PENERAPAN METODE DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN METODEDISCOVERYUNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS

DAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

Oleh DESI SUSANTI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan keterampilan bercerita siswa kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia melalui penerapan metodediscovery.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang disebutclassroom action research. Pelaksanaannya melalui siklus berdaur ulang dengan tahapan: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa penerapan metode discovery terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur. Aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran terlihat semakin meningkat, pada siklus I rata-rata aktivitas siswa adalah 62,62, siklus II mencapai 78,75, dan siklus III mencapai 84,36. Kemudian untuk keterampilan bercerita siswa juga meningkat, hal ini terlihat dari hasil bercerita siswa terus meningkat dari siklus I sampai siklus III. Pada siklus I rata-rata keterampilan bercerita siswa mencapai 64,44, siklus II mencapai 75,78, dan siklus III mencapai 86,11.

Dapat disimpulkan bahwa, penerapan metode discoverydapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa, karena dalam proses pembelajarannya siswa terlibat secara aktif dan kreatif.


(2)

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar

Seseorang dapat bertahan hidup dan menyesuaikan dengan lingkungan akibat dari pertumbuhan fisik, mental dan belajar terhadap interaksi pengaruh lingkungan. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman yang diperoleh (Wahyudin, 2006: 3.30).

Menurut Gagne (dalam Wahyudin, 2006: 3.31) belajar merupakan proses dari yang sederhana ke yang kompleks. Oleh sebab itu, proses belajar selalu bertahap mulai dari belajar melalui tanda (signal), kemudian melalui rangsangan-reaksi (stimulus), belajar berangkai (chaining), belajar secara verbal, belajar membedakan (discrimination), dan belajar konsep.

Menurut Sagala (2010: 37) belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku atau pribadi seseorang berdasarkan pengalaman tertentu. Sedangkan menurut Meyer (dalam Suwarjo, 2008: 35) belajar adalah mengonstruksi pengetahuan. Selanjutnya menurut Hamalik (2009: 154) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi


(4)

tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa dan dari yang tidak paham menjadi paham sehingga terjadi suatu perubahan tingkah laku setelah melakukan kegiatan belajar.

2.2. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila siswa sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2007: 23) aktivitas merupakan keaktifan atau kegiatan. Sedangkan menurut Rohani (2004: 6) aktivitas dibagi menjadi 2 yaitu (1) aktivitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain, atau bekerja, dan (2) aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.

Menurut Abdurrahman (dalam Azwar, 2006: 34) aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan siswa baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani yang mendukung keberhasilan belajar. Selanjutnya Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.


(5)

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar.

2.3. Pengertian Bercerita

Bercerita adalah tuturan yang menceritakan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa atau kejadian. Sedangkan menurut Tarigan (1981: 35) bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Keterampilan bercerita tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran berbicara, karena bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran berbicara. Maksud dari bercerita itu sendiri yaitu berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, keinginan, penyampaian informasi tentang peristiwa dan lain-lain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, serta unsur-unsurnya seperti intonasi, nada, irama, tekanan, tempo dalam bahasa lisan. Bercerita memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada anak sesuai minat anak, sesuai tingkat perkembangan dan kebutuhan anak sekaligus menyenangkan bagi anak. Hasil belajar melalui cerita akan bertahan lama karena akan lebih berkesan dan bermakna.

Berdasarkan uraian tentang pengertian bercerita, dapat disimpulkan bahwa becerita adalah salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain tentang suatu peristiwa, perbuatan, atau kejadian-kejadian yang terjadi maupun tidak terjadi.

2.3.1 Pengertian Keterampilan Bercerita

Keterampilan bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan


(6)

secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang suatu ide (pengalaman). Dalam pembelajaran di SD bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan (Bacthiar dalam http: //zona. Ui madura.ac.id/strategi-pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan-konstruktivistik/).

Pembelajaran keterampilan bercerita berkaitan dengan pembinaan kemampuan menggunakan bahasa secara lisan. Keterampilan bercerita adalah salah satu jenis keterampilan yang penting untuk melatih komunikasi. Dengan keterampilan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, pengungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan pengungkapan kemauan serta keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh (Tarigan, 2001: 35).

Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap siswa untuk menceritakan sebuah cerita yang bertujuan untuk menyampaikan suatu informasi kepada orang lain.


(7)

Menurut (Bachtiar dalam http://zona.uimadura.ac.id /strategi pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan-konstruktivistik/) tujuan dan manfaat kegiatan bercerita bagi anak, seperti berikut.

Tujuan bercerita bagi anak , yaitu:

1. Memberikan informasi tentang lingkungan yang memang perlu diketahui oleh anak.

2. Mengukur kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide dan apa yang diketahuinya dari cerita. Pengungkapan cerita bisa dilakukan secara lisan saja, atau dengan lisan dan gerakan tubuh serta ekspresi jiwa, yaitu memeragakan sambil bercerita.

Sedangkan manfaat bercerita bagi anak, yaitu:

1. Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral, dan agama.

2. Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengalaman. 3. Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor.

4. Mengembangkan imajinasi anak.

5. Mengembangkan dimensi perasaan anak.

6. Mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anak karena anak senang mendengarkan cerita walaupun cerita dibacakan berulang-ulang.

Kemudian menurut Hidayati (dalam http://niahidayati.net /manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak.html) manfaat bercerita adalah:

1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosakata anak.

2. Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu. 3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria,

khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu. 4. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak,

memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.

5. Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak. 6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak.

7. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak.


(8)

8. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan bercerita yaitu untuk memberikan informasi tentang suatu peristiwa kepada pendengarnya. Sedangkan manfaat cerita anak, dapat mengembangkan kemampuan berbicara, menstimulasi daya imajinasi atau kreativitas anak, dan melatih serta mengembangkan kecerdasan anak, serta dapat mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.

2.3.3 Macam-macam Teknik Bercerita

Macam-macam teknik bercerita, menurut Bachtiar (dalam http: //zona.uimadura.ac.id/strategi-pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan konstruktivistik/), yaitu:

1. Membaca langsung dari buku cerita

Teknik ini dilakukan dengan cara membacakan langsung dari buku cerita yang sesuai dengan anak terutama dikaitkan dengan pesan-pesan yang tersirat dalam cerita.

