Studi Banding Kadar Hemoglobin Dan Tinggi Fundus Uteri Maternal Terhadap Luaran Berat Badan Lahir Normal Dan Rendah

(1)

STUDI BANDING KADAR HEMOGLOBIN DAN TINGGI

FUNDUS UTERI MATERNAL TERHADAP LUARAN

BERAT BADAN LAHIR NORMAL DAN RENDAH

0B

TESIS

1B

OLEH

2B

T O M Y

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK / RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN

2008


(2)

PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM – 5

Pembimbing : Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K)

Dr. Sarma N. Lumban Raja, SpOG(K)

Penyanggah : Dr. Nazarudding Jafar, SpOG(K)

Dr.

M.

Rusda

Harahap,

SpOG

Dr.

Deri

Edianto,

SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian

dalam


(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

Penelitian ini disetujui oleh Tim-5

Pembimbing :

U

Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG.KU ...

Pembimbing I Tanggal

U

Dr. Sarma N. Lumban Raja, SpOG.KU ...

Pembimbing II Tanggal

Penyanggah :

U

Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG.KU ...

Divisi Feto Maternal Tanggal

U

Dr. M. Rusda Harahap, SpOGU ...

Divisi Fertilitas, Endokrinologi Tanggal Reproduksi

U

Dr. Deri Edianto, SpOG.KU ...


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Kasih dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang:

”STUDI BANDING KADAR HEMOGLOBIN DAN TINGGI FUNDUS UTERI MATERNAL TERHADAP LUARAN BERAT BADAN LAHIR NORMAL DAN RENDAH”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Kepala Departemen Obstetri dan


(5)

Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Dr. Deri Edianto, SpOG(K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK –USU Medan; Prof. Dr. M.Yusuf Hanafiah, SpOG(K); Dr. Erdjan Albar, SpOG(K); Prof. Dr. Herbert Hutabarat, SpOG; Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak, MPH, SpOG (Alm), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG(K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K) yang secara bersama – sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Dr. Christoffel L.Tobing, SpOG(K) bersama Dr. Sarma N. Lumban Raja,

SpOG(K), yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K), Dr. M. Rusda Harahap, SpOG, Dr. Deri Edianto, SpOG(K) selaku tim penyanggah dan nara sumber dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), selaku bapak angkat saya selama

menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing, dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.


(6)

5. Drs. A. Jalil Amri, MKes, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

6. Prof. Dr. Djafar Siddik , SpOG.K beserta keluarga yang telah memberikan

saya kesempatan, motivasi sekaligus semangat bagi saya untuk dapat mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSHAM/RSPM

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU

Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha pengasih membalas budi baik guru – guru saya tersebut.

8. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI dan Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas izin yang diberikan kepada saya untuk mengikuti program Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan.

9. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan

dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

10.Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan sarana bekerja selama mengikuti pendidikan.


(7)

11.Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

12.Direktur RSUD Doloksanggul beserta staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

13.Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan beserta staf, atas

kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen tersebut.

14.Teman – teman sejawat asisten ahli, dokter muda, bidan dan paramedis yang telah ikut membantu dan bekerja sama dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di FK USU / RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat yang telah diberikan kepada saya.

15.Seluruh karyawan dan karyawati serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan, atas kerjasama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

16. Abang dan kakak saya dalam pendidikan, Dr. Adi Putra SpOG, Dr. Harry C.

Simanjuntak SpOG, Dr. Riza Rivani SpOG, Dr. Cut Adeya Adella SpOG, Dr. Roy Yustin Simanjuntak SpOG, Dr. Johny Marpaung SpOG, Dr. M Oki Prabudi SpOG, Dr. Ujang Ridwan Permana SpOG, Dr. Dudy Aldiansyah SpOG, Dr. Juni Hardi Tarigan SpOG, Dr. Hayu Lestari Haryono SpOG terima


(8)

kasih atas dorongan dan bantuan yang telah banyak diberikan selama saya menjalani pendidikan.

17.Teman satu angkatan saya Dr. John Tambunan SpOG, Dr. Panuturi G.

Sidabutar, Dr. Sukhbir Singh, Dr. Mulda, Dr. T.M. Rizki, Dr. Muara, Dr. Simon, terima kasih atas kerjasama dan dorongan yang diberikan selama ini.

18. Teman-teman saya yang sangat baik, Dr. Abdul Hadi, Dr. Renardi, Dr.

Simromi, Dr. Dwi Faradina, Dr. Rony P. Bangun, Dr. Alim Said, Dr. David Lubis, Dr. Gorga, Dr. Sylvi, Dr. Edward, Dr. Ikhwan, Dr. Riza, Dr. Made, Dr. Jeffry, Dr. Rizka, Dr. Aidil, Dr. Errol, Dr.Irwansyah, Dr. Ali Akbar, dan rekan-rekan PPDS lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama pendidikan.

19. Tim jaga saya yang kompak, Dr. Abdul Hadi, Dr. Simromi, Dr. Yaznil, Dr.

Hatsari, Dr. Ismail, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah ini akan saya ingat selamanya.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Almarhum orang tua saya, yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga saya meraih cita-cita, tanpa kenal lelah memberikan semangat, motivasi, perhatian dan doa.

Terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Abang dan Adik saya, Ir. Suandi, Ir. Wadi, Dr. Wagito, Lisa, SE, yang telah banyak membantu, mendoakan


(9)

dan memberikan dorongan dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada Bapak Kencana Salim dan keluarga, Bapak Handoko dan Ibu Janli Hasni dan keluarga, Bapak Drs. Bacthiar dan keluarga, terima kasih atas dukungan yang telah diberikan selama ini.

Kepada seluruh keluarga besar, abang, adik dan ipar-ipar serta semua keponakan yang saya sayangi, terima kasih atas do’a dan dorongan yang telah diberikan.

Akhirnya kepada seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan baik moril dan materil, saya ucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan, Oktober 2008


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... ix x xi BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Gizi pada Ibu Hamil... 5

2.2. Anemia dalam Kehamilan... 7

2.3. Pengaruh Anemia terhadap Ibu Hamil... 9

2.4. Pengaruh Maternal Anemia terhadap Janin... 10

2.5. Maternal Anemia dan Kesejahteraan Janin... 13

2.6. Nilai Normal dan Batas Terendah Kadar Hb Ibu Hamil... 13

2.7. Kadar Hb Maternal yang Tinggi dan Efek terhadap Janin... 2.8. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Janin... 2.9. Penentuan Berat Badan Janin Berdasarkan Tinggi Fundus Uteri (Jhonson Thausack)... 15 16 21 BAB III.METODOLOGI PENELITIAN... 24

3.1. Rancangan Penelitian... 24

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 24

3.3. Populasi Penelitian... 24

3.4. Subjek Penelitian... 24

3.5. Cara Penelitian... 25


(11)

3.6.1. Kriteria Inklusi. ... 26

3.6.2. Kriteria Eksklusi... 26

3.7. Kerangka Kerja... 26

3.8. Batasan Operasional... 27

3.9. Analisa Data... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 37

5.1. Kesimpulan... 37

5.2. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39 LAMPIRAN 1... LAMPIRAN 2... LAMPIRAN 3...


(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Karakteristik Data Penelitian dan Hubungannya dengan Berat Badan

Lahir………. 29

Tabel 2. Hubungan Kejadian Anemia dengan Berat Badan Lahir…………. 30

Tabel 3. Hubungan Tinggi Fundus Uteri dengan Usia Kehamilan pada Kehamilan

dengan Anemia dan BBLR………... 31

Tabel 4. Hubungan Tinggi Fundus Uteri dengan Usia Kehamilan pada Kehamilan

dengan BBLR………... 32

Tabel 5. Hubungan Tinggi Fundus Uteri dengan Usia Kehamilan pada Kehamilan

BBLN………... 34

Tabel 6. Hubungan Jenis Kelamin Janin dengan Kejadian BBLR dan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Hubungan antara kejadian anemia terhadap kehamilan dan janin.. 12

Gambar 2. Kerangka konsep yang menerangkan hubungan kadar hemoglobin ibu

terhadap luaran janin...

12

Gambar 3. Grafik hubungan tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan dan berat

badan janin... 22

Gambar 4. Pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan sentimeter... 23

Gambar 5. Sebaran Data Tinggi Fundus Uteri dan Usia Kehamilan pada Kehamilan

Anemia dengan BBLR………..………. 31

Gambar 6. Sebaran Data Tinggi Fundus Uteri dan Usia Kehamilan pada Kehamilan

dengan BBLR……….…………. 33

Gambar 7. Sebaran Data Tinggi Fundus Uteri dan Usia Kehamilan pada Kehamilan


(14)

ABSTRAK

Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan tinggi fundus uteri maternal terhadap luaran berat badan janin di RS. H. Adam Malik, RS. Dr. Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan disain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan mulai 9 Agustus 2008 sampai selesai. Seluruh pasien-pasien yang akan melahirkan di RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan dilakukan pencatatan data-data meliputi umur, usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir, paritas, tingkat pendidikan, kadar hemoglobin berdasarkan pemeriksaan Hb cyan dan tinggi fundus uteri. Kemudian setelah ibu melahirkan dilakukan pencatatan berat badan bayi, panjang badan, jenis kelamin dan Apgar score.

