Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Simalungun Tahun 2013

(1)

PENGARUH KONSUMSI TEMBAKAU KUNYAH TERHADAP KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI

KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

BAHTERA BINDAVID PURBA 117032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KONSUMSI TEMBAKAU KUNYAH TERHADAP KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI

KABUPATEN SIMALUNGUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAHTERA BINDAVID PURBA 117032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KONSUMSI TEMBAKAU KUNYAH TERHADAP KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Bahtera Bindavid Purba Nomor Induk Mahasiswa : 117032003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) (Drs. Jemadi, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Drs. Jemadi, M.Kes

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kesi 3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSUMSI TEMBAKAU KUNYAH TERHADAP KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI

KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

Bahtera Bindavid Purba 117032003/IKM


(6)

ABSTRAK

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhitungkan masa gestasinya. Di Kecamatan Purba dan Silima Kuta pola kejadian kasus BBLR meningkat dari tahun 2008 hingga 2012 dan peningkatan ini diduga disebabkan oleh konsumsi tembakau. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini adalah penelitian observasional rancangan kasus-kontrol. Sampel sebanyak 38 ibu yang melahirkan bayi BBLR (kasus) dan 38 ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR (kontrol) dicuplik secara purposif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis tabel dan regresi logistik. Pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian BBLR ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval (CI) 95% pada taraf nyata α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan kejadian BBLR dipengaruhi oleh konsumsi tembakau 4-5 kali/hari OR=4,28; CI(1,12-16,23), konsumsi tembakau > 5 kali/hari OR=5,84; CI(1,73-19,74), paritas ibu OR=2,92; CI(1,03-8,23). Interaksi konsumsi tembakau 4-5 kali perhari dan > 5 kali perhari dengan paritas OR=20,11; CI(1,02-395,113) dan OR =14,14; CI(1,15-173,53).

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan ibu hamil yang mengonsumsi temabakau 4-5 kali/hari mempunyai risiko 4,28 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengonsumsi tembakau dan 5,84 kali untuk konsumsi tembakau > 5 kali/hari, 2,92 kali untuk paritas. Interaksi konsumsi tembakau 4-5 kali/hari dan > 5 kali/hari dengan paritas meningkatkan risiko kejadian BBLR 69,2% dan 49,5%. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun mengembangkan strategi promosi dan sosialisasi dampak konsumsi tembakau terhadap kejadian BBLR sesuai dengan karakteristik sosial, pendidikan, dan adat-istiadat masyarakat di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon.


(7)

ABSTRACT

Low birth weight is the baby born with its body weight less than 2500 grams without calculating the gestation period. The pattern of the incident of low birth weight in Purba and Silima Kuta Subdistricts increased from 2008 to 2012 and this increase is estimated to have been caused by tobacco consumption. The purpose of this study was to find out and analyze the influence of chewed tobacco consumption on the incident of low birth weight in Simalungun District.

Selected through purposive sampling technique, the samples for this observational study with case-control design were 38 mothers who gave a birth to the babies with low birth weight (case group) and 38 mothers who gave a birth to the babies without low birth weight (control group). The data obtained were analyzed through table analysis and multiple logistic regression tests. The influence of chewed tobacco consumption on the incident of low birth weightwas determined based on Odds Ratio (OR) at the Confidence Interval (CI) 95% or the level of significance α = 0.05.

The result of this study showed that the incident of low birth weight was influenced by the tobbaco consumption of 4-5 times/day with OR = 4.28; CI (1.12 – 16.23), the tobbaco consumption of > 5 times/day with OR = 5.84; CI (1.73 – 19.74), maternal parity OR = 2.92; CI (1.03 – 8.23), the interaction of the tobbaco consumption of 4-5 times/day and > 5 times/day with maternal parity OR = 20.11; CI (1.02 – 395.113) and OR = 14.14; CI (1.15 – 173.53).

Based on the result of analysis, the conclusion drawn is that pregnant mothers consuming tobacco 4-5 times/day has a risk of 4.28 times, > 5 times/day has a risk of 5.84 times, and with parity had a risk of 2.92 times bigger to deliver the baby with low birth weight compared to the pregnant mothers who do not consume tobacco. The interaction of the tobbaco consumption of 4-5 times/day and > 5 times/day with maternal parity increases the risk of the incident of low birth weight for 69.2% and 49.5%. The management of Simalungun District health Service is suggested to develop promotion strategy and to socialize the impact of consuming tobacco on the incident of low birth weight in accordance with social characteristics, education, and traditional culture of the community members in the Subdistricts of Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, and Haranggaol Horizon.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Simalungun Tahun 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Drs. Jemadi, M.Kes selaku pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran. mengarahkan, membagi ilmu, memberikan waktu dan pemikiran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan tesis ini hingga selesai.


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Dr. Ir. Zulhaida, M.Kes selaku komisi penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

6. dr. Sabarina, MARS selaku kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun yang telah memberikan izin penelitian

8. Orang tua terkasih K. Purba dan Inang tersayangku K. Br. Sinaga (Alamrhum) terima kasih yang sebesar-besarnya buat dukungan moral dan doa yang sudah diberikan dan juga seluruh keluarga besar penulis abang, kakak dan adik-adik yang terus memberikan semangat dan inspirasi.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2013 Penulis

Bahtera Bindavid Purba 117032003/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Bahtera Bindavid Purba dilahirkan pada tanggal 06 Februari 1974 di Dolok Saribu. Anak kelima dari 7 (tujuh) bersaudara, dari pasangan ayahanda K. Purba dan Ibunda K. Br. Sinaga.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1980-1986 di SD Negeri No. 091400 Dolok Saribu Pane, tahun 1986-1989 pendidikan SMP Negeri Dolok Pardamean, tahun 1993-1996 pendidikan di SMA Santo Thomas 3 Medan, tahun 1996-2001 pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2011 sampai sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universiata Sumatera Utara.

Sejak tahun 1999-2004 dan 2009 sampai sekarang bekerja sebagai Tenaga Pengajar di Akademi Keperawatan Sehat Binjai Kota Binjai, tahun 2005-2008 bekerja sebagai Monitoring Evaluation Officer di Medical Teem International.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ... i

ABSTRACT... ... ii

KATA PENGANTAR... ... iii

RIWAYAT HIDUP... ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ... ix

DAFTAR GAMBAR... ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Hipotesis Penelitian. ... 6

1.5.Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 7

2.1.1. Patofisiologi daan Etiologi BBLR ... 11

2.1.2. Dampak Berat Badan lahir Rendah ... 12

2.1.3. Faktor Resiko BBLR ... 13

2.1.4. Pencegahan BBLR ... 16

2.2. Tembakau Kunyah ... 17

2.2.1. Sejarah Penggunaan Tembakau Kunyah ... 19


(12)

2.2.4. Nikotin ... 24

2.2.5. Absorbsi Nikotin dalam Darah dan Jaringan ... 26

2.3. Landasan Teori ... 31

2.4. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel ... 36

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1. Pengumpulan Data ... 39

3.4.2. Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.5.1. Variabel Independen ... 41

3.5.2. Variabel Dependen ... 42

3.5.3. Variabel Perancu ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 43

3.6.2. PengukuranVariabel Dependen ... 44

3.6.3. Variabel Perancu ... 44

3.6.4. Aspek Pengukuran ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 47

3.7.1. Analisis Univariat ... 47

3.7.2. Analisis Bivariat ... 48

3.7.3. Analisa Stratifikasi dan Interaksi ... 48

3.7.4. Analisis Multivariat... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Deskripsi Kabupaten Simalungun ... 50

4.1.1. Keadaan Geografi Tanaman Tembakau ... 50

4.1.2. Keadaan Demografi Kabupaten Simalungun ... 51

4.1.3. Kejadian BBLR di Kabupaten Simalungun ... 52

4.1.4. Distribusi Penduduk Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon ... 53


(13)

4.3. Konsumsi Tembakau Kunyah ... 56

4.3.1. Karakteristik Konsumsi Tembakau Kunyah Ibu yang Melahirkan bayi BBLR ... 56

4.3.2. Usia Pertama , Jumlah, Lama Konsumsi Tembakau Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR ... 58

4.3.3. Perasaan Ibu Bila Tidak Mengonsumsi Tembakau Kunyah ... 59

4.4. Berat Badan Lahir Rendah ... 60

4.5. Analisis Bivariat ... 62

4.5.1. Usia Ibu ... 62

4.5.2. Tingkat Pendidikan Ibu ... 63

4.5.3. Jenis Kelamin Bayi... 63

4.5.4. Ante Natal Care (ANC) ... 64

4.5.5. Pendapatan Keluarga ... 65

4.5.6. Paritas Ibu ... 66

4.5.7. Masa Hamil ... 66

4.5.8. Lama Konsumsi Tembakau Kunyah ... 67

4.5.9. Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian BBLR .. 68

4.6. Analisis Stratifikasi ... 69

4.7. Analisa Multivariat ... 70

4.8. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB 5. PEMBAHASAN ... 77

5.1. Karakteristik Konsumsi Tembakau Kunyah ... 77

5.2. Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian BBLR ... 79

5.3. Paritas Ibu Terhadap Kejadian BBLR... 85

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Faktor Resiko Terjadinya Prematuris ... 14 2.2. Kandungan Kimia Tembakau ... ` 23

3.1. Jumlah Sampel Per Kecamatan di wilayah Penelitian Kabupaten Simalungun 39 3.2. Kategori Dummy ... 43 3.3. Variabel, Atribut, Alternatif Jawaban, Kategori, Skala Ukur, dan Cara Ukur 47 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Luas dan Kepadatan Penduduk di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2012 ... 54 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2012 ... 54 4.3. Karakteristik Ibu dan Konsumsi Tembakau Kunyah Semua di Kecamatan

Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 56 4.4. Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR Menurut Konsumsi

Tembakau Kunyah di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 57 4.5. Karakteristik Konsumsi Tembakau Kunyah Ibu Ibu yang Melahirkan Bayi

BBLR di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 59 4.6. Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR di Kecamatan Raya, Purba,


(15)

4.7. Distribusi Usia ibu Menurut Status Berat Badan Lahir Bayi di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, pematang Silima Kuta, dan haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 62 4.8. Distribusi Pendidikan Ibu Menurut Status Berat Badan Lahir Bayi di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 63 4.9. Distribusi Jenis Kelamin Bayi Menurut Status Berat Badan Lahir Bayi di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 64 4.10. Distribusi ANC Menurut Status Berat Badan lahir Bayi di Kecamatan Raya,

Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 65 4.11. Distribusi Pendapatan Keluarga Menurut Status Berat Badan lahir Bayi di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Harangaol Horizon Tahun 2013. ... 65 4.12. Distribusi Paritas Ibu Menurut Status Berat Badan Lahir Bayi di Kecamatan

Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 66 4.13. Distribusi Masa Hamil Ibu Menurut Status Berat Badan Lahir Bayi di

Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 67 4.14. Distribusi Lama Konsumsi Tembakau Kunyah Menurut Status Berat Badan

Lahir Bayi di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Slima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 68 4.15. Distribusi Konsumsi Tembakau Kunyah Menurut Status Berat Badan Lahir

Bayi di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon Tahun 2013 ... 69


(16)

4.16. Stratifikasi Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian BBLR dengan Variabel Kontrol ANC, Masa Hamil, Paritas, dan Pendapatan Keluarga ... 70 4.17. Hasil Analisis Regresi Backward Selection Unconditional Logistic ... 71


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Faktor-Faktor yang Berkontribusi Pada Kejadian BBLR ... 12

2.2. Molekul Nikotin ... 25

2.3. Konsentrasi Nikotin dalam Darah Setelah Merokok, Menggunakan Tembakau Kunyah, Oral Snuf, dan Nikotin Gum ... 28

2.4. Model Segitiga Epidemiologi Mutakhir... 32

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 34

3.1. Skema Rancangan Case Control ... 35

3.2. Hasil Uji Reabilitas Kappa pada Instrumen Penelitian ... 41

4.1. Peta Persebaran Tanaman Tembakau di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 51 4.2. Peta Persebaran penduduk di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 ... 52

4.3. Peta Persebaran Kasus BBLR di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 ... 53

4.4. Perasaan Ibu Bila Tidak Mengonsumsi Tembakau Kunyah ... 60

5.1. Perbedaan Konsumsi Tembakau Kunyah Antara Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR dan Ibu yang Tidak Melahirkan Bayi Tidak BBLR ... 81

5.1. Perasaan Ketergantungan Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR Terhadap Tembakau Kunyah ... 84

5.3. Interaksi Antara Konsumsi Tembakau Kunyah 4-5 Kali / Hari dan > 5 Kali/Hari Dengan Paritas Pertama ... 86


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 96

2. Uji Statistik Kappa Kasus Terhadap 20 Responden di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon .. 99

3. Statistik Kapa Kontrol dari 15 Responden di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon ... 102

4. Data Karakteristik Ibu di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon ... 105

5. Hasil Analisis Bivariat Variabel Kontrol dan Variabel Konsumsi Tembakau Kunyah Terhadap Kejadian BBLR ... 111

6. Hasil Analisis Multivariat ... 118

7. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 122


(19)

ABSTRAK

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhitungkan masa gestasinya. Di Kecamatan Purba dan Silima Kuta pola kejadian kasus BBLR meningkat dari tahun 2008 hingga 2012 dan peningkatan ini diduga disebabkan oleh konsumsi tembakau. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini adalah penelitian observasional rancangan kasus-kontrol. Sampel sebanyak 38 ibu yang melahirkan bayi BBLR (kasus) dan 38 ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR (kontrol) dicuplik secara purposif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis tabel dan regresi logistik. Pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian BBLR ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval (CI) 95% pada taraf nyata α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan kejadian BBLR dipengaruhi oleh konsumsi tembakau 4-5 kali/hari OR=4,28; CI(1,12-16,23), konsumsi tembakau > 5 kali/hari OR=5,84; CI(1,73-19,74), paritas ibu OR=2,92; CI(1,03-8,23). Interaksi konsumsi tembakau 4-5 kali perhari dan > 5 kali perhari dengan paritas OR=20,11; CI(1,02-395,113) dan OR =14,14; CI(1,15-173,53).

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan ibu hamil yang mengonsumsi temabakau 4-5 kali/hari mempunyai risiko 4,28 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengonsumsi tembakau dan 5,84 kali untuk konsumsi tembakau > 5 kali/hari, 2,92 kali untuk paritas. Interaksi konsumsi tembakau 4-5 kali/hari dan > 5 kali/hari dengan paritas meningkatkan risiko kejadian BBLR 69,2% dan 49,5%. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun mengembangkan strategi promosi dan sosialisasi dampak konsumsi tembakau terhadap kejadian BBLR sesuai dengan karakteristik sosial, pendidikan, dan adat-istiadat masyarakat di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon.


(20)

ABSTRACT

Low birth weight is the baby born with its body weight less than 2500 grams without calculating the gestation period. The pattern of the incident of low birth weight in Purba and Silima Kuta Subdistricts increased from 2008 to 2012 and this increase is estimated to have been caused by tobacco consumption. The purpose of this study was to find out and analyze the influence of chewed tobacco consumption on the incident of low birth weight in Simalungun District.

Selected through purposive sampling technique, the samples for this observational study with case-control design were 38 mothers who gave a birth to the babies with low birth weight (case group) and 38 mothers who gave a birth to the babies without low birth weight (control group). The data obtained were analyzed through table analysis and multiple logistic regression tests. The influence of chewed tobacco consumption on the incident of low birth weightwas determined based on Odds Ratio (OR) at the Confidence Interval (CI) 95% or the level of significance α = 0.05.

The result of this study showed that the incident of low birth weight was influenced by the tobbaco consumption of 4-5 times/day with OR = 4.28; CI (1.12 – 16.23), the tobbaco consumption of > 5 times/day with OR = 5.84; CI (1.73 – 19.74), maternal parity OR = 2.92; CI (1.03 – 8.23), the interaction of the tobbaco consumption of 4-5 times/day and > 5 times/day with maternal parity OR = 20.11; CI (1.02 – 395.113) and OR = 14.14; CI (1.15 – 173.53).

Based on the result of analysis, the conclusion drawn is that pregnant mothers consuming tobacco 4-5 times/day has a risk of 4.28 times, > 5 times/day has a risk of 5.84 times, and with parity had a risk of 2.92 times bigger to deliver the baby with low birth weight compared to the pregnant mothers who do not consume tobacco. The interaction of the tobbaco consumption of 4-5 times/day and > 5 times/day with maternal parity increases the risk of the incident of low birth weight for 69.2% and 49.5%. The management of Simalungun District health Service is suggested to develop promotion strategy and to socialize the impact of consuming tobacco on the incident of low birth weight in accordance with social characteristics, education, and traditional culture of the community members in the Subdistricts of Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, and Haranggaol Horizon.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhitungkan masa gestasinya (WHO, 2004). BBLR merupakan indikator penting kesehatan reproduksi dan kesehatan umum pada masyarakat dan merupakan prediktor utama penyebab kematian pada bulan pertama kelahiran seorang bayi. Kejadian BBLR akan menyebabkan berbagai dampak kesehatan masyarakat baik dimasa bayi dilahirkan maupun pada masa perkembangannya di waktu yang akan datang (Jayant, 2011).

Prevalensi BBLR secara global hingga saat ini masih tetap berada dikisaran 10-20% dari seluruh bayi yang lahir hidup setiap tahunya. WHO (2011) memperkirakan sekitar 25 juta bayi mengalami BBLR setiap tahun dan hampir 5% terjadi di negara maju sedangkan 95% terjadi di negara berkembang. Di India prevalensi BBLR mencapai 26%, dan di Amerika Serikat mencapai 7%. Di seluruh dunia, kematian bayi adalah 20 kali lebih besar pada bayi yang mengalami BBLR dibandingkan dengan yang tidak BBLR (Jayant, 2011; Malekfour, 2004).

Di Indonesia Prevalensi BBLR diperkirakan mencapai 2103 dari 18.948 bayi (11,1%) yang ditimbang dalam kurun waktu 6-48 jam setelah melahirkan. Prevalensi ini menyebar secara tidak merata antara satu provinsi dengan provinsi lainya dengan


(22)

prevalensi tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 19.2%, dan terendah berada di Provinsi Sumatera Barat yakni 6,0% (Riskesdas, 2010).

Di Provinsi Sumatera Utara, prevalensi BBLR termasuk dalam kategori rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 menunjukan bahwa angka prevalensi BBLR di Sumatera Utara sekitar 76 dari 928 bayi (8,2%) yang di timbang.

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Simalungun (2008), di Kabupaten Simalungun ditemukan angka kejadian BBLR sebanyak 133 kasus dari 17.296 bayi lahir hidup (0,77%) dan jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2007 yakni 94 kasus dari 16.976 bayi lahir hidup (0,55%).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Purba dan Silima Kuta menemukan bahwa terdapat 47 kasus BBLR dari 812 kelahiran hidup (5,56%) tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2011 kasus BBLR di kecamatan yang sama sebanyak 31 kasus dari 805 kelahiran hidup (3,85%). Pada tauhun 2010 dan 2009 angka kejadian BBLR ini cenderung menurun berturut-turut menjadi 1,45% (12 kasus dari 826 kelahiran hidup) dan 0,07% (6 kasus dari 753 kelahiran hidup). Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Simalungun tahun 2008, jumlah kasus BBLR di kecamatan Purba dan Silima Kuta dijumpai sebanyak 12 kasus dari 773 kelahiran hidup (0,59%). Pola kejadian kasus BBLR di atas menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun 2008 hingga tahun 2012.

Terdapat banyak faktor resiko yang menyebabkan kejadian BBLR dan salah satunya adalah konsumsi tembaku kunyah. Konsumsi tembakau kunyah akhir-akhir


(23)

ini menjadi suatu tren di wilayah Simalungun khususnya di Kecamatan Purba dan Silima Kuta. Fenomena ini menjadi sesuatu yang menarik karna konsumsi tembakau kunyah banyak digunakan oleh wanita usia reproduktif. Jika sebelumnya penggunaan tembakau kunyah ( dalam bahasa batak disebut Suntil) hanya digunakan oleh wanita lanjut usia atau orang tua, namun sekarang penggunaanya didominasi oleh wanita usia muda.

Tembakau kunyahadalah jenis tembakau tanpa a

mengunyah sebagian tembakau diantara pipi dan gusi atau gigi di bagian bibir atas. Tidak seperti penggunaan tembakau untuk rokok, tembakau kunyah harus dihancurkan secara manual, digigit agar nikotin yang terkandung dalam tembakau dapat keluar. Cairan tembakau hasil kunyahan yang tidak dinginkan kemudian di buang melalui ludah, sedangkan sebagian cairan ini kemudian ditelan (Doll, 2004)

Di Indonesia, tembakau kunyah banyak di jumpai digunakan oleh suku-suku tertentu diantaranya seperiti suku Batak Toba, Karo dan Simalungun.Untuk pemakaian lokal, tembakau kunyah biasanya di buat dari daun tembakau yang diiris setelah daunya tua. Setelah diris dengan halus, tembakau ini kemudian di keringkan dan di gulung untuk selanjutnya di perdagangkan. Tidak terdapat banyak jenis tembakau kunyah yang diperjualbelikan di Sumatera utara. Pada umumnya jenis tembakau kunyah ini hanya di bedakan dari rasanya.

Konsumsi tembakau kunyah di masyarakat lokal bukan merupakan sesuatu yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, tembakau dikonsumsi bersama


(24)

beberapa tempat daerah penelitian, diperoleh 4 dari 6 wanita hamil mengonsumsi tembakau kunyah dengan median 3-4 kali per hari.

Konsumsi tembakau kunyah berkontribusi besar terhadap peningkatan konsentrasi nikotin dalam darah selain merokok dan terapi nikotin. Peningkatan konsentrasi nikotin dalam darah akan berdampak pada janin jika terjadi pada masa kehamilan. Hernietta dkk (2005) dari penelitianya menemukan penggunaan tembakau merupakan faktor resiko penting terhadap kejadian berat badan lahir rendah (OR = 2). Jayant (2009) dalam penelitianya di India menemukan bahwa konsumsi tembakau kunyah (chewing tobacco) merupakan faktor resiko paling menonjol penyebab berat badan lahir rendah (OR = 6,36).

Secara umum terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi yaitu status gizi ibu, kondisi patologis ibu dan janin, anatomi dan fisiologis ibu, dan konsentarsi zat toksik dalam plasma dan cairan amniotik ibu (Manuaba, 1998).

Salah satu zat toksik yang dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi adalah konsentrasi nikotin pada plasma dan cairan amniotik ibu. Pastrakuljic, dkk (2000) dalam penelitianya menemukan hubungan yang signifikan antara konsentrasi nikotin (120 ng/ml) dengan penurunan trnsportasi asam amino plasenta. Nikotin secara bermakna menurunkan transpotasi asam amino arginin (P=0,007). Selain itu dalam dosis yang lebih tinggi nikotin diyakini menjadi prediktor kuat menurunkan transportasi asam amino alanin (P=0,02), penylalanin (P=0,04), dan valin (0,04). Mekanisme penurunan transportasi asam amino pada plasenta akan


(25)

berkontribusi terhadap hambatan pertumbuhan janin (fetal growth restriction) yang pada akhirnya menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah.

Resnik (1999) dalam penelitianya tentang efek nikotin pada aliran darah rahim (uterine), resistensi vaskuler rahim, dan katekolamin menemukan bahwa kinerja sistmemik nikotin (14-32 ug/kg berat badan per menit) menghasilkan 44% penurunan aliran darah rahim dan 203% meningkatkan resitensi vaskuler rahim (P < 0,01). Konsentrasi norepineprhine dan epinephrine meningkat selama infusi nikotin (dari 117.9±6.7 - 201.8±13.3 pglml, P < 0.001; and dan 71.6±4.5 - 124.1±8.4 pg/ml, P < 0.001). Dengan demikian, nikotin mempunyai efek perusak pada aliran darah rahim melalui pelepasan katekolamin.

Kohler (2010) dalam penelitianya menemukan bahwa metabolit nikotin ditemukan pada cairan amniotik pada 80% ibu perokok pada masa kehamilan (704±464 nmol/L, P<0,001). Selain itu, ditemukan bahwa konsentrasi nikotin dalam cairan amniotik berkorelasi secara signifikan dengan konsentrasi urin janin (1139±813 nmol/L, P<0,001).

Jika konsumsi tembakau kunyah berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi nikotin dalam cairan amniotik dan konsentrasi cairan amniotik dalam plasma menyebabkan menurunnya transport asam amino plasenta yang berkontribusi pada fetal growth restriction dan akhirnya menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah. Maka, dapat diduga terdapat pengaruh konsumsi tembaku kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah.


(26)

1.2. Permasalahan

Dari latar belakang diatas dapat di tarik permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun.

1.4. Hipotesis Penelitian

Konsumsi tembaku kunyah berpengaruh terhadap kejadian berat badan lahir rendah.

1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun untuk memahami bahwa salah satu faktor resiko penting BBLR adalah konsumsi tembakau kunyah.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Banyak literatur yang telah mendefinisikan BBLR. Namun definisi tersebut hampir sama antara satu dengan yang lainya. Sebelum tahun 1961 definisi BBLR dimasukan kedalam kategori bayi yang prematur. Setelah periode tersebut WHO mendefinisikan BBLR sebagai kelompok bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram terlepas dari usia kehamilan, baik prematur atau cukup bulan.(Depkes RI, 2009; Unicef, 2004; WHO, 1961)

Berat lahir adalah berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan (Unicef, 2004). Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (Saifuddin, 2002). Insiden berat badan lahir rendah adalah persentase bayi lahir hidup yang berat badanya kurang dari 2500 gram per jumlah total bayi yang lahir hidup yang ditimbang dalam periode waktu yang sama dikalikan dengan 100 (Unicef, 2004).

Masa atau usia kehamilan sering disebut dengan masa gestasi dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu masa preterm, masa aterm, dan masa postterm.

Masa kehamilan preterm adalah suatu masa yang menunjukan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir pada masa preterm disebut dengan


(28)

bayi prematur (Manuaba, 1998). Umumnya bayi yang lahir prematur mengalami BBLR sekitar 60% (WHO, 1961). Kelahiran prematur menyebabkan aktivasi endokirn janin sebelum dewasa, kelebihan tekanan rahim, perdarahan, infeksi atau radang intrauterin (Harnietta, 2005).

Masa kehamilan aterm adalah masa kehamilan anatara 37 sampai 42 minggu. Bayi dilahirkan pada masa aterm disebut dengan bayi lahir cukup bulan dan bayi ini dapat mengalami BBLR dan dapat juga lahir normal. Bila pada masa aterm bayi dilahirkan kurang dari 2500 gram disebut dengan bayi kecil masa kehamilan (KMK).

Masa kehamilan Postterm atau sering disebut dengan masa kehamilan lebih bulan atau lebih dari 42 minggu. Bayi yang dilahirkan pada masa posterm lebih matur dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan pada masa aterm. Pada bayi yang mengalami BBLR masa posterm akan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan bayi BBLR prematur.

Berdasarkan klasifikasi masa kehamilan maka bayi BBLR dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi kecil masa kehamilan.

1. BBLR Prematur

BBLR prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badanya kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk masa kehamilan. Karakteristik


(29)

bayi BBLR prematur adalah berat lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna perkembangan organ-organ tubuhnya, dan semakin rendah berat badanya saat lahir dan semakin tinggi resikonya mengalami berbagai komplikasi berbahaya (Sunaryanto, 2009).

2. Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi BBLR yang diakibatkan karena gangguan pertumbuhan intranutrien. Bayi kecil masa kehamilan adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari 10th

Bayi kecil masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis atau penyebab sekunder

persentil untuk berat sebenarnya dengan umur kehamilan (Manuaba, 1998). Namun dalam berbagai literatur akhir-akhir ini yang merujuk pada kejadian BBLR, istilah bayi kecil untuk masa kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu (Depkes RI, 2011). Istilah yang banyak digunakan dengan bayi kecil untuk masa kehamilan diantaranya pseudoprematuritas, dismaturitas, fetal malnutrisi, chronic fetal distress. Small for Gestational Age (SGA), dan Intra Uterin Grouth Retardation (IUGR) (Manuaba, 1998).

(IUGR). Bayak faktor yang

menyebabkan bayi kecil masa kehamilan seperti bayi denga atau


(30)

menghambat penyediaan oksigen dan nutrisi yang adekuat pada janain, dan infeksi (Pastrakulijic, 2000).

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.

Menurut Manuaba (1998) ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor ibu, faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu yang berperan dalam menyebabkan terjadinya bayi KMK seperti malnutrisi, penyakit ibu (hipertensi, paru, penyakit gula), komplikasi hamil (preeklamsia, eklamsia, perdarahan), dan kebiasaan ibu (perokok, peminum). Faktor uterus dan plasenta dapat berupa gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat, kelainan bentuk plasenta, dan perkapuran plasenta. Faktor janin berupa kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam rahim, cacat bawaan.

3. Kombinasi Prematur dan Bayi Kecil Masa Kehamilan

Kombinasi bayi premaatur dan bayi kecil masa hamil dipastiakan akan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah. Umumnya bayi dengan berat


(31)

lahir dengan kondisi prematur dan bayi kecil masa kehamilan kurang dari 1500 gram disebut bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)(WHO,1961; Unicef, 2004)

2.1.1. Patofisiologi dan Etiologi BBLR

Sangat susah untuk memisahkan secara tegas antara faktor-faktor yang berkaitan dengan prematur dan faktor yang berkaitan dengan IUGR yang menyebabkan terjadinya BBLR. Sampai sekarang penyebab terbanyak yang diketahui menyebabkan terjadinya BBLR adalaah kelahiran prematur. Dan dalam kasus demikian bayi yang BBLR harus mendapatkan penanganan yang adekuat. Sedangkan faktor lain berkaitan dengan faktor ibu dan janin (Depkes RI, 2011).

Menurut WHO (2004) faktor etiologi yang berkontribusi menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah terutama di negara-negara berkembang meliputi penggunaan tembakau ( merokok, konsumsi tembakau kunyah, dan tembakau untuk kegunaan terapi), kurang intake kalori, berat badan rendah sebelum masa kehamilan, primipara, jenis kelamin janin, tubuh pendek, ras, riwayat BBLR sebelumnya, angka mordibitas umum, dan faktor risiko lingkungan seperti paparan timbal, dan jenis-jenis polusi udara (WHO, 2004).


(32)

Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Berkontribusi Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (WHO, 2004)

Sumber : World Health Organisation

2.1.2. Dampak Berat Badan Lahir Rendah

BBLR sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan mordibitas janin. Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian hari (Unicef, 2004). Pada tingkat populasi, proporsi bayi dengan BBLR adalah gambaran multimasalah kesehatan masyarakat mencakup ibu yang kekurangan gizi jangka panjang, kesehatan yang buruk, kerja keras dan perawatan kesehatan dan kehamilan yang buruk. Secara individual, BBLR merupakan prediktor penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan berhubungan dengan risiko tinggi pada kematian bayi dan anak (Unicef, 2004).


(33)

Dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (grouth faltering), anak pendek 3 kali lebih besar di banding non BBLR, pertumbuhan terganggu, penyebab wasting, dan risiko malnutrisi (Sirajudin dkk, 2011).

2.1.3. Faktor Resiko BBLR

1. Kelahiran Prematur

Kelahiran preterm adalah penyebab utama kematian, kesakitan dan kecacatan. Masa kehamilan yang lebih pendek akan menyebabkan bayi lebih kecil dan lebih beresiko pada kematian, sakit dan cacat. Keadaan ini menunjukan bahwa kematian dapat bervariasi diantara spektrum berat lahir dan menningkat terus menurus dengan semakin menurunya berat badan. Berat badan lahir rendah akan membatasi pertubuhan bayi dan akan mempengaruhi bayi tersebut selama kehidupanya. Bila dihubungkan dengan pertubuhan yang tidak maksimal pada masa kanak-kanak insiden mendapatkan penyakit pada masa dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan bayi normal seperti DM tipe-2, hipertensi, kardiovasuler. Resiko tambahan pada perempuan adalah akan melahirkan bayi yang lebih kecil disaat mereka dewasa nantinya (Unicef, 2004).

Kelahiran prematur merupakan faktor resiko terbesar penyebab BBLR. WHO (2011) menyatakan bahwa sekitar 60% bayi yang premature akan mengalami BBLR. Faktor-faktor terjadinya prematur seperti tertera dalam table 2.2 berikut (Manuaba, 1998).


(34)

Tabel 2.1. Faktor Resiko Terjadinya Prematuris

Fetal Fetal distress

Kehamilan kembar Erytroblastosis Hydrops nonimun Cacat bawaan

Plasenta Disfungsi plasenta

Plasenta previa Abrubtio placenta

Uterus Uterus bikomu

Inkompetensi serviks (dilatasi premature)

Maternal Riwayat kelahiran premature sebelumnya

Perdarahan antepartum Malnutrisi

Preeklamsia

Penyakit medis kronis (Penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal) Infeksi (Listeria monocytogenes, stertococus, infeksi bacterial, dll) Penyalah gunaan obat-obatan

Masalah social

Kebiasaan menggunakan tembakau (merokok, temmbaku kunyah, dan kegunaan terapi)

Lainya Ruptur membrane plasenta premature

Polihidramnion Iatrogenik Trauma Tidak diketahui

Sumber: Manuaba, 1998 2. Jenis Kelamin Janin

Untuk masa kehamilan yang sama, berat badan bayi wanita lebih kecil dari bayi laki-laki. Bayi yang pertama lahir lebih ringan daripada bayi berikutnya, dan bayi kembar lebih ringan dibandingkan dengan bayi tunggal. Berat badan lahir dipengaruhi oleh sejumlah besar pertumbuhan janin dan diet selama hamil, juga komposisi berat badan ibu sejak mulai terjadinya konsepsi.


(35)

3. Postur Tubuh Pendek

Wanita yang lebih pendek dari rata-rata akan sangat mempengaruhi berat badan bayi yang dilahirkan. Berat badan bayi yang rendah pada wanita pendek sangat dipengaruhi oleh faktor anatomi tubuh ibu.

4. Penggunaan Tembakau (merokok, konsumsi tembaku kunyah, dan kegunaan terapi)

Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Umumnya penyakit yang ditimbulkan oleh rokok sangat dipengaruhi oleh zat-zat racun yang terkandung dalam rokok seperti nikotin, tar, CO, dan jenis alkaloida lain. Konsumsi tembakau kunyah dan penggunaan tembakau untuk terapi akan meningkatkan kadar nikotin dalam darah dan cairan amniotik. Nikotin di sinyalir berpengaruh besar dalam menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah pada bayi.

5. Sosial Ekonomi

Ibu dengan sosial ekonomi rendah seringkali melahirkan bayi dengan berat badan rendah, Bayi dengan berat badan rendah merupakan dampak utama dari kekurangan nutrisi dalam periode waktu yang panjang, termasuk selama kehamilan. Prevalensi yang tinggi terhadap penyakit infeksi atau komplikasi kehamilan yang didukung oleh kemiskinan. Pekerjaan berat selama kehamilan juga berkontribusi pada pertubuhan janin yang kurang.


(36)

6. Angka Mordibitas Umum

Juga dipengaruhi oleh nutrisi dan diet ibu, gaya hidup (konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan), paparan berbagai macam penyakit infeksi (malaria, HIV, syphilis, tuberculosis), dan komplikasi hipertensi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.

Berat badan bayi lahir rendah juga disebabkan oleh berat badan ibu yang rendah sebelum hamil, primipara, dan riwayat BBLR sebelumnya. Beberpa bayi dilahirkan prematur, sebagian lagi dilahirkan dengan pertumbuhan yang terbatas, dan yang lain dilahirkan dengan kombinasi prematur dan pertumbuhan yang terbatas. Keadaan ini dikenal dengan bayi berat badan lahir rendah (UNCF, WHO, Unicef, 2004).

2.1.4. Pencegahan BBLR

Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat. Upaya-upaya ini dapat dilakukan dengan (Sunaryanto, 2010).

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ke II.

2. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah lemak, kalori cukup, vitamin dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari pertambahan berat bada awal dikisaran 12,5-15 kg .


(37)

3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman berlkohol, aktivitas fisik yang berlebihan.

4. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, faktor resiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selam kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin yang dikandung dengan baik.

5. Pengontrolon oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.

2.2. Tembakau Kunyah

Tembakau adalah prod

genus

dalam bentuk nikotin tartarat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi farmakologi. Tembakau telah lama digunakan di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi bagian selatan. Setelah tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20 (Doll, 2004).


(38)

Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam baha khususnya dalam baha daun-daun pada tumbuhan. Selain itu tembaku juga berasal dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk Y untuk menghirup asap tembakau. Menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba. Tabaco umumnya digunakan untuk mendefinisikan "tabbaq", yang dikabarkan ada seja

tumbuhan. Kata Tobacco

digunakan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika (Doll, 2004).

Tembakau kunyahadalah jenis tembakau tanpa a

mengunyah sebagian tembakau diantara pipi dan gusi atau gigi di bagian bibir atas. Tidak seperti penggunaan tembakau untuk rokok, tembakau kunyah harus dihancurkan secara manual digigit agar nikotin yang terkandung dalam tembakau dapat keluar. Cairan tembakau hasil kunyahan yang tidak dinginkan kemudian di buang melalui ludah, sedangkan sebagian cairan ini kemudian ditelan (Doll, 2004)

Mengunyah tembakau merupakan salah satu penggunaan tembakau yang paling tua di dunia. Menurt Oberhltzer (2007) mengunyah tembakau telah dilakukan sejak lama di Amerika Serikat sebelum digantikan dengan menghisap rokok pada abat ke-20. Di Indonesia, tembakau kunyah banyak kita jumpai digunakan oleh suku-suku tertentu diantaranya seperiti suku-suku Batak Toba, Karo, Simalungun dan penggunaan tembakau ini biasanya digunakan bersamaan dengan memakan sirih.


(39)

Untuk pemakaian lokal, tembakau kunyah biasanya di buat dari daun tembakau yang diiris setelah daunya tua. Setelah diris dengan halus, tembakau ini kemudian di keringkan dan di gulung untuk selanjutnya di perdagangkan. Tidak terdapat banyak jenis tembakau kunyah yang diperjualbelikan di Sumatera utara. Pada umumnya jenis tembakau kunyah ini hanya di bedakan dari rasanya.

Rasa tembakau kunyah pada dasarnya tergantung pada campuran zat aditif tertentu yang dicampurkan dengan tembakau. Campuran zat ini memberikan aroma dan rasa yang berbeda antara satu tembakau dengan tembakau yang lain. Terdapat beberapa jenis aroma yang ada dalam tembakau seperti original, mint, aroma buah, gum , dan kopi (Lyan, 2004). Namun untuk tembakau lokal yang digunakan bersama sirih sama sekali belum mendapatkan campuran tertentu.

2.2.1. Sejarah Penggunaan Tembakau Kunyah

Penggunaan tembakau kunyah merupakan salah satu cara tertua mengkonsumsi daun tembakau. Tembakau ini pada awalnya paling banyak digunakan oleh penduduk asli Amerika bagian Utara dan Selatan dan biasanya digunakan untuk proses pengobatan dan sering di campur dengan mineral kapur (CDC, 2010).

Bagian selatan Amerika Serikat adalah merupakan daerah khusus yang memproduksi tembakau di seluruh dunia. Kebanyakan petani menanam tembakau sedikit dan pada umumnya untuk konsumsi sendiri atau menjualnya pada tentangga mereka. Penjualan komersial dimulai pada abad ke-19-an karna perusahaan rokok


(40)

rokok tembakau, dan penjualan terlaris adala menjual dalam jumlah besar tembakau kunyah. Pasarnya mencapai puncak sekitar 1910 (CDC, 2010).

Akhir abad 19, merupakan puncak popularitas tembakau kunyah di Amerika Serikat bagian Barat. Pada saat inilah muncul sebuah perangkat yang dikenal sebagai tempat ludah yakni alat atau benda yang digunakan untuk menampung ludah bagi mereka yang menggunakan tembakau kunyah. Perangkat inipun terdapat di tempat pribadi maupun umum (misalnya pembuatan tempat ludah adalah untuk menyediakan wadah bagi mereka yang menggunakan tembakau secara oral. Ketika popularitas tembakau kunyah menurun, tempat ludah hanya menjadi sebuah peninggalan sejarah dan jarang terlihat kecuali dalam museum (Smith dkk, 2010).

Di Indonesia, sejarah penggunaan tembakau kunyah pada saat ini belum diketahui dengan jelas. Namun demikian hampir semua suku-suku lokal menggunakan tembakau kunyah bersama dengan sirih. Biasanya memakan sirih dilakukan dalam suatu pesta-pesta adat atau hanya terbatas pada wanita tua. Namun demikian di daerah-daerah tertentu kebiasaan memakan sirih dan tembakau kunyah ini tidak hanya terjadi pada wanita tua, tetapi wanita mudapun sudah menggunakanya.


(41)

Diwilayah sumatera Utara, hampir semua suku-suku lokal menggunakan tembakau kunyah. Namun yang paling sering kita liahat pengguaan tembaku ini berada pada suku Tapanuli, Karo, dan Simalungun. Ketiga suku ini menggunakan temabakau bersama dengan sirih yang sering disebut dengan suntil.

2.2.2. Komposisi Kimia Tembakau

Tanaman tembakau (Nicotianae tabacum L) termasuk genus Nicotinae, familia Solanaceae. Dari berbagai macam jenis tembakau hanya terdapat dua spesies yang mempunyai nilai ekonomis yakni Nicotianae Tabocum L dan Nicotianae Rustica. Nicotiana rustica L mengandung kadar nikotin yang tinggi biasanya digunakan untuk membuat ekstrak alkoloid (sebagai bahan baku obat dan isektisida), jenis ini banyak berkembang di Rusia dan India. Sedangkan Nicotiana tabacum L mengandung kadar nikotin rendah. Jenis ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok dan tembakau kunyah (Heningfield, 2004; Benowitz, 2004; Djordjevic, 2004)

Jenis-jenis tembakau yang banyak di budidayakan di Indonesia kebanyakan jenis Nikotina tabacum L yang digunakan sebagai bahan baku rokok. Jenis ini meliputi tembakau virginia fc, virginia rajangan, temanggung, madura, weleri, cerutu, dan lumajang vo (Tirtasastro dan Murdiyati , 2011).

Tembakau mengandung zat kimia seperti zat-zat golongan alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Zat terbanyak yang terkandung dalam tembakau adalah nikotin dan kotinin yang merupakan golongan alkaloida. Alkaloida merupakan suatu


(42)

menunjukkan sifatnya sebagai basa. Nikotin dalam dosis besar memiliki toksiksitas yang sangat tinggi, namun dalam dosis kecil memiliki efek terapeutik. Dosis yang dapat menghasilkan efek terapeutik sesuai penelitian yang dilakukan adalah 0,5 mg/kg BB (Hindarto, 2012).

Identifikasi komponen kimia tembakau telah dilakukan secara intensif selama lebih dari 50 tahun atau sejak pernyataan Kozak pada tahun 1954 dalam Tirtasastro dan Murdiyati (2011) yang menyebutkan sekitar 100 komponen kimia ada pada asap rokok dan dinyatakan bahwa asap rokok mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan. Dari hasil analisis terakhir, dinyatakan bahwa terdapat 2.500 komponen kimia pada tembakau yang siap dibuat rokok, yaitu tembakau yang telah selesai proses fermentasi. Dari jumlah tersebut 1.100 komponen diturunkan menjadi asap tanpa perubahan akibat pembakaran. Sebanyak 1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen lain dan membentuk komponen baru yang seluruhnya terbentuk sekitar 4.800 komponen kimia di dalam asap (Rodgman dan Perfetti, 2006).

Menurut Tirtasastro dan Murdiyati (2011) terdapat lima komponen besar zat yang terdapat dalam tembakau yaitu persenyawaan nitrogen (nikotin, protein), Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine), Senyawa karbohidrat (pati, pektin, selulose, gula), resin (minyak atsiri, asam organic), dan zat warna (klorofil, santofil, karotin).

Sebelum digunakan untuk racikan rokok atau tembaku kunyah, tembakau kering hasil pengolahan yang berupa rajangan atau kerosok masih harus mengalami


(43)

proses pengeringan ulang (redrying) dan fermentasi (aging). Pengeringan ulang dilakukan agar tembakau mencapai kadar air ideal. Kadar air yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sangat mengganggu proses fermentasi. Selama proses pengeringan ulang dan fermentasi akan terjadi perubahan kimia akibat kegiatan fisiologi lanjutan yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu yang masih aktif.

Kandungan kimia tembakau siap pakai dibagi menjadi 10 kelompok seperti pada Tabel 2 Geiss dan Kotzias 2007 dalam Tirtasastro dan Murdiyati (2011).

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Tembakau

Golongan Kandungan (%)

Selulose 7-16

Gula 0-22

Trigliserida 1

Protein 3,5-20

Nikotin 0,6-5,5

Pati 2-7

Abu (Ca, K) 9-25

Bahan Organik 7-25

Lilin 2,5-8

Pektinat, polifenol,flayon, karotenoid, minyak atsiri, paraffin, sterin, dll

7-12 Sumber: Murdiyati et al. (1991)

2.2.3. Komponen Kimia Tembakau yang Berbahaya bagi Kesehatan

Komponen kimia tembaku yang berbahaya bagi kesehatan berasal dari lima sumber sebagai berikut (Doll , 2004):

1. Terkandung dalam tanaman tembakau dan diwariskan secara genetik, yaitu senyawa alkaloid. Nikotin, salah satu jenis alkaloid yang penting, meningkat jumlahnya karena pemupukan nitrogen, pemangkasan tanaman awal yang diikuti pembuangan tunas ketiak secara intensif, daerah tumbuh, dan lain-lain.


(44)

Nikotin dapat mengakibatkan ketagihan dan gangguan pada jantung serta paruparu.

2. Terkandung dalam daun tembakau dalam jumlah kecil tetapi akan meningkat akibat pengovenan terlalu lama. Misalnya TSNA (Tobacco-specific N nitrosamines), yang dapat meningkat akibat kegiatan mikrobia tertentu yang banyak menghasilkan senyawa nitrit . TSNA merupakan bahan karsinogenik, yang juga banyak terdapat pada makanan yang diolah dengan pengasapan atau pembakaran.

3. Residu bahan bakar pada pengovenan dengan pemanasan langsung. Sisa pembakaran juga membawa senyawa nitrit selain residu B-a-P (benzo (a) pyrene) . Seperti TSNA, B-a-P juga bersifat karsinogenik

4. Residu pupuk dan pestisida seperti klor, cadmium, sipermetrin, provenofos, dan lain-lain.

2.2.4. Nikotin

Kadar nikotin tembakau dapat berkisar antara 0,5 - 8% dari berat kering tembakau. Nikotin terjadi dari biosintesis unsur N pada akar dan terakumulasi pada daun. Fungsi nikotin adalah sebagai bahan kimia anti herbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi serangga, sehingga nikotin digunakan sebagai insektisida pada masa lalu (Tirtasastro dan Murdiyati , 2011; Nurnasari dan Subiyakto, 2011).

Menurut Hoffman (2004) bahwa dalam sebatang rokok mengandung sekitar 20,9 mg nikotin, namun hanya sekitar 2 mg nikotin yang terikut masuk ke dalam


(45)

tubuh perokok. Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun tembakau. Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan psikologis bagi perokok dan pengguna tembakau kunyah serta membuatnya menjadi ketagihan. Tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa aromatisnya tinggi (Kusuma DA dkk, 2010)

Gambar 2.2. Molekul Nikotin (Hukenan, 2005)

salah satu penyebab utama kecanduaan (addiction). Kandungan nikotin yang masuk kedalam tubuh lebih banyak dari penggunaan tembakau kunyah dibandingkan merokok. Kandungan nikotin yang diseraap oleh tubuh sangat tergantung pada jenis tembakau yang digunakan, penggunaan tembakau seperti merokok, dikunyah dan lain-lain. Dalam daun tembakau, nikotin merupakan salah satu jenis alkaloida yang bersifat adiktif dan berpengaruh terhadap gangguan jantung dan pembuluh darah


(46)

sebagai akibat pemakaian nikotin dalam jangka panjang (Henningfield dan Benowitz, 2004).

adiktif. Ketika tembakau

dihisap atau dikunyah sebagian besar nikotin akan masuk ke dalam tubuh dan dosis ini cukup untuk menyebabkan ketergantungan psikologis somatik ringan, sedang , sampai berat. Pada pengguna tembakau, terdapat bentuk L-Monoamine oxidases

(MAO) inhibitor dari asetildehid dalam ludah atau asap rokok yang memainkan peranan penting dalam menyebabkan kecanduan nikotin. MAO inhibitor memungkinkan memfasilitasi pelepasan dopamin dalam nucleus yang memberikan respon rangsangan nikotin. Menurut studi, nikotin lebih adiktif dari maupun psikologis. Namun, karena efek penarikan kuat dari somatik dari zat-zat ini (Henningfield dan Benowitz, 2004).

2.2.5. Absorbsi Nikotin dalam Darah dan Jaringan

Konsumsi tembakau kunyah berkontribusi besar terhadap peningkatan konsentrasi nikotin dalam darah disamping merokok dan terapi nikotin. Jalur masuk nikotin saat mengkonsumsi tembakau kunyah dapat terjadi dari gusi (saat terjadi proses mengunyah) dan dari saluran pencernaan (usus halus). Konsentrasi nikotin yang diserap dari gusi jauh lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan penyerapan dari saluran pencernaan (Hukenan, 2005).


