Tim Penguji: Siklus I a. Perencanaan

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji:

Ketua : Dr. Suwarjo, M.Pd. .......................................... Sekretaris : Dr. Sowiyah, M.Pd. .......................................... Penguji Bukan Pembimbing : Dra. Sulistiasih, M.Pd. ..........................................

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003 Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 15 Febuari 2012 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan hidayah- Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inquiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi pada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung. Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah memfasilitasi semua urusan yang diperlukan peneliti selama menempuh studi di PGSD FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan, dukungan dan berbagai fasilitas dalam mengikuti pendidikan hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan dan dukungan terhadap perkembangan program studi PGSD. iii 4. Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi S1 PGSD Universitas Lampung yang senantiasa memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP S1 PGSD Metro yang memberikan kemudahan dan motivasi kepada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Bapak Dr. Suwarjo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. 7. Ibu Dr. Sowiyah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Ibu Dra. Sulistiasih, M.Pd., selaku Dosen Pembahas atas kesediaannya untuk membahas, memberikan saran dan kritik dalam proses penyempurnaan skripsi ini. 9. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu, membimbing dan memberikan saran terhadap pengajuan judul skripsi. 10. Bapak dan Ibu dosen serta staf S1 PGSD Universitas Lampung yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. 11. Ibu Sri Subyakti, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 1 Metro Barat yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di SD Negeri 1 Metro Barat. iv 12. Ibu Peni Purwanti, S.Pd., selaku teman sejawat dalam melaksanakan penelitian ini yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini. 13. Bapak dan Ibu guru SD Negeri 1 Metro Barat yang selalu memberikan saran bagaimana kelak menjadi guru yang baik. 14. Kedua orangtua dan keluarga besar yang selalu berdoa dan memberikan semangat demi keberhasilanku. 15. Rekan-rekan S1 PGSD angkatan 2007 khususnya kelas A, Eva K, Devi, Butet, Danti, Eka, Dewi, Dian A, Dian T, Desi, Gina, Aryani, Eva W, Disna, Arif, Dwi, Aris, Dicky, Didik, Subhan, Ahmad Erwan, Hendrik, Agung, Ashari, Doddy, Enopri dan Anjar terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan selama ini. 16. Teman-teman satu bimbingan skripsi Desi, Uus, Lia, Teguh dan Agung, yang memberikan semangat dan saling membantu sampai terselesaikannya skripsi ini. 17. Teman-teman satu kos, Fitka, Manda, Rina, Ida, Rebecca, dan Tetin yang selama ini memberikan semangat dan menemaniku di saat senang dan sedih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan, khususnya para guru sebagai acuan dalam pengembangan pembelajaran di kelas dalam usaha meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Bandarlampung, 15 Februari 2012 Peneliti Devi Yulita Aryani MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan Q.S. Al Insyirah: 6 Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat Q.S Al-Baqarah: 153 Mengupayakan tercapainya yang terbaik adalah sikap orang yang mensyukuri apapun yang telah ada pada dirinya, untuk mencapai yang terbaik bagi dirinya, keluarga , dan bagi sebanyak mungkin orang lain Mario Teguh i PERSEMBAHAN Bismillaahirrahmaanirrahiim puji syukur kupanjatkan ke hadirat Allah SWT sehingga dapat kupersembahkan karya ini untuk: Bapak dan Ibuku tercinta yang tiada pernah berhenti berdoa, memberi semangat, kasih sayang serta menanti kesuksesanku. Adikku Nisa Luthfiana dan Hafidz Rivaldi yang selalu membuatku rindu akan kenakalan dan canda tawa kalian. Bangun Anjar Wanto yang selalu memberikan motivasi untukku Almamater Universitas Lampung kebanggaanku. RIWAYAT HIDUP Peneliti lahir di Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung pada tanggal 02 Juli 1989, anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Teguh Puji Widardo dan Ibu Nur Kholifah. Peneliti menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Gadingrejo pada tahun 1995. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2004. Selepas dari Sekolah Menengah Pertama, peneliti melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 peneliti diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari, diajarkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Bahasa memungkinkan manusia dapat memikirkan suatu masalah secara teratur, terus-menerus, dan berkelanjutan. Tanpa bahasa peradaban manusia tidak mungkin dapat berkembang baik Febriyanto, 2010: 1. Untuk mewujudkan seseorang terampil berbahasa dengan baik, perlu diupayakan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui pembelajaran bahasa di sekolah. Dalam aspek pembelajaran di sekolah, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib yang harus dipelajari oleh siswa. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Depdiknas, 2006: 4 disebutkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia guru harus memiliki keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis Resmini, 2006: 32. Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain. Jika seseorang mendengarkan pasti ada yang berbicara, begitu pula seseorang membaca berarti menikmati dan menghayati tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia keempat aspek keterampilan tersebut harus dikuasi secara seimbang dan salah satunya adalah penguasaan keterampilan bercerita. Menurut Tarigan dalam Wijayanti, 2007: 4 bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Kegiatan bercerita merupakan bagian dari keterampilan berbicara yang berperan penting baik dalam pembelajaran bahasa di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, kegiatan pembelajaran di sekolah dasar keterampilan bercerita menjadi salah satu bagian keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada siswa dan dikuasai oleh siswa. Abbas 2006: 91 mengungkapkan bahwa bercerita sebagai sarana komunikasi linguistik yang kuat dan menghibur memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengenal ritme, intonasi, dan pengimajinasian serta nuansa bahasa. Melalui kegiatan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Jadi, keterampilan bercerita memiliki manfaat yaitu meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan dengan baik, membentuk karakter siswa, dan mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Wijayanti 2007: 2 dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa saat ini pembelajaran keterampilan bercerita belum diajarkan dengan baik. Hal ini terlihat siswa memilih diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya, tidak bersedia mengemukakan pendapat usul, saran atau tanggapan secara lisan atau untuk menjawab pertanyaan. Sebagian dari mereka lebih memilih diam daripada berbicara karena berbagai alasan, misalnya takut salah, malu ditertawakan oleh teman atau memang tidak ada keberanian untuk mengungkapkan walau sebenarnya siswa mengetahui. Hasil survei dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 1 Metro Barat menunjukkan bahwa hasil pembelajaran bercerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat masih tergolong rendah. Berdasarkan nilai ulangan harian pada semester ganjil tahun pelajaran 20112012, masih terdapat 16 dari 24 siswa atau 66,67 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum KKM. Nilai rata-rata siswa 56 belum mencapai KKM sedangkan KKM ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Rendahnya nilai keterampilan bercerita disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya, siswa cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran, ketika diberi kesempatan untuk bertanya tidak berani untuk mengajukan pertanyaan, begitu pula sebaliknya ketika diberi pertanyaan tidak berani menjawab, siswa kurang berminat pada pembelajaran bercerita, siswa masih merasa malu bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas. Selain itu metode mengajar yang digunakan guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan memperoleh sendiri pengetahuan yang didapat sehingga siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Djamarah dan Zain 2006: 73 mengungkapkan bahwa sebagai salah satu komponen pembelajaran, metode menempati urutan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan pembelajaran. Tidak ada satu pun kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Sehubungan dengan permasalah di atas, diperlukan suatu metode yang dapat melibatkan siswa aktif dalam kegiatan belajar sehingga aktivitas dan keterampilan bercerita siswa akan meningkat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita yaitu melalui metode inquiry. Menurut Kourilsky dalam Hamalik, 2001: 220 bahwa pembelajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural. Jadi, dengan menggunakan metode inquiry proses pembelajaran tidak lagi terpusat oleh guru sehingga siswa tidak pasif. Metode inquiry menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, narasumber, dan penyuluh kelompok. Siswa didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas peneliti mengangkat judul ”Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inquiry berdasarkan teks cerita fiksi pada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1.2.1 Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran bercerita. 1.2.2 Siswa tidak berani mengajukan pertanyaan. 1.2.3 Aktivitas siswa dalam pembelajaran bercerita di SD Negeri 1 Metro Barat masih rendah. 1.2.4 Siswa merasa malu bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas. 1.2.5 Keterampilan bercerita siswa masih rendah, 16 dari 24 siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa 56 belum mencapai KKM. 1.2.6 Metode mengajar yang digunakan guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini perlu adanya masalah yang dibatasi, supaya penelitian dapat terarah dan terfokus dengan apa yang diharapkan. Masalah tersebut adalah sebagai berikut: “Peningkatan aktivitas dan keterampilan bercerita melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat”.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian yaitu: 1.3.1 Bagaimanakah aktivitas belajar siswa melalui metode inquiry pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat? 1.3.2 Bagaimanakah keterampilan bercerita melalui metode inquiry pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat?