Analisa Statistik : Seluruh data penelitian ini dicatat pada formulir penelitian. Data diolah dan disusun dalam bentuk tabel distribusi sesuai tujuan penelitian. Dilakukan uji statistik Chi-square dan uji korelasi Pearson dan Spearman dengan menggunakan perangkat SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 15.

Hasil : Pada penelitian dengan 200 orang responden didapatkan usia terbanyak adalah pada kelompok usia < 30 tahun yaitu sebanyak 103 orang (51,5%), gravida terbanyak adalah gravida 1-2 sebanyak 100 orang (50%). Sebanyak 81 orang (40,5%) menderita anemia. 14 orang ibu (7%) melahirkan BBLR. Dari 81 orang ibu yang menderita anemia, 10 orang ibu melahirkan bayi BBLR (5%). Dari 14 orang ibu yang melahirkan BBLR, 10 diantaranya kelompok ibu anemia (5%), 4 orang kelompok non anemia (2%). Dari uji statistik Chi square, dijumpai perbedaan bermakna kejadian


(15)

BBLR pada kelompok anemia dibandingkan pada kelompok yang non anemia (p<0,05). Ibu anemia mempunyai resiko 4 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu yang tidak anemia. Berdasarkan grafik tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan, ada kecenderungan pada kehamilan dengan komplikasi anemia dan BBLR, semakin bertambah usia kehamilan, tinggi fundus uteri yang diukur akan lebih kecil. Berdasarkan grafik tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan, dapat diambil kesimpulan bahwa ada kecenderungan pada kehamilan dengan BBLN semakin bertambah usia kehamilan, pengukuran tinggi fundus uteri akan menunjukkan nilai yang lebih besar

KESIMPULAN : dari 200 ibu hamil yang diperiksa, dijumpai 81 kasus ibu hamil yang menderita anemia (40,5%). Dengan kejadian BBLR sebanyak 14 kasus (7%). Ibu hamil dengan anemia mempunyai resiko 4 kali melahirkan bayi dengan BBLR.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Angka kejadian wanita hamil yang menderita anemia di Negara industri dan Negara berkembang masih sangat tinggi. Data WHO melaporkan ibu hamil di Negara yang sedang berkembang yang menderita anemia berkisar dari 35 – 75 % ( rata-ratanya 56 % ), dan sekitar 18 % ibu hamil di Negara industri menderita anemia. Namun sebagian besar dari ibu hamil itu telah menderita anemia sebelum hamil, dengan perkiraan prevalensi anemia pada wanita yang tidak hamil di Negara berkembang berkisar 43 %, dan 12 % di Negara industri.1

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang sangat dipengaruhi oleh status nutrisi ibu sebelum hamil dan masukan gizi selama kehamilan. Kesehatan dan status gizi ibu hamil sangat dipengaruhi oleh faktor umur, genetik, sosio ekonomi, kultural, dan tingkat pendidikan ibu. Asupan gizi yang adekuat membantu pertumbuhan ibu dan janin. Pertambahan volume plasma berkisar 50% dan 20% peningkatan kadar hemoglobin ibu. Rata-rata pertambahan berat badan ibu selama kehamilan berkisar 11,5 kg, 25% untuk janin, selebihnya volume darah ibu yang meningkat, rahim dan jaringan kelenjar susu, cairan amnion dan plasenta.2


(17)

Ada beberapa pemeriksaan antropometrik yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil dengan mengukur tinggi fundus uteri dan juga dengan mengukur kadar hemoglobin. Pengukuran tinggi fundus uteri diatas simfisis dapat memberikan informasi yang bermamfaat tentang besarnya bayi yang berada didalam kandungan. Jimenez dkk. (1983) mendemonstrasikan bahwa antara 20 dan 21 minggu kehamilan, tinggi fundus uteri dalam sentimeter sama dengan usia kehamilan dalam minggu. Quaranta dkk. (1981) dan Calvert dkk. (1982) melaporkan observasi tinggi fundus uteri ini bahkan sama sampai usia kehamilan 34 minggu. Tinggi fundus uteri yang tidak sesuai dengan usia kehamilan sangat menjurus kepada keadaan pertumbuhan janin terhambat. Johnson Thausack menemukan suatu metode yang dapat dipakai untuk menentukan taksiran berat janin didalam kandungan berdasarkan pengukuran tinggi fundus uteri ini.2,3

Pengukuran kadar hemoglobin ibu merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk menilai status gizi ibu hamil. Kadar hemoglobin ibu akan sejalan dengan asupan nutrisi ibu selama kehamilan. Ibu dengan status gizi kurang biasanya akan menunjukkan kadar hemoglobin yang rendah juga. Jeleknya nutrisi ibu selama kehamilan dapat menyebabkan anemia. Angka kejadian anemia defisiensi besi mencapai 70% di Negara berkembang, berhubungan erat dengan mortalitas dan morbiditas ibu, nutrisi yang jelek kepada janin dan mortalitas janin. Telah diketahui dengan jelas bahwa anemia pada ibu hamil beresiko terhadap persalinan preterm, berat badan lahir rendah, dan retardasi pertumbuhan janin.2


(18)

Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sangat berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).2

Jumirah dkk. (1999) menunjukkan hubungan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar hemoglobin ibu semakin tinggi berat badan bayi yang dilahirkan. Edwi Saraswati, dkk. (1998) mengungkapkan bahwa kadar hemoglobin pada batas 11 gr/dl bukan merupakan faktor resiko untuk melahirkan BBLR.2

Berdasarkan hal yang diuraikan diatas, penulis ingin melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari kadar hemoglobin dan tinggi fundus uteri dalam menentukan luaran berat badan bayi di RS Haji Adam Malik, RS Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli, dan RS. Sundari Medan.

1.2. Identifikasi Masalah

a. Konsentrasi hemoglobin maternal sangat mempengaruhi luaran berat badan

janin.

b. Beberapa faktor seperti tinggi fundus uteri dan jenis kelamin janin ikut serta mempengaruhi berat badan janin.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan tinggi fundus uteri maternal terhadap luaran berat badan janin di RS. H. Adam Malik, RS. Dr. Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil suatu kesimpulan adanya hubungan antara kadar hemoglobin ibu dan tinggi fundus uteri terhadap luaran berat badan janin sehingga dapat terdeteksi keadaan anemia pada ibu hamil, pemberian suplementasi tablet besi untuk pencegahan dan kemungkinan janin yang makrosomia pada ibu hamil sehingga dapat diantisipasi metode persalinan yang tepat untuk mendapatkan luaran bayi yang optimal di RS. H. Adam Malik, RS. Dr. Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli dan RSU Sundari Medan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi pada Ibu Hamil

Status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan. Bila status gizi ibu baik pada masa sebelum dan selama hamil maka akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan yang normal. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat bergantung pada keadaan gizi ibu. Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Hasil survey Depkes RI pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 41% ibu hamil di Indonesia menderita gizi buruk, dengan 51% menderita anemia. Keadaan ini membuat kecenderungan ibu melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi, sehingga kebutuhan energi dan zat gizi lainnya akan meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Ibu hamil pada dasarnya memerlukan tambahan pada semua zat gizi, namun yang sering kali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi.


(21)

Seorang ibu hamil memerlukan tambahan energi kira-kira 80.000 Kkal selama kehamilannya. Untuk memperoleh besaran energi per hari, seorang ibu hamil harus mendapatkan energi sekitar 300 Kkal sehari. WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Di negara maju seperti Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Patokan ini berlaku bagi ibu hamil yang tidak merubah kegiatan fisik selama kehamilan.

Kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68% dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gram yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 gram/hari selama kehamilan.

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan akan zat besi. Selama kehamilan, seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998, seorang ibu hamil memerlukan tambahan zat besi rata-rata 20 mg perhari. Seorang ibu hamil yang menderita kekurangan gizi, secara umum asupan makro dan mikro nutriennya juga berkurang. Dalam proses hematopoesis, selain zat besi, juga diperlukan sejumlah


(22)

makro nutrien seperti protein dan sejumlah mikro nutrien lainnya, sehingga seorang yang menderita gizi kurang dapat dipastikan menderita anemia defisiensi gizi.

