Angklung Penggunaan Ekspresi Budaya Tradisional Yang Menyimpang

senggakan. Apabila ditambah dengan para penabuh gamelan dan para senggakan jumlah keseluruhan pemain reog yang tampil di atas panggung yang luas sekitar 30 x 20 m bisa mencapai 50 orang. 70

2. Angklung

Angklung, sebagai salah satu jenis alat musik yang terbuat dari bambu, sesungguhnya telah lama dikenal dalam kebudayaan Indonesia. Beberapa ahli, seperti J. Kunst 1936:814 berpendapat bahwa beberapa alat musik bambu ini berasal dari masa bahkan sebelum adanya pengaruh Hindu. Menurut dugaan mereka, permulaan berkembangnya alat musik dari bambu di Indonesia ini erat hubungannya dengan perpindahan penduduk dari daratan Asia, yang kemudian menjadi nenek moyang suku-suku Melayu Polinesia, beberapa milenium sebelum Masehi. 71 Almarhum Daeng Soetigma, penemu angklung modern bertangga nada diatonis kromatik, dalam skripsinya menyebutkan bahwa keberadaan angklung di pulau Jawa pertama kali dikenal pada abad ke- 17, melalui tulisan mengenai Sultan Agung dari Banten yang dalam purinya mempunyai perangkat angklung lengkap, bisa dimainkan oleh hamba sahayanya, orang Bali. Semenjak itu, angklung lantas mengalami 70 Ibid, h. 13-14. 71 Theresia E.E. Pardede, “evaluasi kebijakan diplomasi kebudayaan angklung indonesia studi kasus kebijakan komunikasi pemerintah pasca diakuinya angklung dalam daftar representatif warisan budaya tak benda oleh UNESCO,” Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012, h. 82. penyebaran ke daerah selatan Banten, lalu ke arah timur, diantaranya ke daerah Priangan, Garut, dan Tasikmalaya. Sebagai alat musik yang berbahan baku bambu, angklung memiliki tiga bagian utama, yakni: 1 tabung suara, 2 kerangka, 3 dasar. Angklung dibunyikan dengan cara digoyang-goyangkan, sehingga menghasilkan resonansi bunyi pada tabung suara. Pada masa lalu, angklung dipergunakan seperti layaknya lonceng, bersifat khidmat dan dipergunakan dalam bentuk hubungan kegiatan ritual. 72 Dari sejarah tersebut sudah jelas bahwa Angklung dan Reog Ponorogo milik Indonesia. Angklung dan Reog Ponorogo bukan milik Malaysia hanya saja ada beberapa orang yang berasal dari Indonesia dalam hal ini komunitas Reog Ponorogo maupun juga Angklung yang mementaskan di Malaysia, yang patut disalahkan bahwa Malaysia mengklaim dengan cara mengiklankan Reog tersebut sebagai ikon iklan pariwisata dan Angklung sebagai alat musik kenegaraan Negara Malaysia. Salah satu penyebab hal itu terjadi dikarenakan belum jelasnya ketentuan yang mengatur perlindungan dan pelestarian produk budaya tradisional atau yang disebut dengan folklor. Berbeda dengan pengaturan HKI seperti hak cipta, merek, paten, dan desain industri. Selain itu, inventarisasi dan publikasi seni budaya Indonesia yang semestinya 72 Ibid, h. 82-83. didaftarkan di lembaga internasional yang mengurusi hak kekayaan budaya agar tidak diklaim pihak lain juga masih buruk. 73 Diklaimnya Reog Ponorogo dan Angklung juga dapat terjadi karena adanya kesamaan antara suku dan ras masyarakat Indonesia dengan Malaysia. Selain itu, faktor bisnis, dimana Malaysia membuat iklan mengenai pengenalan Visit Malaysia kepada masyarakat dunia yang mengandung unsur kebudayaan yang pada dasarnya merupakan milik Indonesia, juga menjadi salah satu penyebab utama. Era globalisasi, tentunya berpengaruh pada dinamika budaya di setiap negara. Khususnya di Indonesia, hal ini bisa dirasakan dan sangat menonjol saat ini. Begitu bebasnya budaya yang masuk dari berbagai arus kehidupan. Dampak yang paling buruk terjadi ialah hilangnya budaya-budaya yang menjadi ciri khas di beberapa daerah. Tentunya Malaysia tidak bisa mengklaim Reog dan Angklung sebagai kepunyaannya, seharusnya Malaysia meminta izin terlebih dahulu kepada daerah dimana kesenian itu berasal, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat. Reog Ponorogo dan Angklung pun di tingkat Internasional, yaitu UNESCO terdaftar sebagai warisan budaya yang di miliki atas nama negara Indonesia, atas dasar tersebut Indonesia sebagai pemilik asli 73 “Aturan Perlindungan dan Pelestarian Budaya Bangsa Masih Belum Jelas”, diakses pada 5 Mei 2015 dari www.hukumonline.comberitabacahol23010aturan-perlindungan-dan- pelestarian-budaya-bangsa-masih-belum-jelas dan bukan Malaysia. Pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomasi sebagai jalan yang paling baik untuk ditempuh. 74

B. Benefit Sharing Dalam Ekspresi Budaya Tradisional

Dokumen yang terkait

Perlindungan hukum ekspresi budaya tradisional untuk kepentingan komersial berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta

18 54 87

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 25 113

Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Oleh Negara Sebagai Pemegang Hak Cipta Kekayaan Intelektual Komunal Masyarakat Sulawesi Tenggara Dikaitkan Dengan Hak Ekonomi Berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

3 5 24

Perlindungan Hak Cipta atas Penyewaan Buku Tanpa Izin Secara Komersial oleh Taman Bacaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

0 0 1

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 0 7

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 0 1

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 0 18

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 0 42

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Terkait Terhadap Penggandaan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

0 0 4

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL PADA UPACARA SEDEKAH KAMPUNG DITINJAU DARI PASAL 38 UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DIKABUPATEN BANGKA BARAT

0 0 14