Ekonomi Desa Curug GAMBARAN UMUM LOKASI

Sebagian besar masyarakat memiliki anggapan bahwa bekerja di desa tidak akan berkembang, dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SD dan SMP lebih memilih bekerja di kota. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi dari SMA jarang sekali membawa hasil pendidikannya ke desa untuk mengembangkan desanya, sehingga terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendidikan masyarakat cenderung lulusan SDsederajat. Salah seorang responden pada saat wawancara mengakui bahwa hanya beliau seorang yang merupakan PNS dan menjabat sebagai staf desa. Berikut dituturkan oleh MSY 46 Tahun: “Warga desa ini jarang yang ngelanjutin sekolah pak, paling-paling cuman sampai SD. Sekolah emang jauh dan mahal lagi biayanya. Disini staf desa yang PNS cuman saya, pak kades saja bukan PNS kan. Ya walaupun gaji staf desa ga seberapa, tapi alhamdulillah saya masih bertahan disini. Saya punya pabrik karet juga soalnya kan.”

4.3 Ekonomi Desa Curug

Masyarakat di Desa Curug rata-rata mempunyai sawah dan lahan kering baik berupa kebun ataupun pekarangan, namun dengan luas yang dapat dibilang relatif sempit. Pengairan untuk sawah-sawah tersebut menggunakan sistem tadah hujan, hampir semua masyarakat tidak menggunakan sistem irigasi untuk mengairi sawah mereka. Tabel 3. Luas Lahan menurut Penggunaannya di Desa Curug Tahun 20102011 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha Persentase 1. Sawah 104 - 2. Pertanian lahan kering 1265 - 3. Perumahan 27 - 4. Pekarangan 11 - 5. Perkebunan rakyat 500 - 6. Perkebunan swasta besar 400 - 7. Hutan rakyat - - 8. Hutan konsesi HPH - - 9. lain-lain - - Jumlah - - Sumber : Monografi Desa Curug, 2008 Seperti halnya jumlah penduduk menurut usia dan tingkat pendidikan, data mengenai luas lahan menurut penggunaannya di Desa Curug tidak tersedia seluruhnya, sehingga luas penggunaan lahan Desa Curug tidak dapat dipersentasikan. Bahkan peneliti menemukan kejanggalan, yaitu jumlah luas lahan dari data yang tersedia pada Tabel 3 bila dikalkulasikan melebihi jumlah luas lahan Desa Curug yang tertulis pada daftar Potensi Desa BPS, 2008. Lahan sawah masyarakat hampir semua ditanami padi, sedangkan pekarangan selain dibangun rumah juga ditanami tanaman yang dapat menunjang kebutuhan hidup keluarga sehari-hari seperti pisang, kelapa, manggis, dan lain- lain. Lahan kebun yang dimiliki masyarakat didominasi oleh tanaman karet, sengon, dan bambu. Petani di Desa Curug memiliki sebutan yang berbeda-beda untuk pohon sengon Paraserianthes falcataria. Beberapa menyebut pohon sengon seperti biasa, namun ada pula yang menyebutnya dengan albasia, ambon, atau jengjeng. Keseluruhan sebutan tersebut merujuk pada satu jenis tanaman yang sama. Mata pencaharian masyarakat tidak terlalu beragam, dengan jumlah paling banyak menjadi petani penyadap karet. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pabrik karet lateks yang dimiliki oleh beberapa masyarakat lokal. Pekerjaan sampingan masyarakat mulai dari staf desa, guru, buruh buruh angkut kayu, buruh bangunan, buruh tani, dan pedagang. Hakim 2009 mengatakan salah satu ciri utama hutan rakyat adalah unit pengelolaan manajemen unit-nya adalah skala rumahtangga dengan bentuk kepemilikannya berbentuk “girik” atau tanah adat yang terdaftar pada Kantor Kepala Desa dengan luasan areal lahannya rata-rata dibawah 1 satu hektar. Penguasaan lahan oleh masyarakat Desa Curug sudah difasilitasi oleh pemerintah, dalam hal ini Desa, setelah adanya persetujuan atas permohonan penggarapan tanah adat oleh masyarakat dari eks HGU PTPP Jasinga. Pada tahun 1953, masyarakat sudah memiliki “girik” atau sekarang disebut Surat Keterangan Desa SKT sebagai bukti kepemilikan lahan mereka. Usaha Kayu Rakyat banyak dilakukan oleh masyarakat, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Untuk skala kecil, “petani kayu” lebih cenderung melakukan “tebang butuh”, atau menebang kayu apabila membutuhkan uang untuk berbagai keperluan saat itu. Hal ini diakui masyarakat karena mereka mengalami kekurangan modal untuk melakukan budidaya, baik untuk memperoleh bibit unggul maupun perawatan dari pohon-pohon tersebut. Akan tetapi masyarakat merasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai usaha kayu rakyat ini. Pada tahun 2010 masyarakat pernah mengusulkan pembukaan lahan seluas 35 Ha untuk penanaman sengon disertai permintaan bantuan bibit, dengan mengajukan kepada BP3K, tetapi hingga saat ini belum mendapat respon positif.

4.4 Sarana dan Prasarana Desa Curug

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Pendapatan Usaha Tani Kelapa Sawit di Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan

14 113 76

Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat

22 141 109

Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)Masyarakat Desa Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Mandiri (Studi kasus di Desa Jorlang Huluan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

7 132 78

Beberapa Masalah Yang Dihadapi Petani Dalam Pengembangan Usaha Tani Melon di Kabupaten Deli Serdang ( Studi Kasus : Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 41 110

Konservasi Penyu Sebagai Usaha Untuk Pengembangan Kepariwisataan Di Pulu Bangkaru Kabupaten Aceh Singkil

10 102 54

Sistim Pemasaran Karet Rakyat Studi Kasus Pada Perkebunan Karet Rakyat di KEcamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 6 111

Posisi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

0 8 77

Dinamika kelompok tani hutan dalam pengelolaan hutan rakyat: kasus pada kelompok tani hutan di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor

3 14 70

Strategi pengembangan usaha pepaya california (Studi kasus : Gapoktan Lembayung Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

0 38 148

Respon pelaku usaha hutan rakyat terhadap kebijakan surat keterangan asal usul kayu (Studi Kasus di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

0 10 140