Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Pemintalan Sabut Kelapa Dengan Pendekatan Ergonomi pada UD. Pusaka Bakti
USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PEMINTALAN SABUT KELAPA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA UD. PUSAKA BAKTI
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh
STEPHANIE SIRAIT 050403015
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan. Syukur kepada Tuhan sebagai sumber segala sesuatu sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Kegiatan penelitian ini dilakukan di industri kecil menengah pembuatan keset kaki dari sabut kelapa dengan nama UD. Pusaka Bakti yang beralamat di Desa Telaga Sari No. 36 Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang – Lubuk Pakam yang dijadikan sebagai salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Pemintalan Sabut Kelapa Dengan Pendekatan Ergonomi pada UD. Pusaka Bakti”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada Tugas Sarjana ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan Tugas Sarjana ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan kita semua.
Medan, April 2010
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga terkasih (Bapak, Mama, Adik Titak, Adik Rio dan Adik Kevin) yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Dosen Pembimbing I
dan Ibu Ir. Anizar, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan. 3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku ketua Departemen Teknik Industri USU
dan yang telah memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.
4. Ibu Ir. Nazlina, MT dan Bapak Ir. Mangara Tambunan, Msc yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Pegawai Administrasi dan Perpustakaan Departemen Teknik Industri, Bang Bowo, Kak Dina, Bang Mijo, Ibu Ani, kak Rahma dan Bang Kumis yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrasi dan proses pinjam meminjam buku di departemen Teknik Industri USU.
6. Bang Andi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan tugas sarjana ini.
(7)
7. Bapak Yatno serta karyawan UD. Pusaka Bakti yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian dan meluangkan waktu membimbing penulis selama melaksanakan penelitian di usaha tersebut.
8. Abang Tommy Situngkir yang selalu mendoakan, memberi semangat dan dorongan serta menemani penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan baik.
9. Teman-teman khususnya personel UD. Pusaka Bakti (Febrin, Melda dan Revi) yang bersama-sama penulis menyelesaikan laporan ini.
10.Sahabat-sahabat khususnya Synthia dan Andre yang memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian laporan ini.
11.Teman-teman Super 05 TI khususnya Magdalena, Ian, Gagah, Adel, Doddy, Synthia, Andre dan rekan-rekan angkatan 2006-2009 yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian laporan ini.
Medan, April 2010 Hormat Saya,
(8)
ABSTRAK
UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi keset kaki, serat cocofiber press, dan cocopeat. Proses produksi sebagian besar dilakukan secara manual dan sebagian lagi secara semi otomatis. Proses pengolahan sabut kelapa terdiri dari penguraian, , pemintalan, penjalinan dan pembingkaian. Fokus penelitian ini akan lebih ditujukan pada proses pemintalan sabut kelapa. Proses pemintalan selama ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tiga operator dan dengan metoda kerja yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis. Operator memintal bekerja dengan kondisi berdiri sambil berjalan mundur ke belakang dan tangan memegang sabut kelapa yang diputar. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan tangan menjadi kepalan dan nyeri atau keram pada kaki. Begitu pula operator yang memutar mesin pemintal yang duduk di atas goni yang posisinya miring dan rendah sehingga menyebabkan kaki ditekuk sementara tangan kanan terus menerus memutar mesin pemintal. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini dibuktikan dengan hasil pengolahan
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadi keluhan
muskuloskeletal mulai dari tingkat sangat sakit hingga agak sakit pada anggota tubuh tertentu pada operator pemintalan. Perbaikan metode kerja baru dengan pembagian elemen kegiatan antara operator dan perancangan fasilitas yang baru akan dapat mengurangi keluhan operator dan waktu proses pengerjaan.
Hasil penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta pekerja dan mesin menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa selama 142 detik pada kondisi aktual.. Berdasarkan peta pekerja dan mesin pada fasilitas kerja usulan waktu yang diperlukan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa dibutuhkan waktu selama 80 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 62 detik atau penurunan sebesar 56 %. Metode kerja usulan juga menunjukkan adanya penurunan keluhan memintal sabut kelapa dari persentase skor 52 % menjadi 42%.
Keyword : Proses Pemintalan, Keluhan Musculoskeletal, QEC (Quick Exposure Check),
(9)
DAFTAR ISI
BAB Halaman LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ... i
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5
(10)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1
2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-1 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-1 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-1 2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-2 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas... II-2 2.4. Proses Produksi ... II-3 2.4.1. Bahan Baku ... II-4 2.4.2. Bahan Tambahan ... II-4 2.4.3. Bahan Penolong ... II-4 2.4.4. Uraian Proses Produksi ... II-5 2.4.5. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-10
III LANDASAN TEORI
3.1. Perancangan Stasiun Kerja ... III-1 3.2. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Stasiun/Fasilitas Kerja .... III-3 3.3. Keluhan Muskuloskeletal ... III-5 3.3.1. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal... III-6
(11)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman 3.3.2. Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal ... III-7
3.4. Standard Nordic Questionnaire ... III-9
3.5. Postur Kerja ... III-9 3.6. Quick Exposure Check ...III-12 3.7. Antropometri ...III-15 3.8. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch...III-17
IV METODOLOGI PENELITIAN...IV-1 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian...IV-1
4.2. Jenis Penelitian ...IV-1 4.3. Objek Penelitian ...IV-2 4.4. Metoda Pengumpulan Data ...IV-2 4.5. Jenis Data ...IV-3 4.6. Instrumen Penelitian ...IV-4 4.7. Pengolahan Data...IV-5 4.8. Analisis Pemecahan Masalah ...IV-5 4.9. Kesimpulan dan Saran ...IV-6
(12)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1
5.1. Data Elemen Kegiatan ... V-1 5.2. Waktu Siklus ... V-5
5.2.1. Uji Keseragaman Data ... V-6 5.2.2. Uji Kecukupan Data ... V-8 5.3. Perhitungan Waktu Standar ... V-8 5.3.1. Penentuan Waktu Normal ... V-8 5.3.2. Perhitungan Waktu Standar ... V-8 5.4. Man Machine Chart dan Gang Process Chart ... V-9 5.5. Data Keluhan Musculoskeletal... V-14 5.6. Penilaian Postur Kerja Kondisi Aktual... V-21 5.7. Dimensi Tubuh ... V-30 5.7.1. Uji Keseragaman Data ... V-32 5.7.2. Uji Kecukupan Data ... V-35 5.7.3. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square ... V-36 5.8. Penentuan Dimensi Produk yang Akan Dirancang ... V-37
(13)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1
6.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal ... VI-1 6.2. Analisis Postur Kerja Kondisi Aktual ... VI-3 6.3. Analisis Fasilitas Kerja Aktual ... VI-5 6.4. Perancangan Fasilitas Kerja ... VI-5 6.4. Metode Kerja Baru ... VI-11 6.5. Analisis Postur Kerja Pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-15 6.6. Perbandingan Metode Kerja Aktual dan Metode Kerja Usulan ... VI-18
VII KESIMPULAN DAN SARAN ...VII-1 7.1. Kesimpulan ...VII-1 7.2. Saran ...VII-1
DAFTAR PUSTAKA
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Tetap ... II-2 3.1. Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda ... III-11 3.2. Penilaian Pekerja (Worker) QEC ... III-12 3.3. Penilaian Observer QEC ... III-13 5.1. Data Elemen Kegiatan Bagian Stasiun Pemintalan ... V-2 5.2. Waktu Pengamatan Selama 3 Hari... V-6 5.3. Allowance Operator ... V-9 5.4.Data Hasil Rekapitulasi Standard Nordic Questionnnaire ... V-16 5.5. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal ... V-22 5.6. Nilai Level Tindakan QEC ... V-22 5.7. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal ... V-22 5.8. . Nilai Level Tindakan QEC ... V-23 5.9. Skor Postur Kerja Memutar Mesin Pemintal ... V-23 5.10. Nilai Level Tindakan QEC ... V-24 5.11. Skor Postur Kerja Memintal Sabut Kelapa... V-24 5.12. Nilai Level Tindakan QEC ... V-25 5.13. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal 2 ... V-25 5.14. Nilai Level Tindakan QEC ... V-25 5.15. Skor Postur Kerja Memutar Mesin Pemintal 2 ... V-26