2. Bercerita menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Teknik ini menggunakan ilustrasi gambar dari buku, buku yang dipilih harus menarik, lucu, sehingga anak dapat mendengarkan dan memusatkan perhatian lebih besar daripada buku cerita. Ilustrasi gambar yang digunakan sebaiknya cukup besar dilihat oleh anak dan berwarna serta urut dalam menggambarkan jalan cerita yang disampaikan. 3. Menceritakan dongeng

Mendongeng merupakan suatu cara untuk meneruskan warisan budaya yang bernilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ketika dalam pembelajaran bercerita siswa dapat menceritakan dongeng, pada situasi seperti ini akan membantu anak mengenal budaya leluhurnya dan menyerap pesan-pesan yang terkandung di dalam sebuah dongeng tersebut.


(9)

Pemilihan cerita dan boneka bergantung pada usia dan pengalaman anak. Boneka yang digunakan harus mewakili tokoh cerita yang akan disampaikan.

5. Bercerita dengan melakukan dramatisasi

Teknik ini digunakan untuk memainkan cerita perwatakan tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat umum.

Dari uraian tentang macam-macam teknik bercerita, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima teknik bercerita, yaitu membaca langsung dari buku cerita, bercerita menggunakan ilustrasi gambar dari buku, menceritakan dongeng, bercerita dengan menggunakan boneka, dan bercerita dengan melakukan dramatisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik bercerita dengan melakukan dramatisasi.

2.4. MetodeDiscovery

1.4.1 Pengertian MetodeDiscovery

Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2001: 20) discovery ialah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Sedangkan menurut Roestiyah (2001: 20)discoveryialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.


(10)

Kemudian menurut Rohani (2004: 39) metode discovery adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subjek di samping sebagai objek pembelajaran. Siswa memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Metodediscoverymerupakan suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur. Pada metodediscovery, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan metode discovery, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan melakukan diskusi, dan anak dapat belajar sendiri (Mulyasa dalam http://Herdy07. Wordpress. Com/2010/05/27/ Metode-Pembelajaran-Discovery-Penemuan/).

1.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Discovery

Menurut Sagala (2010: 197) ada lima tahap yang ditempuh dalam melaksanakan metodediscoveryyakni:

1. Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

3. Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.

4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.

5. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Lebih lanjut, Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryosubroto (dalam http ://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembela jaran-discovery-penemuan/) langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metodediscoveryyaitu:

(a) identifikasi kebutuhan siswa, (b) seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari, (c) seleksi bahan, dan problema serta


(11)

tugas-tugas, (d) membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peran masing-masing siswa, (e) mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan, (f) mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa, (g) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, (h) membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa, (i) memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (j) merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa, (k) memberikan penguatan kepada siswa yang sedang melakukan proses penemuan, dan (l) membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Sehubungan dengan langkah-langkah pembelajaran metode discovery tersebut, proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang siswa untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing, sehingga diharapkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah.

1.4.3 Keunggulan dan Kelemahan MetodeDiscovery

Menurut Roestiyah (2001: 20) metode discovery memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3. Metode ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

4. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

5. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.


(12)

Berdasarkan keunggulan metode discovery tersebut, maka metodediscovery dapat dijadikan salah satu metode alternatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam keterampilan bercerita.

Selain keunggulan di atas, metode discovery memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan metode discovery menurut Roestiyah (2001: 20) adalah:

1. Siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

2. Bila siswa dan guru yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan metode penemuan.

3. Metode ini lebih memperhatikan perkembangan atau pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa daripada pengertian.

Untuk mengurangi kelemahan tersebut diperlukan suatu cara untuk meminimalisir kelemahan penerapan metode tersebut, yaitu dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

1.4.4 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan Metode Discovery

Pembelajaran keterampilan bercerita di SD berdasarkan metode discovery dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi yang telah tertulis pada silabus bahasa Indonesia kelas V semester pertama.


(13)

Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita di SD berdasarkan metodediscoverymenurut Sagala (2010: 197) adalah:

1. Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa.

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 sampai 4 siswa. Kemudian memberikan lembar materi dan lembar kerja kepada setiap kelompok yang berisi sebuah cerita dan garis besar materi yang akan dipelajari seperti pengertian cerita rakyat, unsur-unsur cerita rakyat serta tugas latihan yang harus dikerjakan oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

Guru membimbing siswa untuk menyusun hipotesis atau jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah ditemukan.

3. Siswa mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.

Setelah siswa menetapkan jawaban sementara, kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan tentang pengertian cerita rakyat, unsur-unsur cerita dengan cara mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dari berbagai sumber buku yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.


(14)

4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.

Dari informasi, data, dan fakta yang telah ditemukan dari berbagai sumber bahan pembelajaran, selanjutnya siswa menarik kesimpulan.

5. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Siswa mengaplikasikan kesimpulan dan generalisasi yang telah ditemukan dalam kegiatan presentasi di depan kelas. Kemudian secara individu siswa harus menceritakan kembali cerita yang telah diringkas.


(15)

2.5. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan

pembelajaran keterampilan bercerita di kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur, guru menerapkan metode pembelajarandiscoverymaka aktivitas dan keterampilan bercerita siswa dapat meningkat .


(16)

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Menurut Wardhani (2007: 1.4), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran bercerita ini terdiri atas tiga siklus yaitu siklus I, siklus II dan siklus III. Dalam tiap siklusnya terdiri dari empat langkah, yaitu:

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan pembelajaran yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

2. Pelaksanaan (act) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya peningkatan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

3. Pengamatan (observation) adalah pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran bercerita selanjutnya.


(18)

Adapun prosedur pelaksanaan PTK ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Diadopsi dari Arikunto (2004: 16) 3.2 Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Metro Timur yang terletak di Jalan Stadion Tejosari Kelurahan Tejoagung, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang berlangsung selama empat bulan, yaitu bulan September, Oktober, November dan Desember.

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

dst..

Pengamatan Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS III Pelaksanaan Pengamatan


(19)

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru dan siswa kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur dengan jumlah 18 siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan untuk mendapatkan data tentang penerapan metode discovery dalam pembelajaran keterampilan bercerita, antara lain sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan), yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa, keterampilan bercerita siswa, dan kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan panduan observasi. Pada lembar tersebut observer memberikan skor dengan cara memberi tanda ceklist pada kolom skor yang telah disediakan pada masing-masing aspek yang diamati.

2. Studi dokumentasi, yang bertujuan untuk mengetahui karkteristik dan latar belakang subjek dan tempat penelitian.

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Penelitan ini menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap dan valid, yang dapat mendukung keberhasilan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan antara lain:

a. Instrumen aktivitas siswa, instrumen ini digunakan untuk melihat tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran keterampilan bercerita melalui penerapan metodediscovery.


(20)

b. Instrumen kinerja guru, digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan proses dan situasi nyata pembelajaran di kelas, yang menyangkut kinerja guru, sebagai bahan refleksi untuk setiap perencanaan pembelajaran pada siklus selanjutnya.

c. Instrumen penilaian keterampilan bercerita siswa, instrumen ini digunakan untuk menilai keterampilan bercerita siswa.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif ini digunakan untuk menunjukkan dinamika proses dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang kinerja guru, aktivitas siswa, dan interaksi pembelajaran. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan dinamika keterampilan bercerita siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data yang terdiri atas:

a. Data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Data ini diperoleh dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.


(21)

Data kinerja guru diperoleh dari pengamatan langsung kinerja guru ketika melaksanakan proses pembelajaran.

Analisis kualitatif pada lembar observasi aktivitas belajar siswa dan lembar observasi kinerja guru menggunakan rumus sebagai berikut.

2. Analisis Kuantitatif

Data yang diperoleh dari analisis kuantitatif berupa tes keterampilan bercerita dan tes hasil belajar.

a. Data penilaian keterampilan bercerita siswa

aspek yang dinilai pada penilaian bercerita siswa meliputi keruntutan dalam menceritakan, kejelasan penggunaan bahasa, ekspresi, penampilan, dan keutuhan isi cerita. Analisis kuantitatif pada penilaian bercerita siswa menggunakan rumus sebagai berikut.

3.6 Indikator Keberhasilan

Keterangan:

NP = nilai yang diharapkan R = nilai yang diperoleh SM = nilai maksimal dari tes 100 = bilangan tetap

=

Diadopsi dari Purwanto (2008: 102).

Keterangan:

NP = nilai yang diharapkan R = nilai yang diperoleh SM = nilai maksimal dari tes 100 = bilangan tetap

=


(22)

Penerapan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan metodediscovery dapat dinyatakan berhasil apabila:

1. Persentase aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran bercerita meningkat tiap siklusnya.

2. Persentase keterampilan bercerita siswa mencapai meningkat tiap siklusnya.

3. Persentase kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran meningkat tiap siklusnya.


(23)

3.7 Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini

meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

Siklus I

Pelaksanaan siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dengan menggunakan satu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), alokasi waktu yang digunakan 4x35 menit. Siklus I meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1. Perencanaan a. Menyusun RPP.

b. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

c. Menyusun instrumen penilaian aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

2. Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana pembelajaran yang telah disiapkan oleh peneliti. Tindakan dilakukan dalam pembelajaran bercerita melalui metode discovery sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

Adapun langkah-langkah pembelajaran keterampilan bercerita dengan menerapakan metodediscoveryadalah:


(24)

a. Kegiatan Awal (±10 Menit)

1. Guru menertibkan dan menyiapkan siswa untuk belajar. 2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang

akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran bercerita. 3. Guru melakukan apersepsi (guru bertanya kepada siswa

tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya kemudian guru bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari).

b. Kegiatan Inti (±45 Menit)

1. Guru membagikan lembar materi untuk menambah pengetahuan siswa tentang keterampilan bercerita.

2. Guru menjelaskan materi tentang keterampilan bercerita secara rinci yang terdapat pada lembar materi dan meminta siswa untuk menganalisis dan mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.

3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas, kemudian guru akan membantu memperjelas tugas dan memberikan informasi. 4. Siswa mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam

keterampilan bercerita.

5. Siswa mengemukakan pendapatnya tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.

6. Guru memberikan contoh bercerita tentang pengalaman, selanjutnya siswa diberikan tuga untuk membuat cerita berdasarkan pengalaman. Selanjutnya pada pertemuan 2


(25)

siswa secara bergantian bercerita tentang pengalamannya di depan kelas.

c. Kegiatan Akhir (±15 Menit)

1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi. 2. Refleksi

3. Tindak lanjut 4. Doa

3. Observasi

Pelaksanaan observasi dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran keterampilan bercerita. Dalam pelaksanaan PTK ini, kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar panduan observasi, seperti lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi kinerja guru dan lembar penilaian bercerita siswa, yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa, kinerja guru dan keterampilan bercerita siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh dari observasi aktivitas belajar siswa dan observasi kinerja guru berupa data kualitatif.

4. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Kemudian berdasarkan analisis hasil aktivitas


(26)

siswa, kinerja guru dan hasil keterampilan bercerita dari siklus I, guru bersama peneliti merumuskan keunggulan dan kelemahan yang ada pada siklus I sebagai renungan yang dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan siklus II.

Siklus II

Pelaksanaan siklus II ini dilakukan setelah merefleksikan siklus I dengan dua kali pertemuan menggunakan satu RPP dengan alokasi waktu selama 4x35 menit. Siklus II ini dilakukan sebagai perbaikan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa setelah mengetahui kekurangan pada siklus I. Siklus II meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1. Perencanaan a. Menyusun RPP.

b. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

c. Menyusun lembar penilaian bercerita siswa. 2. Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana pembelajaran yang telah disiapkan oleh peneliti. Tindakan dilakukan dalam pembelajaran bercerita melalui metodediscovery sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode discovery adalah:


(27)

1. Guru menertibkan dan menyiapkan siswa untuk belajar. 2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang

akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran bercerita. 3. Guru melakukan apersepsi (guru bertanya kepada siswa

tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya kemudian guru bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari).

b. Kegiatan Inti (±45 Menit)

1. Guru membagikan lembar materi untuk menambah pengetahuan siswa tentang keterampilan bercerita.

2. Guru menjelaskan materi tentang keterampilan bercerita secara rinci yang terdapat pada lembar materi dan meminta siswa untuk menganalisis dan mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.

3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas, kemudian guru akan membantu memperjelas tugas dan memberikan informasi. 4. Siswa mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam

keterampilan bercerita.

5. Siswa mengemukakan pendapatnya tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.

6. Guru memberikan contoh bercerita tentang pengalaman, selanjutnya siswa diberikan tuga untuk membuat cerita tentang kegiatan sehari-hari. Selanjutnya pada pertemuan 2


(28)

siswa secara bergantian bercerita tentang kegiatan sehari-harinya di depan kelas.

c. Kegiatan Akhir (±15 Menit)

1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi. 2. Refleksi

3. Tindak lanjut 4. Doa

3. Observasi

Pelaksanaan observasi dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran keterampilan bercerita. Dalam pelaksanaan PTK ini, kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar panduan observasi, seperti lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi kinerja guru dan lembar penilaian bercerita siswa, yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa, kinerja guru dan keterampilan bercerita siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh dari observasi aktivitas belajar siswa dan observasi kinerja guru berupa data kualitatif.

4. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Hasil analisis yang dilakukan dalam tahap ini


(29)

akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Kemudian berdasarkan analisis hasil aktivitas siswa, kinerja guru dan keterampilan bercerita dari siklus II, guru bersama peneliti merumuskan keunggulan dan kelemahan yang ada pada siklus II sebagai renungan yang dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan siklus III.

Siklus III

Pelaksanaan siklus III ini dilakukan setelah merefleksikan siklus II dengan dua kali pertemuan menggunakan satu RPP dengan alokasi waktu selama 4x35 menit. Siklus III ini dilakukan sebagai perbaikan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa setelah mengetahui kekurangan pada siklus II. Siklus III meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1. Perencanaan a. Menyusun RPP.

b. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

c. Menyusun lembar penilaian bercerita siswa.

2. Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana pembelajaran yang telah disiapkan oleh peneliti. Tindakan dilakukan dalam pembelajaran bercerita melalui metodediscovery sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Adapun


(30)

langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode discovery adalah:

a. Kegiatan Awal (±10 Menit)

1. Guru menertibkan dan menyiapkan siswa untuk belajar. 2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang

akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran bercerita. 3. Guru melakukan apersepsi (guru bertanya kepada siswa

tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya kemudian guru bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari).

b. Kegiatan Inti (±45 Menit)

1. Guru membagikan lembar materi untuk menambah pengetahuan siswa tentang keterampilan bercerita.

2. Guru menjelaskan materi tentang keterampilan bercerita secara rinci yang terdapat pada lembar materi dan meminta siswa untuk menganalisis dan mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.

3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas, kemudian guru akan membantu memperjelas tugas dan memberikan informasi. 4. Siswa mencari tentang aspek-aspek yang dinilai dalam

keterampilan bercerita.

5. Siswa mengemukakan pendapatnya tentang aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan bercerita.


(31)

6. Guru memberikan contoh bercerita tentang pengalaman, selanjutnya siswa diberikan tugas untuk membuat cerita tentang liburan. Selanjutnya pada pertemuan 2 siswa secara bergantian bercerita tentang liburannya di depan kelas. c. Kegiatan Akhir (±15 Menit)

1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi. 2. Refleksi

3. Tindak lanjut 4. Doa

3. Observasi

Pelaksanaan observasi dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran keterampilan bercerita. Dalam pelaksanaan PTK ini, kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar panduan observasi, seperti lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi kinerja guru dan lembar penilaian bercerita siswa, yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa, kinerja guru dan keterampilan bercerita siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh dari observasi aktivitas belajar siswa dan observasi kinerja guru berupa data kualitatif.

4. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Untuk memperkuat hasil refleksi kegiatan yang telah


(32)

dilakukan digunakan data yang berasal dari data observasi, setelah selesai selanjutnya dianalisis sesuai teknik yang ditentukan untuk diolah, digeneralisasikan agar diperoleh kesimpulan yang akurat.


(33)

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur pada pembelajaran bercerita dapat disimpulkan bahwa:

1.1.1 Penerapan metode discovery dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan aktivitas belajar siswa di setiap siklus. Pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata sebesar 62,62. Siklus II sebesar 78,75, dan pada siklus ke III sebesar 84,36. Peningkatan antara siklus I ke siklus II sebesar 16,13% dan peningkatan antara siklus II ke siklus III sebesar 5,61%.

1.1.2 Penerapan metode discovery dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan nilai keterampilan bercerita siswa di setiap siklus. Pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata keterampilan bercerita sebesar 64,44. Siklus II sebesar 75,78, dan pada siklus ke III sebesar 86,11. Peningkatan antara siklus I ke siklus II sebesar 11,34% dan peningkatan antara siklus II ke siklus III sebesar 10,33%.

1.1.3 Penerapan metode discovery dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan kinerja guru. Kondisi ini terlihat dari adanya


(35)

peningkatan kinerja guru di setiap siklus. Pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata kinerja guru sebesar 64,61. Siklus II sebesar 75,38, dan pada siklus ke III sebesar 84,36. Dengan peningkatan dari siklus I ke siklus II mencapai 1,16% dan pada siklus II ke siklus III meningkat sebesar 8,98%.

1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dia atas, berikut ini disampaikan saran yang dapat diberikan kepada:

1.2.1 Siswa, hendaknya harus rajin belajar agar dapat meningkatkan prestasi dan jangan malas untuk membaca, karena dari membaca akan memperoleh pengetahuan yang luas.

1.2.2 Guru, untuk senantiasa menerapkan metode pembelajaran yang menarik minat dan perhatian siswa pada pembelajaran keterampilan bercerita sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa, keterampilan bercerita siswa, kinerja guru dan hasil belajar siswa.

1.2.3 Sekolah, untuk senantiasa memberikan kesempatan dan fasilitas kepada guru untuk melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran keterampilan bercerita.


(36)

PENERAPAN METODEDISCOVERYUNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA

KELAS VB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

Skripsi

Oleh DESI SUSANTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(37)

PENERAPAN METODEDISCOVERYUNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA

KELAS VB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

Oleh DESI SUSANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(38)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1 1.2 Identifikasi Masalah ... 5 1.3 Rumusan Masalah ... 6 1.4 Tujuan Penelitian ... 6 1.5 Manfaat Penelitian ... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar ... 8 2.2 Pengertian Aktivitas Belajar ... 9 2.3 Pengertian Bercerita ... 10 2.3.1 Pengertian Keterampilan Bercerita ... 11 2.3.1 Tujuan dan Manfaat Bercerita... 12 2.3.2 Macam-macam Teknik Bercerita ... 13 2.4 MetodeDiscovery ... 14 2.4.1 Pengertian MetodeDiscovery... 14 2.4.2 langkah-langkah Pembelajaran dengan menggunakan

MetodeDiscovery... 15 2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan MetodeDiscovery... 17 2.4.4 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan

MetodeDiscovery ... 18 2.5 Hipotesis Tindakan... 20

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 21 3.2 Setting Penelitian ... 22 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 23 3.4 Instrumen Pengumpulan Data ... 23 3.5 Teknik Analisis Data... 24 3.6 Indikator Keberhasilan ... 26


(39)

3.7 Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas... 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 37 4.1.1 Profil SD Negeri 10 Metro Timur ... 37 4.1.2 Prosedur Penelitian ... 39 4.2 Pembahasan... 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 79 5.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(40)

83

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://dunia-ahmed.blogspot.com/2010/02/contoh-proposal-ptk .html, diakses pada hari minggu tanggal 1 mei 2011 pukul 11.00

. http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/09/jenis-jenis-cerita-html, diakses pada hari minggu tanggal 1 mei 2011 pukul 11.00

Aqib, Zainal dkk. 2009.Penelitian tindakan kelas untuk guru SD, SLB, dan TK. Yrama Widya: Bandung.