Status gizi ibu hamil dapat diukur secara antropometri/pengukuran komposisi tubuh, antara lain dengan mengukur lingkar lengan atas, pengukuran pertambahan berat badan dengan pengukuran pertambahan tinggi fundus uteri ibu. Secara laboratorium status gizi ibu hamil dapat dinilai dengan pemeriksaan sederhana berupa hemoglobin darah. Bila kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl maka ibu hamil tersebut menderita anemia.1,2

2.2. Anemia dalam Kehamilan

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya jumlah eritrosit dan atau hemoglobin yang dapat menyebabkan transfer oksigen ke jaringan berkurang sehingga terjadi hipoksia. Sedangkan anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi oleh karena kekurangan zat besi untuk sintesis molekul heme. Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga apabila terjadi defisiensi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hemoglobin yang rendah dan akhirnya menimbulkan anemia defisiensi besi.

WHO pada tahun 1972 mendefinisikan anemia sebagai nilai hemoglobin < 11 gr/dl selama kehamilan dan < 10 gr/dl pada keadaan paska persalinan. CDC ( Centers of Disease Control ) yang berkedudukan di Amerika pada tahun 1989 menyatakan


(23)

anemia sebagai hemoglobin < 11 gr/dl pada trimester pertama dan trimester ketiga dan < 10,5 gr/dl pada kehamilan trimester kedua dengan kadar hematokrit berturut-turut 33%, 32% dan 33%. Diduga hampir 95% dari seluruh anemia pada kehamilan disebabkan oleh anemia defisiensi besi.4,5

Perubahan fisiologis selama kehamilan menyebabkan perubahan hematologi ibu seperti kadar hematokrit, hemoglobin, volume plasma, retikulosit, plasma feritin dan kapasitas iron-binding, perubahan fisiologis ini menyebabkan keadaan anemia yang fisiologis, sehingga anemia pada ibu hamil tidak semata-mata dengan memeriksa kadar hemoglobin saja.

Selama kehamilan ibu akan kehilangan 250 – 400 mg zat besi yang diberikan untuk fetus. Dua pertiga persediaan zat besi hilang selama trimester akhir, dan hampir setengahnya jika wanita tersebut hamil kembar. Pada plasenta terdapat sekitar 150 mg zat besi yang hilang pada saat persalinan. Selama 40 minggu kehamilan, wanita akan kehilangan sekitar 550 mg zat besi yang diberikan kepada fetus dan plasenta. Banyak yang mengalami kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin selama kehamilannya sehingga mengalami anemia. Bagaimana ini dapat terjadi masih sepenuhnya belum terjawab, satu teori menyimpulkan adanya produksi panas dari unit fetoplacental sehingga menyebabkan naiknya temperatur tubuh. Tubuh bereaksi dengan vasodilatasi peripheral untuk mengatasi naiknya temperatur tubuh, sehingga tekanan darah akan turun. Keadaan ini menyebabkan pelepasan aldosteron oleh kelenjar adrenal, sehingga terjadi retensi air dan ion natrium. Penurunan osmolalitas


(24)

menyebabkan berkurangnya viskositas darah sehingga meningkatkan aliran darah bertekanan rendah kedalam ruang intervillus janin yang akan meningkatkan pertumbuhan janin lebih optimal.

Penyebab yang paling sering dari anemia adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik defisiensi asam folat. Kejadian ini sangat umum dijumpai pada wanita-wanita yang asupan dietnya tidak adekuat. Anemia lainnya yang jarang dijumpai dalam kehamilan adalah anemia aplastik dan anemia hemolitik.1,6,7,8,9,10

2.3. Pengaruh Anemia terhadap Ibu Hamil

Anemia berat sangat berpengaruh terhadap ibu hamil dan janin, keadaan ini meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Angka kematian ibu pada Negara berkembang yang pernah dilaporkan berkisar 27 ( India ) sampai 147 ( Pakistan ) per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian infeksi, hari rawatan yang semakin panjang, perdarahan paska persalinan dan masalah kesehatan lainnya erat berhubungan dengan keadaan anemia pada ibu hamil. Hubungan ini sangat nyata antara maternal mortalitas dan anemia berat, walaupun data yang diperoleh adalah data retrospektif. Namun data tersebut tidak dapat membuktikan bahwa maternal anemia penyebab angka kematian maternal yang tinggi, sebab selain anemia masih banyak penyebab lainnya yang dapat ikut serta menyebabkan mortalitas maternal.


(25)

Di Indonesia, mortalitas ibu untuk wanita dengan kadar Hb < 10 gr/dl adalah 70/10.000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pada ibu yang tidak anemia 19.7/10.000. Selain anemia defisiensi besi pada ibu hamil, juga dijumpai anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat dan oleh karena cacingan. Tanda dan gejala seorang ibu hamil menderita anemia bisa berupa sakit kepala, badan terasa lemah dan lesu, kurang bertenaga, kebas-kebas. Pada kasus yang lebih berat, terutama pada ibu dengan kadar hemoglobin < 6gr/dl, dapat terjadi keadaan yang mengancam jiwa oleh karena gagal jantung dan oksigenasi yang berkurang terutama pada otot jantung. Namun keadaan anemia oleh karena defisiensi zat gizi sangatlah jarang dijumpai di Negara berkembang, apalagi pemberian suplemen besi sudah menjadi hal yang rutin. Tetapi keadaan anemia dapat terjadi oleh karena komplikasi kehamilan seperti plasenta previa, solusio plasenta, persalinan operatif dan perdarahan paska persalinan. Keadaan ini jika tidak diatasi dengan pemberian zat besi atau transfusi darah dapat berakibat terjadinya komplikasi yang berat.1,4,10

2.4. Pengaruh Maternal Anemia terhadap Janin

Kadar hemoglobin ibu yang terlalu tinggi menggambarkan keadaan volume plasma yang kurang, viskositas darah meningkat sehingga menyebabkan aliran darah menuju pembuluh-pembuluh darah kecil terhambat, termasuk yang di plasenta bed, sehingga asupan janin terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya berat lahir yang rendah.


(26)

Keadaan anemia dengan kadar hemoglobin yang kurang juga menyebabkan terjadinya berat lahir rendah. Suatu penelitian dalam jumlah yang cukup banyak mendapatkan bahwa pemberian suplemen besi pada ibu-ibu yang menderita anemia defisiensi besi dapat meningkatkan berat lahir janin.1,9,10

Keadaan anemia dalam kehamilan erat kaitannya dengan kejadian berat lahir rendah yang berhubungan dengan persalinan premature. Sebagai contoh, seorang ibu yang pertama kali didiagnosa anemia pada usia kehamilan 13-24 minggu memiliki resiko relative 1.18-1.75 kali lebih tinggi untuk kejadian persalinan premature, berat lahir rendah dan mortalitas prenatal.

Penelitian lain yang lebih besar setelah melakukan kontrol terhadap berbagai variabel, Klebanoff dkk mendapatkan resiko 2 kali untuk kejadian persalinan premature pada ibu hamil yang menderita anemia pada trimester kedua kehamilan.

Penelitian di Alabama menunjukkan nilai konsentrasi hematokrit yang rendah pada trimester pertama dan nilai hematokrit yang tinggi pada trimester ketiga kehamilan berhubungan secara bermakna pada peningkatan kejadian persalinan premature.

Sebuah analisis yang dilakukan di Singapura terhadap 3728 persalinan, 571 wanita anemia yang menjalani persalinan memiliki resiko yang lebih besar untuk kejadian persalinan premature dibandingkan wanita yang tidak anemia, tetapi tidak dijumpai perbedaan dalam hal komplikasi persalinan dan luaran neonatal.


(27)

Dengan demikian, hasil dari beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang konsisten antara kejadian anemia defisiensi besi pada awal kehamilan dengan peningkatan persalinan prematur. Pada trimester ketiga hubungan ini tidak dapat dikaitkan karena peningkatan konsentrasi hemoglobin pada trimester ketiga dapat mencerminkan jeleknya peningkatan volume plasma darah. Pada trimester ketiga sulit membedakan keadaan anemia oleh karena defisiensi besi atau oleh karena peningkatan volume plasma.1,8,9,10,11

Low birth weight

Maternal anemia preterm delivery

( any cause ) FGR perinatal death during pregnancy preterm and FGR

Gambar 1. Hubungan antara kejadian anemia terhadap kehamilan dan janin. Dikutip dari pustaka 4.


(28)

Maternal infection, parasitic disease

Diet before diet during maternal conception pregnancy mortality pregnancy hemorrhage

(plasma volume, at delivery red cell mass)

Hb before Hb early in Hb later in Hb postpartum conception pregnancy pregnancy

genetic or medical Fetal Hb

condition ( e.g. sickle Fetal growth Perinatal cell trait, thalessemia) Preterm birth mortality

Gambar 2. Kerangka konsep yang menerangkan hubungan kadar hemoglobin ibu terhadap luaran janin.

Dikutip dari pustaka 4.

2.5. Maternal Anemia dan Kesejahteraan Janin

Hubungan antara maternal anemia dan nilai Apgar score yang rendah pernah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Di India, 102 wanita yang sedang dalam kala I persalinannya diteliti, diperoleh hasil nilai hemoglobin maternal yang tinggi berhubungan dengan nilai Apgar score yang baik dengan resiko yang kecil untuk kejadian asfiksia.


