alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
7. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan penghukuman yang positif,
yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya. 8.
Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya. Pengembanan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan
suatu hasil interaksi anak dengan keluarga, masyarakat, penegak hukum yang saling mempengaruhi. Keluarga, masyarakat, dan penegak hukum perlu
meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan dan memperhatikan hak-hak anak demi kesejahteraan anak.
52
Hak-hak yang diperoleh anak di PKPA sebagai pelaku tindak kejahatan:
53
1. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan hukum lainnya secara efektif mulai
dari proses kepolisian, kejaksaan sampai kepengadilan. 2.
Tidak dipublikasikan Identitasnya 3.
Untuk tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara kecuali upaya terahir.
b. Tujuan dan Pedoman Pemidaan Anak
Hukuman yang terbaik bagi anak dalam peradilan pidana bukan hukuman penjara, melainkan tindakan ganti rugi menurut tingkat keseriusan tindak
pidananya. “Ganti Rugi yang dimaksud adalah sebuah sanksi yang diberikan oleh
52
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Bandung PT Refika Aditama
2010 hlm 113-135
53
Wawancara dengan Ibu Azmiati Zuliah Kordinator di PKPA Setia Budi Medan, 20 Mei 2011
Universitas Sumatera Utara
sistem peradilan pidanapengadilan yang mengharuskan pelaku membayar sejumlah uang atau kerja, baik langsung maupun pengganti”.
54
Hukum pidana untuk anak yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dianggap belum memberikan perlindungan kepada anak
yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu perlu adanya perubahan dan pembaruan.
Tujuan dan dasar pemikiran dari peradilan pidana anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya
merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial.
Lady Wotton
, menyatakan tujuan dari hukum pidana untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang dapat merusak masyarakat dan bukanlah
untuk membalas kejahatan yang telah dilakukan pembuat dimasa yang lampau akan doktrin yang telah berlaku secara konvensional ini telah menempatkan mens
rea ditempat yang salah.
55
Mens rea itu hanya penting setelah penghukuman,
sebagai suatu petunjuk tentang ukuran-ukuran apakah yang akan diambil untuk mencegah terulangnya kembali perbuatan-perbuatan terlarang itu.
Marlina , menyatakan tujuan dari hukum pidana anak adalah untuk
menyembuhkan kembali keadaan kejiwaan anak yang telah terguncang akibat perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Jadi tujuan pidana tidak semata-mata
menghukum anak yang sedang bersalah, akan tetapi membina dan menyadarkan kembali anak yang telah melakukan kekeliruan aatau telah melakukan perbuatan
54
Burt Galaway and Joe Hudson. Offender Restiturion in Theory and Actions,
Lexington: Mass eath, 1978, hlm 1
55
Roeslan Saleh. Pertanggung Jawaban Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia. 1982
Cetakan I. hlm. 30
Universitas Sumatera Utara
menyimpang. Hal ini penting mengingat bahwa apa yang telah dilakukannya perbuatan salah yang melanggar hokum. Untuk itu penjatuhan pidana bukanlah
satu-satunya upaya untuk memproses anak yang telah melakukan tindak pidana.
56
Dalam perkembangannya banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggaunaan pidana penjara sebagai salah satu sarana untuk menanggulangi
masalah kejahatan, yang sering dipersoalkan adalah efektifitasnya.
Bender OP menyatakan, hukum pidana itu ialah hukum alam, sebagai
tandanya ialah pada zaman dan disebuah negara selalu ada suatu hukum pidana, hanya saja yang satu lebih sempurna dari yang lain. Tetapi di manapun akan ada
hukuman pidana. Dengan alasan sudah pembawaan alami manusia menuntut agar hak-haknya dipertahankan dengan selayaknya, dan hal tidak bisa terjadi jika
orang-orang tidak hidup didalam suatu masyarakat dengan hukum pidan posititif.
57
Menurut Alf Ross pidana adalah merupakan tanggung jawap sosial di
mana terdapat pelanggaran terhadap aturan hokum yang dibuat. Tanggung jawab untuk menegakkan aturan terhadap aturan tersebut dilaksanakan oleh lembaga
yang mengatasnamakan penguasa. Selanjutnya Plato dan Aristoteles mengatakan
bahwa pidana itu dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat melainkan agar jangan berbuat kejahatan lagi.
58
Berbicara masalah pidana tentu tidak lepas dari pembicaraan mengenai
pemidanaan. Menurut Prof. Soedarto dikatakan bahwa:
56
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2009
Cetakan I., hlm 158
57
Lili Rasjidi. Filsafat Hukum Apakah Hukum itu. Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya, 1991 hlm 151-152
58
Roeslan Saleh. Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1978 hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
“Perkataan pemidaan sinonim mengenai istilah “penghukuman”. Penghukuman sendiri berasal dari kata “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan
hukum atau memutuskan tentang hukumannya brechten. Menetapkan hukuman ini sangat kuat artinya, tidak hanya dalam bidang hukum pidana saja tetapi juga
bidang hukum lainya. Oleh karena istilah tersebut harus disempitkan artinya yaitu penghukuman dalam perkara pidana yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan
atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.
59
Sedangkan Profesor Flew pada tahun 1954 menyatakan bahwa hukuman
diberikan karena terjadinya sebuah kejahatan dan perbuatan tidak menyanangkan pada korban dan melanggar aturan yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang.
60
Pendapat Profesor Flew mengatakan bahwa hukuman harus meliputi hal-
hal yang jahat dan tidak menyenangkan bagi korban pelakunya, hukuman itu merupakan suatu yang menderitakan diberikan pada pelaku kejahatan dan
merupakan pekerjaan atau kegiatan agen manusia perwakilan yang dikerjakan oleh lembaga perwakilan masyarakat dan hukum harus dijatuhkan oleh penguasa
setempat lembaga-lembaga peradilan yang telah menetapkan aturan tersebut.
c. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak