Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Suku Bunga Deposito, Dan Gdp Terhadap Permintaan Obligasi Swasta Di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH NILAI KURS, SUKU BUNGA

DEPOSITO, DAN GDP TERHADAP PERMINTAAN

OBLIGASI SWASTA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Oleh: Richard Noviandi Lubis

050501117

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

The main purpose of this research is to analyze the factors which influence on the effect demand of corporate bond in Indonesia. The variables employed in this research are Exchage rate, interest rate deposit and Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. The data used in this research are time series data from 1993 until 2007. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed the R-Squared is 97%, it means that the independent variable as much as 97 percent. While the rest 3% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (145.6954 > 6.22); it means that exchage rate, interest rate deposit, and GDP together affected on demand of corporate bond in Indonesia, significantly at g = 1%.

Keywords: Corporate bond, Exchage rate, Interest rate deposit, and Gross Domestic Product (GDP).


(3)

ABSTRAK

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan obligasi swasta di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi digunakanlah variabel nilai kurs, suku bunga deposito dan GDP di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series antara tahun 1993-2007. Metode yang digunakan Ordinary Least Square (OLS)

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi sama dengan 97%, hal ini berarti variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel terikat dalam persentase 97%, sementara itu sisanya 3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (145.6954 > 6.22), ini berarti bahwa nilai kurs, suku bunga deposito dan GDP secara bersama-sama mempengaruhi permintaan suku bunga deposito di Indonesia yang signifikan pada = 1%.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis pengaruh nilai kurs, Suku Bunga Deposito, dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Aman Tarigan, SU sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.


(5)

4. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Kasyful Mahalli, M.Si sebagai Dosen Pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSp sebagai dosen wali penulis, yang memberi bimbingan selama masa perkuliahan.

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Ayahanda tersayang Dirman H. Lubis dan Ibunda Linda Panjaitan teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan sehingga membuat penulis semangat selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

9. Saudara-saudaraku yang kukasihi (Kakak Sumindar, Adik Sella dan Adik Putri) yang selalu mendoakan, memberikan semangat dan saran.

10. Buat teman-teman kelompok kecilku “Cell Group” Glorification DV (Bang Samuel, Daud, Dinand, Henki, Joni, Rudi, Andi, dan Eko)

11. Sahabat-sahabatku (Deny Lamani, Rifan, Johanes G, Manchon, Resi, Rizal, Marnov, Denari, Fanny, dan teman-teman seperjuangan di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu,


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2009 Penulis

Richard Noviandi Lubis 050501117


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS ... 7

2.1 Pasar Modal ... 7

2.1.1 Pengertian Pasar Modal ... 7

2.1.2 Manfaat Pasar Modal ... 8

2.1.3 Lembaga-lembaga yang terkait di Pasar Modal ... 8

2.1.4 Jenis Pasar Modal ... 10

2.1.5 Surat Berharga di Pasar Modal ... 10


(8)

2.2.2 Persyaratan pencatatan Obligasi ... 12

2.2.3 Karakteristik Obligasi ... 12

2.2.4 Faktor Penentu harga Obligasi ... ... 13

2.3 Kurs (Valas) ... 14

2.3.1 Pengertian Kurs ... 14

2.3.2 Kurs nominal dan Kurs Riil ... 14

2.3.3 Penentuan nilai tukar secara Fundamental... 16

2.3.4 Perubahan Nilai Tukar ... ... 19

2.3.5 Sistem Nilai Tukar ... 22

2.4 Suku Bunga ... 24

2.4.1 Pengertian Suku Bunga ... 24

2.4.2 Teori Tingkat Suku Bunga ... 25

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ... 30

2.4.4 Deposito ... 33

2.4.4.1 Pengertian Deposito ... 33

2.4.4.2 Jenis-jenis Deposito ... 33

2.4.4.3 Fungsi dan Manfaat Deposito ... 35

2.5 Produk Domestik Bruto ... 37

2.5.1 Pengertian PDB ... 37

2.5.2 Cara Menghitung PDB ... 38


(9)

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 44

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 44

3.3 Metode Penelitian dan Tehnik Pengumpulan data ... 44

3.4 Pengolahan Data ... 45

3.5 Model Analisis Data ... 45

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 46

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 49

3.8 Definisi Operasional ... 52

BAB IV HASIL DAN ANALISA ... ... 53

4.1 Kondisi Perekonomian Indonesia secara umum... 53

4.2 Gambaran Pasar Modal Indonesia ... 56

4.2 Perkembangan Permintaan Obligasi swasta ... 57

4.3 Perkembangan Nilai Kurs Dollar ... 59

4.4 Perkembangan Suku Bunga Deposito ... ... 62

4.5 Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) ... 65

4.6 Analisis dan Pembahasan ... 68

4.6.1 Analisis dan Pengumpulan Data ... 68

4.6.2 Interpretasi Model ... 68

4.6.3 Test of Goodness of Fit (Uji kesesuaian) ... 70


(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78 5.2 Saran ... 79


(11)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Permintaan Obligasi swasta tahun 1993-2007 58