(29)

Di Nigeria, wanita hamil yang diberikan suplementasi dengan zat besi ternyata nilai Apgar score janin yang dilahirkan menjadi lebih tinggi secara nyata. Resiko yang lebih tinggi untuk kejadian prematuritas merupakan salah satu faktor penting terhadap janin dari ibu yang menderita anemia, prematuritas merupakan penyebab komplikasi perinatal yang tinggi terhadap pertumbuhan janin.1,8,12

2.6. Nilai Normal dan Batas Terendah Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil

Masih dalam perdebatan mengenai kadar optimal hemoglobin ibu selama kehamilan. Salah satu alasannya yang paling sering adalah kadar hemoglobin ibu sebelum hamil jarang diketahui, padahal hal ini sangat berpengaruh terhadap kehamilannya. Perubahan yang terjadi selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia yang merupakan keadaan fisiologis.1

Pada keadaan tidak hamil, nilai Hb dan Hct merupakan indikator dari volume plasma daripada jumlah sel darah merah. Faktor individual sangat berpengaruh terhadap volume plasma. Sekitar 2/3 atau bahkan lebih wanita usia reproduktif dibeberapa Negara tidak memiliki cadangan zat besi dalam tubuhnya sehingga wanita-wanita ini jika hamil akan memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya anemia. Nilai normal dan variasi dari Hb dan Hct pada wanita muda yang tidak hamil, sehat secara jasmani adalah : Hb = 12.3 ± 0.9 gr/dl ( berkisar antara 11.4 – 14.3 gr/dl ); Hct = 38% ± 3 ( berkisar antara 34-45% ). Pada wanita hamil sangat sulit untuk menentukan nilai optimal dari kadar hemoglobin dan nilai terendahnya.


(30)

Beberapa peneliti menentukan nilai fisiologis terendah kadar hemoglobin ibu pada kehamilan adalah 10 gr/dl. Pada akhir trimester pertama kadar hemoglobin minimal adalah 11 gr/dl dan pada trimester ketiga adalah 10 gr/dl. Penurunan kadar hemoglobin ibu selama kehamilan sangat berhubungan dengan kadar hemoglobin ibu sebelum hamil. Jika kadar hemoglobin ibu sebelum hamil 10-11 gr/dl, kemungkinan tidak akan menunjukkan penurunan yang bermakna selama hamil. Hal ini disebabkan kadar hemoglobin yang masih dalam batas toleransi, tubuh sanggup bereaksi cepat memproduksi hemoglobin pada saat terjadi kehamilan oleh karena cadangan besi atau oleh karena pemberian suplemen besi dari luar sehingga tidak sampai terjadi penurunan kadar hemoglobin. Berbeda dengan ibu yang sudah menderita anemia sebelum hamil, kadar besi dalam tubuhnya sudah berkurang nyata, sehingga pada saat memasuki kehamilan, volume plasma yang sudah meningkat dari keadaan sebelum hamil tidak diimbangi dengan pembentukan hemoglobin.1,9,10,13

2.7. Kadar Hemoglobin Maternal yang Tinggi dan Efek terhadap Janin

Sering dijumpai komplikasi kehamilan berupa pertumbuhan janin terhambat dan perinatal distress disebabkan oleh kadar hemoglobin maternal yang terlalu tinggi. Beberapa laporan penelitian menunjukkan hubungan antara kadar hemoglobin maternal yang tinggi pada trimester 1 dan 2 kehamilan dengan komplikasi berupa berat janin lahir rendah, persalinan prematur, pregnancy-induced hypertension dan kejadian kematian janin dalam kandungan oleh karena penyebab yang tidak jelas.9


(31)

Murphy dkk melaporkan kejadian hipertensi pada wanita primipara 7% dengan kadar hemoglobin dibawah 10,5 gr/dl dibandingkan 42% pada kadar hemoglobin diatas 14,5 gr/dl.

Garn dkk menemukan kejadian kematian janin dalam kandungan 2.6 kali lebih tinggi pada kadar hemoglobin ibu yang berkisar 14 gr/dl dibandingkan pada kadar hemoglobin berkisar 8 gr/dl. Hal ini dapat dijelaskan dengan kemungkinan gagalnya tubuh untuk menimbulkan suatu keadaan hemodilusi yang merupakan faktor penting dalam suatu kehamilan. Kadar hemoglobin yang tinggi menyebabkan viskositas darah meningkat sehingga akan mengganggu sirkulasi uteroplacental.

Garn dkk menemukan konsentrasi hemoglobin yang optimal bagi kehamilan untuk wanita negro adalah 11 gr/dl ( Ht 34 ) sedangkan untuk wanita kaukasia adalah 12 gr/dl ( Ht 36 ). Kadar hemoglobin 13 gr/dl ( Ht 41 ) merupakan batas optimum yang masih dapat ditolerir.9

2.8. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Janin

Sebelum janin dilahirkan, hanya metode-metode yang dapat dipakai untuk menentukan berat janin didalam kandungan. Beberapa faktor, baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat mempengaruhi berat janin. Faktor maternal, paternal,


(32)

lingkungan, keadaan patologi dan komplikasi kehamilan seperti hipertensi, preeklampsia, diabetes gestasional. 14

Umur kehamilan pada saat persalinan sangat menentukan berat badan janin lahir. Persalinan prematur adalah penyebab berat badan lahir rendah di Amerika. Penyebab lainnya adalah pertumbuhan janin terhambat ( IUGR ) yang paling sering disebabkan oleh infeksi intra uterine, kelainan congenital, dan insufisiensi plasenta kronik. Pada kasus kehamilan lewat

waktu, kejadian bayi makrosomia adalah 17 – 29 % dibandingkan pada kasus persalinan aterm yang hanya 2 – 15 %. Angka kejadian janin makrosomia meningkat tajam sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan diatas kehamilan 37 minggu. Sesuai dengan pengamatan ini, 99 % janin lahir dengan berat badan > 4000 gram pada usia kehamilan > 37 minggu.

Perbedaan yang nyata juga terlihat dalam berat badan lahir bayi dari ibu yang berbeda etnis dan ras. Bergantung pada ras ibu, rata-rata berat lahir bayi berbeda 141 – 395 gram pada usia kehamilan aterm. Penyebab pasti dari faktor ini belum diketahui pasti, namun disangkakan berkaitan dengan faktor genetik, dan faktor metabolism yang berbeda-beda pada setiap etnis dan ras. Sebagai contoh, bayi yang dilahirkan dari etnis Asia dan Afrika lebih kecil dibandingkan etnis Kaukasia pada usia kehamilan yang sama. Bila standard berat janin tunggal dipakai, maka wanita


(33)

hamil etnis Kaukasia akan cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan etnis Asia dan Afrika.15

Faktor lain yang akan mempengaruhi berat janin antara lain tinggi ibu,tingkat obesitas ibu, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan, jumlah paritas, jenis kelamin janin, lokasi ketinggian tempat tinggal ibu, konsentrasi hemoglobin ibu, tinggi ayah, kebiasaan merokok, dan keadaan toleransi glukosa ibu.

Tinggi Ibu

Tinggi ibu merupakan pemeriksaan fisik yang mudah dilakukan, dan berhubungan positif dengan berat janin. Gaya hidup hanya mempengaruhi berat badan dan indeks massa tubuh, tidak mempengaruhi tinggi ibu. Tinggi badan seseorang merupakan gambaran nutrisi pada masa lampau, dan merupakan faktor genetik yang diturunkan oleh kedua orang tuanya. Penelitian pada silsilah manusia menunjukkan bahwa, secara umum kedua orang tua yang berbadan besar akan mempunyai bayi yang besar juga, begitu juga sebaliknya orang tua yang berbadan kecil akan mempunyai bayi yang kecil juga.

Maternal Obesitas

Tingkat obesitas ibu sangat mempengaruhi berat janin, semakin besar berat ibu, semakin besar janin yang dilahirkan. Berat ibu dan berat janin berhubungan langsung, ibu dengan Indeks Massa Tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang tinggi untuk kejadian gestasional diabetes mellitus.16


(34)

Pertambahan berat ibu selama kehamilan

Pertambahan berat ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dalam kandungan, semakin besar pertambahan berat ibu, semakin besar janin yang akan dilahirkan. Pertambahan berat badan selama kehamilan berbanding lurus dengan asupan kalori ibu. Pertambahan berat badan yang berlebihan juga meningkatkan resiko kejadian gestasional diabetes mellitus. 17,18

Paritas

Jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin, semakin banyak jumlah paritas, semakin besar janinnya bakal lahir. Pada usia kehamilan aterm, janin akan bertambah berat 0.2 – 0.5 gram/hari untuk setiap peningkatan jumlah 1 persalinan ibu.14

Jenis Kelamin Janin

Jenis kelamin janin berhubungan langsung dengan berat lahir janin, variasinya berkisar 2 %. Janin perempuan lebih kecil dibanding janin laki-laki pada usia kehamilan yang sama. Perbedaan rata-rata janin laki-laki dibandingkan janin perempuan berkisar 136 gram.14

Ketinggian tempat tinggal

Ketinggian tempat tinggal juga mempengaruhi berat janin yang dikandung oleh ibu. Kadar konsentrasi hemoglobin orang dewasa meningkat 1.52 g/dl setiap kenaikan 1000 meter dari permukaan laut. Berat janin pada usia aterm berkurang 30 – 43


(35)

gram setiap kenaikan 1000 meter dari permukaan air laut. Beberapa penjelasan yang mungkin untuk menerangkan hubungan ini yaitu :

1. Penurunan tekanan oksigen yang sebanding dengan peningkatan ketinggian tempat

tinggal.

