Tujuan konvensi penerbangan sipil menurut konvensi chicago tahun 1944

19 banyak, tidak perlu mengadakan tukar menukar hak-hak penerbangan dengan negara lain, cukup mengeksploitasi sendiri tanpa adanya perusahaan penerbangan asing melakukan penerbangan ke atau dari Uni Soviet. Spekulasi Uni soviet tidak hadir dalam konfrensi penerbangan sipil internasional dengan alasan keamanan nasional national security kemungkinan juga ada benarnya sebab Uni Soviet tidak menghendaki adanya pesawat udara asing terbang di atas Uni Soviet tanpa melakukan pendaratan. Hal ini dibuktikan bahwa setiap perjanjian angkutan udara angkutan udara internasional timbal balik, posisi Uni freedom Soviet selalu tidak menukarkan hak-hak penerbangan pertama first freedom of the air yang memberi hak pesawat udara terbang di atas negara yang bersangkutan tanpa pendaratan over flying, Pada umumnya sebelumnya mempertukarkan hak-hak penerbangan pertama traffic right, ketiga3 rd freedom of the air dan hak-hak penerbangan traffic right, keempat 4 th freedom of the air selalu didahului dengan pertukaran hak-hak penerbangan kesatu 1 st freedom of the air dan kebebasan udara kedua 2 nd freedom of the air. 23