(15)
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
Tabel Halaman 5.16. Nilai Level Tindakan QEC ... V-26 5.17. Skor Postur Kerja Memegang Pintalan Sabut Kelapa ... V-26 5.18. Nilai Level Tindakan QEC ... V-27 5.19. Skor Postur Kerja Menggulung Pintalan Sabut Kelapa Yang Selesai ... V-27 5.20. Nilai Level Tindakan QEC ... V-28 5.21. Skor Postur Kerja Meletakkan Pintalan Sabut Kelapa Jadi Pada
Tempat Tumpukannya ... V-28 5.22. Nilai Level Tindakan QEC ... V-29 5.23. Rekapitulasi Penilaian Level Tindakan QEC ... V-29 5.24. Data Antropometri Operator ... V-31 5.25.Data Antropometri Tambahan ... V-31 5.26.Uji Keseragaman Data Antropometri ... V-34 5.27.Uji Kecukupan Data Antropometri ... V-36 5.28.Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square ... V-37 6.1. Penilaian Level Tindakan QEC ... VI-3 6.2. Memintal Sabut Kelapa ... VI-15 6.3. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-16 6.2. Memasukkan sabut kelapa pada wadahnya ... VI-16 6.3. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-17
(16)
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
Tabel Halaman 6.2. Menggulung pintalan sabut kelapa ... VI-17 6.3. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-18 6.4. Perbandingan Metoda Kerja Aktual dan Metoda Kerja Usulan ... VI-18 6.5. Perbandingan Kondisi Kerja Sebelum dan Sesudah Menggunakan
(17)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1. Struktur Organisasi UD. Pusaka Bakti ... II-2 2.2. Assembly Process Chart Pembuatan Keset Kaki dan Coco Fiber Press ...II-9 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-7 5.1. Stasiun Pemintalan ... V-1 5.2. Uji Keseragaman Data ... V-7 5.3. Man Machine Chart ... V-10 5.4. Peta Regu Kerja ... V-11 5.5. Tata Letak Komponen Stasiun Pemintalan ... V-14 5.6. Dimensi Tubuh Untuk SNQ ... V-16 5. 7. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 1 ... V-17 5. 8. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 2 ... V-18 5. 9. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 3 ... V-19 5. 10. Peta Kontrol Dimensi Lebar Pinggul ... V-34 6.1. Elemen Kegiatan Memutar Mesin Pemintal ... VI-4 6.2. Elemen Kegiatan Memintal Sabut Kelapa... VI-4 6.3. Mesin Pemintal Aktual ... VI-5 6.4. Mesin Pemintal Usulan ... VI-7 6.5. Tampak Depan dan Tampak Samping Mesin Pemintal Usulan ... VI-8
(18)
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
Gambar Halaman 6.6. Wadah Sabut Kelapa Usulan ... VI-9 6.7. Tampak Depan dan Tampak Samping Wadah Sabut Kelapa ... VI-9 6.8. Kursi Operator Usulan ... VI-10 6.9. Tampak Depan dan Tampak Samping Kursi Operator ... VI-10 6.10. Sarung tangan karet dan masker ... VI-11 6.11. (a) Operator Setelah Memakai Wadah , (b) Operator Sebelum
Memakai Wadah ... VI-12 6.12. Usulan Rancangan Area Kerja Operator ... VI-14 6.9. Man Machine Chart Usulan ... VI-22 6.10. Peta Regu Kerja Usulan ... VI-25
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran L.1. Pemberian Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Software QEC L.19. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data
(20)
ABSTRAK
UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi keset kaki, serat cocofiber press, dan cocopeat. Proses produksi sebagian besar dilakukan secara manual dan sebagian lagi secara semi otomatis. Proses pengolahan sabut kelapa terdiri dari penguraian, , pemintalan, penjalinan dan pembingkaian. Fokus penelitian ini akan lebih ditujukan pada proses pemintalan sabut kelapa. Proses pemintalan selama ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tiga operator dan dengan metoda kerja yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis. Operator memintal bekerja dengan kondisi berdiri sambil berjalan mundur ke belakang dan tangan memegang sabut kelapa yang diputar. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan tangan menjadi kepalan dan nyeri atau keram pada kaki. Begitu pula operator yang memutar mesin pemintal yang duduk di atas goni yang posisinya miring dan rendah sehingga menyebabkan kaki ditekuk sementara tangan kanan terus menerus memutar mesin pemintal. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini dibuktikan dengan hasil pengolahan
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadi keluhan
muskuloskeletal mulai dari tingkat sangat sakit hingga agak sakit pada anggota tubuh tertentu pada operator pemintalan. Perbaikan metode kerja baru dengan pembagian elemen kegiatan antara operator dan perancangan fasilitas yang baru akan dapat mengurangi keluhan operator dan waktu proses pengerjaan.
Hasil penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta pekerja dan mesin menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa selama 142 detik pada kondisi aktual.. Berdasarkan peta pekerja dan mesin pada fasilitas kerja usulan waktu yang diperlukan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa dibutuhkan waktu selama 80 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 62 detik atau penurunan sebesar 56 %. Metode kerja usulan juga menunjukkan adanya penurunan keluhan memintal sabut kelapa dari persentase skor 52 % menjadi 42%.
Keyword : Proses Pemintalan, Keluhan Musculoskeletal, QEC (Quick Exposure Check),
(21)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coirfiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain. Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun
(22)
1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan nama Cocopeat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi. Cocopeat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca.
Di Sumatera Utara industri pengurai sabut kelapa pertama sekali diusahakan oleh Bapak Yatno di Desa Telaga Sari Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang mulai sekitar tahun 1971 yang bernama UD. Pusaka Bakti. UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam pembuatan keset kaki dari bahan sabut kelapa.. Aktivitas kerja berlangsung secara manual dan kurang memperhatikan faktor kenyamanan, kesehatan maupun keselamatan kerja manusia. Proses pemintalan sabut kelapa dilakukan secara manual dengan menggunakan tiga orang operator. Mesin pemintal yang digunakan masih manual dan tidak memiliki kursi sehingga operator duduk pada tumpukan goni yang dilapisi papan sehingga posisi tubuh miring dengan tangan kanan memutar mesin pemintal. Dua orang operator lagi memintal sabut kelapa dengan tangan kiri memegang sabut kelapa dan tangan kanan mengulur sabut
(23)
sambil berjalan mundur ke belakang. Aktifitas pemintalan ini dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan keluhan musculoskeletal pada operator seperti nyeri pada lengan bawah, sakit pada kaki akibat berdiri terlalu lama dan permukaan tangan operator yang mengalami kepalan dan menipis. Selain itu, kegiatan ini menyebabkan antara operator saling berebut untuk berganti pekerjaan dari memintal menjadi memutar mesin sehingga diperlukan perbaikan fasilitas kerja dan metode kerja sehingga mengurangi keluhan musculoskeletal dan meningkatkan produktivitas pemintalan sabut kelapa.
.
1.2.Rumusan Permasalahan
Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang permasalahan di atas adalah adanya keluhan musculoskeletal yang dialami operator akibat ketidaksesuaian fasilitas kerja dengan cara kerja yang dilakukan operator sehingga diperlukan perbaikan rancangan fasilitas kerja untuk mengurangi keluhan dan meningkatkan produktivitas.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan laporan Tugas Sarjana ini adalah mengurangi keluhan musculoskeletal yang dialami operator dengan merancang metode dan fasilitas kerja pemintalan sabut kelapa dengan pendekatan ergonomi dan meningkatkan produktivitas kegiatan pemintalan sabut kelapa.
(24)
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal yang dialami operator di stasiun pemintalan.
2. Menganalisa dan menilai serta mendapatkan skor dan level resiko postur kerja aktual operator di stasiun pemintalan dengan menggunakan Quick Exposure Check (QEC).
3. Penentuan dimensi antropometri yang sesuai untuk melakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja.
4. Meningkatkan waktu siklus pemintalan sabut kelapa. 5. Perbaikan prosedur kerja di stasiun pemintalan.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Bahan masukan bagi perusahaan dalam perbaikan alat pemintalan guna meningkatkan produktivitas industri tersebut.
2. Peningkatan keterampilan peneliti untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan melalui penerapan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.
3. Mempererat kerjasama antara perusahaan / industri dengan Departeman Teknik Industri serta memperluas pengenalan akan Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
(25)
1.5.Batasan Masalah dan Asumsi
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Perbaikan rancangan dan prosedur kerja hanya dilakukan pada fasillitas kerja pemintalan sabut kelapa di stasiun pemintalan tanpa dipengaruhi oleh komponen sistem kerja lainnya.
2. Operator yang diteliti adalah operator bagian pemintalan.
3. Faktor lingkungan kerja tidak mempengaruhi hasil dari penelitian yang dilakukan.
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat atau fasilitas kerja aktual yang digunakan selama penelitian dalam keadaan normal dan tidak mengalami perubahan.
2. Proses produksi berlangsung secara normal dan tidak ada gangguan atau perubahan urutan operasi yang mempengaruhi jalannya proses produksi.
3. Operator yang diteliti sudah mengerti dan paham akan tugasnya.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana
Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :
Bab I, menyajikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.
(26)
Bab II, menggambarkan secara umum atribut perusahaan yang menjadi objek studi diantaranyasejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab, tenaga kerja perusahaan, sistem pengupahan yang berlaku di perusahaan, proses produksi, bahan yang digunakan, jumlah dan spesifikasi produk, uraian proses produksi dan mesin serta peralatan yang digunakan.
Bab III, menampilkan literatur yang melandasi dan mendukung penelitian ini. Memberikan pemahaman singkat melalui penjelasan umum, uraian pengertian dan teori.
Bab IV, menguraikan langkah-langkah penelitian yang merupakan kerangka pemecahan masalah baik dalam mengumpulkan data ataupun dalam menganalisis data yang diperoleh.
Bab V, mengidentifikasi data hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Pengolahan data terdiri dari pengolahan SNQ, penilaian postur kerja, uji kenormalan data antropometri, uji keseragaman data antropometri, uji kecukupan data antropometri dan pembuatan peta manusia mesin dan peta kelompok kerja.
Bab VI, menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah yang terdiri dari analisis tingkat keluhan muskuloskeletal, analisis postur kerja aktual, analisis kondisi fasilitas kerja aktual, perancangan fasilitas kerja usulan, metoda kerja baru, , membandingkan prosedur kerja aktual dan prosedur kerja usulan. dan pembuatan prosedur kerja usulan.
(27)
Bab VII, dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan.
(28)
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
Perusahaan UD. Pusaka Bakti merupakan usaha kecil menengah yang bergerak dalam bidang pengolahan sabut kelapa. Usaha ini terletak di Desa Telaga Sari Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang – Lubuk Pakam No.36. Perusahaan ini didirikan sejak tahun 1971 oleh BapakYatno. Beliau adalah pendiri sekaligus pemilik perusahaan ini hingga sekarang.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Sampai saat ini UD. Pusaka Bakti memiliki 11 orang tenaga kerja dan menghasilkan tiga jenis produk yaitu keset kaki dari bahan sabut kelapa, serat press yaitu serat sabut kelapa hasil penguraian berupa cocofiber yang dipress dan cocopeat yang juga merupakan hasil penguraian yang digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman.
2.3. Organisasi dan Manajemen
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan
Perusahaan UD. Pusaka Bakti memiliki struktur organisasi lini dimana pekerja langsung bertanggungjawab kepada pemimpin perusahaan yaitu pemiliknya sendiri. Struktur organisasinya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(29)
Pimpinan (Pemilik Usaha)
Bagian Penguraian
Bagian Penjalinan Bagian
Pemintalan
Bagian Pembingkaian
Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD. Pusaka Bakti
2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja
Tenaga kerja di UD. Pusaka Bakti berjumlah 11 orang. Dengan spesifikasi pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
Pimpinan 1
Penguraian 4
Pemintalan 3
Penjalinan 2
Pembingkaian 1
Total 11
Sumber : hasil wawancara
Hari kerja di UD. Pusaka Bakti sebanyak enam hari kerja mulai dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas
Upah tenaga kerja dibayar dengan sistem harian khususnya pada bagian penguraian dan sistem borongan pada bagian pemintalan, penjalinan dan pembingkaian yang pembayarannya tergantung dari berapa jumlah produk yang dihasilkan oleh masing-masing tenaga kerja setiap hari pada masing-masing stasiun.
(30)
Besarnya upah yang diberikan untuk setiap produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
- Pada bagian pemintalan, pembuatan 1 kg babat dibayar sebesar Rp. 400,-, 1 kg anyam seharga Rp. 700,- dan 1 kg lusi seharga 1.200,-
- Pada bagian penjalian, pembuatan satu keset kaki ukuran kecil dibayar sebesar Rp. 700,- dan keset ukuran besar seharga Rp. 1.000,-
- Pada bagian pembingkaian, untuk setiap pembingkaian keset kaki dibayar sebesar Rp. 725,-
Karyawan memiliki tempat tinggal disekitar perusahaan tersebut sehingga tidak memerlukan fasilitas penginapan dan sebagainya.
2.4. Proses Produksi
UD Pusaka Bakti memproduksi tiga jenis produk yaitu keset kaki, cocofiber press, dan cocopeat.Proses produksi untuk ketiga jenis produk ini pada tahapan proses penguraian dan proses penjemuran melalui stasiun kerja yang sama namun setelah proses penjemuran bahan baku dipindahkan ke stasiun pemintalan untuk selanjutnya diproses menjadi keset kaki, sedangkan untuk membuat cocofiber press bahan baku dibawa ke stasiun pengayakan untuk selanjutnya diproses menjadi cocofiber press. Sisa sampingan dari penguraian dan
pengayakan adalah cocopeat. Aliran proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Assembly Process Chart pembuatan keset kaki, cocofiber press dan
(31)
2.4.1. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam suatu proses produksi, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkannya barang jadi.
Bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan keset kaki adalah sabut kelapa yang diperoleh dari Kecamatan Pantai Labu.
2.4.2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produksi sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas secara lebih baik. Bahan tambahan yang digunakan adalah tali plastik pada proses packing.
2.4.3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang dapat menunjang proses produksi yang tidak nampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan adalah :
a. Air
Fungsi air disini yaitu untuk membantu proses penguraian cocofiber dan membantu agar cocopeat mudah dikumpulkan sehingga lingkungan kerja dapat lebih bersih.
(32)
b. Minyak Goreng
Fungsi minyak goreng adalah untuk mempermudah operator menjalin cocofiber dan mengurangi resiko iritasi pada tangan akibat gesekan antara telapak tangan dengan serat kasar pada proses penjalinan.
2.4.4. Uraian Proses Produksi
Uraian proses produksi ssabut kelapa menjadi keset kaki dan cocofiber press adalah sebagai berikut:
A.Proses Pembuatan Keset Kaki 1. Penguraian
Proses ini bertujuan untuk mengubah sabut kelapa menjadi serat kelapa (cocofiber). Pada proses ini sabut kelapa dari gudang bahan baku dibawa ke stasiun penguraian secara manual. Satu persatu sabut kelapa tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengurai. Sabut kelapa tersebut akan terurai menjadi cocofiber dan cocopeat dengan proporsi sebesar 25% dan 75%. Cocofiber dimasukkan kembali ke mesin urai, proses ini dilakukan sebanyak tiga kali berturut-turut sehingga diperoleh cocofiber yang lebih halus uraiannya. Sekali melakukan proses, mesin menghasilkan 1 ton/hari cocofiber.
2. Penjemuran
Cocofiber yang dihasilkan di stasiun peruraian dibawa ke tempat penjemuran secara manual. Cocofiber tersebut dikeringkan dengan menggunakan
(33)
panas matahari. Proses penjemuran berlangsung sekitar 3-4 jam setiap harinya dari pukul 11.00-14.30 WIB. Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh cocofiber yang kering agar cocopeat terpisah dari cocofiber dan memudahkan cocofiber pada proses pemintalan. Tempat penjemuran mampu menjemur 500 kg cocofiber dalam sekali penjemuran. Cocofiber yang telah dijemur dibawa ke stasiun pengayakan dan stasiun pemintalan.
3. Pemintalan
Cocofiber yang telah kering dibawa ke stasiun pemintalan. Proses pemintalan menggunakan alat pintal. Dari proses pemintalan diperoleh tiga jenis keluaran yaitu lusi, anyam dan babat. Lusi merupakan hasil pemintalan dengan ukuran kecil, anyam merupakan hasil pemintalan dengan ukuran sedang, sedangkan babat merupakan hasil pemintalan kasar dengan ukuran yang besar.
4. Penjalinan
Tali hasil pemintalan yaitu lusi, anyam dan babat dibawa ke stasiun penjalinan. Babat terlebih dahulu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil kemudian dilakukan proses penjalian hingga membentuk keset kaki.
5. Pembingkaian
Pembingkaian merupakan proses terakhir sebelum dipacking. Pembingkaian dilakukan pada setiap sisi keset hasil penjalinan dengan
(34)
menggunakan babat sebagai pembingkainya dan lusi sebagai pengikatnya dengan menggunakan jarum rajutan dan diikuti proses perataaan.
6. Packing
Proses ini merupakan tahap akhir dimana keset hasil pembingkaian akan dipacking. Untuk produk yang kecil yang berukuran 0,35 cm x 0,50 cm akan dipacking dalam satu bagian jika sudah menyelesaikan dua puluh buah, sedangkan untuk ukuran yang besar yaitu 0,35 cm x 0,70 cm akan dipacking jika memenuhi sepuluh buah keset kaki. Produk yang telah dipacking akan langsung dikirim ke pemesan atau pemesan dating sendiri ke perusahaan tersebut untuk mengambilnya.
B.Proses Pembuatan Cocofiber Press 1. Penguraian
Sabut kelapa yang telah dikupas kemudian diurai sebanyak tiga kali pada mesin pengurai. Proses penguraian juga memerlukan bahan penolong air yang disemprotkan ke sabut kelapa sebelum diurai untuk memudahkan proses penguraian. Proses penguraian sama seperti pada penjelasan pembuatan keset kaki di atas.
(35)
2. Penjemuran
Sabut kelapa hasil penguraian dijemur untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalam sabut tersebut. Proses penjemuran sama seperti pada penjelasan pembuatan keset kaki di atas.
3. Pengayakan
Cocofiber yang dibawa dari stasiun penjemuran masih mengandung cocopeat. Proses ini bertujuan untuk memisahkan cocopeat dari cocofiber sehingga diperoleh cocofiber yang murni. Proses pengayakan menggunakan alat pengayak yang digerakkan dengan dynamo motor. Alat pengayak mampu mengayak 200 Kg cocofiber dalam waktu satu jam.
4. Pengepresan
Cocofiber yang telah diayak dibawa ke stasiun pengepresan secara manual. Cocofiber dimasukkan ke dalam mesin press secara manual sampai cocofiber menyentuh besi press. Kemudian pintu mesin press ditutup dan mesin dihidupkan. Mesin press memanfaatkan tenaga hidrolik. Proses pengepresan dilakukan sampai cocofiber padat. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh cocofiber berbentuk bal dengan 42 x 52 x 80 cm dan 50 kg.
(36)
T-2
Di Tempat penyimpananbahan baku
Sabut Kelapa
Diurai 3 kali Dibawa Serabut hasil penguraian (coco fiber) ke tempat penjemuran
Dibawa ke stasiun pemintalanSecara manual
Dipintal Dibawa ke stasiun
penguraian melalui pipa
Dijemur
Dibawa Lusi ke tempat penjalinan
O-7 T-5
T-13
ASSEMBLY PROCESS CHART
Pekerjaan :
Peta
Dipetakan Oleh : Stephanie Sirait
Pengolahan Sabut Kelapa Menjadi Keset Kaki, Coco peat dan Serat Cocofiber Press
Keterangan Peta Transportasi Storage Operasi Inspeksi Simbol Jumlah 5 0 8 DIbawa anyam ke
tempat penjalinan Dibingkai Dibawa Babat ketempat penjalinan T-11 T-10 S-5
Dijalin sampai berbentuk keset dengan berat 0,5 Kg, 1 Kg dan 1,5 Kg
Dibawa ke tempat penyimpanan sementara 13 S-2 0-2 O-4 T-3 T-12 O-9 O-8 Disimpan : Sekarang
Air
Dibawa coco peat ke tempat penjemuran T-3
Dijemur menjadi coco peat 0-3 kering
Disimpan di tempat penyimpanan Dibawa ke stasiun pengayakan Diayak Dibawa ke stasiun pengepresan Dipress Dibawa serat press ke gudang produk jadi Disimpan di gudang produk jadi
Dibawa coco peat ke tempat penyimpanan T-4 S-3 T-6 0-6 T-7 T-8 S-4 O-5 T-9 S-1 T-1 Di tempat penampungan
Dibawa ke stasiun penguraian secara manual
O-4
Gambar 2.2. AssemblyProcess Chart Pembuatan Keset Kaki dan Coco fiber Press
(37)
2.4.5. Mesin dan Peralatan Produksi
Mesin yang digunakan untuk proses produksi adalah sebagai berikut: 1. Mesin Pengurai
Kapasitas = 1 ton coco fiber / 7 jam Jumlah = 1 unit
Tenaga = solar
Fungsi = mengubah sabut kelapa menjadi serabut kelapa (coco fiber) 2. Alat Pemintal
Jumlah = 2 unit Tenaga = manusia
Fungsi = untuk memintal serabut kelapa menjadi lusi, anyam dan babat.
3. Mesin Pengayak
Kapasitas = 200 kg coco fiber/jam Jumlah = 1 unit
Tenaga = Listrik PLN
Fungsi = memisahkan coco peat dari coco fiber 4. Mesin Pengepress
Kapasitas = 1bal/ 20 menit Jumlah = 1 unit
Tenaga = Hidrolik
(38)
5. Timbangan Duduk Kapasitas = 1000 kg Jumlah = 1 unit
Fungsi = Menimbang hasil pintalan dan pengepresan 6. Pisau Potong
Jumlah = 3 unit
Fungsi = Memotong babat 7. Alat Penjalinan
Jumlah = 1 unit 8. Jarum Bingkai
Jumlah = 1 unit
(39)
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Perancangan Stasiun Kerja
Menurut Sritomo W.Soebroto,Arief Rahman dan Elfino Jovianto dalam jurnal Kajian Ergonomi Perancangan Alat Bantu Penyetelan dan Pengelasan Produk Tangki Travo, stasiun kerja merupakan area 3 (tiga) dimensi yang mengelilingi seorang pekerja (operator) yang batas-batas dimensi ruangnya akan ditentukan oleh titik-titik singgung yang dapat dicapai dengan mudah oleh bagian-bagian tubuh (terutama anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan kerja, seperti kaki maupun lengan/tangan) dan lokasi untuk penempatan mesin, perkakas kerja, dan fasilitas bantu kerja lainnya yang akan dioperasikan oleh pekerja. Stasiun kerja yang dirancang secara benar akan mampu memberikan keselamatan dan kenyamanan kerja bagi operator yang selanjutnya akan berpengaruh secara signifikan didalam menentukan tingkat kinerjanya. Dalam hal ini ada hubungan yang erat antara kenyamanan dan produktivitas kerja yang mampu dicapai oleh seorang pekerja; meskipun masih banyak orang yang berasumsi bahwa produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) merupakan fungsi linier dari tingkatan upah maupun insentif yang bisa diberikan pada pekerja (Barnes, 1980; Wignjosoebroto, 2000).
Banyak orang kurang menyadari kalau ketidak-nyamanan kerja yang dirasakan oleh seorang pekerja ternyata diakibatkan kesalahan-kesalahan didalam perancangan fasilitas kerja yang harus dioperasikan maupun stasiun kerja dimana
(40)
operator akan menghabiskan sebagian besar waktunya dalam area kerja (work envelope) yang sempit dan terbatas. Ketidak-nyamanan kerja bisa juga disebabkan oleh posisi kerja yang tidak benar (misalkan terlalu lama duduk, jongkok maupun berdiri) dan memerlukan energi tambahan yang akhirnya bisa mempercepat datangnya kelelahan, penurunan kinerja dan produktivitas. Stasiun kerja dirancang sedemikian rupa sehingga pekerja akan mampu melaksanakan aktivitasnya secara efektif, leluasa dan nyaman.
Spesifikasi rancangan stasiun kerja akan terkait erat dengan karakteristik fisik manusia (data antropometri) yang diukur baik melalui metode pengukuran statik maupun dinamik yang akan berinteraksi dengan sistem kerja yang ada. Menurut Stevenson (1987, 1989) dan Wignjosoebroto (2000, 2001, 2003) antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (perancangan). Rancangan suatu produk atau fasilitas kerja agar nantinya sesuai dengan tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip dalam aplikasi data anthropometri. Ada 2 (dua) faktor penentu untuk mencapai kondisi tersebut yang harus diperhitungkan dalam proses perancangan sebuah stasiun kerja, yaitu (a) harus selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan berbeda-beda baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh (antropometri)-nya; dan (b) harus dipahami benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun fasilitas kerja seperti pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun mental, dan lain-lain. Kesalahan pokok yang sering dilakukan oleh seorang
(41)
`perancang adalah menempatkan karakteristik dan spesifikasi ukuran yang ada pada dirinya sendiri kedalam rancangan yang akan dibuatnya.
Prinsip yang ingin diterapkan disini adalah “if I can use it, it must be designed well” . Kesalahan mendasar semacam ini hanya dapat dieliminir dengan cara menerapkan data antropometri yang tepat dan relevan dengan populasi terbesar pemakainya.
3.2. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Stasiun/Fasilitas Kerja Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai ”the study of work” telah mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian kerja manusia (Bridger, 1995; Sanders & McCormick, 1992). Konsep produktivitas yang terjadi dalam lini produksi di industri telah menggeser struktur ekonomi agraris yang berbasis pada kekayaan sumber daya alam untuk kemudian beranjak menuju ke struktur ekonomi produksi (industri) yang menekankan arti pentingnya nilai tambah (added value). Fokus dari apa yang telah diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh para pionir studi tentang kerja di industri ini yang selanjutnya dicatat sebagai awal dari era “scientific management” telah memberikan landasan kuat untuk menempatkan ”engineer as economist” didalam perancangan sistem produksi. Dalam hal ini implementasi ergonomi industri berkisar pada 2 (dua) tema pokok yaitu (a) telaah mengenai“interfaces” manusia dan di mesin dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi (industri) untuk memperbaiki serta meningkatkan performans kerja yang ada.
(42)
Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun dan/atau fasilitas kerja di industri telah menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya juga akan terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep “human-centered engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya. Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya. Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien. Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem kerja tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan; (b) mengurangi waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan
(43)
kerusakan fasilitas kerja karena human errors; dan (c) meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja (Suyatno, 1985; Wignjosoebroto, 2001).
3.3. Keluhan Musculoskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga mengakibatkan kerusakan inilah yang disebut keluhan musculoskeletal disorders (MSDs). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada
(44)
umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Apabila kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
3.3.1. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal
Peter Vi menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :
a. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
b. Aktivitas berulang
Yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
(45)
c. Sikap kerja tidak alamiah
Merupakan sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di Indonesia, sikap kerja alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih tergantung pada perkembangan teknologi negara-negara maju khususnya dalam pengadaan peralatan industri.
3.3.2. Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal
Tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeliminir gerakan berlebihan dan mencegah adanya sikap kerja tidak alamiah.
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :
(46)
a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran dan sebagainya.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat kerja.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber daya.
(47)
c. Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.
3.4. Standard Nordic Questionnaire
Standard Nordic Body Map Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mualai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Cara ini merupakan cara yang cukup sederhana dan mengandung nilai subjektivitas yang tinggi. Untuk menekankan bias yang terjadi, maka sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja. Cara ini dilakukan agar dapat diketahui perbedaan sebelum dan sesudah berkerja agar dapat diketahui perbandingannya.
3.5. Postur Kerja
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:
1. Pembebanan pada kaki
2. Pemakaian energi dapat dikurangi
(48)
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk. Pekerjaan tersebut antara lain:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana (2000) bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya, berdiri lebih lelah daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15%
(49)
dibandingkan dengan duduk. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subyektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 5. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 6. Memerlukan mobilitas tinggi
Clark (1996) mencoba mengambil keuntungan dari posisi kerja duduk dan berdiri kemudian mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri. Kemudian disimpulkan bahwa pemilihan posisi kerja harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 3.1. Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda
Jenis Pekerjaan
Sikap Kerja yang Dipilih
Pilihan Pertama Pilihan Kedua Mengangkat beban > 5kg Berdiri Duduk – Berdiri Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri Duduk – Berdiri Menjangkau horizontal di luar
daerah jangkauan optimum Berdiri Duduk – Berdiri Pekerjaan ringan dengan
pergerakan berulang Duduk Duduk – Berdiri
Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk – Berdiri
Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk – Berdiri
(50)
3.6. Quick Exposure Check
QEC adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang berhubungan dengan ganguan otot (work related musculoskeletal disorders – WMSDs) pada tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu / lengan (should arm), pergelangan tangan (hand wrist), dan leher (neck).
Alat ini mempunyai beberapa fungsi, antara lain : a. Mengidentifikasi faktor resiko untuk WMSDs
b. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah / bagian tubuh yang berbeda-beda.
c. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.
d. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan resiko yang ada.
e. Mendidik para pemakai tentang resiko musculoskeletal di tempat kerja.
Penilaian QEC dilakukan kepada peneliti dan pekerja. Selanjutnya dengan penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian, diperoleh skor dengan kategori level tindakan.
Tabel 3.2. Penilaian Pekerja (worker) QEC
Faktor Kode 1 2 3 4
Beban a ≤ 5 kg 6-10 kg 11-20 kg > 20 kg
(51)
Tabel 3.2. Penilaian Pekerja (worker) QEC (lanjutan)
Faktor Kode 1 2 3 4
Kekuatan
tangan c <1 kg 1-4 kg 4 kg
Vibrasi d Tidak
ada/kecil Sedang Tinggi
Visual e Tidak
diperlukan
Diperlukan untuk melihat
detail Langkah f Tidak susah
Kadang-kadang susah
Lebih sering susah Tingkat
stres g Tidak ada Kecil Sedang tinggi
Tabel 3.3. Penilaian Observer QEC
Faktor Kode 1 2 3
Belakang A Hampir netral
Berputar atau bengkok sedikit Cenderung berputar atau bengkok Frekuensi pergerakan bagian belakang
B ≤ 3 / menit Kira-kira 8 /
menit ≥12 / menit
Tinggi tugas C
Pada atau setinggi pinggang
Setinggi dada Setinggi bahu
Gerakan bahu /
lengan D Sesekali
Reguler / teratur dengan
jeda
Hampir kontinu
(52)
Tabel 3.3. Penilaian Observer QEC (lanjutan)
Faktor Kode 1 2 3
Postur pergelangan tangan/tangan
E Hampir lurus Bengkok / berputar c
Pergerakan pergelangan tangan/tangan
F ≤ 10 / menit 11-20 / menit ≥ 20 / menit
Postur leher G Hampir netral
Kadang-kadang bengkok/berputar secara berlebihan pada kepala/leher
Bengkok/ berputar
secara berlebihan
pada kepala/leher
Exposure level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor aktual exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu :
% 100 X
X (%) E
maks
× =
Dimana :
X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung + bahu / lengan + pergelangan tangan + leher )
Xmaks = total skor maksimum untuk postur kerja ( punggung + bahu / lengan +
pergelangan tangan + leher ).
(53)
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor
maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau
berdiri dengan /tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk Pemberian skor maksimum (Xmaks = 176)
apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik, dan membawa beban.
3.7. Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara defenitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tuuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan lain sebagainya), berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
1. Perancangan areal kerja (work station)
2. Perancangan peralatan kerja, seperti mesin dan peralatan
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer, dan lain-lain
4. Perancangan lingkungan kerja fisik
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
(54)
yang dirancang dan manusia yang akan menggunakan/mengoperasikan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut.
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
1. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampaio dengan umur sekitar duapuliuh tahunan. Dari penelitian yang dilkukan oleh A.F. Roche dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik smpai dengan usia 21,2 tahun dan wanita 17,3 tahun.
2. Jenis Kelamin
Dimensi tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu.
3. Suku bangsa
Setiap suku, bangsa maupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya.
(55)
4. Posisi tubuh
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh karena itu posisi tubuh standard harus diterapkan untuk survey pengukuran.
3.8. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch
Pengukuran waktu dengan jam henti (stop watch) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylorsekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.
2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaaian pekerjaan, seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.
3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
(56)
4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak, uji pula keseragaman data yang diperoleh.
6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100%).
7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.
8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna menmberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan-kebutuhan personil yanga bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain-lainnya.
9. Tetapkan waktu kerja baku (Standard Time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.
Berdasarkan lagkah-langkah terlihat bahwa pengukuran waktu dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subjektif. Di sini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
(57)
1. Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini dengan pekerjaan yang serupa.
2. Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memlih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.
3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
4. Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.
(58)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi tempat penelitian dilakukan berada di UD. Pusaka Bakti yang berlokasi di Desa Telaga Sari No. 36 Kecamatan Batangkuis Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. UD. Pusaka Bakti merupakan industri pengolahan sabut kelapa menjadi keset kaki, coco fiber press dan coco peat.
Peneliti terlebih dahulu melakukan penelitian pendahuluan pada tanggal 7 Desember 2009 sampai tanggal 10 Desember 2009 untuk mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan dan menganalisa permasalahan yang terjadi. Pengambilan data yang diperlukan dalam penelitian setelah mengetahui permasalahan yang terjadi dilakukan pada tanggal 18 Januari 2010 samapai dengan 18 Februari 2010 melalui wawancara dan observasi langsung.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya pada kegiatan pemintalan sabut kelapa di UD Pusaka Bakti. Penelitian ini mencoba memberikan gambaran kondisi eksisting pada proses pemintalan sabut kelapa. Gambaran kondisi eksisting yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat menghasilkan metode kerja yang ergonomis dan dapat meningkat
(59)
produktivitas kinerja operator. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari penurunan level (tingkatan) keluhan musculoskeletal pada operator dan pengurangan jumlah operator yang dibutuhkan dalam proses pemintalan.
4.3.Objek Penelitian
Objek dari penelitian yang dilakukan adalah operator stasiun pemintalan di UD. Pusaka Bakti.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:
1. Wawancara
Melakukan tanya jawab dan diskusi tentang hal yang berhubungan dengan penelitian dengan pimpinan atau karyawan.
2. Kuesioner
Menyebarkan Standart Nordic Questionnaire (SNQ) yang berisi daftar pertanyaan kepada operator mesin pemintal yaitu sebanyak tiga operator untuk mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal.
3. Observasi
Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan yaitu melakukan pengamatan mesin dan proses produksi, pengukuran dimensi fasilitas kerja, pengamatan dan pengambilan foto postur kerja aktual operator,
(60)
pengukuran dan pengamatan waktu dan uraian proses pada stasiun pemintal, dimensi tubuh operator dan sebagainya.
4.5. Jenis Data
Data yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara dan diskusi. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan, laporan, buku dan bagian/instansi yang terkait. 1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan, wawancara dan eksperimen, yang meliputi:
1. Data keluhan muskuloskeletal operator pada stasiun pemintalan. 2. Postur kerja aktual operator stasiun pemintalan.
3. Data antropometri operator.
4. Data dimensi fasilitas kerja yaitu mesin pemintal.
5. Waktu dan urutan proses kerja aktual pada stasiun pemintalan.
2. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dengan mencatat data dan informasi dari laporan-laporan perusahaan yang ada, yang meliputi data dari perusahaan berupa sejarah perusahaan, data proses aktual pemintalan dan penambahan data dimensi tubuh untuk memenuhi syarat pengolahan data dari laboratorium E dan APK.
(61)
4.6. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data. Instrumen yang digunakan yaitu :
1. Wawancara
Berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara dengan pemilik usaha dan karyawan.
2. Standart Nordic Questionnaire
Digunakan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletalyang dialami operator di stasiun pemintalan
3. Kamera digital
Digunakan untuk mengambil foto postur kerja operator di stasiun pemintalan. 4. Human body martin dan kursi aantropometri
Digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator. 5. Meteran.
Digunakan untuk mengukur dimensi fasilitas kerja. 6. Stopwatch
Digunakan untuk mengukur waktu proses pemintalan sabut kelapa di stasiun pemintalan.
7. Software SPSS 13.0 for Windows, Software QEC dan Software Mannequinn Digunakan untuk membantu uji kenormalan data antropometri, penilaian postur kerja operator dan untuk menggambarkan postur kerja operator saat bekerja menggunakan fasilitas kerja usulan.
(62)
4.7. Pengolahan Data
Pada tahap ini, data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan diolah sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.
1. SNQ (Standard Nordic Questionnaire) untuk menentukan bagian tubuh yang mengalami keluhan MSDs (Musculoskeletal Disorders).
2. Penilaian postur kerja dengan QEC (Quick Exposure Check) untuk memperoleh gambaran tentang postur kerja eksisting. Penilaian postur kerja ini dilakukan dengan menggunakan Software QEC.
3. Penentuan dimensi tubuh berdasarkan fasilitas yang akan dirancang untuk menghilangkan kegiatan yang menyebabkan keluhan MSDs dari hasil kuesioner SNQ dan penilaian postur kerja dengan QEC dengan melakukan uji keseragaman, uji kecukupan, dan distibusi normal dengan menggunakan metode Chi-Square pada data dimensi tubuh yang diperoleh.
4.8.Analisis Pemecahan Masalah
Data yang diolah kemudian dianalisis dan diinterpretasikan, analisis pemecahan masalah yang dilakukan adalah menganalisis kekurangan-kekurangan alat dan metode kerja yang lama sehingga dihasilkan perbaikan rancangan fasilitas kerja dan metode kerja yang baru untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders dan meningkatkan produktivitas kinerja operator .
(63)
4.9.Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran didapatkan dari hasil analisis yang dilakukan di UD. Pusaka Bakti dengan perbaikan fasilitas kerja pada stasiun pemintalan yang menghasilkan penurunan keluhan Musculoskeletal Disorders dan meningkatkan kinerja operator, kemudian didapatkan saran dan masukan yang berguna bagi bagi perusahaan dan pengembangan penelitian ini.
(64)
Data Primer
- Data tingkat keluhan MSDs(Musculoskeletal Disorders) dengan menggunakan kuesioner SNQ
- Data elemen kegiatan untuk penilaian postur kerja dengan metode QEC
- Data dimensi tubuh dengan menggunakan body martin - Data waktu siklus
Pengolahan Data
- Pengolahan SNQ
- Penentuan skor dan level resiko postur kerja aktual - Perolehan dimensi yang dibutuhkan untuk rancang fasilitas, serta pengujian keseragaman, kecukupan dan kenormalan data
Analisis dan Perancangan
- Analisis Keluhan Operator Berdasarkan Kuisioner SNQ
- Analisis kesesuaian antara sikap kerja dengan tata letak komponen dan fasilitas kerja - Rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan sikap kerja yang aman
- Rancangan metode kerja usulan berdasarkan fasilitas kerja baru
- Perbandingan Antara Metode Kerja usulan dengan Metode Kerja aktual berdasarkan sikap kerja dan waktu kerja
- Rancangan SOP berdasarkan metode kerja usulan
Kesimpulan dan Saran
Perumusan Masalah:
Rancangan Fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan fasilitas kerja yang ergonomis
Penetapan Tujuan:
Perbaikan rancangan fasilitas kerja dan standard operating procedure
melalui perbaikan tata letak komponen dan penilaian postur kerja.
Sasaran
- Mengidentifikasi keluhan MSDs pekerja dengan menggunakan SNQ - Menilai postur kerja pekerja dengan menggunakan metode QEC untuk mengetahui sikap kerja yang tidak aman.
- Merancang tata letak komponen dan fasilitas kerja untuk
mengurangi tingkat keluhan MSDs serta memperbaiki sikap kerja yang tidak aman.