Arikunto, Suharsimi dkk. 2004.Penelitian Tindakan Kelas.Bumi Aksara: Jakarta. ---. 2010.Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan.Bumi Aksara: Jakarta.

Azwar, Saifudin. 2006. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar.Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Bacthiar dalam http: //zona. uimadura.ac.id/ strategi-pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan-konstruktivistik/. Diakses pada hari selasa 8 maret 2011, pukul 17.00

Bahri, dkk,. 2006.Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta:Jakarta. Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

. 2006.Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Balai Pustaka: Jakarta.

Dimyati, Mudjiono. 2002. Belajar dan pembelajaran. PT Rineka Cipta: Jakarta. Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar Mengajar.PT Bumi Aksara: Jakarta.

. 2009. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT Bumi Aksara: Jakarta.

Hidayati, Nia. 2009.Manfaat Cerita Bagi Kepribadian Anak.

http://niahidayati.net/manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak.html) diakses pada hari Selasa, 8 Maret Pukul 11.30

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru.PT Rajawali Pers: Jakarta.


(41)

84

Mulyasa. 2010. Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan).

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/ . Diakses pada hari Senin ,7 Maret 2011 Pukul 17.00

Purwanto, Ngalim. 2009.Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya: Bandung.

Roestiyah N. K. Dra. 2001.Strategi belajar mengajar. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran.PT Rineka Cipta: Jakarta. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Jakarta. Suherni, Neni. 2008. Penggunaan Media Pembelajaran Kartu Bercerita untuk

Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kenanga Kabupaten Cirebon Tahun Ajaran 2008/2009. Kampus Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suwarjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif dalam Apresiasi Prosa Fiksi. Surya Pena Gemilang: Malang.

Tarigan, H.G. 2001.Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa: Bandung.

Trianto. 2010.Model Pembelajaran Terpadu.Bumi Aksara: Jakarta. Wahidin. 2009.Hakikat Sastra Anak.

http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/03/18/hakikat-sastra-anak/ (diunduh 7 maret 20011 10:42 WIB)

Wahyudin, Dinn, dkk. 2006.Pengantar Pendidikan. Universitas Terbuka: Jakarta. Wardani, IGAK. 2008.Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka: Jakarta.


(42)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Data guru SDN 10 Metro Timur ... 38 4.2 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1 ... 43 4.3 Hasil observasi kinerja guru pada siklus I pertemuan 1... 44 4.4 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 2 ... 49 4.5 Keterampilan bercerita siswa siklus I ... 50 4.6 Hasil observasi kinerja guru pada siklus I pertemuan 2... 51 4.7 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 1 ... 56 4.8 Hasil observasi kinerja guru pada siklus II pertemuan 1 ... 57 4.9 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 2 ... 60 4.10 Keterampilan bercerita siswa siklus II ... 60 4.11 Hasil Observasi kinerja guru pada siklus II pertemuan 2 ... 61 4.12 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 1... 65 4.13 Hasil observasi kinerja guru pada siklus III pertemuan 1 ... 66 4.14 Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 2... 69 4.15 Keterampilan bercerita siswa siklus III... 70 4.16 Hasil Observasi kinerja guru pada siklus III pertemuan 2 ... 71 4.17 Rekapitulasi aktivitas belajar siswa ... 73 4.18 Rekapitulasi ketuntasan keterampilan bercerita siswa... 75 4.19 Rekapitulasi kinerja guru ... 76


(43)

Gambar Halaman 4.1 Grafik rekapitulasi aktivitas siswa dalam kegiatan

... 73 4.2 Grafik rekapitulasi ketuntasan keterampilan bercerita siswa... 75 4.3 Grafik rekapitulasi persentase kinerja guru dalam


(44)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat keterangan... 86 2. Izin Penelitian... 87 3. Surat Penelitian Pendahuluan... 88 4. Surat keterangan penelitian dari SD... 89 5. Surat Izin Penelitian dari SD... 90 6. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I pertemuan 1 ... 91 7. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I pertemuan 2 ... 94 8. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II pertemuan 1 ... 96 9. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II pertemuan 2 ... 99 10. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus III pertemuan 1... 101 11. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus III pertemuan 2... 104 12. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1 ... 106 13. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 2 ... 108 14. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 1... 110 15. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 2... 112 16. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 1 ... 114 17. Instrumen penilaian aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 2 ... 116 18. Instrumen penilaian keterampilan bercerita siswa siklus I ... 118 19. Instrumen penilaian keterampilan bercerita siswa siklus II ... 120 20. Instrumen penilaian keterampilan bercerita siswa siklus III... 122 21. Instrumen penilaian kinerja guru siklus I pertemuan 1 ... 124 22. Instrumen penilaian kinerja guru siklus I pertemuan 2 ... 126 23. Instrumen penilaian kinerja guru siklus II pertemuan 1... 128 24. Instrumen penilaian kinerja guru siklus II pertemuan 2... 130 25. Instrumen penilaian kinerja guru siklus III pertemuan 1 ... 132


(45)

26. Instrumen penilaian kinerja guru siklus III pertemuan 2 ... 134 27. Nilai aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1 ... 136 28. Nilai aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 2 ... 137 29. Nilai aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 1... 138 30. Nilai aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan 2... 139 31. Nilai aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 1 ... 140 32. Nilai aktivitas belajar siswa siklus III pertemuan 2 ... 141 33. Nilai keterampilan bercerita siswa siklus I ... 142 34. Nilai keterampilan bercerita siswa siklus II ... 143 35. Nilai keterampilan bercerita siswa siklus III... 144 36. Foto kegiatan pembelajaran bercerita siklus I... 145 37. Foto kegiatan pembelajaran bercerita siklus II ... 146 38. Foto kegiatan pembelajaran bercerita siklus III ... 147


(46)

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

nama : Desi Susanti

NPM : 0713053014

program studi : S1 PGSD jurusan : Ilmu Pendidikan perguruan tinggi : Universitas Lampung

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan penelitian yang berjudul Discovery untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan

Bercerita Siswa Ke -benar hasil

penelitian saya sendiri.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan seperlunya dan apabila di kemudian hari ternyata tidak benar, saya bersedia dituntut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Metro, 23 Juli 2012

Yang membuat pernyataan

Desi Susanti


(47)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkannya ialah melalui proses pembelajaran di sekolah.

Salah satu keterampilan pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah keterampilan bercerita. Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Melalui kegiatan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca. Keterampilan bercerita memiliki manfaat bagi siswa yaitu meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi


(48)

secara lisan dengan baik, membentuk karakter siswa, dan mengembangkan keterampilan berbicara siswa (Tarigan, 2001: 35).