1.5 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui: 1.5.1 Peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat dalam pembelajaran bercerita melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi. 1.5.2 Peningkatan keterampilan bercerita siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari Penelitian Tindakan Kelas PTK yang dilaksanakan di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat memiliki manfaat: 1.6.1 Bagi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar keterampilan bercerita melalui metode inquiry pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat. 1.6.2 Bagi guru, memperluas wawasan dan pengetahuan guru di sekolah dasar mengenai metode pembelajaran sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas melalui metode inquiry. 1.6.3 Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui penerapan metode inquiry sebagai inovasi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran bercerita. 1.6.4 Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui keterampilan bercerita melalui penerapan metode inquiry dan menambah wawasan dalam penggunaan metode inquiry.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan membangun pengetahuan untuk dikembangkan dalam kehidupan. Bruner dalam Trianto, 2009: 20 mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun mengonstruk pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Menurut kaum konstruktivistik, belajar merupakan proses mengonstruksi arti, baik dari teks, pengalaman, dan lain-lain, Suparno dalam Angkowo dan Kosasih, 2007: 48. Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pebelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari Budiningsih, 2004: 58. Peranan guru dalam belajar konstruktivistik membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, malainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri Budiningsih, 2004: 59. Menurut Hamalik 2001: 27 belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi jauh dari itu, yakni mengalami. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar bukan hanya mentransfer pengetahuan, namun belajar merupakan proses membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki oleh pebelajar, sehingga pebelajar memiliki keterampilan untuk mengahadapi tantangan dalam segala aspek kehidupan.

2.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007: 23 aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Kunandar 2010: 277, aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan Sardiman, 2008: 10. Piaget dalam Sardiman, 2008: 10 menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir, agar anak itu berpikir sendiri harus ada kesempatan untuk berbuat sendiri. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Menurut Trinandita dalam Ahmad http:id.shcvoong.comsocialcies 1961162-aktivitas-belajar bahwa hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar. Disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional.

2.3 Pengertian Keterampilan Bercerita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 1180 keterampilan berasal dari kata dasar terampil, yang artinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Menurut Muttaqin dalam http:saifulmuttaqin. blogspot.com keterampilan adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. Keterampilan dirancang sebagai proses belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat dan tepat melalui belajar Lebih lanjut bercerita berasal dari kata cerita, yang artinya adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal peristiwa, kejadian; karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, penderitaan orang lain, atau kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 210. Wijayanti 2007: 26 bercerita adalah kegiatan menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain Tarigan dalam Wijayanti, 2007: 20. Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas. Dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan bercerita adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menuturkan suatu kejadian atau peristiwa dengan tujuan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain.

2.4 Tujuan Bercerita

Dalam pelaksanaan pembelajaran, bercerita memiliki tujuan-tujuan yang akan disampaikan. Guranti 2004: 107 menyebutkan tujuan bercerita adalah untuk, 1 menanamkan nilai-nilai pendidikan anak, 2 melatih daya tangkap dan daya berpikir, 3 melatih daya konsentrasi, 4 membantu perkembangan fantasi, 5 menciptakan suasana menyenangkan di kelas, 6 membantu pengetahuan anak secara umum, 7 mengembangkan imajinasi anak, dan 8 membangkitkan rasa ingin tahu. Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa tujuan bercerita secara garis besar adalah menanamkan nilai positif pada diri anak, di antaranya agar anak berani mengemukakan pendapat, dan melatih intelegensi anak untuk berpikir lebih terarah dengan konsentrasi yang baik.

2.5 Manfaat Bercerita

Kegiatan bercerita memiliki banyak manfaat yang positif terutama bagi perkembangan psikologis anak. Beberapa manfaat bercerita bagi anak menurut Hidayati http:niahidayati.netmanfaat-cerita-bagi-kepribadian anak.html adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosakata anak. 2. Bercerita merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, dan kesal. 3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu. 4. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas. 5. Menumbuhkan empati dalam diri anak. 6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak. Sebagai langkah untuk menumbuhkan minat baca anak. Disimpulkan bahwa bercerita dapat menjadi pondasi kemampuan berbahasa, meningkatkan kemampuan komunikasi verbal, meningkatkan kemampuan mendengar, mengasah logika berpikir dan rasa ingin tahu, menanamkan minat baca dan menjadi pintu gerbang menuju ilmu pengetahuan.

2.6 Jenis-jenis Cerita

Cerita merupakan suatu karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 210. Dari pengertian di atas cerita dibagi atas dua jenis yaitu, karangan atau cerita yang menuturkan kejadian yang sungguh-sungguh terjadi nonfiksi dan cerita rekaan belaka fiksi. Uraian masing-masing jenis cerita yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Cerita Fiksi

