Perlindungan, pelestarian dan pengamanan tidak selalu bersifat eksklusif. Mereka memiliki tujuan yang berbeda, dimana
dapat diimplementasikan dalam hubungannya dengan satu sama lain dan membantu mempromosikan satu sama lain, misalnya, melalui
dokumentasi atau persediaan keputusan.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlindungan ekspresi budaya tradisional sudah merupakan agenda penting dalam
perkembangan HKI. Sehingga hal itu yang merupakan dasar dari pengaturan mengenai perlindungan ekspresi budaya tradisional dalam
hukum nasional.
B. Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional
Selama ini, perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional dilakukan dengan cara melakukan klaim kepada organisasi kebudayaan
internasional. Hal ini dalam rangka membuat masyarakat internasional mengetahui bahwa karya atau ide tersebut merupakan milik dari bangsa
indonesia. Namun, minimnya pengaturan hukum untuk mengatur secara jelas mengenai mekanisme perlindungan tersebut membuat maraknya
pelanggaran hak terhadap bangsa indonesia mengenai karya atau ide ekspresi budaya tradisional. Hal ini tentu merugikan indonesia, khususnya
masyarakat adat dikarenakan ide yang telah lama mereka jaga secara turun temurun dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Walaupun, pemerintah dalam hal ini telah membentuk suatu produk hukum yang tercantum dalam UUHC, namun demikian tidaklah
cukup memadai untuk memberikan kepastian hukum kepada ekspresi budaya tradisional di indonesia.
Pasal 38 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang berjudul „Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang
Penciptanya Tidak Diketahui ‟ menetapkan :
1 Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.
2 Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara
ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3
Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat pengembannya. 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sistem nilai budaya, menurut Koentjaraningrat, merupakan tingkat
yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi perilaku manusia. Sistem nilai serupa itu menjadi penuntun interaksi para individu dalam masyarakat.
52
Melalui sistem nilai yang terus-menerus dinternalisasikan pada individu akan terbentuk sikap atau
attitude seperti yang diharapkan.
53
Sejalan dengan itu ditekankan pula pentingnya pengembangan nilai dan penyempurnaan etika individu agar dapat hidup secara harmonis
52
Koentjaraningrat, kebudayaan: Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, h. 25.
53
Ibid, h. 26.
dengan sesama. Untuk dapat mewujudkan keharmonisan dan keteraturan kehidupan masyarakat, setiap individu dianjurkan untuk menjauhkan diri
dari perbuatan yang mencederai hak dan kepentingan orang lain.
54
Sudah terbukti bahwa hubungan harmonis antar sesama, antara pencipta dan masyarakat, antara pencipta dan warisan budaya masyarakat,
menciptakan atmosfer yang kondusif bagi aktivitas dan kreativitas masyarakat. Dalam komunitas dimana kebudayaan dan kesenian tradisi
menyatu dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai penghormatan dan penghargaan merupakan stimulan yang efektif untuk mendorong
terwujudnya potensi kreatif masyarakat. Seni tari dan musik, kerajinan tangan, ukiran-ukiran, dan batik dapat tumbuh subur menjadi karya sehari-
hari masyarakat yang khas dan otentik menggambarkan budaya daerah.
55
Sejalan dengan globalisasi yang terjadi hampir di semua sektor, interaksi antar bangsa dan negara yang semakin meningkat, telah
mendorong negara-negara untuk lebih kompetitif dalam mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada, termasuk pula ekspresi
budaya tradisional. Menurut Coombe 2001, tujuan akhir yang ingin dicapai dalam
perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah penciptaan kesejahteraan manusia itu sendiri, yakni masyarakat asli melalui perlindungan
kebutuhannya yang paling dasar primary human being needs. Dengan
54
Henry Soelistyo, Hak Kekayaan Intelektual: Konsepsi, Opini, Dan Aktualisasi, Jakarta: Penaku, 2014, h. 252.
55
Ibid, h. 253.
kata lain perlindungan itu harus berorientasi kepada manusia human being centris
.
56
Perlindungan ekspresi budaya tradisional terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dapat melanggar kepatutan, karena yang
terkandung dalam perlindungan ekspresi budaya tradisional tersebut berupa hak ekonomi dan hak moral. Oleh karena itu harus dipahami bahwa
dengan memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pengetahuan yang dijaga dan dipelihara oleh setiap generasi secara turun-
menurun, akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat luas, pemilik ekspresi budaya tradisional, dan negara.
C. Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Terhadap Kepentingan