Job Insecurity LANDASAN TEORI

b Promotional chances, faktor ini memberikan efek positif terhadap organizational commitment, dan c Social support, dukungan yang didapat dari pengawas juga memberikan efek positif terhadap organizational commitment. f. Search behavior, tindakan individu untuk mecari alternative pekerjaan lain. Faktor ini meningkatkan terjadinya turnover. g. Intent to stay, individu merencanakan untuk tetap bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Faktor ini mengurangi terjadinya turnover. Beberapa faktor turnover diatas seperti, organizational commitment dan job satisfaction memiliki hubungan negatif dengan job insecurity Ashford, Lee, Bobko, 1989.

B. Job Insecurity

B.1. Defenisi Job Insecurity Job insecurity menurut Kuhnert, Sims, Lahey, 1989 ; Jewell, 1998 merupakan ketakutan kehilangan pekerjaan ketika tidak memadai kinerja, usia atau alasan lain yang merupakan stressor yang berkelanjutan bagi banyak karyawan organisasi. Ashford, Lee, dan Bobko 1989 mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan bagian dari pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Burchell, Ladipo, Wilkinson 2002 mendefinisikan job insecurity sebagai perasaan subjektif karyawan mengenai resiko kehilangan pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan penilaian karyawan terhadap pekerjaannya yang menyebabkan dirinya merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. B.2. Aspek-aspek Job Insecurity Konstruk job insecurity menurut Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984 ; Ashford, Lee Bobko, 1989 terdiri dari lima komponen, yaitu penerimaan ancaman pada berbagai kejadian kerja, derajat kepentingan tiap kejadian kerja bagi individu, penerimaan ancaman pada berbagai fitur kerja, derajat kepentingan tiap fitur kerja bagi individu, dan powerlessness. Selanjutnya Ashford, Lee Bobko 1989 menggabungkan komponen pertama dan kedua, lalu menggabungkan komponen ketiga dengan keempat sehingga menjadi tiga komponen, yaitu: pertama adalah perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang, yaitu kehilangan keseluruhan atau banyaknya pekerjaan yang dimiliki, misalnya seseorang dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau diberhentikan sementara. Kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal. Komponen kedua job insecurity adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja job features, yaitu kehilangan bagian-bagian dari pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang kesulitan mengalami kemajuan dalam organisasi, mengalami pengurangan wewenang otoritas untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kehendaknya, dan dalam hal pengambilan keputusan. Komponen ketiga, job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan tidak berdaya powerlessness. Berdasarkan pemaparan diatas, telah terjadi penggabungan komponen dari Ashford, Lee Bobko mengenai aspek-aspek job insecurity menjadi tiga dimensi yaitu perasaan terancam pada total pekerjaan, perasaan terancam terhadap tampilan kerja dan powerlessness. B.3. Dampak Job Insecurity

1. Bagi Perusahaan