Rahmanto dalam Suwarjo, 2008: 68 menjelaskan bahwa cerita fiksi dapat dikategorikan sebagai bentuk karya sastra yang imajinatif. Sebagai karya sastra yang imajinatif, karya fiksi tidak menggambarkan atau menceritakan kehidupan yang sesungguhnya. Cerita fiksi dibagi menjadi a dongeng, b hikayat, c cergam, dan d cerpen. Secara rinci masing-masing topik akan diuraikan berikut ini. a. Dongeng Dongeng adalah bentuk prosa fiksi lama yang dalam bahasa Inggris disebut folklore. Menurut Supriyadi 2006:28 dongeng adalah suatu cerita rekaan atau khayalan belaka yang hidup dikalangan rakyat yang disajikan dalam bentuk lisan, namun saat ini sudah banyak yang ditulis dan dibukukan. Pada mulanya dongeng berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat yang berkebudayaan primitive terhadap hal-hal supranatural atau gaib di lingkungannya. Dongeng dibagi menjadi: 1 fabel, 2 sage, 3 mite, dan 4 legenda. 1 Fabel Fabel adalah dongeng yang isinya tentang kehidupan binatang yang dihubungkan dengan kehidupan manusia. Dalam fabel, binatang berprilaku dan berbicara seperti manusia. Misalnya, Kancil yang Cerdik, Kera dan Kura-kura, dan sebagainya Suyatno, 2008: 44. 2 Sage Sage adalah cerita khayal yang memasukkan peristiwa-peristiwa, tempat kejadian, tokoh-tokohnya merupakan tokoh sejarah, padahal sage adalah cerita khayalan belaka. Dalam sage ini cerita itu seolah- olah merupakan bagian sejarah di dalamnya. Misalnya, Angling Darmo, Lutung Kasarung, Jaka Tarub, dan sebagainya Supriyadi, 2006: 33. 3 Mite Mite atau mitos adalah cerita khayalan yang dihubung-hubungkan dengan dewa-dewi serta kepercayaan pada dunia gaib. Misalnya, Mahabrata, Nyai Roro Kidul, Dewi Sri, dan sebagainya. 4 Legenda Legenda adalah cerita khayal yang dihubung-hubungkan dengan gelaja alam, kenyataan-kenyataan alam yang ada pada masyarakat. Kenyataan-kenyataan alam yang ada di masyarakat dapat berupa bangunan, batu, gunung, atau danau yang sudah lama terjadi akibat alam. Misalnya, Asal Usul Danau Toba, Banyu Wangi, Candi Prambanan, Gunung Tangguban Perahu,Malin Kundang, dan lain sebagainya. b. Hikayat Hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti cerita panjang penuh khayalan. Hikayat dapat juga berarti kisah raja-raja, keluarga, dan pembantu-pembantunya. Menurut Supriyadi 2006: 34 pembeda hikayat dengan dongeng, yakni bila hikayat kebanyakan merupakan terjemahan atau saduran dengan perubahan yang disesuaikan dengan budaya daerah. Naskah asli hikayat kebanyakan berasal dari Arab, India, dan Melayu. Misalnya, Hikayat 1001 Malam, Hang Tuah, Bayan Budiman, dan sebagainya. c. Cergam Cerita bergambar menceritakan hidup dan kehidupan para tokoh dengan memvisualkan dalam bentuk gambar. Pemvisualan para tokoh disajikan secara lengkap mulai dari ciri-ciri fisik, perilaku, maupun suasana batin Supriyadi, 2006:40. Contoh cerita bergambar yang banyak dijumpai sekarang adalah, Doraemon, Putri Salju, Putri Angsa, dan lain sebagainya. d. Cerpen Cerita pendek adalah cerita yang menceritakan hidup dan kehidupan para tokohnya dalam kurun waktu tertentu. Cerita pendek merupakan prosa fiksi yang isinya sangat menyatu dengan sebagian besar masyarakat. Menurut Nurgiyantoro 2005: 288, cerpen hanya bercerita mengenai hal-hal yang penting dan tidak sampai pada detil-detil kecil yang kurang penting, dengan penampilan yang hanya melibatkan sedikit tokoh, peristiwa, latar, tema dan moral. Hal tersebut berbeda dengan novel yang keadaannya lebih panjang karena dapat bercerita banyak. 2. Karangan Nonfiksi Karangan nonfiksi isinya menceritakan hidup dan kehidupan yang benar- benar terjadi, bukan hasil khayalan atau rekaan pengarangnya. Unsur yang terpenting dalam karangan nonfiksi adalah bagaimana fakta-fakta itu disampaikan. Beberapa jenis karangan nonfiksi, sebagai berikut: a. Biografi dan Otobiografi Biografi adalah kisah tentang riwayat hidup seseorang yang ditulis orang lain Sudjiman dalam Resmini, 2006:104. Biografi mengungkap riwayat hidup seorang tokoh yang sudah terkenal dalam berbagai hal, misalnya: agama, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, dan lain-lain. Menurut Supriyadi 2006: 42 otobiografi sama dengan biografi, tetapi tentang diri penulis sendiri atau dengan kata lain ditulis sendiri oleh pemilik otobiografi tersebut. b. Esai Esai adalah karangan sastra dalam bentuk prosa yang mengupas dan membahas masalah seni dan kebudayaan pada umumnya. Pengarang mengemukakan pendapat dan pemikiran tentang objek seni dan kebudayaan yang dimaksud Supriyadi, 2006: 43. Tulisan esai biasanya sering ditemukan dalam koran atau majalah sastra. c. Buku Informasi Buku informasi merupakan salah satu jenis buku nonfiksi yang menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan fakta Nurgiyantoro, 2005: 375. Buku informasi mengungkap berbagai fakta kehidupan seperti kehidupan sosial manusia, binatang, tumbuhan, olahraga, budaya, seni, alam raya, dan lain-lain. d. Kritik Kritik adalah kegiatan pembaca untuk menentukan nilai hakiki dari karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik dalam bentuk tertulis Hardjana dalam Supriyadi, 2006: 43. Contoh kritik adalah sebagai berikut. “Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Essai” karya H.B.Yassin , “Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia” karya Boen S. Oemarjati. Mengingat begitu beragamnya jenis cerita, maka harus dipertimbangkan oleh guru ketika akan menggunakannya dalam kegiatan pembelajaran bercerita dan disesuaikan dengan materi pembelajaran. Cerita yang akan dijadikan bahan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini adalah cerita fiksi.

