pada siang hari kurang lebih 25°C, sedangkan suhu minimum pada malam hari berkisar antara 13°C sd 14°C.
Topografi
Pada umumnya areal lapangan memiliki topografi bergelombang sampai dengan curam dan sebagian datar dengan kemiringan 15-40°.
Vegetasi
Vegetasi yang umum di lokasi penelitian yaitu Pteridophyta dari famili Aspleniaceae, Glesseniaceae, dan Polypodiaceae. Spermatophyta yaitu Monokotil dari famili
Araceae dan Arecaceae dan Dikotil dari famili Annonaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Lauraceae, Moraceae, Myrtaceae dan Rubiaceae.
3.4 Metode Penelitian
Penelitian lumut dilakukan dengan metode eksplorasi dan koleksi dengan cara jelajah, yaitu menjelajahi setiap lokasi penelitian yang dapat mewakili tipe-tipe ekosistem
ataupun vegetasi di kawasan yang diteliti Rugayah et al, 2004. Lokasi yang dijelajahi ± 9 Ha.
3.5 Pelaksanaan Penelitian Di Lapangan
Semua jenis tumbuhan lumut daun yang dijumpai di lapangan diambil contoh spesimennya. Setiap spesimen lumut yang dikoleksi diberi nomor dan dicatat data
lapangan, meliputi substrat atau tempat tumbuh, sifat hidup, ketinggian tempat, warna. Pengambilan contoh lumut diusahakan selengkap mungkin yang meliputi fase
generasi gametofit tumbuhan lumutnya sendiri dan generasi sporofit bagian yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan spora. Dilakukan pengukuran faktor fisik, meliputi, pengukuran Titik ordinat dengan menggunakan GPS Global Positioning System, ketinggian dengan
menggunakan altimeter, suhu udara dengan menggunakan termometer, kelembaban udara dengan menggunakan hygrometer.
Di Laboratorium
Semua spesimen lumut yang diambil diawetkan dengan cara dikering anginkan agar tidak rusak lembab dan berjamur, dilakukan pengamatan lumut dengan cara diambil
potongan spesimen secukupnya, potongan tersebut direndam dalam air, setelah itu dibuat preparat basah dan diamati di bawah mikroskop.
Di Identifikasi dengan menggunakan beberapa buku-buku acuan sebagai berikut: a. A Handbook of Malesian Mosses volume 1 Eddy, 1988
b. A Handbook of Malesian Mosses volume 2 Eddy, 1990 c. A Handbook of Malesian Mosses volume 3 Eddy, 1996
d. A Guide to the Mosses of Singapore Tan Chuan, 2008 e. Mengenal Bryophyta Lumut Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1
Ariyanti Hasan, 2004.
3.6 Analisis Data Deskripsi Jenis
Data Jenis-jenis lumut daun disajikan dalam bentuk deskripsi morfologi famili dan jenis yang dilengkapi dengan ketinggian tempat, letak titik ordinat, kelembaban, foto
dan gambaran habitat secara umum dari masing-masing jenis lumut yang ditemukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis-jenis Lumut Daun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara ditemukan 36 jenis lumut daun
termasuk ke dalam 19 marga dan 15 suku yang teridentifikasi dan lima jenis belum teridentifikasi Tabel 4.1. Hasil identifikasi jenis dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4.1 Jenis Lumut Daun Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
No Suku
Jenis
1 Bartramiaceae
Philonotis mollis 2
Philonotis sp. 3
Bryaceae Bryum clavatum
4 Dicranaceae
Dicranoloma reflexum 5
Campylopus umbelatus 6
Diphysciaceae Diphyscium sp.
7 Fissidentaceae
Fissidens sp. 8
Hypnaceae Ectropothecium dealbatum
9 Ectropothecium buitenzorgii
10 Ectropothecium sp.
11 Hypnodendraceae Mniodendron divaricatum
12 Hookeriaceae Callicostella sp.
13 Leucobryaceae Leucobryum sumatranum
14 Leucobryum juniperoideum
15 Polytrichaceae Pogonatum cirratum
16 Pogonatum neesii
17 Pogonatum subtortile
18 Pottiaceae Barbula consanguinea
19 Barbula indica
20 Barbula sp.
21 Rhizogoniaceae Pyrrhobryum spiniforme
22 Rhizogonium cf. lamii
23 Rhizogonium sp.
24 Sematophyllaceae Acroporium sigmatodontium
25 Acroporium lamprophyllum
26 Acroporium sp.
27 Sematophyllum tristiculum
28 Sematophyllum sp.
29 Trismegistia lancifolia
30 Sphagnaceae Sphagnum sp.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Lanjutan No
Suku Jenis
31 Thuidiaceae Thuidium cymbifolium
32 Unidentified 1 Species A
33 Unidentified 2 Species B
34 Unidentified 3 Species C
35 Unidentified 4 Species D
36 Unidentified 5 Species E
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat suku Sematophyllaceae memiliki jenis terbanyak yaitu enam jenis, diikuti Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae masing-
masing tiga jenis, Dicranaceae, Leucobryaceae, masing-masing dua jenis, dan suku lainnya masing-masing satu jenis.