B. Tujuan konvensi penerbangan sipil menurut konvensi chicago tahun 1944

Editorial Media Indonesia, Jumat 7 agustus 2009 menyatakan bahwa faktor keselamatan penumpang merupakan indikator yang paling gampang untuk melihat seberapa maju dan beradab suatu dan negara. 24 Penerbangan khususnya dan transportasi umumnya memang harus dikelola berlandaskan kebenaran-kebenaran dari bangsa yang beradab yang telah 23 Perjanjian angkutan udara internasional timbal balik antara Indonesia dengan Uni Soviet tidak mempertukarkan kebebasan udara pertama 1 st freedom of the air, sebab Uni Soviet tidak menghendaki pesawat udara Indonesia terbang di atas Uni Soviet tanpa mendarat. 24 Harian Media Indonesia, Jumat 7 Agustus 2009. Universitas Sumatera Utara 20 dituangkan dalam berbagai SARPs Standard and Recomemmended Practices 25 keamanan dan keselamatan transportasi. Bila tidak yang terjadi adalah bencana cattasthrope yang beruntun. Untuk itu Konfrensi Chicago 1944 yang mengatur tentang penerbangan sipil Internasional tampak dengan jelas pada pembukaan konvensi Chicago 1944. 26 Dalam pembukaan tersebut dijelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang akan datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian, dan saling mengerti antarbangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerja sama antar bangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia. Karena itu, negara-negara peserta konferensi sepakat mengatur prinsip-prinsip dasar penerbangan sipil international, menumbuhkembangkan penerbangan sipil yang aman, lancar, teratur, dan memberi kesempatan yang sama kepada negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan udara internasional dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat. 27 Konvensi internasional yang mengatur penerbangan sipil internasional dan telah mengikat 190 negara adalah Convention on International Civil Aviation atau sering dikenal dengan Konvensi Chicago 1944. Tujuan dari Konfrensi Penerbangan sipil Internasional tampak dengan jelas pada pembukaan Konvensi Penerbangan sipil Internasional yang 25 Kebijakan ICAO yang dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya yang selalu dan terus menerus diperbarui oleh ICAO. 26 Convention on International Civil Aviation, signed at Chicago on 7 December 1944. 27 H.K.martono, Op.cit, hal.57. Universitas Sumatera Utara 21 ditandatangani di Chicago Tahun 1944. 28 Dalam pembukaan tersebut dijelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang akan datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian, dan saling mengerti antar bangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerjasama antar bangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia. Karena itu, negara-negara peserta konfrensi sepakat mengatur tentang prinsip-prinsip dasar penerbangan sipil internasional, menumbuhkembangkan penerbangan sipil yang aman, lancar, teratur, dan memberi kesempatan yang sama kepada negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan udara internasional dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat. 29 Dalam Pasal 37 Konvensi Chicago dinyatakan : “Each contracting State Undertakes to collaborate in securing the highest practicable degree of uniformity in regulations, standards, procedures, and organization inrelation to aircraft, personnel, airways and auxiliary services in all matters in which such uiformity will facilitate and improve navigation...”. 30 28 Convention On Iternational Civil Aviation, Signed at Chicago on 7 December 1944. 29 H.K.Martono,Op.cit, hal.56-57. 30 Chapter VI International Standard And Recommended Practices Article 37 : To This end the International Civil aviation Organization Shall adopt and amend from time to time, as may be necessary, international standards and recommamnded practices and procedue dealing with : a. Communications systems and air navigation aids, including ground making; b. Characteristics of airports and landings area; c. Rules of The air and air traffic control practices; d. Licensing of operating and mechanical personnel; e. Airworthinness of aircraft; f. Registration and idenification of aircraft; g. Collection and exchange of meteorological Information; h. Log book; i. Aeronautical Maps; j. Customs and immigration procedures; k. Aircraft in distress and investigation of accident; Universitas Sumatera Utara 22 Yang apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan negara peserta Konvensi Chicago 1944 harus berupaya mengelola penerbangan sipil personil, pesawat, jalur penerbangan dan lain-lain dengan peraturan standar, prosedur dan organisasi yang sesuai uniform dengan standar International Civil Aviation Organication ICAO. Untuk itu ICAO selalu membuat dan memperbaharui standar and Recommended practices SARPs yang dituangkan dalam Annexes 1- 18 dengan berbagai dokumen dan circular penjabarannya yang harus dipatuhi oleh negara peserta Konvensi Chicago. Bila negara tidak bisa melaksanakan atau tidak bisa mematuhi pasal-pasal tertentu dalam annex tersebut, negara tersebut harus segara memberitahu ICAO untuk kemudian diumumkan melalui lampiran dari annex terkait Pasal 38. Demikian juga bila ada perubahan atau amandemen annex yang tidak bisa dipatuhi, maka negara tersebut harus memberitahu ICAO dalam kurun waktu 60 hari setelah pemberlakuan pemberitahuan tersebut. Kepatuhan terhadap standar penerbangan internasional adalah aspek yang sangat fundamental. Ada kurang lebih 10.000 standar dan 40 Quasi-Standar yang tercantum dalam Annex 1-18, ICAO beserta dokumen dan sirkulernya circular. Bila suatu negara tidak pernah mengirim perbedaan differences kepada ICAO maka berarti negara tersebut harus mematuhi semua standard yang dibuat ICAO. Indonesia termasuk negara yang tidak pernah mengirim nota perbedaan kepada ICAO. Ini berarti Indonesia harus mematuhi semua standar yang telah ditetapkan ICAO. l. And other matters concerned with the safety, regularity, and efficenttly of air navigation as may from time to time appear appropriate; Universitas Sumatera Utara 23 ICAO selalu membuat dan merubah standar-standar yang tertuang dalam Pasal-Pasal Annex maupun pedoman-pedoman dalam dokumen dan circular ICAO sesuai dengan perkembangan penelitian dan teknologi penerbangan. Di masa lalu ICAO seolah-olah tidak peduli dan tidak mau tahu apakah standar itu dipatuhi dan dilaksanakan oleh suatu negara atau tidak. Dalam posisi ini ICAO berperan sebagai Passive International Standar Setting Body. Perannya hanya membuat standar-standar yang berlaku bagi penerbangan sipil International. Kini peran ICAO telah berubah, ICAO saat ini melakukan tiga peran. ICAO bukan hanya berperan sebagai pembuat standar saja, tetapi juga peran kedua memonitor kepatuhan compliance yaitu memonitor pelaksanaan standar- standar yang telah ditetapkan untuk kemudian peran ketiga meminta negara mematuhi dan melaksanakan standar-standar yang belum atau tidak dipatuhi. ICAO kini berperan sebagai Proactive International Regulatory Body. 31 Untuk mengetahui kepatuhan negara terhadap standar-standar yang telah ditetapkan, ICAO membuat program Universsal Safety Oversight Safety Audit USOAP yang dicetuskan pertama kali tanggal 1 Januari 1999 dalam resolusi sidang umum ICAO No.A32-11 setelah memperhatikan rekomendasi pertemuan para Direktur Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1997. Sedangkan audit yang berkaitan dengan keamanan penerbangan dilakukan dengan program Universal Security Audit Program USAP, USOAP dengan pola pendekatan sistematik mulai dilakukan pada 1 Januari 2005 setelah sebelumnya dilakukan audit dengan pola per Annex dan bersifat sukarela. 32 31 Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan Teori Problematika, Tangerang:Telaga Ilmu Indonesia, 2012, hal.6. 32 Ibid. Universitas Sumatera Utara 24 Hasil audit ICAO merupakan dokumen yang sangat kuat powerfull untuk memaksa negara anggota ICAO mematuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan. Hasil audit ICAO dapat dilihat di website ICAO, bisa dibaca oleh umum. Dengan mempublikasikan hasil audit ini maka ICAO telah melakukan “naming and shaming” yaitu mengungkapkan ketidakpatuhan suatu negara dan mempermalukannya di masyarakat internasional. 33 Dari audit kepatuhan USOAP tersebut ICAO menemukan 121 butir ketidakpatuhan tentang keselamatan yang perlu dibenahi oleh Indonesia melalui rencana aksi perbaikan corrective action plan. Sedangkan dari USAP ada 41 butir temuan ketidakpatuhan dalam aspek keamanan. 34 Kepatuhan terhadap standar penerbangan international adalah aspek yang sangat fundamental, meskipun kepatuhan terhadap standar bukan jaminan mutlak tidak akan terjadi kecelakaan, namun penerbangan yang tidak dikelola dengan standar yang telah ditetapkan adalah sangat berbahaya. Penerbangan adalah aktivitas yang sangat sarat dengan peraturan dan prosedur yang ketat. Dalam Safety Culture Evolution Spectrum ada lima tataran kategori organisasi penerbangan dalam berprilaku. Kategori pertama adalah organisasi yang tidak mau atau sulit mematuhi standar-standar ICAO karena menganggap bahwa kepatuhan tesebut hanya membuang-buang uang. Organisasi ini selalu berupaya menghindar dari mematuhi standar-stadar sehingga bisa menekan pengeluaran ongkos. Organisasi memperoleh keuntungan profit karena penekanan terhadap pengeluaran biaya-biaya pelaksanaan standar-standar keselamatan penerbangan. Perusahaan memandang bahwa mematuhi peraturan 33 http: www.icao.int diunduh pada hari Senin, 15 April 2013, Pukul.15.00 WIB. 34 Yaddi Supriyaddi, Op.cit, hal.7. Universitas Sumatera Utara 25 adalah ongkos yang sia-sia. Sejauh mungkin berupaya mengurangi kepatuhan Compliance terhadap peraturan. Perbaikan yang dilakukan hanya bibir manis dan hanya untuk membuat senang auditor. Organisasi atau negara yang berperilaku seperti ini disebut sebagai organisasi atau negara yang patologis. Dalam kategori kedua adalah, organisasi yang selalu berupaya mematuhi standar yang ditetapkan ICAO. Organisasi itu telah memiliki perangkat inspeksi dan audit internal. Dalam berpikir tentang keselamatan perusahaan ini bersifat taktis dan bukan strategis. Organisasi ini disebut organisasi reaktif, yaitu selalu bereaksi positif terhadap setiap perubahan standar dalam penerbangan. Dalam kategori ketiga adalah organisasi yang telah mematuhi standar yang berlaku dan dibarengi dengan manajemen risiko. Mereka menyadari bahwa kepatuhan terhadap peraturan saja tidak dapat menggatasi setiap isu keselamatan. Mereka mengantisipasi dan berupaya mengidentifikasi ancaman hazards terhadap penerbangan. Mereka mengeliminasi ancaman atau penerbangan yang berbahaya dan mengambil tindakan untuk mengurangi ancaman tersebut. Organisasi ini menyadari bahwa disamping harus patuh juga harus selalu mengidentifikasi ancaman-ancaman dalam keselamatan penerbangan dan menganalisis resikonya. Organisasi ini telah melaksanakan Safety Management System SMS, telah melaksanakan sistem pelaporan reporting system dan terintegrasi serta dilaksanakan di semua lini operasional. Perusahaan telah berjalan dari pola kepatuhan ke pemikiran safety management. organisasi disebut organisasi kalkulatif. Dalam kategori keempat adalah organisasi yang telah menyadari bahwa dengan kepatuhan terhadap standar dipadukan dengan manajemen resiko akan Universitas Sumatera Utara 26 tercipta keselamatan dan keamanan yang tinggi yang merupakan peluang dalam meraih keuntungan. Organisasi ini dapat keuntungan ekonomi bila perusahaan ini bisa melaksanakan standar-standar keselamatan yang tinggi. Perusahaan ini bisa membuat peraturan sendiri yang lebih tinggi dari peraturan standar. Organisasi ini disebut organisasi proaktif. Dalam kategori kelima adalah organisasi yang memadukan keselamatan dan keamanan penerbangan secara terintegrasi secara penuh dalam bisnisnya. Keselamatan telah terintegrasi penuh kedalam sistem. Perusahaan berpikir tentang bussiness sustainbility dan memaksimalkan profit dalam jangka panjang. Strateginya adalah membangun keselamatan dan isu-isu sosial lainnya dalam model bisnis perusahaan. Organisasi terbaik ini disebut organisasi generatif. 35