2.7 Model-model Bercerita

Tarigan dalam Resmini, 2006: 211 mengungkapkan ada beberapa model pembelajaran bercerita sebagai berikut: 1. Melanjutkan cerita Guru menyiapkan cerita yang tidak selesai, siswa diminta untuk melanjutkan cerita tersebut secara bergantian paling banyak lima orang. Pada bagian akhir kegiatan guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu. 2. Menceritakan kembali Guru mempersiapkan bahan bacaan, siswa membaca bahan itu dengan seksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-katanya sendiri. 3. Memperlihatkan dan bercerita show and tell Siswa disuruh membawa benda-benda atau mainan yang mereka suka ke sekolah dan bercerita tentang benda tersebut. Untuk memberi dorongan guru dapat melakukan dua hal, pertama berbicara dengan siswa yang memerlukan dorongan dan membantunya merencanakan apa yang akan diceritakan, kedua menyuruh siswa-siswa lain untuk membuat pertanyaan yang menggunakan kata tanya: apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana terkait dengan benda yang dibawa siswa. Supriyadi 2006: 92 mengungkapkan bahwa bercerita dapat dilakukan dengan berbagai strategi, di antaranya adalah: 1 bercerita tanpa alat peraga, dan 2 bercerita menggunakan alat peraga. Uraian masing-masing strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Bercerita tanpa alat peraga Strategi bercerita tanpa alat peraga lebih ditekankan pada penggunaan bahasa verbal seperti kecepatan suara cepat, lambat, volume suara keras, kecil, serta bentuk suara gagap, serak, dan lain sebagainya, jeda kalimat; dan bahasa nonverbal seperti ekspresi muka takut, marah, benci, senang, dan gerakan tubuh melompat, melambaikan tangan, dan lain sebagainya. 2. Bercerita menggunakan alat peraga Selain memperhatikan penggunaan bahasa verbal dan nonverbal bercerita juga bisa menggunakan alat peraga, tujuan penggunaan alat peraga sebagai daya tarik dalam menyampaikan cerita. Alat peraga yang dapat digunakan dalam kegiatan bercerita seperti boneka, wayang, gambar, dan lain sebagainya. Jadi kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan ini dilakukan jauh sebelumnya guru sudah meminta siswa untuk menghafalkan jalan ceritanya agar nanti pada pelaksanaannya, yaitu bercerita di depan pendengarnya tidak mengalami kesulitan. Model bercerita yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menceritakan kembali.

2.8 Keterampilan Bercerita di SD

Pembelajaran bahasa di SD difokuskan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari- hari. Pembelajaran pada bahasa Indonesia salah satunya adalah pembelajaran bercerita. Liotohe dalam Suwarjo, 2008: 160 menjelaskan bahwa cerita untuk anak-anak bukan semata-mata cerita tentang anak, melainkan cerita untuk anak-anak yang diolah sedemikian rupa sehingga memberikan kejelasan, hidup, berkesan, dan sanggup menyentuh jiwa anak. Materi tersebut mencakup beberapa jenis sastra, yaitu: 1 buku bergambar, 2 cerita tradisional, 3 fiksi fantasi, 4 fiksi sejarah, 5 fiksi realistis, 6 fiksi ilmu pengetahuan. Sedangkan bahan yang dipilih adalah bahan yang dekat dengan kehidupan anak, ceritanya mudah dipahami, plotnya sederhana, tema yang dimunculkan sesuai dengan usia anak, pelakunya dapat dipercaya, awal dan akhir ceritanya harus tetap, dan simpulan akhir dekat dengan anak. Resmini 2006: 106 mengemukakan bahwa pengembangan keterampilan bercerita di SD disesuaikan dengan standar kompetensi keterampilan berbicara, kompetensi-kompetensi tersebut disesuaikan dengan jenjang kelas, di antaranya: 1 untuk kelas satu yaitu, menjelaskan secara lisan isi gambar tunggal dan gambar seri sederhana dengan bahasa yang mudah dimengerti, 2 untuk kelas dua yaitu, menceritakan kembali cerita yang didengarkan, 3 untuk kelas tiga yaitu, menanggapi sebuah cerita yang didengar dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami, 4 untuk kelas empat, yaitu menceritakan kembali isi dongeng, 5 untuk kelas lima yaitu, menyampaikan hasil wawancara, dan cerita rakyat secara lisan, 6 untuk kelas enam yaitu memerankan tokoh dalam cerita anak dengan ekspresi yang tepat dan menceritakan sebuah drama. Dari standar kompetensi yang telah diuraikan di atas, maka standar kompetensi yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu, menyampaikan hasil wawancara, dan cerita rakyat secara lisan.