(47)

Penyerapan nikotin melalui konsumsi tembakau kunyah di membran biologis tergantung pada PH. Nikotin adalah basa lemah dengan pKa 8,0. Dalam keadaan terionisasi dalam lingkungan asam, nikotin agak lambat masuk kedalam membran sel. Nikotin yang diproduksi dari kunyahan tembakau di dalam mulut akan disaring pada pH basa pada saat terjadi penyerapan nikotin melalui sel mukosa. Penyerapan nikotin melalui sel membran mukosa jauh lebih cepat pada produk tembakau yang bersifat basa. Namun demikian, kenaikan konsentrasi nikotin pada otak lebih lambat pada penggunaan tembaku kunyah dibandingkan dengan penggunaan tembakau dengan menghisap rokok. Konsentrasi nikotin dalam darah meningkat secara perlahan-lahan hingga mencapai puncaknya selama 30 menit. Selanjutnya nikotin bertahan selama 2 jam dalam tingkatan yang stabil dan kemudian menurun secara berangsur-angsur (Fowler dalam Hukenan, 2005).


(48)

Gambar 2.3. Konsentrasi Nikotin dalam Darah Setelah Merokok, Menggunakan Tembakau Kunyah, Oral Snuf, dan Nicotin Gum (Hukenan, 2005)

Penyerapan nikotin dari mukosa mulut mempunyai bioavailabilitas sekitar 50-80%. Sedangkan penyerapan dosis nikotin melalu membran usus halus hanya mencapai 20-45% dan relatif lebih lambat dibandingkan penyerapan nikotin melalui mukosa mulut. Hal ini disebabkan karena nikotin terionisasi dalam cairan lambung yang bersifat asam. Peningkatan konsentrasi nikotin darah dan otak yang diserap dari usus halus juga mempunyai waktu yang jauh lebih lambat (Benowitz dalam Hukenan, 2005).


(49)

Setelah penyerapan, nikotin memasuki aliran darah pada pH 7,4 dan sekitar 69% akan mengalami ionisasi dan 5% mengikat protein plasma (Benowitzet al, 1982a.). Kemudian nikotin didistribusikan ke jaringan tubuh dengan volume rata-rata 2,6 mg per kg berat badan. Konsentrasi nikotin tertinggi berada pada ginjal, hati, limpa, paru-paru, dan terendah pada jaringan adipose. Nikotin juga terakumulasi di dalam ASI ( rasio ASI/plasma =2,9). Nikotin menyebrangi buffer plasenta dengan mudah dan terdapat bukti-bukti dari penelitian bahwa nikotin terakumulasi dalam serum janin dan cairan amniotik (Kohler, 2010).

Nikotin telah ditemukan menurunkan transpotasi asam amino arginin. Selain itu dalam dosis yang lebih tinggi nikotin diyakini menjadi prediktor kuat menurunkan transportasi asam amino alanin, penylalanin, dan valin. Mekanisme penurunan transportasi asam amino pada plasenta akan berkontribusi terhadap hambatan pertumbuhan janin (fetal growth restriction) yang pada akhirnya menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah (Pastrakuljic dkk, 2000).

Nikotin mempunyai efek perusak pada aliran darah rahim (uterine) melalui pelepasan katekolamin. Resistensi vaskuler rahim dan katekolamin menyebabkan kinerja sistmemik nikotin (14-32 ug/kg berat badan per menit) terhadap 44% penurunan aliran darah rahim dan 203% meningkatkan resitensi vaskuler rahim. Konsentrasi norepineprhine dan epinephrine meningkat selama infusi nikotin (Resnik, 1999).


(50)

Nikotin yang terkandung dalam tembakau di absorbsi oleh ibu hamil dengan cepat melalui pembuluh darah dan masuk kedalam plasenta. Di dalam plasenta, nikotin merusak dingding plasenta dan mengurangi aliran darah yang akan menyebabkan janin kehilangan zat-zat makanan dan oksigen. Dalam kehilangan oksigen dan zat gizi berat, bayi akan mengalami berat badan lahir rendah dan dalam kondisi tertentu dapat mengakibatkan bayi meninggal. Nikotin diketahui bertindak sebagai vasokontruktor yang berarti dan menyebabkan pembuluh darah berkontraksi dan menyempit. Kontraksi pembuluh darah ini akan mengurangi aliran darah, oksigen, dan kandungan zat-zat makanan untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan janin (Roxanne, 2010; Thomson, 2010). Hal ini membuktikan bahwa penggunaan tembakau kunyah dapat menyebabkan keguguran, berat badan lahir rendah, dan lahir mati.

Nikotin mempunyai kemampuan dalam merangsang tekanan darah yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah. Nikotin mengaktifkan trombosit yang menyebabkan timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dingding pembuluh darah. Nikotin dan bahan lainya dalam tembakau terbukti merusak pembuluh darah endotel (dingding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Selain itu, nikotin juga memacu pengeluaran zat-zat seperti Adrenalin, yang merangsang peningkatan denyut jantunng dan tekanan darah. Nikotin apakah ditemukan dalam rokok sigaret, tembakau kunyah, atau penggunaan tembakau lainya dapat berdampak pada perkembanagn janin dalam kandungan. Lebih banyak nikotin digunakan akan semakin tinggi resiko bayi


(51)

mengalami masalah perinatal. Resiko ini akan sangat tergantung pada waktu penggunaan nikotin selama kehamilan (Sirajuddin dkk, 2010).

2.3. Landasan Teori

Teori segitiga epidemiologi model penyakit tidak menular memperlihatkan kondisi dan status penyakit yang mempengaruhi populasi yang kompleks dan bahwa penyebab penyakit terdiri dari banyak faktor. Selain itu, teori ini juga memperlihatkan bahwa banyak faktor dan elemen yang berkontribusi dalam kejadian penyakit dan kesakitan di masyarakat. Bila dibandingkan dengan segitiga epeidemiologi kalasik dari Gordon, konsep agen digantikan dengan faktor risiko, yang menyiaratkan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor penyebab atau faktor etiologi penyakit (Timmreck, 2005).

Berat badan lahir rendah merupakan suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh banyak faktor. Faktor penggunaan tembakau ( merokok, konsumsi tembakau kunyah, dan tembakau untuk kegunaan terapi), kurang intake kalori, berat badan rendah sebelum masa kehamilan, primipara, jenis kelamin janin, tubuh pendek, ras, riwayat BBLR sebelumnya, mordibitas umum, faktor risiko lingkungan seperti paparan timbal, dan jenis-jenis polusi udara (WHO, 2004). Faktor mordibitas umum pada ibu yang berkontribusi pada kejadian BBLR meliputi hipertensi, tuberkulosis, diabetes, preeklamsia, perdarahan, dan anemia pada saat hamil (Manuaba, 1998). Faktor sosial ekonomi, perilaku ibu, usia nikah, alkohol, prenatal care dan aktifitas


(52)

fisik yang berlebihan juga menentukan kejadian BBLR pada bayi (Jayant, 2011, Hernietta, 2005).

FAKTOR RISIKO

HOST LINGKUNGAN

Gambar 2.4. Model Segitiga Epidemiologi Mutakhir (Timmreck, 2005)

Pada umumnya penyakit memiliki lebih dari satu penyebab (multikausal) terutama pada penyakit non infeksi (Murti, 2005). Demikian juga dengan penyakit berat badan lahir rendah tidak disebabkan oleh penyebab tunggal melainkan penyebab ganda. Konsumsi tembakau kunyah merupakan faktor risiko yang menyebabkan ibu melahirkan bayi BBLR (host). Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial seperti gaya hidup, kebiasaan, dan tradisi yang memudahkan setiap individu terpapar terhadap tembakau kunyah. Interaksi faktor resiko, host, dan lingkungan akan menyebabkan kejadian penyakit sebagai outcome dari interaksi tersebut.

Konsumsi tembakau kunyah merupakan faktor risiko penting terhadap kejadian BBLR (OR = 6,36) (Jayant, 2009). Penggunaan tembakau kunyah selama kehamilan menyebabkan penurunan berat badan bayi 100-400 g dan peningkatan berat plasenta 66 g (OR 3,6) di bandingkan dengan ibu hamil yang tidak menggunakan tembakau kunyah (WHO Searo, 2004). WHO (2000) dalam studinya di


(53)

India dan Bangladesh menemukan bahwa dampak yang signifikan periode gestasi yang lebih rendah dan berat badan bayi yang lebih rendah pada pengguna tembakau kunyah. Hasil penelitian Pogodina dkk (2009) dalam penelitianya yang bersifat retrospektif prospective study dengan jumlah kasus 2.206 wanita menemukan peningkatan kejadian BBLR pada pengguna temabakau dibandingkan dengan yang tidak menggunakan (RR : 1,28). Bruce (2002) dalam penelitianya di Guatamala juga menemukan hal yang sama (RR :2).

2.4. Kerangka Konsep

Kejadian berat badan lahir rendah merupakan suatu outcome dari suatu proses persalinan. Seorang bayi yang dikatakan mengalami berat badan lahir rendah bila berat badannya kurang dari 2500 gram yang ditimbang kurang dari 48 jam setelah dilahirkan tanpa memperhatikan usia kehamilanya. Variabel konsumsi tembakau kunyah diduga akan menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah setelah pengarauh faktor luar dihilangkan. Faktor luar dalam penelitian ini meliputi usia perkawinan ibu, mordibitas umum, asupan kalori, berat badan sebelum hamil, tinggi badan < 145 cm, pertambahan berat badan ibu pada trimester III kurang dari 12 kg, perilaku merokok, dan pekerjaan dikendalikan melalui restriksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada saat pemilihan sampel. Sedangkan sosial ekonomi, perilaku prenatal care , usia ibu, pendidikan ibu, masa hamil, jenis kelamin bayi, dan paritas ibu dikendalikan dalam analisa stratifikasi setelah data dikumpulkan. Dengan demikian, krangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


(54)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian Konsumsi Tembakau Kunyah

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR)

Variabel Perancu - ANC

- Jenis Kelamin Bayi - Pendidikan Ibu - Masa Hamil - Paritas


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional case control dengan pendekatan retrospective yakni untuk melihat pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian bayi BBLR di Kabupaten Simalungun. Pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah pada bayi dapat diketahui dari perbandingan (rasio) antara proporsi kelompok kasus yang terpapar (expourse) risiko dengan proporsi kelompok kontrol yang tidak terpapar risiko. Skema dasar studi kasus kontrol dapat digambarkan sebagai berikut.