Bercerita merupakan kegiatan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bercerita menjadi sangat penting dalam proses pemerolehan bahasa karena melalui bercerita anak-anak dapat mengolah kembali semua bentuk pengalamannya dalam berbahasa. Melatih anak untuk bercerita berarti melatih para siswa untuk berani berbicara di depan orang lain. Untuk menciptakan dan mengembangkan pengalaman anak dalam memperoleh keterampilan berbahasa melalui bercerita, salah satunya adalah dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran bercerita.

Menurut Mulyasa (dalam http: // Herdy07. Wordpress. Com/ 2010/ 05/27/Metode-Pembelajaran-Discovery-Penemuan/) terdapat berbagai macam metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar, salah satunya yaitu metodediscovery. Metodediscovery:

(1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa, (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang benar-benar dikuasai, dan (4) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri. Jadi Metode discovery merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Tiga ciri utama belajar dengan menggunakan metode discovery (penemuan) yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan, (2) berpusat pada siswa, dan (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Sehubungan dengan kutipan di atas, metode discovery merupakan suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa


(49)

dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode discovery, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, maupun prosedur.

Metode discovery merupakan metode mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Metode ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Peran guru dalam metode discovery adalah sabagai pembimbing dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu ditemukan jawabannya dan harus dipecahkan oleh siswa sendiri. Tugas berikutnya bagi guru adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka pemecahan masalah. Bimbingan dan pengawasan dari guru masih diperlukan, namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi agar siswa dapat berpikir ilmiah (Sagala, 2010: 197).

Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yang harus dimiliki yaitu, kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Jadi, tugas guru tidak hanya mengajar saja, tetapi harus mendidik dan melatih siswa.

Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 10 Metro Timur, diperoleh informasi data yang menunjukkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita di kelas VB masih rendah. Terdapat beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya keterampilan bercerita siswa, yaitu kurangnya motivasi, minat, kreativitas,


(50)

dan kesungguhan siswa pada saat pembelajaran keterampilan bercerita, sehingga ketika siswa diminta untuk bercerita di depan kelas, hanya beberapa siswa yang berani untuk bercerita. Hasil ulangan harian pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur, diperoleh nilai rata-rata saat ulangan harian hanya 55, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah adalah 67. Jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 7 siswa (38%), yang belum mencapai KKM 11 siswa (62%) dari 18 siswa yang ada di kelas VB. Penyebab rendahnya aktivitas dan keterampilan bercerita siswa di bawah nilai KKM, yaitu karena dalam kegiatan pembelajaran bercerita guru masih menggunakan metode yang konvensional dan kurang bervariasi yang mengakibatkan aktivitas guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran daripada aktivitas siswa.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita di kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur, diperlukan suatu metode yang dapat melibatkan siswa aktif dalam kegiatan belajar sehingga aktivitas dan keterampilan bercerita siswa dapat meningkat. Metode yang peneliti gunakan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa yaitu metode discovery. Pada pelaksanaan metode discovery, proses pembelajaran dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing, sehingga diharapkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah


(51)

Berdasarkan uraian permasalahan dalam pembelajaran keterampilan bercerita di SD Negeri 10 Metro Timur, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Metode Discovery untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasikan masalah yang terjadi dalam pembelajaran keterampilan bercerita yaitu, sebagai berikut:

1. Rendahnya aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran keterampilan bercerita, dikarenakan guru masih menggunakan metode yang konvensional dan kurang bervariasi yang mengakibatkan aktivitas guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran daripada aktivitas siswa. 2. Rendahnya keterampilan bercerita siswa, yaitu nilai rata-rata saat ulangan

harian hanya 55. Nilai ini masih di bawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 67. Jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 7 siswa (38%), yang belum mencapai KKM 11 siswa (62%) dari 18 siswa yang ada di kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur.

3. Metode discovery merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


(52)

1. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan metodediscoverypada pembelajaran keterampilan bercerita kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur?

2. Bagaimanakah meningkatkan keterampilan bercerita siswa melalui penerapan metode discovery pada pembelajaran keterampilan bercerita kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan metode discoverydi Kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur.

2. Meningkatkan keterampilan bercerita siswa melalui penerapan metode discoverydi Kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Siswa

Dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui penerapan metode discovery pada siswa kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur.

2. Guru

Melalui penelitian ini guru memperoleh alternatif penerapan metode discovery dalam pembelajaran yang lebih bervariatif bagi siswa. Guru dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam kegiatan pembelajaran yaitu guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(53)

Dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di SD yang bersangkutan. 4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas serta pembelajaran menggunakan metode discoverysehingga dapat menjadi guru yang profesional di kemudian hari.


(54)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar

Seseorang dapat bertahan hidup dan menyesuaikan dengan lingkungan akibat dari pertumbuhan fisik, mental dan belajar terhadap interaksi pengaruh lingkungan. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman yang diperoleh (Wahyudin, 2006: 3.30).

Menurut Gagne (dalam Wahyudin, 2006: 3.31) belajar merupakan proses dari yang sederhana ke yang kompleks. Oleh sebab itu, proses belajar selalu bertahap mulai dari belajar melalui tanda (signal), kemudian melalui rangsangan-reaksi (stimulus), belajar berangkai (chaining), belajar secara verbal, belajar membedakan (discrimination), dan belajar konsep.

Menurut Sagala (2010: 37) belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku atau pribadi seseorang berdasarkan pengalaman tertentu. Sedangkan menurut Meyer (dalam Suwarjo, 2008: 35) belajar adalah mengonstruksi pengetahuan. Selanjutnya menurut Hamalik (2009: 154) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi


(55)

tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa dan dari yang tidak paham menjadi paham sehingga terjadi suatu perubahan tingkah laku setelah melakukan kegiatan belajar.

2.2. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila siswa sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2007: 23) aktivitas merupakan keaktifan atau kegiatan. Sedangkan menurut Rohani (2004: 6) aktivitas dibagi menjadi 2 yaitu (1) aktivitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain, atau bekerja, dan (2) aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.

Menurut Abdurrahman (dalam Azwar, 2006: 34) aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan siswa baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani yang mendukung keberhasilan belajar. Selanjutnya Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.


(56)

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar.

2.3. Pengertian Bercerita

Bercerita adalah tuturan yang menceritakan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa atau kejadian. Sedangkan menurut Tarigan (1981: 35) bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Keterampilan bercerita tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran berbicara, karena bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran berbicara. Maksud dari bercerita itu sendiri yaitu berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, keinginan, penyampaian informasi tentang peristiwa dan lain-lain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, serta unsur-unsurnya seperti intonasi, nada, irama, tekanan, tempo dalam bahasa lisan. Bercerita memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada anak sesuai minat anak, sesuai tingkat perkembangan dan kebutuhan anak sekaligus menyenangkan bagi anak. Hasil belajar melalui cerita akan bertahan lama karena akan lebih berkesan dan bermakna.