2.9 Metode Inquiry

2.9.1 Pengertian Metode Inquiry

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai Faturrohman dan Sutikno, 2007: 15. Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan pengamatan untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis Schmidt dalam http:anandasatriamawan. blogspot.com200902latihan-inquiry.html. Inquiry merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan guru untuk mengajar di depan kelas. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi tugas kepada siswa untuk meneliti masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dekerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik Roestiyah, 2001: 75. Disimpulkan bahwa metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri berbagai penemuan atas berbagai persoalan dengan penuh percaya diri.

2.9.2 Langkah-langkah Metode Inquiry

Menurut Hairuddin 2007: 1.13 kegiatan inquiry dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: merumuskan masalah, menyusun hipotesis, mengamatimelakukan observasi, menganalisis dan menyajikan data, kemudian mengomunikasikan kepada pembaca. Gambar 2.1 Langkah-langkah metode inquiry. Adaptasi dari Hairuddin, 2007: 1.13. Ada tiga sasaran utama yang hendak dicapai dalam pelaksanaan metode inquiry, yakni 1 keterlibatan siswa secara maksimal dalam keseluruhan proses belajar, 2 keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada kompetensi yang hendak dicapai, dan 3 mengembangkan rasa percaya diri pada pembelajar atas proses dan temuan yang mereka jalani dan hasilkan Gulo dalam Sarimanah, http:eri-sunpak.blogspot.com. Untuk itu suasana kelas yang terbuka hendaknya diciptakan sehingga pembelajar dapat mengemukakan berbagai pertanyaan dan dapat berdiskusi dengan leluasa. Mengamatime- lakukan observasi Merumuskan masalah Menyusun hipotesis Mengomunikasikan Menganalisis dan menyajikan data

2.9.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Inquiry

Setiap metode pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan kekurangan di dalamnya, sama halnya dengan metode inquiry yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut akan diuraikan kelebihan dan kekurangan metode inquiry. Roestiyah 2001: 76 mengungkapkan keunggulan metode inquiry sebagai berikut: 1. Dapat membentuk dan mengembangkan “self-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. 3. Mendorong siswa untuk berpikir objektif, jujur dan terbuka. 4. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri. 5. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. 6. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang. 7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8. Memberi kesempatan siswa untuk belajar mandiri. 9. Siswa dapat menghindari dari cara-cara belajar yang tradisional. Amanullah dalam http:aman-hidayah.blogspot.com200801 model-pembelajaran-inkuiri.html. mengungkapkan kekurangan inquiry sebagai berikut: 1. Guru dituntut untuk kreatif. 2. Belajar dengan inquiry memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. 3. Untuk mengimplementasikannya perlu waktu relative lama. 4. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. 5. Sulit merencanakan pembelajaran karena benturan kebiasaan. 6. Keberhasilan belajar ditentukan dalam menguasai materi sehingga tidak semua guru mampu mengimplementasikannya. Upaya untuk menekan kelemahan metode inquiry adalah dengan cara guru harus menguasai materi pembelajaran dan mempersiapkan terlebih dahulu perlengkapan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Materi yang diberikan harus dibatasi, sehingga materi tidak meluas dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Selain itu guru juga harus lebih memperhatikan aktivitas siswa pada saat diskusi berlangsung dengan cara memberikan bimbingan kepada setiap kelompok secara intensif.

2.9.4 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan Metode Inquiry

Pembelajaran keterampilan bercerita di SD dilakukan berdasarkan standar kompetensi memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan dengan kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur cerita. Adapun pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan metode inquiry sebagai berikut : 1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa. Guru membagi siswa ke dalam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang masalah-masalah yang harus dipecahkan sebelum bercerita, di antaranya sebelum bercerita siswa harus memahami berbagai unsur-unsur instrinsik dalam suatu cerita. 2. Menyusun hipotesis Siswa membaca sekilas cerita yang akan diceritakan, setelah itu menyusun jawaban sementara dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. 3. Mengamati Setelah siswa menyusun jawaban sementara kemudian mencari jawaban atas pertanyaan dengan mengamati gambar yang ada di dalam cerita dan membaca cerita dengan seksama, dengan demikian siswa dapat menemukan unsur-unsur instrinsik. 4. Menganalisis dan menyajikan data Guru membimbing siswa untuk menganalisis berbagai unsur-unsur instrinsik cerita, dan membimbing siswa menyusun jawaban atas temuan mereka sehingga data yang disajikan tersusun dengan rapi. 5. Mengomunikasikan Setelah siswa merumuskan masalah, menyusun hipotesis, mengamati, menganalis dan menyajikan data, langkah selanjutnya adalah menyampaikan hasil kerja di depan kelas kemudian siswa bercerita di depan kelas. Siswa dapat menceritakan cerita dengan cara mengembangkan jalan ceritaalur yang telah didiskusikan atau meringkas cerita yang dibaca kemudian menceritakannya.