2. Peningkatan kadar hemoglobin ibu dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal. 3. Penurunan volume plasma ibu dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal.14,18

Konsentrasi Hemoglobin Maternal

Konsentrasi hemoglobin maternal menerangkan 2.6% dari variasi berat lahir bayi, terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi berat janin. Berat badan lahir dengan konsentrasi hemoglobin ibu berbanding terbalik, dimana setiap peningkatan 1.0 g/dl konsentrasi hemoglobin ibu, berat janin aterm akan berkurang 89 gram. Efek ini disebabkan oleh perubahan viskositas darah, kenaikan nilai hematokrit yang disebabkan oleh kadar hemoglobin darah yang meningkat. Peningkatan viskositas darah menyebabkan aliran darah menuju pembuluh-pembuluh darah kecil terhambat, termasuk yang di plasenta bed. Efek ini menjelaskan kenapa ibu yang bertempat tinggal di daerah tinggi cenderung melahirkan janin dengan berat lahir rendah (karena peningkatan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit ).14,18

Tinggi Ayah

Postur tubuh ayah yang tinggi menyumbang sekitar 2 % dari variasi berat janin lahir. Hal ini lebih pada sifat genetik yang diturunkan sang ayah kepada anaknya.


(36)

Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok selama kehamilan meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan menyebabkan berat badan lahir rendah. Berat janin berkurang 12 – 18 gram setiap 1 batang rokok yang dihisap perhari. Sebagai ilustrasi, seorang ibu yang menghisap rokok 1 bungkus sehari, maka berat badan janin yang dikandungnya akan berkurang sekitar 240 -360 gram pada saat aterm.

Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol yang diderita seorang ibu hamil merupakan penyebab yang paling sering dari bayi makrosomia. Glukosa merupakan substrat primer yang dibutuhkan janin untuk pertumbuhannya. Ketika kadar glukosa ibu meningkat berlebihan, pertumbuhan janin yang abnormal akan terjadi. Jika pada populasi umum angka kejadian janin makrosomia hanya 2 -15 %, maka angka kejadian pada ibu dengan diabetes gestasional yang tidak terkontrol meningkat sekitar 20 – 33 %. Walaupun seorang ibu tidak menderita diabetes, namun peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan dapat menyebabkan berat janin meningkat.18

Penyakit ibu lainnya dan Komplikasi kehamilan

Beberapa penyakit ibu dan komplikasi kehamilan berhubungan dengan angka kejadian berat badan lahir rendah. Penyebab yang paling sering adalah hipertensi kronik dan preeklampsia. Hipertensi kronik menyebabkan penurunan berat janin


(37)

lahir sekitar 161 gram pada kehamilan aterm. Untuk preeklampsia ringan, rata-rata penurunannya berkisar 105 gram. Namun pada preeklampsia berat ataupun sindroma HELLP, masih dalam penelitian lanjut. Beberapa penyakit yang diderita ibu seperti connective-tissue diseases, infeksi janin dalam kandungan oleh virus, parasit ataupun bakteri, abnormalitas kromosom dan kelainan congenital juga merupakan penyebab berat badan lahir rendah.14,18

2.9. Penentuan Berat Janin Berdasarkan Tinggi Fundus Uteri ( Johnson Thausack )

Pengukuran tinggi fundus uteri merupakan metode pemeriksaan yang sangat sederhana, murah dan merupakan pemeriksaan yang lazim dilaksanakan pada pemeriksaan antenatal. Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan janin yang tidak begitu baik dengan menilai besarnya tinggi fundus uteri yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, atau penilaian terhadap janin yang tumbuh terlalu besar sehingga tinggi fundus yang terlalu besar, seperti pada kehamilan ganda. Berdasarkan metode ini dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri, kemudian hasil pengukuran dimasukkan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus :

Berat badan janin = ( Tinggi Fundus Uteri – 13 ) X 155 gram ; untuk kepala janin yang masih floating.

Berat badan janin = ( Tinggi Fundus Uteri – 12 ) X 155 gram ; untuk kepala janin yang yang sudah memasuki pintu atas panggul / H III.


(38)

Berat badan janin = ( Tinggi Fundus Uteri – 11 ) X 155 gram ; untuk kepala janin yang sudah melewati HIII.

Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pengosongan kandung kemih. Bila ketuban sudah pecah ditambah 10% dan tinggi fundus uteri diukur dalam sentimeter.19,20,21,22

Gambar 3. Grafik hubungan tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan dan berat badan janin.

Dikutip dari pustaka 22.


(39)

Gambar 4. Pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan sentimeter. Dikutip dari pustaka 23.

Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan pada posisi ibu tidur terlentang, ibu diminta untuk berkemih sehingga kandung kemih dalam keadaan kosong. Titik 0 pada pengukurannya adalah tulang symphisis pubis. Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan Leopold. Perut ibu disimetriskan, sentimeter ditarik dari titik 0 sampai setinggi umbilikus, kemudian ditambahkan dari hasil pengukuran yang kembali dimulai dari umbilikus ke fundus uteri.23


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan disain potong lintang.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan mulai 9 Agustus 2008 sampai selesai.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang akan bersalin di RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan mulai 9 Agustus 2008 sampai sampel terpenuhi.

3.4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien-pasien yang akan melahirkan yang memenuhi kriteria penerimaan.

Berdasarkan perhitungan statistik, jumlah sampel yang dibutuhkan 2

n = U(Z + Z ) Sd


(41)

Dimana :

• Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang

ditentukan : = 0.05 å Z = 1,96

• Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang

ditentukan : untuk = 0.10 å Z = 1,282

• Sd = simpangan baku (1,746)

• d = selisih Hb rata-rata kedua kelompok yang bermakna (0,60 gr/dl) 2

n = U( 1,96 + 1,282) 1,746

0,6

= 178,0 sampel

Jadi dibutuhkan sampel sebanyak 178 agar nilai kemaknaannya tidak kurang dari 95% dan kuasa uji juga tidak kurang dari 90% serta selisih rerata yang bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 tidak lebih dari 0,60 gr/dl. Dalam penelitian ini sampel diambil sebanyak 200.

3.5. Cara Penelitian

Seluruh pasien-pasien yang akan melahirkan di RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan dilakukan pencatatan data-data meliputi umur, usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir, paritas, tingkat pendidikan, kadar hemoglobin berdasarkan pemeriksaan Hb cyan dan tinggi fundus uteri. Kemudian setelah ibu melahirkan dilakukan pencatatan berat badan bayi, panjang badan, jenis kelamin dan Apgar score.


(42)

3.6. Kriteria Sampel 3.6.1. Kriteria Inklusi

- pasien yang akan melahirkan dengan usia kehamilan ≥ 37 minggu, letak kepala.

- Bersedia ikut dalam penelitian

3.6.2. Kriteria Eksklusi - kehamilan ganda

- dijumpai penyakit penyulit selama kehamilan ini

3.7. Kerangka Kerja

Ibu inpartu hamil tunggal usia kehamilan ≥37 minggu

Dilakukan pemeriksaan ibu hamil, pencatatan identitas, pemeriksaan tinggi fundus uteri dan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin

Setelah bayi lahir, dilakukan penimbangan berat badan janin, jenis kelamin, Apgar score


(43)

3.8. Batasan Operasional

1. Hamil normal adalah kehamilan tanpa komplikasi yang serius terhadap ibu dan janin selama kehamilan.

2. Hamil dengan pemberat adalah kehamilan dengan komplikasi yang serius

terhadap ibu dan janin selama kehamilan.

3. Usia kehamilan dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir, secara klinis atau dengan ultrasonografi.

4. Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah < 11 gr/dl. 5. Non anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah ≥ 11 gr/dl.

6. BBLR adalah berat badan lahir rendah dimana bayi yang dilahirkan memiliki

berat ≤ 2500 gram.

7. BBLN adalah berat badan lahir normal dimana bayi yang dilahirkan memiliki

berat > 2500 gram.

8. Pemeriksaan ibu hamil dilakukan dengan menggunakan metode pemeriksaan

Leopold sekaligus dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan sentimeter.

9. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan di laboratorium Patologi Klinik

RSUP Haji Adam Malik Medan, RSPM, RS. Tembakau Deli dan RS. Sundari Medan dengan memakai metode Cyan.


(44)

3.9. Analisa Data

1. Untuk melihat hubungan karakteristik ibu dan status anemia dengan kejadian

BBLR digunakan uji Chi-square.

2. Untuk melihat hubungan tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan pada ibu

anemia dan tidak anemia dengan kejadian BBLR dan BBLN digunakan uji korelasi Pearson jika kedua kelompok data berdistribusi normal, sebaliknya digunakan uji korelasi Spearman jika kedua kelompok data tidak berdistribusi normal.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik data penelitian dan hubungannya dengan berat badan lahir BBL

BBLR BBLN Karakteristik

ibu

n % N % P Usia : <30 – 40 >40 7 7 0 3,5 3,5 0,0 96 82 8 48,0 41,0 4,0 0,701 Gravida : 1-2 3-4 >4 10 2 2 5,0 1,0 1,0 90 68 28 45 34 14 0,199 Pendidikan : SD SMP SMA SARJANA 2 3 6 3 1,0 1,5 3,0 1,5 13 27 116 30 6,5 13,5 58,0 15,0 0,499 Pekerjaan : IRT Wiraswasta PNS 14 0 0 7,0 0,0 0,0 160 10 16 80,0 5,0 8,0 0,325

Jumlah 14 7,0 186 93

Uji Chi-square

Selama periode penelitian yang dimulai Agustus 2008 sampai jumlah sampel terpenuhi, dikumpulkan sebanyak 200 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Dari tabel 1 dapat dilihat sebaran umur, graviditas, pendidikan dan pekerjaan pasien pada kelompok penelitian ini tidak berbeda bermakna (p>0,05) sehingga homogenitas kelompok sampel penelitian ini tidak berbeda bermakna dan layak untuk diteliti. Dari 200 sampel penelitian ini diperoleh 14 ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR (7%). Angka ini menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan yang


(46)

dipublikasikan oleh beberapa penelitian terdahulu. Husaini (1998) melaporkan angka BBLR sebesar 10-14%. Hasil survey di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (2000) mendapatkan angka BBLR 11,8%. Angka yang diperoleh dari penelitian ini telah sesuai dengan target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%.24

Tabel 2. Hubungan kejadian anemia dengan berat badan lahir BBL

BBLR BBLN

P OR Status

Anemia n % N %

Anemia 10 5,0 71 35,5 Non

anemia

4 2,0 115 57,5

0,015 4,049 = 4

Jumlah 14 7,0 186 93 Uji Chi-square

Berdasarkan data pada tabel diatas, dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik kejadian BBLR pada kelompok anemia dibandingkan pada kelompok yang non anemia (p<0,05). Ibu dengan anemia mempunyai resiko 4 kali untuk mengalami BBLR dibandingkan ibu yang tidak anemia.

Bondevik (2001) dalam penelitiannya mengenai Maternal Hematological Status and Risk of Low Birth Weight Preterm Delivery di Nepal, menyimpulkan bahwa anemia berhubungan secara signifikan terhadap meningkatnya kejadian BBLR.25


(47)

Bhargava dkk (2000) dalam penelitiannya di Kenya mengenai Modelling the Effects of Maternal Nutritional Status and Socioeconomic Outcome on the Anthropometric and Psychologic Indicators of Kenya Infant from age 0-6 months, menyimpulkan bahwa status gizi dan kadar hemoglobin ibu mempunyai hubungan positif dengan berat badan lahir bayi.26

Tabel 3. Hubungan tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan dengan anemia dan BBLR

Usia kehamilan (minggu)

37 38 39

Tinggi Fundus

uteri (cm) n % N % N %

Total

28 1 10,0 0 0,0 1 10,0

29 1 10,0 0 0,0 0 0,0

30 0 0,0 0 0,0 1 10,0

31 1 10,0 1 10,0 1 10,0

32 1 10,0 0 0,0 0 0,0

34 1 10,0 0 0,0 0 0,0

36 1 10,0 0 0,0 0 0,0

Total 6 60,0 1 10,0 3 30,0 10

Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson didapati r = -0,369 dan p = 0,294 (p>0,05) maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan dengan anemia dan BBLR.

Hal ini disebabkan data pada setiap kelompok usia kehamilan dan tinggi fundus uteri tidak tersebar secara merata, dijumpai kasus persalinan BBLR terbanyak pada kelompok usia 37 minggu (60%).


(48)

Usia kehamilan

39.5 39.0

38.5 38.0

37.5 37.0

36.5

TFU (cm)

38 36 34 32 30 28 26

Gambar 5. Sebaran data Tinggi Fundus Uteri dan usia kehamilan pada kehamilan anemia dengan BBLR

Berdasarkan gambar diatas, ada kecenderungan pada kehamilan dengan komplikasi anemia dan BBLR, semakin bertambah usia kehamilan, tinggi fundus uteri yang diukur akan lebih kecil untuk usia kehamilan yang sesuai.

Quaranta dkk. (1981) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengukuran tinggi fundus uteri mempunyai nilai prediksi yang sangat besar dalam menentukan kejadian BBLR, terutama pada usia kehamilan 32-33 minggu dengan nilai prediksi 69%.27


(49)

Tabel 4. Hubungan Tinggi Fundus Uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan BBLR

Usia kehamilan (minggu)

37 38 39

Tinggi Fundus

uteri (cm) N % N % N %

Total 28 1 7,1 0 0,0 1 7,1 29 1 7,1 0 0,0 0 0,0 30 0 0,0 0 0,0 2 14,3

31 2 14,3 1 7,1 2 14,3

32 1 7,1 1 7,1 0 0,0 34 1 7,1 0 0,0 0 0,0 36 1 7,1 0 0,0 0 0,0 Total 7 50 2 14,3 5 35,7 14

Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson didapati r = -0,339 dan p = 0,235 (p>0,05) maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan dengan BBLR.

Pada tabel diatas, dijumpai data terbanyak pada kelompok usia 37 minggu (50%) dan tinggi fundus uteri pada kelompok 31 cm (35,7%), oleh karena sebaran yang tidak merata ini menyebabkan uji korelasi yang dibuat menunjukkan hubungan yang tidak bermakna.

Rosenberg dkk. (1982) mendapatkan data yang sangat kontroversial, dimana pengukuran tinggi fundus uteri dapat memprediksikan 56% kejadian pertumbuhan janin terhambat dibandingkan dengan pemeriksaan klinik lainnya yang hanya mempunyai nilai prediksi 49%.28


(50)

Usia kehamilan

39.5 39.0

38.5 38.0

37.5 37.0

36.5

TFU (cm)

38 36 34 32 30 28 26

Gambar 6. Sebaran data Tinggi Fundus Uteri dan usia kehamilan pada kehamilan dengan BBLR

Berdasarkan gambar diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada kehamilan dengan BBLR semakin bertambah usia kehamilan, akan didapati nilai yang lebih kecil pada pengukuran tinggi fundus uteri untuk usia kehamilan yang sesuai.

Belizan dkk. (1978) dalam pengamatannya mengukur tinggi fundus uteri, mampu memprediksikan 38 dari 44 bayi yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 10 persentil dari kurva pertumbuhan janin normal.29


(51)

Calvert dkk. ( 1982) mendapatkan bahwa pengukuran tinggi fundus uteri mempunyai nilai prediksi sampai 65% untuk memperkirakan berat janin yang berada dibawah 10 persentil kurva pertumbuhan janin normal.30

Tabel 5. Hubungan Tinggi Fundus Uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan BBLN

Usia kehamilan (minggu)

37 38 39 40 41 42

Tinggi Fundus Uteri

(cm) n % n % n % N % N % n %

Total

28 0 0,0 1 0,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

29 0 0,0 0 0,0 1 0,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0

30 1 0,5 3 1,6 6 3,2 2 1,1 0 0,0 0 0,0

31 2 1,1 2 1,1 8 4,3 4 2,2 0 0,0 0 0,0

32 3 1,6 5 2,7 25 13,4 7 3,8 1 0,5 0 0,0

33 5 2,7 5 2,7 22 11,8 2 1,1 1 0,5 1 0,5

34 2 1,1 3 1,6 13 7,0 5 2,7 3 1,6 0 0,0

35 2 1,1 2 1,1 8 4,3 6 3,2 0 0,0 0 0,0

36 2 1,1 4 2,2 6 3,2 8 4,3 0 0,0 0 0,0

37 0 0,0 0 0,0 3 1,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0

38 0 0,0 0 0,0 3 1,6 2 1,1 0 0,0 0 0,0

39 0 0,0 0 0,0 1 0,5 1 0,5 0 0,0 1 0,5

40 0 0,0 1 0,5 2 1,1 0 0,0 0 0,0 0 0,0

41 0 0,0 0 0,0 1 0,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 17 9,1 26 14,0 99 53,2 37 19,9 5 2,7 2 1,1 186

Berdasarkan uji statistik korelasi Spearman didapati r = 0,126 dan p = 0,086 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan pada kehamilan dengan BBLN. Hal ini disebabkan sebaran data yang tidak merata, kelompok usia kehamilan terbanyak pada kelompok usia 39 minggu (53,2%) dengan tinggi fundus uteri terbanyak 32 cm.