Berdasarkan uraian tentang pengertian bercerita, dapat disimpulkan bahwa becerita adalah salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain tentang suatu peristiwa, perbuatan, atau kejadian-kejadian yang terjadi maupun tidak terjadi.

2.3.1 Pengertian Keterampilan Bercerita

Keterampilan bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan


(57)

secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang suatu ide (pengalaman). Dalam pembelajaran di SD bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan (Bacthiar dalam http: //zona. Ui madura.ac.id/strategi-pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan-konstruktivistik/).

Pembelajaran keterampilan bercerita berkaitan dengan pembinaan kemampuan menggunakan bahasa secara lisan. Keterampilan bercerita adalah salah satu jenis keterampilan yang penting untuk melatih komunikasi. Dengan keterampilan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, pengungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan pengungkapan kemauan serta keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh (Tarigan, 2001: 35).

Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap siswa untuk menceritakan sebuah cerita yang bertujuan untuk menyampaikan suatu informasi kepada orang lain.


(58)

Menurut (Bachtiar dalam http://zona.uimadura.ac.id /strategi pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan-konstruktivistik/) tujuan dan manfaat kegiatan bercerita bagi anak, seperti berikut.

Tujuan bercerita bagi anak , yaitu:

1. Memberikan informasi tentang lingkungan yang memang perlu diketahui oleh anak.

2. Mengukur kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide dan apa yang diketahuinya dari cerita. Pengungkapan cerita bisa dilakukan secara lisan saja, atau dengan lisan dan gerakan tubuh serta ekspresi jiwa, yaitu memeragakan sambil bercerita.

Sedangkan manfaat bercerita bagi anak, yaitu:

1. Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral, dan agama.

2. Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengalaman. 3. Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor.

4. Mengembangkan imajinasi anak.

5. Mengembangkan dimensi perasaan anak.

6. Mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anak karena anak senang mendengarkan cerita walaupun cerita dibacakan berulang-ulang.

Kemudian menurut Hidayati (dalam http://niahidayati.net /manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak.html) manfaat bercerita adalah:

1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosakata anak.

2. Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu. 3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria,

khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu. 4. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak,

memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.

5. Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak. 6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak.

7. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak.


(59)

8. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan bercerita yaitu untuk memberikan informasi tentang suatu peristiwa kepada pendengarnya. Sedangkan manfaat cerita anak, dapat mengembangkan kemampuan berbicara, menstimulasi daya imajinasi atau kreativitas anak, dan melatih serta mengembangkan kecerdasan anak, serta dapat mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.

2.3.3 Macam-macam Teknik Bercerita

Macam-macam teknik bercerita, menurut Bachtiar (dalam http: //zona.uimadura.ac.id/strategi-pembelajaran-bercerita-melalui-pendekatan konstruktivistik/), yaitu:

1. Membaca langsung dari buku cerita

Teknik ini dilakukan dengan cara membacakan langsung dari buku cerita yang sesuai dengan anak terutama dikaitkan dengan pesan-pesan yang tersirat dalam cerita.

2. Bercerita menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Teknik ini menggunakan ilustrasi gambar dari buku, buku yang dipilih harus menarik, lucu, sehingga anak dapat mendengarkan dan memusatkan perhatian lebih besar daripada buku cerita. Ilustrasi gambar yang digunakan sebaiknya cukup besar dilihat oleh anak dan berwarna serta urut dalam menggambarkan jalan cerita yang disampaikan. 3. Menceritakan dongeng

Mendongeng merupakan suatu cara untuk meneruskan warisan budaya yang bernilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ketika dalam pembelajaran bercerita siswa dapat menceritakan dongeng, pada situasi seperti ini akan membantu anak mengenal budaya leluhurnya dan menyerap pesan-pesan yang terkandung di dalam sebuah dongeng tersebut.


(60)

Pemilihan cerita dan boneka bergantung pada usia dan pengalaman anak. Boneka yang digunakan harus mewakili tokoh cerita yang akan disampaikan.

5. Bercerita dengan melakukan dramatisasi

Teknik ini digunakan untuk memainkan cerita perwatakan tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat umum.

Dari uraian tentang macam-macam teknik bercerita, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima teknik bercerita, yaitu membaca langsung dari buku cerita, bercerita menggunakan ilustrasi gambar dari buku, menceritakan dongeng, bercerita dengan menggunakan boneka, dan bercerita dengan melakukan dramatisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik bercerita dengan melakukan dramatisasi.

2.4. MetodeDiscovery

2.4.1 Pengertian MetodeDiscovery

Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2001: 20) discovery ialah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Sedangkan menurut Roestiyah (2001: 20)discoveryialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.


(61)

Kemudian menurut Rohani (2004: 39) metode discovery adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subjek di samping sebagai objek pembelajaran. Siswa memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Metodediscoverymerupakan suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur. Pada metodediscovery, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan metode discovery, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan melakukan diskusi, dan anak dapat belajar sendiri (Mulyasa dalam http://Herdy07. Wordpress. Com/2010/05/27/ Metode-Pembelajaran-Discovery-Penemuan/).

2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Discovery

Menurut Sagala (2010: 197) ada lima tahap yang ditempuh dalam melaksanakan metodediscoveryyakni:

1. Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

3. Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.

4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.

5. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Lebih lanjut, Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryosubroto (dalam http ://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembela jaran-discovery-penemuan/) langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metodediscoveryyaitu:

(a) identifikasi kebutuhan siswa, (b) seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari, (c) seleksi bahan, dan problema serta


(62)

tugas-tugas, (d) membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peran masing-masing siswa, (e) mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan, (f) mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa, (g) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, (h) membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa, (i) memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (j) merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa, (k) memberikan penguatan kepada siswa yang sedang melakukan proses penemuan, dan (l) membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Sehubungan dengan langkah-langkah pembelajaran metode discovery tersebut, proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang siswa untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing, sehingga diharapkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah.

2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan MetodeDiscovery

Menurut Roestiyah (2001: 20) metode discovery memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3. Metode ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

4. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

5. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.


(63)

Berdasarkan keunggulan metode discovery tersebut, maka metodediscovery dapat dijadikan salah satu metode alternatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam keterampilan bercerita.

Selain keunggulan di atas, metode discovery memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan metode discovery menurut Roestiyah (2001: 20) adalah:

1. Siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

2. Bila siswa dan guru yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan metode penemuan.

3. Metode ini lebih memperhatikan perkembangan atau pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa daripada pengertian.