- Merancang metode kerja usulan berdasarkan tata letak dan fasilitas kerja yang baru.
- Membandingkan antara metode kerja aktual dengan metode kerja usulan ditinjau dari waktu kerja dan sikap kerja
- Merancang SOP sesuai dengan rancangan metode kerja usulan.
Data Sekunder
- Gambaran umum perusahaan - Proses produksi
- Data tambahan antropometri dari Laboratorium E dan APK
Studi Pendahuluan
Sikap kerja yang tidak ergonomis (tidak alamiah)
(65)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Data Elemen Kegiatan
Stasiun pemintalan menggunakan tiga operator untuk melakukan proses produksi pada satu mesin sehingga merupakan kelompok kerja. Proses pemintalan ini menggunakan alat pemintal yang masih manual dan menghasilkan tiga jenis tali pintalan sabut kelapa yaitu :
1. Lusi, merupakan tali pintalan sabut kelapa yang berukuran kecil dengan berat ± 1 ons dan panjangnya 14 meter.
2. Anyam, merupakan tali pintalan sabut kelapa yang berukuran sedang dengan berat ± 4 ons dan panjangnya 14 meter.
3. Babat, merupakan tali pintalan sabut kelapa yang berukuran besar dengan berat ± 8 ons dan panjangnya 14 meter.
(66)
Elemen-elemen kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing operator adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1. Data Elemen Kegiatan Bagian Stasiun Pemintalan
No Kegiatan
1 Operator 2 dan 3 mengambil sabut kelapa
2 Operator 2 dan 3 mengkaitkan sabut kelapa ke mesin pemintal 1
3 Operator 1 memutar mesin pemintal
(67)
Tabel 5.1. Data Elemen Kegiatan Bagian Stasiun Pemintalan (lanjutan)
No Kegiatan
4 Operator 2 dan 3 memintal sabut kelapa
5 Operator 2 dan 3 mengaitkan pintalan sabut kelapa ke mesin pemintal 2
6 Operator 2 memutar mesin pemintal 2
(68)
Tabel 5.1. Data Elemen Kegiatan Bagian Stasiun Pemintalan (lanjutan)
No Kegiatan
7 Operator 3 memegang pintalan sabut kelapa
8 Operator 2 menggulung pintalan sabut kelapa telah selesai
9 Operator 3 meletakkan gulungan pintalan sabut kelapa jadi pada tempat tumpukannya.
(69)
Proses pemintalan sabut kelapa menggunakan tiga operator dengan pembagian kegiatan masing-masing operator adalah sebagai berikut :
1. Operator 1 : memutar mesin pemintal
Operator 1 memutar mesin pemintal dengan posisi tubuh duduk papan yang ditumpu oleh tumpukan goni sebab alat pemintal tidak dilengkapi dengan kursi tempat duduk operator. Posisi punggung tegak dan posisi lengan dan tangan kanan berada setinggi dada dan memutar mesin pemintal berulang-ulang sedangkan tangan kiri diam dan berada di atas paha. Posisi kaki ditekuk dan berimpit dengan mesin akibat kondisi tempat duduk yang tidak ergonomis.
2. Operator 2 dan 3 : memintal sabut kelapa
Operator berada dalam keadaan berdiri dengan posisi punggung tegak, bagian tangan kiri memegang sabut kelapa dengan posisi lengan atas sebelah kiri membentuk sudut antara 0 - 200 dan lengan bawah sebelah kiri membentuk sudut antara 60 – 1000 sedangkan tangan kanan mengulur dan menekan sabut kelapa dengan posisi lengan atas sebelah kanan membentuk sudut antara 0 - 200, lengan bawah sebelah kanan membentuk sudut antara 60 – 1000, leher membentuk sudut antara 0 – 200 dan kaki dalam keadaan normal seimbang sambil berjalan mundur ke belakang perlahan-lahan.
5.2. Waktu Siklus
Setelah dilakukan pengamatan selama 3 hari maka diperoleh waktu siklus untuk pembuatan satu produk sebagai berikut :
(70)
Tabel 5.2. Waktu Pengamatan Selama 3 Hari
No Hari I
(menit)
Hari II (menit)
Hari III (menit)
1 2,18 2,15 2,16
2 2,08 2,12 2,09
3 2,10 2,07 2,08
4 2,08 2,08 2,05
5 2,05 2,18 2,09
6 2,07 2,15 2,12
7 2,10 2,12 2,08
8 2,09 2,08 2,17
9 2,08 2,07 2,07
10 2,18 2,08 2,10
Total 21,01 21,10 21,01
Rata-rata 2,10 2,11 2,10
Sumber : Hasil Pengukuran
Dari Tabel 5.2. dapat dihitung waktu siklus rata-rata untuk 3 hari pengamatan adalah sebagai berikut :
Waktu siklus rata-rata =
+ + 3 10 , 2 11 , 2 10 , 2
= 2,10 detik
5.2.1. Uji Keseragaman Data
Langkah-langkah dalam uji keseragaman data ini adalah sebagai berikut 1. Perhitungan standar deviasi
σ =
1 ) ( 2 − −
∑
n X Xi σ 1 30 ) 10 , 2 10 , 2 ( ... ) 10 , 2 08 , 2 ( ) 10 , 2 18 , 2( 2 2 2
− − + + − + − =
(71)
2. Perhitungan Batas Kelas Atas dan Batas Kelas Bawah
Pada percobaan ini digunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Untuk menguji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut :
σ
2
+
= X
BKA BKB= X −2σ
Maka:
) 040 , 0 ( 2 2,10
2 = +
+
= X σ
BKA = 2,183
) 040 , 0 ( 2 2,10
2 = −
−
= X σ
BKB = 2,024
3. Pembuatan Peta Kontrol
Pada Gambar 5.2. disajikan grafik uji keseragaman data.
Gambar 5.2. Uji Keseragaman Data
(72)
5.2.2. Uji Kecukupan Data
Setelah data seragam maka selanjutnya dilakukan uji kecukupan data dengan rumus sebagai berikut :
2 2 2 ) ( 05 . 0 2 ' ∑ ∑ − ∑ = X X X N N 2 2 12 , 63 ) 2134 , 3984 ( ) 85 , 132 ( 30 40 ' − = N 0,012 '= N
Dari perhitungan uji kecupan data di atas dapat dilihat bahwa data yang telah diamati sudah cukup.
5.3. Perhitungan Waktu Standar
5.3.1. Penentuan Waktu Normal
Setelah diketahui bahwa data seragam dan cukup, maka diperoleh waktu terpilih yaitu 2,10 menit.
Operator yang bekerja pada bagian pemintalan sudah tertentu (tetap pada posisinya) dan pada UKM ini hanya terdapat 1 stasiun kerja pemintalan. Maka rating
fator operator ditetapkan sebesar 100%, sehingga waktu normal yaitu 2,10 menit.
5.3.2. Perhitungan Waktu Standar
Sebelum menghitung waktu standar, terlebih dahulu ditentukan kelonggaran untuk operator. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi,
(73)
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat terhindarkan. Data
allowance yang ditetapkan untuk operator dapat dilihat pada Tabel 5.3. sebagai berikut:
Tabel 5.3. Allowance Operator
Allowance %
1. Tenaga yang dikeluarkan 6
2. Sikap kerja (Berdiri diatas dua kaki) 2
3. Gerakan kerja (Normal) 0
4. Kelelahan mata (Pandangan yang terputus-putus) 0
5. Keadaan temperatur tempat kerja (Normal) 0
6. Keadaan atmosfer (Ruang yang berventilasi baik) 0 7. Keadaan lingkungan (Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik) 1
8. Kebutuhan pribadi 4
Total 13
Setelah kelonggaran waktu kerja operator ditentukan, maka selanjutnya menghitung waktu standar. Perhitungan waktu standar adalah sebagai berikut ;
− = Allowance Wn Ws 100 100 − = 13 100 100 10 , 2 Ws menit Ws=2,41
5.4. Man Machine Chart dan Gang Process Chart
Man Machine Chart merupakan peta untuk melihat produktivitas pekerja dengan
mesin dan Gang Process Chart adalah merupakan hasil perkembangan dari suatu peta aliran proses.