C. Aspek Ekonomi Penerbangan Internasional Menurut Konvensi Chicago Tahun 1944

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

3 100 84

Perlindungan Penerbangan Sipil Internasional Terhadap Pembajakan Udara Berdasarkan Konvensi Internasional

2 116 109

TANGGUNG JAWAB HUKUM MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIDERITA OLEH PENUMPANG PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA DI INDONESIA.

0 2 9

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA PENERBANGAN (DELAY) BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

1 5 49

Tanggung Jawab Negara Untuk Keselamatan Lalu Lintas Penerbangan Di Timor Leste Berdasarkan Chicago Convention 1944 Dan Timor Leste Civil Aviation Basic Law.

0 0 14

TANGGUNG JAWAB SQ TERHADAP RUSAKNYA BAGASI MILIK AM KARENA KELALAIAN MASKAPAI PENERBANGAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 1

STATUS HUKUM PESAWAT UDARA SIPIL YANG DIGUNAKAN SEBAGAI SENJATA PENGHANCUR BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944.

0 0 2

Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Sipil Terhadap Kerugian yang Timbul Berdasarkan Konvensi Chicago Tahun 1944

0 2 36

BAB II Pengaturan Aspek Ekonomi Penerbangan Sipil Menurut Konvensi Chicago 1944 - Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Sipil Terhadap Kerugian yang Timbul Berdasarkan Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Sipil Terhadap Kerugian yang Timbul Berdasarkan Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 16