BAB II TINJAUAN KEBUDAYAAN, POLA RUANG
DAN PEMUKIMAN
Kebudayaan, pola ruang dan pemukiman merupakan tiga hal yang tidak dipisahkan dalam pembahasan ini. Hal ini dikarenakan adalah bagaimana keberadaan kebudayaan
yang diekspresikan dalam bentuk perilaku dan adat istiadat pada suatu daerah baik kawasan perdesaan rural maupun kawasan perkotaan urban yang memberikan
pengaruh akan kebutuhan ruang untuk mewadahi semua jenis kegiatan, kemudian ruang tersebut akan ditata atau di atur sedemikian rupa sesuai hubungan fungsionalnya yang akan
membentuk pola ruang, dan secara keseluruhan pola ruang yang terbentuk tersebut akan membentuk suatu kawasan permukiman.
Dari ketiga hal tersebut diatas, sebagai awal dari pembahasan perlu dipahami dulu semua aspek yang berkaitan dengan morfologi yang merupakan pemahaman yang
berkaitan dengan bentukan ruang. Dalam hal ini morfologi yang dibahas sebagai acuan dalam penelitian ini mengambil teori-teori tentang perkembangan kota, tetapi lebih
difokuskan pada kawasan dengan kondisi perdesaanrural maupun kota tradisional.
2.1. Tinjauan Morfologi Rural dan Urban
Morfologi yang terbentuk pada daerah rural dan urban cenderung memiliki pola yang berbeda, terutama pada bentukan ruangnya. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik
pembentuk masing-masing morfologi yang berbeda-beda berdasarkan pada kegiatan yang dikembangkan, oleh karena itu perlu di bahas mengenai morfologi antara rural dan urban.
2.1.1. Tipologi Rural-Urban dalam Konteks Kota
Pengorganisasian sebuah daerah sebagai kota tidak dilakukan dalam konteks netral atau kosong. Penyusunan perkotaan serta pemakaian hierarki-hierarki di dalamnya selalu
dilakukan dalam konteks yang nyata berdasarkan parameter-parameter tertentu. Parameter- parameter tersebut sangat bervariasi, tetapi secara dasar dapat diamati ada perbedaan
27
pokok antar kota dalam konteks urban modern dan dalam konteks rural tradisional Zhand, 1999.
Istilah kota tidak dapat dirumuskan dari suatu ciri bentuk, morfologi, serta ukuran tertentu saja dengan implikasi kehidupan di dalamnya. Apa yang dibutuhkan adalah sebuah
bentuk perkotaan yang dirumuskan dan dibentuk secara hierarkis dengan memakai prinsip- prinsip yang ada di dalamnya berdasarkan parameter-parameter tentu. Saat ini banyak
parameter baru bermunculan, hal ini dikarenakan oleh beberapa zaman yang telah dilampaui sehingga memberikan pengaruh pada pola penentuan model kota itu sendiri.
Berdasarkan pendapat dari Philips, E. Barbara; LeGates, T. Richard dalam City Lights. An introduction to urban studies. New York 1981, bahwa tipologi rural-urban dalam konteks
kota dengan parameter yang bersifat tradisionalmodern adalah sebagai berikut :
Kota Tradisional pra-industri Rural
Kota Modern industri Urban
RuangMorfologi
Kota disusun dengan memusatkan bangunan- bangunan simbolis dan publik, serta tempat tertentu.
Simbol: istana, gedung religi, benteng dan lain-lain. Hubungan erat dengan lingkungan yang dekat.
Wilayah-wilayah dibatasi secara jelas berdasarkan kelompok etnis.
Kota disusun dengan memusatkan institusi misalnya institusi perdagangan. Simbol: CDB Central
Business Distric, pencakar langit, gedung pemerintah, dan lain-lain. Hubungan dengan
lingkungan yang jauh lewat teknologi komunikasi dan lalu lintas.
Ekonomi
Sistem tukar-menukar atau sistem keuangan yang sederhana. Kekayaan berdasarkan pemilikan tanah
atau barang. Landasan pada teknologi pertanian lokal. Masyarakat cenderung berfokus pada
penyediaan kebutuhan sendiri. Sistem pertukangan. Sistem perdagangan luas dan kompleks. Kekayaan
dihitung dengan kapital. Landasan pada teknologi industri. Keterkaitan secara regional, nasional dan
internasional. Pembagian kerja berlangsung secara rumit dan spesifik.
Politik
Otoritas tradisional. Tradisi-tradisi rohaniah. Ahli- ahli tertentu misalnya tokoh religi memiliki
monopoli pengetahuan walaupun ada landasan pengetahuan yang disebarkan secara luas. Ancaman
hukuman secara informal. Hukum bersifat represif. Kontrak secara informal. Kekuasaan pada elite
religipolitik. Penting hubungannya dengan yang berkuasa. Latar belakang keluarga penting.
Otoritas legalrasional. Tradisi-tradisi sekuler. Jarak pengetahuan jauh antara para ahli dan orang biasa.
Kekuasaan dikelola oleh para kapitalis, teknokrat, dan birokrat. Ancaman hukum secara institusional.
Hukum bersifat retitusi. Kontrak secara formal. Penghargaan lebih berdasarkan pada hasil usaha
daripada hubungan dengan yang berkuasa. Latar belakang keluarga dipandang sekunder.
Sosio-Budaya
Penekanan pada hubungan dalam keluarga besar saudara, tetangga, teman. Rasa kebersamaan.
Komunikasi secara berhadapan muka. Kohesi etnis. Budaya homogen. Kepercayaan ritual. Status
diberikan. Penekanan pada individu sebagai unit. Peranan
terpisah-pisah. Mobilitas sosial hubungan secara fungsional. Komunikasi massal. Budaya heterogen.
Keterasingan. Status dicapai oleh diri sendiri.
Sumber : Philips, E,at all 1981 dalam Zhand,1999.
2.1.2. Kompleksitas Dalam Kota Tradisional