(74)
Gambar 5.3. Man Machine Chart
MAN MACHINE CHART
Pekerjaan : Memintal sabut kelapa Stasiun : Pemintalan
Nomor Peta : 1 Peta Sekarang
Sekarang Usulan Dipetakan Oleh : Stephanie Sirait Tanggal dipetakan : 05 April 2010
Op.1 Simbol Waktu Op.2 Simbol Waktu Op.3 Simbol Waktu Mesin 1 Simbol Waktu Mesin 2 Simbol Waktu
Menunggu 5 Mengambil
sabut kelapa 5
Mengambil
sabut kelapa 5 Menunggu 5 Menunggu 5
Menunggu 2
Mengaitkan sabut kelapa ke pengait mesin pemintal 2 Mengaitkan sabut kelapa ke pengait mesin pemintal
2 Menunggu 2 Menunggu 2
Memutar mesin pemintal
110 Memintal
sabut kelapa 110
Memintal
sabut kelapa 110 Memutar 110 Menunggu 110
Menunggu 2
Mengaitkan sabut kelapa ke pengait mesin pemintal 2 2 Mengaitkan sabut kelapa ke pengait mesin pemintal 2
2 Menunggu 2 Menunggu 2
(75)
Gambar 5.4. Man Machine Chart (Lanjutan) MAN MACHINE CHART
Pekerjaan : Memintal sabut kelapa Stasiun : Pemintalan
Nomor Peta : 1 Peta Sekarang
Sekarang Usulan Dipetakan Oleh : Stephanie Sirait Tanggal dipetakan : 05 April 2010
Op.1 Simbol Waktu Op.2 Simbol Waktu Op.3 Simbol Waktu Mesin 1 Simbol Waktu Mesin 2 Simbol Waktu
Menunggu 10
Memutar mesin pemintal 2
10
Mengatur pintalan sabut kelapa
10 Menunggu 10 Memutar 10
Menunggu 10 Menunggu 10
Menggulung pintalan sabut kelapa
10 Menunggu 10 Menunggu 10
Menunggu 3 Menunggu 3
Meletakkan pintalan sabut kelapa
ke tempat penumpukan
3 Menunggu 3 Menunggu 3
(76)
Gambar 5.4. Man Machine Chart (Lanjutan)
Total 142 Total 142 Total 142 Total 142 Total 142
Total
Produktif 110
Total
Produktif 129
Total
Produktif 142
Total
Produktif 110
Total
Produktif 10
%produktif 77,46 %produktif 90,85 %produktif 100 %produktif 77,46 %produktif 7,04
Keterangan :
Pekerjaan yang saling berkaitan
Pekerjaaan yang tidak saling berkaitan Pekerjaaan yang tidak saling berkaitan
(77)
PETA REGU KERJA
PEKERJAAN DEPARTEMEN
SEKARANG √ USULAN :
:
PEMINTALAN SABUT KELAPA PEMINTALAN W J W J W J 5 5 5
Operator 2 dan 3 embawa sabut kelapa ke mesin pemintal
Operator 1 memutar mesin pemintal 1
Operator 2 dan 3 memintal sabut kelapa
Operator 2 memutar mesin pemintal 2
Operator 3 menggulung pintalan sabut
Operator 3 membawa pintalan sabut kelapa ke tempat tumpukannya
110 110 110 10 10 1 1 1 2 2 3 3 3 5 4 5 6 2 10 10 3 10 3 URAIAN PEKERJAAN SATU SIKLUS Operator 1 Operator 2 Operator 3
Waktu kerja = 77,46 %
Waktu menganggur = 22,54 %
Waktu kerja = 90,85 %
Waktu kerja = 100 % Waktu menganggur = 9,15 %
Waktu menganggur = 0 %
Menggulung pintalan sabut
Kegiatan Sekarang Usulan Jumlah Waktu Jumlah Waktu Operasi Pemeriksaan Transportasi Menunggu 9 -3 8 3 1 1 2 3 2 2 2 2 2
Operator 2 dan 3 mengaitkan sabut kelapa ke mesin pemintal
1
3
DIPETAKAN OLEH : STEPHANIE SIRAIT
1 1 1 1 1
4
1 Operator 1 menunggu
Operator 3 mengatur pintalan sabut kelapa
Operator 2 menunggu
2 2
2 7 3
Operator 2 dan 3 mengaitkan sabut kelapa ke mesin pemintal 2 4 1 22 7 10 2 2 4 45
(78)
Berdasarkan peta regu kerja pada Gambar 5.5. dapat dilihat bahwa waktu kerja operator 1 sebesar 77,46%, operator 2 sebesar 90,85% dan operator 3 sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian kegiatan kerja antara operator tidak seimbang sebab waktu menganggur operator 1 lebih besar daripada operator 2 dan 3 yaitu sebesar 22,54%.
Berikut ini adalah tata letak komponen stasiun pemintalan.
Keterangan S
Operator Mesin Pemintal Penumpukan cocofiber Penumpukan barang jadi
Layout Stasiun Pemintalan
Gambar 5.5. Tata letak komponen stasiun pemintalan
5.5. Data Keluhan Muskuloskeletal
Standard Nordic Questionnaire diberikan kepada ketiga operator stasiun pemintalan untuk mengetahui keluhan musculoskeletal disorders. Rekapitulasi bobot SNQ dapat dilihat pada Tabel 5.4. Nilai bobot pada masing-masing kategori tersebut yaitu:
(79)
Tidak sakit : bobot 1 Agak sakit : bobot 2 Sakit : bobot 3 Sangat sakit : bobot 4
Kategori rasa sakit yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut:
Tidak sakit : Bagian tubuh operator tidak terasa nyeri sedikitpun karena kontraksi otot yang terjadi berjalan normal, biasanya hal ini terjadi jika bagian tubuh tidak langsung bersentuhan dengan benda kerja.
Agak sakit : Bagian tubuh operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.
Sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.
Sangat sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa disertasi dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup.
(1)
(2)
LAMPIRAN PETA KONTROL UJI KESERAGAMAN DATA DIMENSI TUBUH
1. Peta Kontrol Panjang Lengan Bawah
(3)
3. Peta Kontrol Tinggi Bahu Duduk
4. Peta Kontrol Panjang Popliteal
(4)
LAMPIRAN UJI KENORMALAN DATA DENGAN CHI-SQUARE DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE SPSS 13.0
1. Lebar Pinggul (LP)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
LP 32 28,60 37,20 32,5750 2,55595
Valid N (listwise) 32
Test Statistics
LP
Chi-Square(a) 7,375
df 20
Asymp. Sig. ,995
a 21 cells (100,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1,5.
2. Panjang Lengan Bawah (Plb)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Plb 32 24,80 30,50 27,8281 1,63515
Valid N
(listwise) 32
Test Statistics
Plb
Chi-Square(a) 8,000
df 19
Asymp. Sig. ,987
a 20 cells (100,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1,6.
(5)
3. Tebal Perut (TP)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TP 32 16,00 26,00 20,6313 2,77331
Valid N
(listwise) 32
Test Statistics
TP
Chi-Square(a) 8,688
df 20
Asymp. Sig. ,986
a 21 cells (100,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1,5.
4. Tinggi Bahu Duduk (TBD)
Descriptive Statistics
N
Minimu m
Maximu
m Mean
Std. Deviation
TBD 32 51.30 57.20 54.9563 1.88986
Valid N
(listwise) 32
Test Statistics
TBD
Chi-Square(a) 10.625
df 21
Asymp. Sig. .970
a 22 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.5.
(6)
5. Panjang Popliteal Descriptive Statistics N Minimu m Maximu
m Mean
Std. Deviation
PPo 32 37.00 40.50 38.6219 1.31560
Valid N
(listwise) 32
Test Statistics
PPo
Chi-Square(a) 13.563
df 8
Asymp. Sig. .094
a 9 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 3.6.
6. Tinggi Popliteal
Descriptive Statistics
N
Minimu m
Maximu
m Mean
Std. Deviation
TPo 32 36.00 43.80 39.9688 2.69186
Valid N
(listwise) 32
Test Statistics
TPo
Chi-Square(a) 3.438
df 26
Asymp. Sig. 1.000