BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Viabilitas
Bacillus sp.BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa Selama Penyimpanan pada Suhu Kamar
Viabilitas Bacillus sp. BK17 dipengaruhi oleh jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan. Gambar 4.1.1 menyajikan pengaruh jenis
bahan pembawa pada suhu kamar terhadap viabilitas Bacillus. sp BK17.
Gambar 4.1.1 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada berbagai bahan pembawa
selama penyimpanan pada suhu kamar 10
12
cfug
Pada Gambar 4.1.1 terlihat bahwa pada bahan pembawa talek viabilitas Bacillus sp. BK17 tertinggi pada penyimpanan minggu ke-2 yaitu 88,5x10
12
cfug dan mengalami penurunan pada minggu ke-4 yaitu 7,5x10
12
cfug. Pada bahan pembawa tapioka viabilitas sel tinggi dijumpai pada awal inkubasi minggu ke-0
yaitu 66x10
12
cfug dan bertahan sampai minggu ke-2 yaitu 53x10
12
cfug
52,5 40,5
88,5
28,5 7,5
66 56,5
53
8,5 5
85
37,5 67,5
9 7
41 128,5
86
12 6,5
20 40
60 80
100 120
140
1 2
3 4
P op
u lasi
Bac
il lus
sp .
B K
17 10
12
c fu
g
Lama penyimpanan minggu ke-
Talek Tapioka
Kitosan Tepung jagung
Universitas Sumatera Utara
kemudian minggu ke-3 dan ke-4 mengalami penurunan yaitu 8,5x10
12
cfug dan 5x10
12
cfug. Pada bahan pembawa kitosan viabilitas sel menunjukkan pola yang hampir sama dengan viabilitas sel tapioka, tertinggi pada awal inkubasi yaitu
85x10
12
cfug dan bertahan sampai minggu ke-2 yaitu 67,5x10
12
cfug kemudian pada minggu ke-3 dan ke-4 mengalami penurunan yaitu 9x10
12
cfug dan 7x10
12
cfug. Pada bahan pembawa tepung jagung viabilitas tertinggi dijumpai minggu ke-1 selama penyimpanan yaitu 128,5x10
12
cfug dan menurun sampai minggu ke- 4 yaitu 6,5x10
12
cfug. Dari hasil Gambar 4.1.1 terlihat bahwa viabilitas sel pada semua bahan
pembawa yang digunakan mengalami penurunan pada minggu ke-4. Berdasarkan keempat jenis bahan pembawa tersebut viabilitas sel paling baik terdapat pada
bahan pembawa talek karena dapat mempertahankan viabilitas sel sampai minggu ke-3. Tingginya viabilitas sel pada bahan pembawa talek pada penyimpanan suhu
kamar kemungkinan disebabkan pengeringan sesuai, pencampuran dilakukan secara merata dan kandungan air pada bahan pembawa talek sangat rendah.
Penggunaan kadar air ±12 pada bahan pembawa talek sesuai dengan spora isolat sehingga viabilitas sel mampu bertahan dengan baik. Hal ini sesuai dengan sifat
yang dimiliki talek. Menurut Dixon, 1989 talek bersifat nonpolimer yang merupakan mineral sekunder hasil batuan mengandung magnesium seperti
peridotit, gabro dan dolomit dengan sedikit kadar air. Stabilitas talek relatif berbeda dengan mineral liat lain. Talek memiliki struktur yang halus dengan luas
permukaan 20µ m dengan komposisi kimia Mg
3
SiO
10
OH
2
dimana kadar magnesium 26,228, silikon 10,10, oksigen 63,36 dan hidrogen 0,3626.
Pada bahan pembawa tapioka dan tepung jagung viabilitas sel tidak stabil. Hal ini kemungkinan pada saat pengeringan dan pencampuran tidak terjadi secara
merata sehingga kadar air ±12 belum sesuai dengan spora isolat. Spora isolat dapat bergeminasi kembali menjadi sel dan mengambil nutrisi lengkap yang
dimiliki bahan pembawa, terlihat adanya pertumbuhan dan penurunan sel yang secara signifikan pada kedua bahan pembawa tersebut. Menurut Djali Riswanto
2001 tepung tapioka dan tepung jagung merupakan pati yang memiliki komposisi yang lebih lengkap dengan kadar air yang cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Pada bahan pembawa kitosan yang merupakan senyawa yang diperoleh dari kulit udang dengan cara mendestilasi kitinnya Timmy et al., 2002,
komposisi tertinggi yang dimiliki adalah protein di mana protein mudah rusak saat terjadi pemanasan. Pengeringan bahan pembawa kitosan kemungkinan merusak
protein sehingga viabilitas sel menurun. Triana et al. 2006 mengatakan penyebab utama kematian sel adalah panas yang tinggi yang diterima oleh sel
pada waktu proses enkapsulasi. Protein akan mengalami kerusakan sehingga sel mengalami kematian.
Berdasarkan hasil Gambar 4.1.1 menunjukkan bahwa viabilitas sel Bacillus sp. BK17 tidak hanya dipengaruhi oleh jenis bahan pembawa, lama
penyimpanan dan tempat penyimpanan. Akan tetapi, adaptasi lingkungan pada awal penyimpanan dan kadar air bahan pembawa Pengeringan kemungkinan
juga sangat berpengaruh terhadap viabilitas sel. Wukirsari 2006 mengatakan parameter dasar yang biasa digunakan untuk menganalisa bahan alam adalah
kadar air dan abu karena kadar air sangat berkaitan dengan daya simpan bahan sebagai bahan pembawa. Rizqiati et al. 2009 melaporkan kadar air mikrokapsul
probiotik yang digunakan 9,2 untuk viabilitas tertinggi pada enkapsulasi kultur Lactobacillus plantarum yang dengan susu skim + gum arab. Seveline 2005
melaporkan enkapsulasi probiotik dengan bahan dekstrin dan triasil gliserol memiliki viabilitas yang tinggi dengan kadar air sebesar 7-12. Lian et al. 2002
melaporkan bahwa kadar air mikrokapsul Bifidobacteria dari bahan enkapsulasi gelatin, gum arab dan pati yang dibuat dengan metode spray drying berkisar
antara 6-10 mampu mempertahankan viabilitas dengan baik. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Rizqiati et al. 2008 viabilitas Lactobacillus
plantarum mengalami penurunan sekitar 42 yang dienkapsulasi dengan susu skim dan gum arab selama 1 bulan penyimpanan pada suhu kamar.
Effendy 2010 melaporkan bahan pembawa pada formulasi bioinsektisida berbahan aktif jamur Metarhizium sp. terhadap toksisitas bioinsektisida dalam
mematikan nimfa wereng batang cokelat, Nilaparvata lugens Stal. dapat mempertahankan viabilitas konidia. Bahan pembawa tepung dedak + gula 1
pada formulasi bioinsektisida dapat mempertahankan viabilitas konidia sampai 65,1, sedangkan konidia tanpa bahan pembawa viabilitasnya hanya 43,9.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa Selama