Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri

BAB 13 Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri

13.1 Dalam Semester II Tahun 2008, BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan pinjaman luar negeri (LN). Pemeriksaan dilakukan pada pengelola pinjaman LN Departemen Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan serta Pengguna Pinjaman LN yang terdiri dari sembilan Kementerian Negara atau Lembaga (K/L) serta delapan BUMN yang mencakup

66 naskah pinjaman senilai Rp45,29 triliun (4,94%) dari populasi. 13.2 Pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah : 1) sistem pengendalian intern

telah memadai; dan 2) pelaksanaan pinjaman LN telah sesuai dengan klausul- klausul dalam naskah perjanjian pinjaman.

13.3 Pinjaman LN merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk menutup defisit APBN. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, penarikan pinjaman LN dan prosentasenya terhadap APBN selama tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing senilai Rp26,84 triliun (5,27%), Rp29,67 triliun (4.45%), dan Rp34,07 triliun (4,5%). Sedangkan outstanding pinjaman LN pada periode tersebut dan prosentasenya terhadap PDB masing-masing senilai Rp578,73 triliun (20,86%), Rp556,21 triliun (16,66%), dan Rp595,69 triliun (15,05%). Data outstanding tersebut menunjukkan bahwa persentase pinjaman LN terhadap Produk Domestik Bruto mengalami penurunan. Namun demikian, dilihat dari nilai absolut penurunan belum terjadi secara konsisten.

13.4 Hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan pinjaman LN menyimpulkan bahwa : • Sistem pengendalian atas pengelolaan pinjaman LN yang berkaitan dengan

pencatatan realisasi pinjaman, monitoring rekening khusus, dan pencatatan barang milik negara masih lemah. Sementara itu prosedur perencanaan dan penarikan pinjaman yang telah dirancang tidak berjalan secara efektif;

• Klausul mengenai biaya asuransi, biaya komitmen, dan biaya jasa bank

penatausahaan yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjian memberatkan keuangan negara minimal senilai Rp36,38 miliar; dan

• Karena lemahnya perencanaan, koordinasi, dan monitoring mengakibatkan

beberapa hasil proyek yang didanai dari pinjaman LN senilai Rp438,47 miliar tidak dapat dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan secara optimal, serta adanya tambahan biaya minimal senilai Rp2,02 triliun sehubungan keterlambatan pelaksanaan proyek.

13.5 Hasil pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut: • Sistem pencatatan pinjaman LN belum dapat menghasilkan informasi

mengenai pinjaman LN secara andal sehingga tidak ada sumber informasi mengenai pinjaman LN secara andal sehingga tidak ada sumber informasi

• Pengarsipan dan pendokumentasian, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pengevaluasian pinjaman LN tidak tertib sehingga evaluasi dan

pengawasan atas pengelolaan pinjaman LN tidak dapat berjalan secara efektif;

• Karena ketidakmampuan pemerintah memenuhi persyaratan administratif yang ditentukan, terdapat penarikan pinjaman dari rekening khusus (reksus) maupun dana talangan pemerintah yang beresiko yang tidak mendapatkan penggantian dari lender minimal senilai Rp5,04 miliar dan USD4.23 juta;

• Per tanggal 26 September 2008, terdapat 61 rekening khusus dengan saldo Rp74,34 miliar yang belum ditutup walaupun closing date pinjaman telah

lewat sehingga pemerintah harus menanggung beban bunga atas sisa dana di reksus tersebut walaupun tidak dimanfaatkan;

• Pengendalian atas barang/aset negara yang berasal dari dana pinjaman LN tidak memadai sehingga terdapat risiko kehilangan dan penyalahgunaan

barang atau aset negara senilai Rp207,79 miliar; • Proses perencanaan pada enam loan agreement (LA) tidak mengikuti prosedur

yang telah ditetapkan; • Biaya asuransi dan biaya komitmen dari sisa plafon pinjaman dalam LA yang

dipersyaratkan lender memberatkan keuangan negara dan tidak efisien; • Biaya jasa Bank Penatausahaan yang dipersyaratkan dalam Subsidiary Loan

Agreement minimal senilai Rp36,38 miliar mengurangi dana yang diterima pemerintah atas pelunasan penerusan pinjaman;

• Pelaksanaan 25 proyek yang didanai dari pinjaman LN terlambat diantaranya mengakibatkan tambahan beban negara minimal senilai Rp2,02 triliun;

• Terdapat hasil sembilan proyek yang didanai dari pinjaman LN senilai Rp438,47 miliar tidak dimanfaatkan sesuai tujuan semula;

• Pemanfaatan hasil enam proyek yang didanai pinjaman LN tidak optimal dan terdapat dua proyek yang berpotensi tidak dapat dimanfaatkan secara