Galara. Kemudian dalam wilayah kekuasaan Jena terdapat lagi bagian wilayah yang lebih
kecil yang dipimpin oleh Sarian atau kepala kampung.
3.2.2. Pola Penggunaan Lahan
Pemukiman masyarakat Desa Hu`u adalah sebuah pemukiman kecil yang berada di ujung selatan Kabupaten Dompu yang terdiri atas lima dusun. Pola penggunaan
lahannya didominasi oleh kawasan tidak terbangun berupa hutan, tanah kering, ladang, areal persawahan dan sisanya adalah kawasan pemukiman, fasilitas sosial berupa sarana
ibadah, fasilitas pendidikan berupa sekolah dasar, fasilitas kesehatan berupa puskesmas pembantu, fasilitas perdagangan, kantor desa, lapangan olah raga dan jaringan jalan. Pola
penggunaan lahan Desa Hu`u dapat dilihat pada Tabel III.1.
TABEL III.1. POLA PENGGUNAAN LAHAN DESA HU`U TAHUN 2008
No Penggunaan Lahan
Luas Ha I. Kawasan
Terbangun
1. Pemukiman 13,415
2. Perdagangan dan
Jasa 1,75
3. Peribadatan 0,35
4. Pendidikan 0,06
5. Kesehatan
0,01 6. Perkantoran
0.025 7.
Lapangan Olah Raga 0,3
8. Jaringan Jalan
2,25
II. Kawasan Tidak
Terbangun
1. Sawah 562
2. Tanah Kering
2.070 3. Hutan
4.625 4. Lainnya
167
Jumlah 8.050
Sumber : Profil Desa Hu`u 2008
Untuk kondisi pola penggunaan lahan pada kawasan pemukiman Desa Hu`u, dapat dilihat pada Gambar 3.1.
L E G E N D A B A TA S K A B U P A TE N
B A TA S D E S A
J A L A N
S U N GA I
JEMBATAN
PEMUKIMAN
H UTAN TEGALAN
SEMAK- SEMAK
SAWAH PERKANTORAN
PENDIDIKAN PERIBADATAN
KESEHATAN
PERDAGANGAN LAPANGAN
U
Ke DESA DAA
SKALA m
Ke NANGADORO
Sumber : Bappeda Kabupaten Dompu Tahun 2008
GAMBAR 3.1 PETA PENGGUNAAN LAHAN PEMUKIMAN DESA HU`U
3.2.3. Sistem Penataan Kawasan Pemukiman
Dalam tatanan kehidupan masyarakat Desa Hu`u terutama kehidupan berumah tangga mengatur dan menata hidupnya dari usahanya berupa aktivitas hidup dan
memberikan pengaruh pada penataan kawasan pemukimannya.
3.2.3.1. Sistem Penyediaan Lahan
Suatu tempat atau lokasi untuk rumah atau pemukiman, sebelum dipakai atau digunakan oleh masyarakat terlebih dahulu menurut masyarakat Desa Hu`u haruslah
diawali dengan Leka Dana atau pembukaan lahan. Sebelum prosesi ini dilakukan, terlebih
dahulu oleh masyarakat secara keseluruhan melakukan do`a bersama di lokasi tersebut yang dipimpin oleh seorang ulama desa, untuk mengharap perlindungan dari Allah SWT
Sang Maha Pencipta. Leka dana sendiri adalah pemeriksaan lokasi yang dipersiapkan dan nantinya akan
dipakai untuk membangun atau menempatkan rumah. Dengan kata lain leka dana adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kondisi lahan atau tanah,
dengan tujuan untuk kesesuaian lahannya yang meliputi: a.
Tinjauan dari segi geologi Yang dilakukan pada tinjauan ini adalah oleh masyarakat mencari tahu adakah tanah
tersebut mengandung zat-zat kimia “mbari” yang akan merusak kehidupan orang atau masyarakat yang akan hidup di atas tanah tersebut.
b. Tinjauan dari segi geografi dan topografi
Dalam hal ini masyarakat melihat kondisi geografi dan topografi “ rata, miri ro pajana dana” apakah tanah tersebut tidak selalu berubah-ubah karena pengaruh proses
alamiah. c.
Tinjauan dari segi theologi Pada kondisi ini masyarakat mencari tahu apakah tanah atau areal tersebut bebas dari
roh-roh halus “wara ma ngge`e” yang akan mengganggu kehidupan orang atau masyarakat nantinya. Lokasi yang dilihat adalah di areal tersebut, pada mata air ”mada
oi”, batu “wadu” atau pohon “fu`u haju”.
d. Tinjauan dari segi adaptasi manusia dengan alam
Adaptasi manusia dalam hal ini masyarakat Hu`u dengan alam adalah berkaitan dengan jenis-jenis tanah yang dapat dipakai dan ditempati untuk membangun rumah atau
pemukiman yang dilihat secara sederhana, yaitu mencicipi rasa tanah tersebut, dimana rasa tanah tersebut adalah Pa`i, Ndanga, Ngonco dan Caba. Tempat yang baik menurut
masyarakat Hu`u adalah tanah yang kadar asam dan asinnya tidak terlalu tinggi. Selain mencicipi, masyarakat juga mengetahui rasa tanah tersebut dengan ngilu wou dana atau
mencium aroma atau bau tanah tersebut. e.
Tinjauan dari segi keadaan air tanah Aspek yang dirasakan penting oleh masyarakat Hu`u dalam memilih lahan adalah
tersediannya air tanah. Jadi areal tanah tersebut harus dekat dengan sumber air yang berguna untuk sumber kehidupan dan pengairan.
