengelolaan hutan ini sangat bergantung kepada preferensi pengelolanya. Karena antara petani satu dengan lainnya mungkin mempunyai “policy” yang bervariasi seperti mengenai penentuan spesies, komposisi penanaman dan waktu pemanenannya, model pengelolaan hutan rakyat tentunya sangat beragam pula.

2.1.2 Potensi Usaha Kayu Rakyat

Kayu dari hasil hutan rakyat, disebut juga kayu rakyat, memiliki potensi tinggi terhadap pendapatan petani. Hal ini dikarenakan pasokan kayu baik untuk ekspor maupun dalam negeri selagi hutan sebagai pemasok kayu, peranannya terus berkurang, sehingga pasaran terhadap kayu rakyat akan selalu ada. Usaha kayu rakyat memiliki kekenyalan resilience terhadap badai moneter yang menerpa Indonesia pada era orde baru Darusman, 2001. Usaha kayu rakyat juga merupakan usaha yang kecil, namun tidak pernah mati, karena masyarakat pemilik hutan rakyat cenderung menanam kayu pada lahan miliknya sebagai tabungan investasi jangka panjang yang sewaktu-waktu dapat diuangkan. Sayangnya, pemasaran oleh petani dengan cara seperti ini dapat merugikan petani. Petani cenderung menjual kayu berupa tegakan, atau masih berupa batang kayu, hanya sedikit sekali yang mulai melakukan pengolahan kayu tersebut dengan adanya industri kecil. Mengacu pada Scott 1976, Hardjanto 2003 berpendapat bahwa usaha kayu rakyat di Jawa tidak lain dilakukan oleh keluarga petani kecil, biasanya subsisten, yang merupakan ciri umum petani Indonesia. Golongan petani tersebut memiliki kebiasaan mendahulukan selamat, artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri. Penduduk pedesaan pada umumnya memiliki lahan yang relatif sempit; dengan lahan terbatas tersebut prioritas bercocok tanam adalah menanam tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, kemudian tanaman buah- buahan dan yang terakhir adalah tanaman yang menghasilkan kayu. Keseluruhan usaha tersebut, baik sebagai produsen maupun konsumen lazim disebut dengan usaha kecil Hardjanto, 2003. Pengusahaan kayu rakyat diperkirakan memiliki prospek yang terus membaik untuk skala bisnis maupun kebutuhan sendiri, seiring terus meningkatnya kebutuhan kayu untuk berbagai industri. Misalnya bahan bangunan, bahan furnitur, alat-alat rumah tangga, produk seni, dan industri terkait lainnya. Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu berkembang karena adanya pasar untuk peralatan rumahtangga, untuk peti kemas, pulp, dan lain-lain. Pasar itulah yang menentukan pilihan jenis tanaman. Kayu sengon lebih banyak digunakan untuk peti kemas; pulp; perabot rumahtangga meja, kursi, dipan, almari; bahan bangunan usuk, reng. Kayu jati lebih utama digunakan untuk perabot rumahtangga dan bahan bangunan rumah yang tergolong mewah Suharjito, 2000. Kayu rakyat merupakan salah satu komoditas yang memberikan pendapatan bagi masyarakat dan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam upaya pemenuhan bahan baku industri kayu dan rumah tangga. Untuk mencegah kerusakan hutan negara yang kian memprihatinkan akibat perambahan, penjarahan, penebangan liar dan sebagai pengaman dan pengendalian peredaran kayu rakyat di lintas Kabupaten, maka dipandang perlu untuk membuat petunjuk pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat. Potensi hutan alam sebagai penghasil kayu bagi pembangunan nasional semakin hari semakin menurun, di sisi lain permintaan kayu terutama sebagai bahan baku industri pengolahan kayu semakin bertambah. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui pengembangan hutan rakyat. Disamping mempunyai fungsi pendukung lingkungan, konservasi tanah dan perlindungan tata air, hutan rakyat atau lahan-lahan lain diluar kawasan hutan juga mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu yang dihasilkan dari luar kawasan hutan milik negara Syahadat, 2001. Syahadat 2001 berpendapat bahwa untuk lebih mengoptimalkan dalam pemanfaatan kayu rakyat oleh masyarakat dan untuk mempermudah dalam pemberian ijin pemanfaatan hutan rakyat, maka dalam pemanfaatan kayu rakyat dari hutan rakyat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu : a Pemanfaatan kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan kayu sendiri atau digunakan sendiri, dan b Pemanfaatan kayu rakyat untuk dikomersilkan atau diperjualbelikan. Untuk hutan rakyat di pulau Jawa, pemanfaatan kayu rakyat dapat meliputi keduanya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Hardjanto 2001 bahwa usaha hutan rakyat oleh masyarakat di pedesaan Jawa, juga termasuk dalam kategori usaha pertanian skala kecil dengan hasil baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual dan dapat menjadi komoditi ekspor. Program sertifikasi hutan rakyat yang telah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dapat membantu menaikkan harga dan kualitas kayu rakyat, karena terdapat kecenderungan pasar yang lebih tinggi terhadap kayu bersertifikat. Sertifikasi hutan dianggap sebagai sebuah mekanisme yang bisa mewujudkan keadilan dalam usaha hutan rakyat, karena program ini mungkin bisa memberikan insentif yang lebih baik kepada pengusaha hutan yang bisa mengelola hutan secara lestari. Namun masih banyak kendalatantangan yang bisa menghambat proses sertifikasi hutan rakyat. Hinrich 2008 menyebutkan bahwa kendala tersebut secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal constraints, yang merupakan kendala dari dalam diri petani hutan dan pengelolaan hutan rakyat itu sendiri, dan external constraints, yang merupakan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan hutan rakyat dan petani hutan, namun mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan minat petani hutan untuk mengadopsi sertifikasi hutan.

2.1.3 Kelembagaan Hutan Rakyat

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Pendapatan Usaha Tani Kelapa Sawit di Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan

14 113 76

Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat

22 141 109

Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)Masyarakat Desa Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Mandiri (Studi kasus di Desa Jorlang Huluan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

7 132 78

Beberapa Masalah Yang Dihadapi Petani Dalam Pengembangan Usaha Tani Melon di Kabupaten Deli Serdang ( Studi Kasus : Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 41 110

Konservasi Penyu Sebagai Usaha Untuk Pengembangan Kepariwisataan Di Pulu Bangkaru Kabupaten Aceh Singkil

10 102 54

Sistim Pemasaran Karet Rakyat Studi Kasus Pada Perkebunan Karet Rakyat di KEcamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 6 111

Posisi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

0 8 77

Dinamika kelompok tani hutan dalam pengelolaan hutan rakyat: kasus pada kelompok tani hutan di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor

3 14 70

Strategi pengembangan usaha pepaya california (Studi kasus : Gapoktan Lembayung Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

0 38 148

Respon pelaku usaha hutan rakyat terhadap kebijakan surat keterangan asal usul kayu (Studi Kasus di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

0 10 140