Retrospektif

TK + = Mengonsumsi tembakau kunyah TK - = Tidak mengonsumsi tembakau kunyah BBLR + = berat badan lahir rendah

BBLR - = Tidak berat badan lahir rendah

Gambar 3.1. Skema Rancangan Case Control (Murti, 2003)

Kasus dalam penelitian ini adalah bayi BBLR ( < 2500 gram) sedangkan ≥ 2500 gram).

TK +

TK

-TK +

TK

-BBLR + (Kasus)

BBLR – (Kontrol)


(56)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Simalungun yang terdiri dari 5 kecamatan yakni Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa kelima kecamatan tersebut merupakan wilayah dengan pengguna tembakau kunyah pada wanita usia muda yang tertinggi di kabupaten Simalungun dan ditemukanya masalah BBLR. Waktu penelitian dijadwalkan selama 9 bulan yakni mulai bulan November 2012 sampai bulanAgustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan bayi BBLR di Kabupaten Simalungun tahun 2012 (population based). Sedangkan populasi kontrol adalah ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR. Penentuan berat badan lahir bersumber dari catatan atau dokumen kesehatan ibu dan anak (KIA) puskesmas Raya, Tiga Runggu, Seribu Dolok, Mardingding, dan Haranggaol selama satu tahun (1 Januari 2012-1 April 2013)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 38 kasus ibu yang melahirkan bayi BBLR di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon dengan kriteria inklusi: usia ibu 18-45 tahun dan pekerjaan ibu petani. Alasan penetapan usia ibu 18-45 tahun dan pekerjaan ibu sebagai kriteria


(57)

inklusi adalah karena karakteristik tersebut paling banyak terdapat pada ibu yang melahirkan bayi BBLR dan ibu melahirkan bayi tidak BBLR. Kriteria ekskulsi meliputi: ibu perokok, berat badan sebelum kehamilan < 45 kg yang dicek dari Kartu Menuju Sehat (KMS), tinggi badan < 145 cm, Berat badan pada usia kehamilan trimester III < 12 kg untuk ibu kurus berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) (Depkes RI, 2009), ibu menderita tuberkulosis, preeklamsia, eklamsia, anemia berat, hipertensi, diabetes mellitus, terdapat riwayat kelahiran BBLR, tidak mampu secara fisik, tidak dapat ditemui, dan menolak berpartisipasi dalam penelitian. Alasan penentuan kriteria eksklusi ini didasarkan karena karakteristik tersebut jarang ditemukan pada ibu yang melahirkan bayi BBLR dan ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR.

Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan rumus kasus kontrol perbandingan satu kasus dan satu kontrol sebagai berikut.

Nilai OR berdasarkan beberapa variabel penelitian terdahulu:

No Variabel OR Refrensi

1 Penggunaan tembakau kunyah 2 Henrietta, dkk (2005

2 Penggunaan tembaku kunyah 3,6 WHO Searo (2004)

3 Konsumsi tembakkau 6,36 Jayant (2009)

� =

��1− 1

2��2�2(1− �2) +�1−���1(1− �1) +�2(1− �2� 2 (�1− �2)2


(58)

n = Jumlah sampel minimal Keterangan :

ORo = Nilai test oods rasio = 1

P1 = Probailitas kejadian penyakit dengan faktor resiko pada kasus = 0,3 P2 = Probabilitas Kejadian penyakit tanpa faktor resiko pada kontrol OR = 3,86 (OR teoritis)

α = Tingkat signifikansi = 95%

β = Kekuatan uji = 80% (0,84) uji dua arah

Dengan menggunakan software sample size determination in health study maka diperoleh sampel minimal sebanyak 38 kasus dan 38 kontrol (Lwanga dan Lemeshow, 1998).

Metode penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang diambil dari 5 yaitu : Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horijon dengan cara mengunjungi kasus sesuai daftar yang telah ditetapkan dari catatan puskesmas. Sedangkan pemilihan kontrol didasarkan pada metode tetangga terdekat (Rothman dalam Murti 2003).

Adapaun rincian sampel yang diperoleh dari tiap kecamatan seperti tertera dalam tabel berikut.


(59)

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Per Kecamatan di Wilayanh Penelitian Kabupaten Simalungun

Kecamatan Kasus (n) Kontrol (n) Total

N %

Purba 17 17 34 44,7

Silima Kuta 4 4 8 10,5

Raya 9 9 18 23,5

Haranggaol Horizon 6 6 12 15,7

Pematang Silima Kuta 2 2 4 5,2%

Jumlah 38 38 76 100

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang di kumpulkan dalam penelitian ini yaitu : a. Data Primer

Data yang di peroleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (kuesioner) dan observasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Simalungun meliputi data demografi, data kasus BBLR, dan data geografi. Dari Puskesmas Tiga Runggu, Puskesmas Seribu Dolok, Puskesmas Haranggaol, Puskesmas Pematang Raya, dan Puskesmas Mardingding meliputi data demografi, kasus BBLR, dan data geografi, dokumen bidan desa dan dokumen lain yang dianggap relevan dengan penelitian.


(60)

3.4.2. Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertanyaan dan observasi tentang fakta yang memenuhi validitas muka (face validity), validitas isi (content validity), dan reabilitas. Ukuran reabilitas meggunakan koefisien satatistik Kappa dengan tingkat kepercayaan 95%.

Penelitian kasus kontrol menekankan pentingnya validitas daripada upaya menjeneralisasikan populasi (Rothman dalam Murti, 2003). Penekanan validitas difokuskan pada pemilihan kontrol agar sebanding dengan kasus dalam faktor-faktor luar yang dapat mendistorsi hubungan variabel yang sedang diteliti. Untuk meningkatkan validitas tersebut didalam penelitian ini dilakukan pengendalian pada a. Bias, pengendalian dilakukan dengan cara

1. Bias statistik (jumlah sampel minimal dan analisis data)

2. Bias seleksi dimana pemilihan kontrol berdasarkan tetangga terdekat (didasarkan pada populasi kasus) dan jenis data adalah insidensi.

3. Bias informasi (recall bias) menyangkut reabilitas penelitian (uji statistik Kappa)

b. Pengendalian faktor luar (perancu) dilakukan dengan cara 1. Restriksi (kriteria inklusi dan ekslusi)

2. Standarisasi (adjustment) atau stratifikasi

Uji coba kuesioner dilakukan pada 20 ibu melahirkan bayi BBLR dan 15 ibu melahirkan bayi tidak BBLR yang melahirkan tahun 2012 di wilayah penelitian.


(61)

Hasil uji reabilitias dari aitem pertanyaan pada taraf nyata α = 0,05 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.2. Hasil Uji Reabilitas Kapa Pada Instrumen Penelitian

Untuk pertanyaan aitem I2, I4, I6, I7, I10, dan I12 nilai statistik kappa baik untuk kasus maupun kontrol menunjukan kesepakatan sangat baik (k>0,75) dan kesepakan baik (0,4≤ k ≤0,75) dan bermakana secara statistik (p<0,05) dalam taraf nyata α<0,05. Dengan demikian semua aitem pertanyaan adalah reliable dan layak dimasukan ke dalam instrumen penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

Konsumsi tembakau kunyah adalah konsumsi tembakau yang dilakukan oleh seorang ibu pada usia kehamilan sejak hari terakhir menstruasi sampai melahirkan


(62)

dengan frekuensi yang dinyatakan secara kuantitatif yang dimulai dari tidak pernah mengonsumsi sampai mengonsumsi lebih dari 5 kali dalam sehari.

3.5.2. Variabel Dependen

Berat badan lahir rendah ditentukan berdasarkan kriteria WHO yakni berat badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia kehamilan yang dibuktikan surat keterangan bersalin atau kartu menuju sehat (KMS).

3.5.3. Variabel Perancu

1. Sosial ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga yang dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan suami, istri, dan anak selama satu bulan dalam satuan juta rupiah.

2. Perawatan prenatal adalah perawatan kehamilan yang dilakukan oleh seorang ibu hamil yang ditunjukan dengan jumlah atau frekuensi pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilanya.

3. Kehamilan primipara (paritas pertama) adalah kehamilan seorang ibu untuk pertama kali selama kehidupanya.

4. Jenis kelamin bayi adalah bayi dilahirkan ibu hamil yang dinyatakan dalam atribut laki-laki atau perempuan.

5. Usia ibu adalah jumlah tahun kehidupan seorang ibu yang diukur dari tanggal kelahiran hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan tahun.

6. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditamatkan seorang ibu berdasarkan jenjang yang telah ditentukan.


(63)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel konsumsi tembakau kunyah didasarkan pada konsumsi tembakau kunyah dengan frekuensi yang dinyatakan secara kuantitatif selama masa kehamilan yang dikategorikan sebagai berikut.