2.10 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan sebuah hipotesis tindakan, yaitu “Apabila dalam pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi, maka aktivitas dan keterampilan bercerita siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat dapat meningkat”.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas PTK yang difokuskan pada situasi kelas. Penelitian Tindakan Kelas PTK dilakukan di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat tahun pelajaran 20112012 dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi.

3.2 Setting Penelitian

3.2.1. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara peneliti dengan guru. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat Tahun Pelajaran 20112012 dengan jumlah 24 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

3.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat, Desa Mulyosari, Kecamatan Metro Barat, Kota Metro.

3.2.3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 20112012 selama kurang lebih lima bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi sampai penulisan laporan hasil penelitian bulan Agustus sampai Desember 2011.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam penelitian ini digunakan teknik tes dan nontes. 3.3.1 Teknik tes merupakan prosedur atau cara pengumpulan data tentang hasil belajar siswa, tes yang digunakan adalah tes lisan. 3.3.2 Teknik nontes, merupakan prosedur atau cara pengumpulan data untuk mengumpulkan data aktivitas siswa dan kinerja guru. Teknik nontes berupa observasi kinerja guru dan aktivitas belajar siswa.

3.4. Alat Pengumpulan Data

3.4.1 Lembar observasi, digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas kinerja guru dan aktivitas belajar siswa selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode inquiry. 3.4.2 Tes digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam kegiatan bercerita.

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. 3.5.1 Analisis Kualitatif Digunakan untuk menganalisis aktivitas belajar siswa, serta menganalisis kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. a. Nilai aktivitas siswa diperoleh dengan rumus: NP = Keterangan: NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap Diadaptasi dari Purwanto 2008: 102. b. Analisis kinerja guru diperoleh dengan rumus: NP= Kategori aktivitas siswa dan kinerja guru: 86 - 100 = Sangat Baik 71 - 85 = Baik 56 - 70 = Cukup Keterangan: NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh SM = skor maksimum ideal 100 = bilangan tetap Diadaptasi dari Purwanto 2008: 102. 41 - 55 = Kurang 26 - 40 = Kurang Sekali. Adaptasi dari Arikunto, 2007: 17. 3.5.2 Analisis Kuantitatif Digunakan untuk menghitung hasil tes keterampilan siswa dalam penguasaan materi yang diajarkan guru, yaitu keterampilan siswa dalam bercerita. Adapun aspek yang dinilai dalam tes bercerita antara lain: 1 keruntutan dalam menceritakan, 2 kejelasan penggunaan bahasa, 3 penggunaan bahasa nonverbal, dan 4 keberanian bercerita. Nilai tes keterampilan bercerita tiap siswa diperoleh dengan rumus: NP = Keterangan: NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap Diadaptasi dari Purwanto 2008: 102. Untuk menghitung persentase ketuntasan tes keterampilan bercerita siswa secara klasikal, digunakan rumus sebagai berikut: Diadaptasi dari Aqib, dkk 2009:41.

3.6. Indikator Keberhasilan Pembelajaran

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila, aktivitas siswa dan kinerja guru mencapai persentase sebesar ≥75 dan keterampilan bercerita siswa secara klasikal mencapai minimal ≥75 siswa mendapatkan nilai 70 sesuai dengan KKM diadaptasi dari Depdiknas, 2008:5.

3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali namun dilaksanakan beberapa kali hingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan perencanaan tindakan planning, pelaksanaan tindakan action, mengobservasi tindakan observing dan melakukan refleksi reflecting dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai Hopkins dalam Arikunto, 2006: 105. Empat kegiatan utama pada setiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Gambar 3.1 Siklus penelitian tindakan kelas adaptasi dari Arikunto, 2006: 74 . Siklus I Perencanaan Siklus I Pelaksanaan Siklus I Observasi Siklus I Refleksi Siklus I Siklus II Perencanaan Siklus II Pelaksanaan Siklus II Observasi Siklus II Refleksi Siklus I Siklus III Perencanaan Siklus III Pelaksanaan Siklus III Observasi Siklus II Refleksi Siklus III Pembuatan Laporan

3.8 Urutan Tindakan Penelitian

1. Siklus I a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran bercerita melalui metode inquiry pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat, maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut: a. Menganalisis pokok bahasansub pokok bahasan yang akan dituangkan dalam pembelajaran bercerita. b. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, Lembar Kerja Siswa LKS, sumber belajar buku paket, dan teks cerita rakyat. c. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta instrumen penilaian keterampilan bercerita.