Jumlah jenis lumut yang ditemukan di Kawasan Hutan Sibayak I tergolong tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Ellyzarti 2009, di
Kawasan Gunung Pasawaran Hutan Raya Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung hanya ditemukan sekitar 15 jenis lumut daun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Windadri 2007, di kawasan Suaka Marga Satwa Lambusango dan Cagar Alam Kakenauwe Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara ditemukan 14 jenis lumut daun yang
tergolong ke dalam 12 marga dan delapan suku.
Tingginya kekayaan jenis lumut daun di Hutan Sibayak I dikarenakan kawasan tersebut memiliki kondisi lingkungan yang sangat mendukung untuk
pertumbuhan lumut. Kelembabannya tinggi berkisar antara 80-90 dan suhu berkisar 21-24°C. Menurut Windadri 2010, lumut umumnya bekembang pada daerah
pegunungan yang memilki kelembaban tinggi, suhu rendah, dan cukup sinar matahari. Ellyzarti 2009 menambahkan, pada umumnya lumut memerlukan kelembaban yang
tinggi untuk menunjang pertumbuhannya.
Suku Sematophyllaceae memiliki jumlah jenis terbanyak ditemukan di Kawasan Hutan Sibayak I, suku ini persebarannya sangat luas, tersebar hampir di
seluruh hutan hujan tropis, umumnya dijumpai pada habitat yang lembab, mulai dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan atas, di lokasi penelitian jenis dari
suku ini umumnya ditemukan epifit di cabang pohon, dan kayu lapuk. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Pollawatn 2008, Sematophyllaceae tersebar di hutan yang lembab, biasanya epifit pada cabang, batang, jarang pada batu atau lantai hutan, ditemukan pada hutan dataran
rendah yang lembab sampai hutan pegunungan atas.
Pottiaceae merupakan suku yang kosmopolit, pola pertumbuhannya yang rapat dan mendominasi mengefisienkan dalam menyerap air, sehingga dapat hidup pada
lingkungan yang ekstrim dan mampu bertahan pada musim kering. Menurut Tan Chuan 2008, anggota Pottiaceae dikenal sebagai lumut yang berada pada
lingkungan keras, banyak dari mereka yang toleran terhadap kekeringan, karena pertumbuhan yang rapat dan mendominasi.
Polytrichaceae memiliki distribusi yang kosmopolit, merupakan suku yang lebih maju daripada suku lainnya. Suku ini sudah memiliki sistem pembulu primitif
berupa sel hydroid mengangkut air dan leptoid mengangkut hasil metabolism. Hal tersebut memungkinkan suku ini untuk tetap tumbuh pada lingkungan yang ekstrim,
dan mampu berkompetisi dengan jenis lainya. Menurut Eddy 1988, Polytrichaceae merupakan suku kuno yang memiliki distribusi yang kosmopolit. Damayanti 2006
menambahkan, Polytricaceae sudah memiliki pembulu primitif berupa sel hydroid dan leptoid untuk mengangkut air dan hasil metabolisme.
Suku Hypnaceae, Rhizogoniaceae, Dicranaceae dan Leucobryaceae juga merupakan suku kosmopolit, di hutan tropis dijumpai hampir seluruh ketinggian.
Menurut Eddy 1988, suku Rhizogoniaceae khususnya genus Rhizogonium memiliki persebaran mulai dari Indo-Fasifik, Australia, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan
Malaysia umumnya ditemukan di hutan yang lembab pada substrat organik, Leucobryum adalah genus kosmopolit yang keanekaragamannya banyak ditemukan di
hutan hujan tropis dan hutan subtropis, kebanyakkan hidup di tanah humus sedikit asam, di kayu lapuk, di batang pohon dan di hutan yang lembab.
Berdasarkan hasil penelitian ada jenis lumut yang ditemukan sudah banyak dimanfaatkan seperti pada jenis Sphagnum sp., jenis ini sudah dimanfaatkan sebagai
antiotik, sebagai pembungkus sayuran karna teksturnya yang lembut. Menurut Gradstain Tan 2005, genus Sphagnum memiliki antibiotik untuk mengobati luka.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Karakteristik Morfologi Pola Pertumbuhan