Sumber : Hasil wawancara dengan pemuka masyarakat 2009
3.2.3.2. Sistem Penyediaan Tempat Tinggal
Langkah yang selanjutnya dilakukan oleh masyarakat Hu`u setelah melakukan leka dana dan mengetahui bahwa tanah yang akan dijadikan sebagai areal tempat tinggal atau
pemukiman sesuai dari beberapa tinjauan yang ditetapkan adalah mempersiapkan prosesi pembangunan rumah atau tu`u uma.
Kegiatan pembangunan rumah ini dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh masyarakat Hu`u. Terdapat satu kebiasaan yang sebagian besar masih dipertahankan oleh
masyarakat sampai sekarang, bahwa ketika suatu keluarga akan membangun rumah maka keluarga, kerabat dan tetangga dalam Desa Hu`u akan membantu menyediakan bahan
bangunan, yang masing-masing keluarga menyediakan bagian yang berbeda-beda, sehingga apa bila dikumpulkan bisa menjadi bahan bangunan yang utuh, dan keluarga
yang akan membangun rumah tersebut tinggal menambahkan yang kurang saja.
Sumber ; hasil survei 2009
Oleh masyarakat dalam membangun rumah, untuk mendapatkan rahmat dan memperoleh keberlangsungan hidup yang sejahtera, harmonis dan selaras dalam rumah
kelak nantinya, pembangunan rumah dipilih hari atau bulan yang baik. Bulan yang paling baik menurut masyarakat dalam membangun rumah adalah bulan sesuai nilai-nilai Islam
yaitu bulan Dzulhijah, dimana pada bulan ini seluruh umat Islam sedang melakukan ibadah haji. Dan ketika akan memulai membangun rumah terutama “pendena uma” atau
pemancangan tiangnya dilakukan pada saat pelaksanaan wukuf Sumber : Hasil wawancara dengan tokoh agama dan pemuka masyarakat,2009.
Sumber : Hasil survei 2009
GAMBAR 3.3 UMA PANGGU MERUPAKAN JENIS RUMAH YANG ADA DI DESA HU`U
Untuk keberlangsungan dan keberhasilan dalam pembangunan rumah tersebut, keluarga, kerabat dan seluruh masyarakat Hu`u terlebih dahulu berkumpul untuk
melakukan do`a bersama yang dipimpin oleh seorang ulama desa. Do`a ini merupakan do`a pertama dan dilakukan jika bahan bangunan belum tersedia. Jadi akan dilakukan Dei
Haju yaitu mencari kayu di hutan untuk bahan bangunan. Setelah dilakukan do`a, maka secara bersama sama kaum laki-laki dewasa
berangkat ke hutan untuk mencari kayu dan bahan bangunan yang dipimpin oleh seorang
GAMBAR 3.2 KAWASAN PEMUKIMAN DESA HU`U
Panggita yang merupakan seorang ahli bangunan atau arsitek yang mengerti bahan bangunan yang baik, yang dikalangan masyarakat dikenal sebagai dukun rumah “Sando
Uma“. Karena rumah yang akan dibangun adalah jenis rumah panggung “Uma Haju ro Uma Panggu“, maka bahan bangunan yang utama dan sangat penting adalah Ina Ri`i yaitu
tiang utama rumah. Kayu yang akan dijadikan ina ri`i adalah kayu pilihan, yaitu kayu yang berasal dari pohon yang tumbuh di puncak gunung, yang paling tinggi dan besar dari kayu
yang lain, serta digayuti atau diselubungi oleh tanaman parasit atau humpa, dan kayu tersebut haruslah memiliki kandungan air yang sedikit. Oleh masyarakat, jenis kayu ini
diketahui dari daunnya yang telah rontok, sekitar wura nggica dan wura ndua. Sebelum konstruksi rumah dipasang dan didirikan, maka terlebih dahulu
dilakukan acara roko uma. Dimana acara ini adalah acara do`a kedua yang kembali dipimpin oleh seorang ulama desa dan didampingi oleh Panggita. Semua bahan bangunan
yang telah tersedia dikumpulkan dan diletakkan di tanah, kemudian di atasnya direntangkan dipi ro`o fanda atau tikar daun pandan.
Pada pendirian rumah ini, pada masing-masing bagian rumah terdapat perlambangan atas beberapa penyusun unsur kehidupan manusia. Karena rumah
merupakan bagian dari kehidupan dan dianggap hidup. Masyarakat Hu`u mempunyai filosofi bahwa bagaian bagian dan perlambang tersebut adalah:
Tiang atau ri`i
: Melambangkan afi atau api
Atap atau butu : Melambangkan oi atau air
Dinding atau dindi : Melambangkan
angi atau angin
Lantai atau sari : Melambangkan dana atau Tanah
Dalam pendirian rumah panggung terdapat satu bagian yang harus diperhatikan dengan baik karena berkaitan dengan persenyawaannya dengan tanah. Bagian tersebut
adalah ina ri`i atau tiang induk. Dari sejumlah tiang rumah, maka ditentukan satu diantaranya sebagai ina ri`i. Ina ri`i ini dipilih dari kayu terbaik yang diperoleh dari
prosesi dei haju. Di bawah landasan ina ri`i ini akan diletakkan sekeping masa bura atau emas putih yang menurut anggapan masyarakat Hu`u akan memperkokoh berdirinya
rumah dan akan mempersenyawakan rumah dengan tanah tempat rumah tersebut berdiri.
3.3. Kondisi Intangible di Desa Hu`u