1. Tidak pernah : Bila tidak pernah sama sekali mengonsumsi tembakau kunyah 2. 1-3 kali/ hari

3. 4-5 kali/ hari 4. 5 kali/ hari

Hasil dari pengukuran tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan Kessner’s Index menjadi (Henrietta, 2005):

0 = Tidak risiko: jika selama kehamilan tidak pernah mengonsumsi tembakau. 1 = Risiko: jika selama kehamilan mengonsumsi tembakau kunyah 1-3 kali/ hari. 1 = Risiko: Jika selama kehamilan mengonsumsi tembakau kunyah 4-5 kali/ hari 1 = Risiko: Jika selama kehamilan mengonsumsi tembakau kunyah > 5 kali/ hari

Untuk analisis regresi logistik maka kategori tembakau kunyah diubah kedalam kategori dummy dengan jumlah variabel= k-1 dimana k adalah jumlah kategori seperti tertera dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Kategori Dummy

Kategori Indeks 1 Indeks 2 Indeks 3

Tidak pernah 0 0 0

1-3 kali /hari 1 0 0

4-5 kali / hari 0 1 0


(64)

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel berat badan lahir didasarkan pada berat badan yang ditimbang pada saat bayi lahir yang didasarkan pada kategori WHO menjadi:

0. Kelompok kontrol adalah bayi tidak BBLR atau berat badan lahir bayi ≥ 2500 gram.

1. Kelompok kasus adalah bayi BBLR atau berat badan lahir bayi < 2500 gram. Selanjutnya kategori tersebut diubah ke dalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 = Kelompok kontrol 1 = Kelompok kasus

3.6.3. Variabel Perancu

a. Data sosial ekonomi yakni data tentang tingkat pendapatan keluarga yang dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan suami, istri, dan anak selama satu bulan. Kemudian data ini di kategorikan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Sumatera Utara menjadi:

1. Tingkat pendapatan tinggi ≥ 2,5 juta rupiah/ bulan 2. Tingkat pendapatan rendah < 2,5 juta rupiah/ bulan

Selanjutnya kategori tersebut diubah kedalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 = Tingkat pendapatan tinggi 1 = tingkat pendapatan rendah


(65)

b. Perawatan prenatal yakni perawatan kehamilan yang dilakukan oleh seorang ibu hamil yang ditunjukan dengan jumlah atau frekuensi pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilanya. Variabel perawatan kehamilan dikategorikan menjadi

1. Pemeriksaan kehamilan ≥ 2 kali selama kehamilan 2. Pemeriksaan kehamilan < 2 kali selama kehamilan

Selanjutnya kategori tersebut diubah kedalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 = Pemeriksaan kehamilan ≥ 2 kali 1 = Pemeriksaan kehamilan 1 kali

c. Kehamilan primipara (paritas ke-1) yakni kehamilan ibu pertama kali selama kehidupanya yang dikategorikan menjadi

1. Anak ke-1

2. Anak ke-2 atau lebih

Selanjutnya kategori tersebut diubah kedalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 = Paritas ke-2 atau lebih 1 = Paritas ke-1

d. Jenis Kelamin bayi yang dilahirkan ibu hamil dikategorikan menjadi 1. Laki-laki

2. Perempuan


(66)

0 = laki-laki 1 = perempuan

e. Usia ibu dikategorikan menjadi 1. ≤ 25 tahun

2. > 25 tahun

Selanjutnya kategori tersebut diubah kedalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 ≥ 25 tahun 1 < 25 tahun

f. Tingkat pendidikan ibu dikategorika menjadi 1. Tidak tamat SD/ Tamat SD/ Tamat SMP 2. SMA/PT

Selanjutnya kategori tersebut diubah kedalam variabel dummy dengan kriteria sebagai berikut:

0 = SMA/PT

1 = Tidak Tamat SD/ Tamat SD/ SMP

3.6.4. Aspek Pengukuran

Variabel, atribut, alternatif jawaban, kategori, cara ukur dan skala ukur dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.


(67)

Tabel 3.2. Variabel, Atribut, Alternatif Jawaban, Kategori, Skala Ukur, dan Cara Ukur

Variabel Jumlah Atribut

Alternatif jawaban Kategori Dammy Skala Ukur Cara Ukur Variabel dependen Konsumsi Tembakau

4 1. Tidak pernah 2. 1-3 Kali 3. 4-5 kali 4. > 5 kali

0 1 1 1

Ordinal Wawancara

Variabel Independen

BBLR 2 1. Tidak BBLR

2. BBLR

0 1

Nominal Cek KMS

Variabel Perancu

Sosial ekonomi

2 1. ≥ 2,5 juta 2. < 2.5 juta

0 1

Ordinal Wawancara

ANC 2 1. ≥ 2 kali

2. < 2 kali

0 1

Ordinal Cek KMS

Paritas 2 1. ≥ 2 anak

2. < 2 anak

0 1

Ordinal Cek KMS Jenis

kelamin bayi

2 1. Laki-laki 2. Perempuan

0 1

Nominal Cek KMS

Usia ibu 2 1. > 25 tahun 2. ≤ 25 tahun

0 1

Ordinal Cek KMS Pendidikan

ibu

2 1. Tidak tamat, tamat SD/ SMP 2. SMA/PT

1 0

Ordinal Wawancara

3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat di lakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi kejadian berat badan lahir rendah (BBLR), konsumsi tembakau kunyah, dan variabel lain yang dianggap penting dalam penelitian.


(1)

Lamiran 6

Hasil Analisis Multivariat

Epi Info

Current View: C:\Users\user\Desktop\Manajement Data

Tesis\SurvveyTBK_SIM_D_M_L.MDB:viewSTKlogistik

Record Count:76 (Deleted records excluded) Date: 7/13/2013 11:00:07 PM

TABLES TembakauKunyah Bblr STRATAVAR= Paritas

Jenis Kelamin : BBLR, Paritas=

Single Table Analysis

Point 95% Confidence Interval Estimate Lower Upper PARAMETERS: Odds-based

Odds Ratio (cross product) 1.3382 0.3219 5.5643 (T) Odds Ratio (MLE) 1.3289 0.3138 6.1887 (M) 0.2661 7.5813 (F) PARAMETERS: Risk-based

Risk Ratio (RR) 1.1230 0.6509 1.9375 (T) Risk Difference (RD%) 6.9697 -26.5354 40.4748 (T)


(2)

STATISTICAL TESTS Chi-square 1-tailed p 2-tailed p Chi-square - uncorrected 0.1611 0.6881563948 Chi-square - Mantel-Haenszel 0.1572 0.6917853253 Chi-square - corrected (Yates) 0.0019 0.9652026079

Mid-p exact 0.3562765089

Fisher exact 0.4866353371

Warning: The expected value of a cell is <5. Fisher Exact Test should be used.

Jenis Kelamin : BBLR, Paritas=1

Single Table Analysis

Point 95% Confidence Interval Estimate Lower Upper PARAMETERS: Odds-based

Odds Ratio (cross product) 22.0000 3.7571 128.8242 (T) Odds Ratio (MLE) 19.3047 3.5977 138.6601 (M) 2.9902 186.0970 (F) PARAMETERS: Risk-based

Risk Ratio (RR) 5.5000 1.8626 16.2410 (T) Risk Difference (RD%) 64.2857 38.0941 90.4773 (T)


(3)

(T=Taylor series; C=Cornfield; M=Mid-P; F=Fisher Exact)

STATISTICAL TESTS Chi-square 1-tailed p 2-tailed p Chi-square - uncorrected 14.4643 0.0001440114 Chi-square - Mantel-Haenszel 14.0510 0.0001790863 Chi-square - corrected (Yates) 11.9097 0.0005595858

Mid-p exact 0.0001127024

Fisher exact 0.0002170404

SUMMARY

Back Forward Current Procedure SUMMARY INFORMATION

Point 95%Confidence Interval

Parameters Estimate Lower Upper

Odds Ratio Estimates

Crude OR (cross product) 3.9857 1.4111, 11.2582 (T)

Crude (MLE) 3.9105 1.4026, 11.7259 (M)

1.2765, 13.2227 (F)

Adjusted OR (MH) 4.1117 1.4796, 11.4260 (R)

Adjusted OR (MLE) 4.9485 1.6622, 16.3495 (M)


(4)

Risk Ratios (RR)

Crude Risk Ratio (RR) 1.8360 1.2062, 2.7947

Adjusted RR (MH) 2.0347 1.2461, 3.3224

(T=Taylor series; R=RGB; M=Exact mid-P; F=Fisher exact)

STATISTICAL TESTS (overall association) Chi-square 1-tailed p 2-tailed p

MH Chi-square - uncorrected 8.7141 0.0032

MH Chi-square - corrected 7.3135 0.0068

Mid-p exact 0.0016

Fisher exact 0.0028

In the following two tests, low p values suggest that ratios differ by stratum

Chi-square for differing Odds Ratios by stratum (interaction) 5.8419 0.0157

Chi-square for differing Risk Ratios by stratum 6.5967 0.0102

LOGISTIC Bblr = Indeks2 Indeks3 Paritas

Previous Dataset Results Library

Next Procedure

Unconditional Logistic Regression

Term Odds Ratio 95% C.I. Coefficient S. E. Z-Statistic P-Value Indeks2 4.2807 1.1286 16.2359 1.4541 0.6802 2.1379 0.0325


(5)

Convergence: Converged

Iterations: 5

Final -2*Log-Likelihood: 93.1015

Cases included: 76

LOGISTIC Bblr = Indeks2 Indeks3 Paritas Indeks2*Paritas Indeks3*Paritas

Previous Dataset Results Library

Next Procedure

Unconditional Logistic Regression

Indeks3 5.8486 1.7303 19.7689 1.7662 0.6214 2.8423 Paritas

0.0045

2.9219 1.0373 8.2306 1.0722 0.5284 2.0292

CONSTANT

0.0424

* * * -1.6088 0.5816 -2.7662

Test

0.0057

Statistic D.F. P-Value

Score 11.4862 3 0.0094

Likelihood Ratio 12.2569 3 0.0066

Term Odds Ratio 95% C.I. Coefficient S. E. Z-Statistic P-Value Indeks2 4.2807 1.1286 16.2359 1.4541 0.6802 2.1379

Indeks3

0.0325

5.8486 1.7303 19.7689 1.7662 0.6214 2.8423

Paritas

0.0045


(6)

Convergence: Converged

Iterations: 5

Final -2*Log-Likelihood: 87.0251

Cases included: 76

CONSTANT * * * -1.6088 0.5816 -2.7662

Term

0.0057

Odds Ratio 95% C.I. Coefficient S. E. Z-Statistic P-Value

Indeks2 * Paritas 20.1143 1.0239 395.1340 3.0014 1.5193 1.9755 Indeks3 * Paritas

0.0482

14.1429 1.1526 173.5325 2.6492 1.2792 2.0710

CONSTANT

0.0384

* * * -0.5596 0.6268 -0.8928 0.3719

Test Statistic D.F. P-Value

Score 16.8550 5 0.0048