Untuk mengurangi kelemahan tersebut diperlukan suatu cara untuk meminimalisir kelemahan penerapan metode tersebut, yaitu dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

2.4.4 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan Metode Discovery

Pembelajaran keterampilan bercerita di SD berdasarkan metode discovery dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi yang telah tertulis pada silabus bahasa Indonesia kelas V semester pertama.


(64)

Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita di SD berdasarkan metodediscoverymenurut Sagala (2010: 197) adalah:

1. Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa.

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 sampai 4 siswa. Kemudian memberikan lembar materi dan lembar kerja kepada setiap kelompok yang berisi sebuah cerita dan garis besar materi yang akan dipelajari seperti pengertian cerita rakyat, unsur-unsur cerita rakyat serta tugas latihan yang harus dikerjakan oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

Guru membimbing siswa untuk menyusun hipotesis atau jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah ditemukan.

3. Siswa mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.

Setelah siswa menetapkan jawaban sementara, kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan tentang pengertian cerita rakyat, unsur-unsur cerita dengan cara mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dari berbagai sumber buku yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.


(65)

4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.

Dari informasi, data, dan fakta yang telah ditemukan dari berbagai sumber bahan pembelajaran, selanjutnya siswa menarik kesimpulan.

5. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Siswa mengaplikasikan kesimpulan dan generalisasi yang telah ditemukan dalam kegiatan presentasi di depan kelas. Kemudian secara individu siswa harus menceritakan kembali cerita yang telah diringkas.


(66)

2.5. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan

pembelajaran keterampilan bercerita di kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur, guru menerapkan metode pembelajarandiscoverymaka aktivitas dan keterampilan bercerita siswa dapat meningkat .


(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Menurut Wardhani (2007: 1.4), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran bercerita ini terdiri atas tiga siklus yaitu siklus I, siklus II dan siklus III. Dalam tiap siklusnya terdiri dari empat langkah, yaitu:

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan pembelajaran yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

2. Pelaksanaan (act) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya peningkatan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

3. Pengamatan (observation) adalah pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran bercerita selanjutnya.


(68)

Adapun prosedur pelaksanaan PTK ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Diadopsi dari Arikunto (2004: 16) 3.2 Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Metro Timur yang terletak di Jalan Stadion Tejosari Kelurahan Tejoagung, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang berlangsung selama empat bulan, yaitu bulan September, Oktober, November dan Desember.

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

dst..

Pengamatan Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS III Pelaksanaan Pengamatan


(1)

5.1.3 Penerapan metode discovery dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan kinerja guru. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan kinerja guru di setiap siklus. Pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata kinerja guru sebesar 64,61. Siklus II sebesar 75,38, dan pada siklus ke III sebesar 84,36. Dengan peningkatan dari siklus I ke siklus II mencapai 1,16% dan pada siklus II ke siklus III meningkat sebesar 8,98%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dia atas, berikut ini disampaikan saran yang dapat diberikan kepada:

5.2.1 Siswa, hendaknya harus rajin belajar agar dapat meningkatkan prestasi dan jangan malas untuk membaca, karena dari membaca akan memperoleh pengetahuan yang luas.

5.2.2 Guru, untuk senantiasa menerapkan metode pembelajaran yang menarik minat dan perhatian siswa pada pembelajaran keterampilan bercerita sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa, keterampilan bercerita siswa, kinerja guru dan hasil belajar siswa.

5.2.3 Sekolah, untuk senantiasa memberikan kesempatan dan fasilitas kepada guru untuk melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran keterampilan bercerita.


(2)

KATA PENGANTAR

Peneliti mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkah, rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Penerapan Metode Discovery untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VB SD Negeri 10 Metro Timur , Kota Metro.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta stafnya yang telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Drs. Baharuddin R, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung beserta stafnya yang telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Darsono, M.Pd., selaku Kaprodi PGSD Universitas Lampung beserta stafnya yang telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada peneliti dalam mengikuti pendidikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.


(3)

4. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP Metro S1 PGSD yang telah memfasilitasi penelitian ini dan selaku Dosen Penguji skripsi telah memberikan masukan yang sangat berarti bagi peneliti.

5. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu dan memberikan arahan yang berguna dalam penyusunan skripsi. 6. Bapak Dr. Hi. Suwarjo, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing dan mengarahkan dengan penuh kearifan.

7. Dra. Siti Rachmah. S., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan yang sangat berarti bagi peneliti.

8. Ibu Kepala SD Negeri 10 Metro Timur, yang telah membantu peneliti selama melakukan penelitian ini.

9. Ibu Hj. Sugiati, S.Pd., selaku guru bahasa Indonesia kelas VB di SD Negeri 10 Metro Timur sekaligus sebagai teman sejawat dalam penelitian ini.

10. Orangtua peneliti yang telah memberikan dukungan moral maupun material demi keberhasilan peneliti.

11. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan sehingga peneliti memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga amal baik Bapak, Ibu dan teman-teman semua mendapat balasan dari Allah Swt. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan baik isi maupun penulisan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa peneliti butuhkan dari semua pihak.

Akhir kata, Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan.


(4)

Metro, 23 Juli 2012 Peneliti


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur dan kerendahan hati karya ini saya persembahkan untuk: 1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu berdoa demi keberhasilan peneliti. 2. Bapak dan ibu dosen yang telah membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan

yang bermanfaat dalam kehidupan peneliti.

3. Seseorang yang selalu mendukung cita-cita peneliti.

4. Sahabat-sahabatku senasib seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga ilmu yang telah kita dapatkan dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Margodadi, Metro Selatan Kota Metro, pada tanggal 05 Desember 1989. Merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sumeri dan Ibu Sutarti.

Penulis mengenal pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak (TK) Mekar Sari Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 1996. Dilanjutkan dengan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 6 Metro Selatan, diselesaikan pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Metro yang diselesaikan pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Metro diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis mengikuti tes SPMB Universitas Lampung dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung Program Studi S-I PGSD.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

0 8 70

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

0 7 80

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE INQUIRY BERDASARKAN TEKS CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

0 19 65

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IVA SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

0 8 53

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VB SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 17 73

PENERAPAN MODEL PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VB SD NEGERI 6 METRO BARAT

4 56 83

PENERAPAN METODE PERMAINAN EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS I A SD NEGERI 12 METRO PUSAT

6 12 75

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 71

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PKN SISWA KELAS IVB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

17 168 90

PENERAPAN TIPE COURSE REVIEW HORAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 1 METRO TIMUR

1 21 79