b. Pelaksanaan

Pada siklus I, kompetensi dasar yang akan disampaikan adalah ”Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Tentang Cerita Rakyat” dengan materi pembelajarannya adalah ”Mengidentifikasi Alur, Amanat dan Tema cerita”. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran bercerita melalui metode inquiry terdapat beberapa langkah, antara lain: 1. Diawali dengan membuka pelajaran dan memotivasi siswa untuk semangat belajar. 2. Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dicapai. 3. Siswa mendengarkan guru bercerita, judul ceritanya yaitu ”Asal Usul Beras Ketan”. 4. Guru menjelaskan tentang peristiwa cerita alur, tema dan amanat cerita berdasarkan cerita yang telah dibacakan oleh guru. 5. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari empat siswa. 6. Guru menyediakan dua judul cerita yaitu, ”Asal Usul Danau Toba” dan ”Asal Usul Candi Prambanan”. Kemudian perwakilan tiap kelompok mengambil amplop yang di dalamnya berisi salah satu dari cerita tersebut. 7. Siswa diberi waktu selama lima menit untuk membaca cerita dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru pertanyaan ada di LKS, kemudian siswa menuliskan jawaban sementara dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. 8. Siswa secara kelompok mencari jawaban yang sebenarnya dengan membaca cerita secara seksama. 9. Guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok. 10. Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyimpulkan jawaban dan menuliskan jawaban di LKS. 11. Siswa menyampaikan diskusi kelompok, kelompok yang memiliki cerita yang sama memberikan tanggapan. 12. Guru menanggapi dan membahas hasil diskusi siswa. 13. Setelah siswa menyampaikan dan membahas hasil diskusi, siswa diberi waktu untuk memahami kembali cerita yang telah dibaca. 14. Secara bergantian siswa menceritakan kembali cerita yang telah dibaca dengan cara mengembangkan peristiwa-peristiwa penting dalam cerita sesuai dengan jalan ceritaalur yang telah didiskusikan bersama kelompok. 15. Guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu sesuai dengan alur cerita. 16. Siswa yang lainnya diminta untuk menanggapi penampilan dari temannya yang maju. 17. Siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. 18. Siswa diberi penguatan dan pesan-pesan moral.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir diamati oleh observer dengan lembar observasi mengenai aktivitas belajar siswa serta observasi kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Kemudian berdasarkan analisis hasil aktivitas siswa, kinerja guru dan hasil keterampilan bercerita dari siklus I, guru bersama peneliti merumuskan keunggulan dan kelemahan yang ada pada siklus I yang dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan siklus II.

2. Siklus II a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran bercerita melalui metode inquiry pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat, maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut: 1. Menganalisis pokok bahasansub pokok bahasan yang akan dituangkan dalam pembelajaran bercerita. 2. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, LKS, sumber belajar buku paket, dan teks cerita rakyat. 3. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta instrumen penilaian keterampilan bercerita.

b. Pelaksanaan

Pada siklus II, kompetensi dasar yang akan disampaikan adalah ”Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Tentang Cerita Rakyat” dengan materi pembelajarannya adalah ”Mengidentifikasi Penokohan Cerita”. Model bercerita yang digunakan pada siklus II yaitu menceritakan kembali. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran bercerita melalui metode inquiry terdapat beberapa langkah, antara lain: 1. Diawali dengan membuka pelajaran dan memotivasi siswa untuk semangat belajar. 2. Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dicapai. 3. Siswa mendengarkan guru bercerita, dengan judul ”Asal Usul Beras Ketan”. 4. Guru mengajak siswa untuk menemukan nama-nama tokoh, peran tokoh, dan watak tokoh dalam cerita ” Asal Usul Beras Ketan”. 5. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari empat siswa. 6. Guru menyediakan dua judul cerita yaitu, ”Legenda Gunung Batu Bangkai” dan ”Bawang Merah dan Bawang Putih”. Kemudian perwakilan tiap kelompok mengambil amplop yang di dalamnya berisi salah satu dari cerita tersebut. 7. Siswa diberi waktu selama lima menit untuk membaca cerita dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru pertanyaan ada di LKS, kemudian siswa menuliskan jawaban sementara dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. 8. Siswa secara kelompok mencari jawaban yang sebenarnya dengan membaca cerita secara seksama. 9. Guru membimbing siswa dalam kerja kelompok. 10. Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyimpulkan jawaban dan menuliskan jawaban di LKS.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

0 8 70

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

0 7 80

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

0 13 46

PENERAPAN METODE DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

1 18 131

PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI UNTUKMENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VA SD NEGERI 6 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 20 49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN MEMBACA CERITA MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, REVIEW SISWA KELAS VA SD NEGERI 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 13 52

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS IV SD NEGERI 7 METRO BARAT

0 4 76

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA FIKSI MELALUI METODE EKSPLORASI MEMBACA SISWA KELAS IVB DI SEKOLAH DASAR NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA.

4 21 163

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA FIKSI ANAK MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS V SD

0 1 10

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS CERITA FIKSI BERDASARKAN NOVEL MELALUI PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI KELAS XII ADMINISTRASI PERKANTORAN 1 SMK NEGERI 1 SURAKARTA

0 0 20