Westin (1977) mendapatkan kurva tinggi fundus uteri menurut usia kehamilan berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada 100 ibu hamil normal. Dengan


(52)

menggunakan kurva yang diperoleh, dia dapat memprediksikan berat badan bayi yang akan dilahirkan, dengan nilai prediksi 75% pada berat janin yang berada dibawah lebih dari 1 SD rata dan 65% pada berat janin yang berada diatas 1 SD rata-rata.31

Taylor P dkk. (1984) menyatakan bahwa pemeriksaan tinggi fundus uteri yang sederhana dapat memberikan informasi tentang pertumbuhan janin terhambat ataupun pertumbuhan yang terlalu besar. Pengukuran tinggi fundus uteri pada usia kehamilan 37-42 minggu dapat membantu dalam menentukan taksiran berat janin.32


(53)

Usia kehamilan

43 42

41 40

39 38

37 36

TFU (cm)

42

40

38

36

34

32

30

28

26

Gambar 7. Sebaran data Tinggi Fundus Uteri dan usia kehamilan pada kehamilan dengan BBLN

Berdasarkan gambar diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada kecenderungan pada kehamilan dengan BBLN semakin bertambah usia kehamilan, pengukuran tinggi fundus uteri akan menunjukkan nilai yang lebih besar pada usia kehamilan yang sesuai.

Quaranta dkk. (1981) dan Calvert dkk. (1982) melaporkan observasi tinggi fundus uteri pada ibu hamil akan menggambarkan usia kehamilannya, besarnya tinggi fundus menunjukkan usia kehamilan yang sama nilainya bahkan sampai usia kehamilan 34


(54)

minggu. Hal ini terbukti dengan melihat gambar diatas, tinggi fundus uteri pada usia

kehamilan ≥ 37 minggu tidak menunjukkan peningkatan dari 37 cm. Pada kehamilan

≥ 37 cm tinggi fundus uteri menunjukkan variasi yang sangat bermakna,

menggambarkan besarnya janin intra uterin.27,30

Tabel 6. Hubungan jenis kelamin janin dengan kejadian BBLR dan BBLN BBL

BBLR BBLN P

Total Jenis

Kelamin n % N %

Perempuan 5 2,5 88 44,0 Laki-laki 9 4,5 98 49,0

0,401

Total 14 7,0 186 93,5 200

Uji Chi-square

Berdasarkan data pada tabel 7 diatas, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara kejadian BBLR pada janin laki-laki ataupun perempuan (p>0,05). Secara teoritis berat badan bayi laki-laki cenderung lebih besar bila dibandingkan bayi perempuan. Berat ini bervariasi 2% antara bayi laki-laki dan perempuan. Namun dalam penelitian ini kejadian BBLR tidak berbeda antara bayi laki-laki dan perempuan.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari 200 kasus yang diperiksa; dijumpai sebanyak 81 ibu yang menderita anemia

(40,5%). Hal ini membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, sehingga pemberian suplementasi tablet besi sangat diajurkan pada ibu hamil.

2. Pada penelitian ini kejadian BBLR (BBL ≤ 2500gr) kecil; dari 200 persalinan

hanya dijumpai 14 kasus (7%).

3. Dari data penelitian ini, ibu anemia beresiko 4 kali melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

4. Pada penelitian ini diketahui pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri Ibu hamil dengan BBLR memberikan gambaran kecendurungan semakin bertambah usia kehamilan tinggi Fundus Uteri yang diukur akan lebih kecil untuk usia kehamilan yang sesuai.

5. Pada penelitian ini ditemukan tinggi fundus uteri ibu hamil ≥ 38 cm; berat janin

cenderung ≥ 4000 gr; sehingga harus diantisipasi cara melahirkan untuk


(56)

6. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pada usia kehamilan ≥ 37 minggu bila diperoleh tinggi fundus uteri ≥ 32 cm, maka janin telah mencapai berat ≥ 2500 gram.

5.2. Saran

1. Pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan sentimeter merupakan

standar pemeriksaan yang harus dilakukan dalam pemeriksaan antenatal.

2. Penatalaksanaan pencegahan anemia terhadap ibu hamil harus diupayakan


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen LH. Anemia and iron deficiency : effects on pregnancy outcome. Am J

Clin Nutr 2000;71(suppl). 2000, p1280-2.

2. Lubis Z. Status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang dilahirkan. Pengantar Falsafah Sains Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, November 2003. p1-5.

3. Cunningham FG. Fetal growth and Development. William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill Companies Inc United States of America. 2005; p 91-112.

4. Fowles RE. Prenatal Nutrition and birth outcomes. Jognn Clinical Issue. 2004. p809-12.

5. Tris Mananti CD, Roeshadi RH, Hanafiah TM. Tesis : Efek pemberian iron

sucrose terhadap wanita hamil dengan anemia defisiensi besi. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, 2006, p6-8.

6. Cunningham FG. Anemia . William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill

Companies Inc United States of America. 2005; p1144-7.

7. Scholl TO, Reilly T. Anemia, iron and pregnancy outcome. Department of

Obstetrics and Gynecology, University of Medicine and Dentistry of New Jersey. The journal of nutrition, 2000, p443-5.

8. Rasmussen KM. Is there a causal relationship between iron deficiency or iron deficiency anemia and weight at birth, length of gestation and perinatal mortality? American Society for Nutritional Sciences, 2001. p590-1

9. Steer JP. Maternal hemoglobin concentration and birth weight. American

Journal of Clinical Nutrition, Vol. 71, No. 5, May 2000, p1285-7.

10. Sifaksis S & Pharmakides G. Anemia in pregnancy. Department of Obstetrics and Gynecology, University Hospital of Heraklion, University of Crete, Heraklion, Greece. p125-34.


(58)

11.Lone FW, Qureshi RN, Emanuel F. Maternal anemia and its impact on perinatal outcome. Tropical Medicine and International Health, Vol. 9 No. 4. 2004. p486-8.

12.Warouw NN, Wiriadinata S. Hubungan serum feritin ibu hamil trimester ketiga dengan bayi berat lahir rendah. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2005. p5-12.

13.Swain S, Singh S, Bhatia BD et al. Maternal hemoglobin and serum albumin and fetal growth. Department of Obstetrics and Gynecology and Pediatrics, Institute of Medical Sciences, Banaras Hindu University. 1994. p777-80.

14.Nahum GG et al. Estimation of fetal weight available in

HU

http://www.emedicine.comU

15.Perry IJ, Beevers DG, Whincup PH et al. Predictors of ratio of placental weight to fetal weight in multiethnic community. BMJ 1995;310: p436-9.

16.Sahu MT, Agarwal A, Das Vinita et al. Impact of maternal body mass index on obstetrics outcome. J Obstet. Gynaecol. Res. Vol. 33, No 5, Oktober 2007. p655-9.

17.Steer PJ, Alam MA, Wadsworth J, Welch A. Relation between maternal

haemoglobin concentration and birthweight in different ethnic groups. BMJ 1995;310: p489–91.

18.Cunningham FG. Prenatal care . William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill

Companies Inc United States of America. 2005; p201-20.

19.Rustam M, Lutan D. Sinopsis Obstetri ; Imbang feto-pelvik, Imbang

sefalo-pelvik dan Disproporsi sefalo-sefalo-pelvik. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta : 1998; p318-20.

20.Neilson JP. Symphysis-fundal height measurement in pregnancy. In the WHO

Reproductive Health Library 10. p1-2.

21.Rai L, Kurien L, Kumar P. Symphisis fundal height curve-A simple method for foetal growth assessment. Department of Obstetrics and Gynaecology, KMC Hospital, India, p1-2.


(59)

23.Hanretty KP. Obstetrics Illustrated 6th edition. Churchill Livingstone, 2003. p77.

24.DepKes RI. 2000. Program Perbaikan Gizi menuju Indonesia Sehat 2010.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

25.Bondevik GT, Lie RT, Ulstein M. Maternal hematological status and risk of low birth weight preterm delivery in Nepal. Journal : Acta Obstetry Gynecology 2001 May, Bergen, Norway : University of Bergen. p402-8.

26.Bhargava A. Modelling the effects of maternal nutritional status and

socioeconomic variables on the anthropometric and psycologic indicators of Kenya infant from age 0-6 months. Journal : Am J Physiologi Anthropologi, 2000 January, Houston, Texas : University of Houston. p89-104.

