4 Tahapan- tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Orientasi

3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak universal, sehingga terasa manfaatnya. 4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehinggan setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. 3. 3. 4 Tahapan- tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Sesuai dengan tujuan pembelajaran ini adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan para ahli, maka secara umum pembelajaran berbasis masalah bisa dilakukan dengan langkah-langkah : a. Menyadari masalah b. Merumuskan masalah c. Merumuskan hipotesis d. Mengumpulkan data e. Menguji hipotesis f. Menentukan pilihan penyelesaian 3. 3. 5 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : g. merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran h. menantang kemampuan siswa serta memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan bagi siswa i. dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa j. membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata k. dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu , pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya l. dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa m. mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata n. dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus balajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Disamping keunggulan, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan, diantaranya : 1. ketika siswa tidak memliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 2. keberhasilan pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

II.3.4 Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir SPPKB 3.4.1 Pengertian SPPKB

SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Joyce dan Weil 1980 menempatkan model pembelajaran ini ke dalam bagian model pembelajaran Cognitive Growth: Increasing the Capacity to Think. Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa. Akan tetapi, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus-menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Walaupun tujuan SPPKB sama dengan strategi pembelajaran inkuiri SPI, yaitu agar siswa dapat mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada pola pembelajaran yang digunakan. Dalam pola pembelajaran SPPKB, guru memanfaatkan pengalaman siswa sebagai titik tolak berpikir, bukan teka-teki yang harus dicari jawabannya seperti dalam pola inkuiri.

3.4.2 Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir SPPKB

Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pembelajaran yang dilaksanakan para guru adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apa pun guru lebih banyak mendorong agar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran. Strategi pembelajaran ini pada awalnya dirancang untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian, tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik, strategi pembelajaran yang akan dibahas ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil penelitian, selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan matematika Sanjaya, 2002. Hal ini merupakan pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apa pun diharapkan dapat membekali siswa balk untuk terjun ke masyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian besar para guru. Mereka berpendapat bahwa IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hafalan yang tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang sarat dengan konsep-konsep, pengertian- pengertian, data, atau fakta yang hares dihafal dan tidak perlu dibuktikan. Sekarang, bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS sebagai mata pelajaran hafalan? Bagaimana IPS dapat dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu strategi pembelajaran berpikir dalam pelajaran IPS. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran basil dari pengembangan yang telah diuji coba Sanjaya, 2002. Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas. 1. SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekadar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan berbicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir. 2. Telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan bepikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari danatau berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. 3. Sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

3.4.3 Karakteristik SPPKB

SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Artinya setiap kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respons saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi SPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya. b. Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang akan digunakan. c. Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antarbagian yang dipelajari. d. Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa, manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru hares dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan bare berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. e. Siswa harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari. Merespons dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik. 2. SPPKB dibangun dalam proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab terus-menerus, hal itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. 3. SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.

3.4.4 Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional

Ada perbedaan pokok antara SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah: 1. SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. 2. Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak. 3. Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensinal perilaku dibangun atas proses kebiasaan.

4. Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman; sedangkan dalam

pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan. 5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan; sedangkan dalam pembelajar- an konvensional tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran. 6. Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebab- kan takut hukuman. 7. Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karma pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain. 8. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan basil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

3.4.5 Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB

Ada 6 tahap dalam SPPKB. Setup tahap dijelaskan berikut ini.

1. Tahap Orientasi

Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pada tahap orientasi sangat menentukan keberhasilan SPPKB. Pemahaman yang baik akan membuat siswa tahu ke mana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka. Oleh sebab itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajar siswa. 2. Tahap Pelacakan Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.

3. Tahap Konfrontasi