Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Penunjang Pembinaan

BAB 15 Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Penunjang Pembinaan

15.1 Dana Penunjang Pembinaan (DPP) merupakan dana yang diperoleh dari bagian upah pungut/biaya pemungutan pajak daerah yang disalurkan atau ditransfer oleh masing-masing pemerintah daerah ke rekening yang dikelola/dimiliki oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Bagian upah pungut yang disalurkan ke Depdagri adalah biaya pemungutan untuk Pajak Kendaraan Bermotor/Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB/BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB KB), dan Pajak Penerangan Jalan (PPJ), dengan besaran tarif yang bervariasi, yaitu antara 2,5% sampai dengan 6% dari jumlah biaya pemungutan pajak daerah. Pemungutan DPP tersebut dimulai sejak Tahun Anggaran 2001 sampai dengan saat ini.

15.2 Dalam Semester II Tahun 2008, BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban DPP Tahun 2001 s.d. 2008 pada Depdagri. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai :

• Kebijakan pengelolaan DPP; • Kecukupan bukti pertanggungjawaban penggunaan DPP; dan • Efektivitas pengelolaan aset yang dihasilkan dari penggunaan DPP. 15.3 DPP yang diterima oleh Depdagri selama periode 2001 s.d 2008 (s.d. Agustus

2008) menurut catatan bendahara pengelola DPP adalah senilai Rp326,43 miliar. Dari dana tersebut telah digunakan senilai Rp255,99 miliar, dan masih terdapat saldo senilai Rp70,44 miliar.

15.4 BPK tidak meyakini kebenaran jumlah-jumlah tersebut, karena sistem pengendalian intern pengelolaan DPP sangat lemah seperti :

• Pencatatan dan pelaporan yang tidak tertib; dan • Pengelolaan DPP dilakukan di luar mekanisme APBN, karena Depdagri

beranggapan bahwa dana tersebut diterima dari pemda dan sudah dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah penyetor dalam pertanggungjawaban APBD yang bersangkutan.

Hasil pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian

15.5 Menteri Dalam Negeri dalam menetapkan ketentuan tentang penggunaan DPP mengabaikan pertimbangan Menteri Keuangan sebagaimana yang ditetapkan dalam surat Nomor S-119/MK.07/2002 tanggal 19 April 2002 yang menyebutkan bahwa: (1) Alokasi biaya pemungutan pajak daerah kepada pusat untuk 15.5 Menteri Dalam Negeri dalam menetapkan ketentuan tentang penggunaan DPP mengabaikan pertimbangan Menteri Keuangan sebagaimana yang ditetapkan dalam surat Nomor S-119/MK.07/2002 tanggal 19 April 2002 yang menyebutkan bahwa: (1) Alokasi biaya pemungutan pajak daerah kepada pusat untuk

15.6 Penggunaan DPP dalam tahun 2008 (s.d Agustus 2008) senilai Rp13,19 miliar tidak didasarkan keputusan Mendagri mengenai alokasi penggunaan atau rencana anggaran yang akan dibiayai dari DPP. Rencana penerimaan dan penggunaan DPP dalam tahun 2008 tidak disahkan oleh Mendagri. Dengan demikian penggunaan DPP tahun tersebut tidak legal. Selain itu pejabat pengelola DPP tahun 2007 dan 2008 yaitu Bendahara dan Atasan Langsung Bendahara, juga tidak ditetapkan dengan SK Sekjen Depdagri, sehingga keputusan Bendahara dan Atasan Langsung Bendahara untuk menerima dan mengeluarkan DPP tidak mempunyai dasar hukum yang sah.

15.7 Penggunaan DPP senilai Rp104,40 miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak wajar/patut, tidak sah, dan tidak didukung dengan bukti-bukti pertanggungjawaban serta terjadi penyalahgunaan). Jumlah tersebut antara lain

digunakan untuk dana operasional atau dana taktis Mendagri dan pejabat Eselon I Depdagri sejak tahun 2001 s.d Agustus 2008 senilai Rp78,98 miliar. Pemberian dana taktis periode 2006 s.d. 2008 tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, karena tidak ada keputusan Mendagri yang menetapkan pejabat mana yang berhak atas dana taktis dari DPP dan berapa jumlahnya. Sedangkan selebihnya digunakan untuk berbagai pengeluaran kepada pihak lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

15.8 Terdapat penggunaan DPP senilai Rp57,66 miliar untuk pemberian dana talangan kepada satuan kerja dilingkungan Depdagri dan diantaranya senilai Rp9,36 miliar tidak dapat dikembalikan oleh satker penerima dana talangan.