27.Quaranta P, Currell R, Redman CWG and Robinson JS. Prediction of

Small-for-Dates Infants by measurement of Symphysial Fundal Height. Br J Obstet Gynaecol 1981;88: p115-9.

28.Rosenberg K, Grant JM, Tweedie I, Aitchison T and Gallagher F. Measurement

of fundal height as a screening test for fetal growth retardation. Br J Obstet Gynaecol 1982b; 89: p447-50.

29.Belizan JM, Villar J, Nardin JC, Malamud J and Sainz De Vicuna L. Diagnosis of intrauterine growth retardation by a simple clinical method: Measurement of uterine height. Am J Obstet Gynecol 1978; 131: p613-48.

30.Calvert JP, Crean EE, Newcomhe RG and Pearson JF. Antenatal screening by

measurement of symphysis-fundus height. Br Med J 1982; p846-849.

31.Westin B. Gravidogram and fetal growth. Acta Obstet Gynecol Scand 1977; 56: p273-82.

32.Taylor P, Coulthard AC, Robinson JS. Symphysial-Fundal Height from 12


(1)

minggu. Hal ini terbukti dengan melihat gambar diatas, tinggi fundus uteri pada usia kehamilan ≥ 37 minggu tidak menunjukkan peningkatan dari 37 cm. Pada kehamilan

≥ 37 cm tinggi fundus uteri menunjukkan variasi yang sangat bermakna,

menggambarkan besarnya janin intra uterin.27,30

Tabel 6. Hubungan jenis kelamin janin dengan kejadian BBLR dan BBLN BBL

BBLR BBLN P

Total Jenis

Kelamin n % N %

Perempuan 5 2,5 88 44,0 Laki-laki 9 4,5 98 49,0

0,401

Total 14 7,0 186 93,5 200

Uji Chi-square

Berdasarkan data pada tabel 7 diatas, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara kejadian BBLR pada janin laki-laki ataupun perempuan (p>0,05). Secara teoritis berat badan bayi laki-laki cenderung lebih besar bila dibandingkan bayi perempuan. Berat ini bervariasi 2% antara bayi laki-laki dan perempuan. Namun dalam penelitian ini kejadian BBLR tidak berbeda antara bayi laki-laki dan perempuan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari 200 kasus yang diperiksa; dijumpai sebanyak 81 ibu yang menderita anemia (40,5%). Hal ini membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, sehingga pemberian suplementasi tablet besi sangat diajurkan pada ibu hamil.

2. Pada penelitian ini kejadian BBLR (BBL ≤ 2500gr) kecil; dari 200 persalinan hanya dijumpai 14 kasus (7%).

3. Dari data penelitian ini, ibu anemia beresiko 4 kali melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

4. Pada penelitian ini diketahui pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri Ibu hamil dengan BBLR memberikan gambaran kecendurungan semakin bertambah usia kehamilan tinggi Fundus Uteri yang diukur akan lebih kecil untuk usia kehamilan yang sesuai.

5. Pada penelitian ini ditemukan tinggi fundus uteri ibu hamil ≥ 38 cm; berat janin cenderung ≥ 4000 gr; sehingga harus diantisipasi cara melahirkan untuk mendapatkan luaran janin yang lebih baik.


(3)

6. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pada usia kehamilan ≥ 37 minggu bila diperoleh tinggi fundus uteri ≥ 32 cm, maka janin telah mencapai berat ≥ 2500 gram.

5.2. Saran

1. Pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan sentimeter merupakan standar pemeriksaan yang harus dilakukan dalam pemeriksaan antenatal.

2. Penatalaksanaan pencegahan anemia terhadap ibu hamil harus diupayakan seoptimal mungkin untuk menurunkan kejadian BBLR.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen LH. Anemia and iron deficiency : effects on pregnancy outcome. Am J Clin Nutr 2000;71(suppl). 2000, p1280-2.

2. Lubis Z. Status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang dilahirkan. Pengantar Falsafah Sains Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, November 2003. p1-5.

3. Cunningham FG. Fetal growth and Development. William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill Companies Inc United States of America. 2005; p 91-112.

4. Fowles RE. Prenatal Nutrition and birth outcomes. Jognn Clinical Issue. 2004. p809-12.

5. Tris Mananti CD, Roeshadi RH, Hanafiah TM. Tesis : Efek pemberian iron sucrose terhadap wanita hamil dengan anemia defisiensi besi. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, 2006, p6-8.

6. Cunningham FG. Anemia . William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill Companies Inc United States of America. 2005; p1144-7.

7. Scholl TO, Reilly T. Anemia, iron and pregnancy outcome. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Medicine and Dentistry of New Jersey. The journal of nutrition, 2000, p443-5.

8. Rasmussen KM. Is there a causal relationship between iron deficiency or iron deficiency anemia and weight at birth, length of gestation and perinatal mortality? American Society for Nutritional Sciences, 2001. p590-1

9. Steer JP. Maternal hemoglobin concentration and birth weight. American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 71, No. 5, May 2000, p1285-7.

10. Sifaksis S & Pharmakides G. Anemia in pregnancy. Department of Obstetrics and Gynecology, University Hospital of Heraklion, University of Crete, Heraklion, Greece. p125-34.


(5)

11.Lone FW, Qureshi RN, Emanuel F. Maternal anemia and its impact on perinatal outcome. Tropical Medicine and International Health, Vol. 9 No. 4. 2004. p486-8.

12.Warouw NN, Wiriadinata S. Hubungan serum feritin ibu hamil trimester ketiga dengan bayi berat lahir rendah. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2005. p5-12.

13.Swain S, Singh S, Bhatia BD et al. Maternal hemoglobin and serum albumin and fetal growth. Department of Obstetrics and Gynecology and Pediatrics, Institute of Medical Sciences, Banaras Hindu University. 1994. p777-80.

14.Nahum GG et al. Estimation of fetal weight available in

HU

http://www.emedicine.comU

15.Perry IJ, Beevers DG, Whincup PH et al. Predictors of ratio of placental weight to fetal weight in multiethnic community. BMJ 1995;310: p436-9.

16.Sahu MT, Agarwal A, Das Vinita et al. Impact of maternal body mass index on obstetrics outcome. J Obstet. Gynaecol. Res. Vol. 33, No 5, Oktober 2007. p655-9.

17.Steer PJ, Alam MA, Wadsworth J, Welch A. Relation between maternal haemoglobin concentration and birthweight in different ethnic groups. BMJ 1995;310: p489–91.

18.Cunningham FG. Prenatal care . William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill Companies Inc United States of America. 2005; p201-20.

19.Rustam M, Lutan D. Sinopsis Obstetri ; Imbang feto-pelvik, Imbang sefalo-pelvik dan Disproporsi sefalo-sefalo-pelvik. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta : 1998; p318-20.

20.Neilson JP. Symphysis-fundal height measurement in pregnancy. In the WHO Reproductive Health Library 10. p1-2.

21.Rai L, Kurien L, Kumar P. Symphisis fundal height curve-A simple method for foetal growth assessment. Department of Obstetrics and Gynaecology, KMC Hospital, India, p1-2.


(6)

23.Hanretty KP. Obstetrics Illustrated 6th edition. Churchill Livingstone, 2003. p77. 24.DepKes RI. 2000. Program Perbaikan Gizi menuju Indonesia Sehat 2010.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

25.Bondevik GT, Lie RT, Ulstein M. Maternal hematological status and risk of low birth weight preterm delivery in Nepal. Journal : Acta Obstetry Gynecology 2001 May, Bergen, Norway : University of Bergen. p402-8.

26.Bhargava A. Modelling the effects of maternal nutritional status and socioeconomic variables on the anthropometric and psycologic indicators of Kenya infant from age 0-6 months. Journal : Am J Physiologi Anthropologi, 2000 January, Houston, Texas : University of Houston. p89-104.

27.Quaranta P, Currell R, Redman CWG and Robinson JS. Prediction of Small-for-Dates Infants by measurement of Symphysial Fundal Height. Br J Obstet Gynaecol 1981;88: p115-9.

28.Rosenberg K, Grant JM, Tweedie I, Aitchison T and Gallagher F. Measurement of fundal height as a screening test for fetal growth retardation. Br J Obstet Gynaecol 1982b; 89: p447-50.

29.Belizan JM, Villar J, Nardin JC, Malamud J and Sainz De Vicuna L. Diagnosis of intrauterine growth retardation by a simple clinical method: Measurement of uterine height. Am J Obstet Gynecol 1978; 131: p613-48.

30.Calvert JP, Crean EE, Newcomhe RG and Pearson JF. Antenatal screening by measurement of symphysis-fundus height. Br Med J 1982; p846-849.

31.Westin B. Gravidogram and fetal growth. Acta Obstet Gynecol Scand 1977; 56: p273-82.

32.Taylor P, Coulthard AC, Robinson JS. Symphysial-Fundal Height from 12 weeks’ Gestation. Aus NZ J Obstet Gynaec 1984;24: p189.