4.2 Nilai Kurs tahun 1993-2007 61

4.3 Suku bunga Deposito tahun 1993-2007 64 4.4 Gross Domestic Product (GDP) tahun 1993-2007 66


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Tingkat bunga Menurut Klasik 26

2.2 Tingkat bunga menurut Keynes 29

2.3 Jumlah Penduduk Optimal 39

3.1 Kurva Uji t-Statistik 47

3.2 KurvaUji F-statistik 49

3.3 Uji Durbin – Watson 51

4.2 Perkembangan Permintaan Obligasi 59

4.3 Perkembangan Kurs 62

4.4 Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) 67 4.5 Uji t-statistik terhadap nilai Kurs 71 4.6 Uji t-statistik terhadap Suku bunga deposito 72

4.7 Uji t-statistik terhadap GDP 73

4.8 Uji F-statistik 74


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1. Data Variabel Skripsi tahun 1993-2007 2. Hasil Uji Regresi Linear Logaritma

3. Hasil Uji Multikolinearitas Nilai Kurs (X1), Suku

bunga Deposito (X2), dan GDP (X3)

4. Hasil Uji Multikolinearitas Suku bunga Deposito (X2), Nilai kurs (X1), dan GDP (X3)

5. Uji Multikolinearitas GDP (X3), Nilai Kurs (X1),


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Para pemilik dana atau investor dapat memilih pada perusahaan mana saja dan yang dimilikinya akan ditanamkan dengan harapan memperoleh hasil yang diharapkan dimasa mendatang. Pemilihan yang baik tidak dapat dilakukan dengan hanya mengandalkan intuisi semata tapi diperlukan juga analisis yang baik dan cermat.

Sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu sekuritas yang menunjukkan bukti pemilikan atas suatu perusahaan, yaitu dalam bentuk saham, dan yang menunjukkan surat tanda bukti hutang dari emiten yang menerbitkan sekuritas bersangkutan yang disebut obligasi.

Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat

mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya secara periodic dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada saat jatuh tempo (Tandelilin, 2001:19).

Sebagai salah satu produk investasi di pasar modal sekarang ini,

perkembangan produk obligasi pada awal tahun 1990 di Indonesia masih cukup lamban dibandingkan perkembangan produk saham. Produk obligasi mengalami


(15)

perkembangan yang cukup pesat sejak tahun 2000, dimana dengan adanya pengetatan prosedur pinjaman di lembaga perbankan menyebabkan pihak perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis atau melakukan pelunasan utangnya mulai melirik instrumen pembiayaan lainnya salah satunya obligasi.

Nilai penerbitan obligasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yakni mencapai nilai sekitar Rp 83,5 triliun pada tahun 2007. Tercatat lebih dari 175 perusahaan yang menerbitkan obligasi di pasar modal. Jumlah cukup kecil bila dibandingkan dengan perkembangan penerbitan saham dimana tercatat 468

perusahaan menerbitkan saham dengan nilai sekitar Rp 327 trilliun pada tahun 2007. Banyak perusahaan berkepentingan untuk menerbitkan obligasi karena sifat struktur obligasi itu sendiri dianggap cukup menarik, diantaranya tingkat suku bunga yang relatif fleksibel dan relatif lebih rendah dari suku bunga perbankan. Proses penerbitan obligasi yang tidak selalu ketat dibandingkan dengan prosedur meminjam utang lewat perbankan juga menjadi daya tarik bagi perusahaan.

Tingkat pertumbuhan minat investasi obligasi di Indonesia juga meningkat cukup pesat terutama dilihat dari besarnya nilai investasi yang digunakan untuk membeli obligasi. Investor tersebut datang dari lembaga keuangan perbankan, dana pensiun, manajemen aset, asuransi ataupun reksadana. Tingginya minat investasi pada obligasi disebabkan oleh tingkat suku bunga atau kupon obligasi yang lebih menarik dibandingkan suku bunga deposito.


(16)

berpendapatan tetap sebab jenis pendapatan keuntungan yang diberikan kepada investor obligasi didasarkan pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan sebelumnya menurut perhitungan tertentu (Rahardjo 2004,2).

Dalam praktek, terdapat beberapa jenis obligasi. Salah satu jenis obligasi yang menawarkan suku bunga disebut obligasi yang menawarkan suku bunga tetap (fixed rate) selama jangka waktu obligasi tersebut, misalnya 5 atau 10 tahun. Jenis obligasi yang kedua yaitu obligasi yang menawarkan suku bunga mengambang (floating rate). Biasanya bunga obligasi yang ditawarkan sebesar persentase tertentu di atas suku bunga deposito, mungkin juga dilakukan kombinasi dengan suku bunga tetap (fixed rate). Jenis obligasi yang ketiga adalah obligasi dengan tingkat suku bunga nol (zero coupon bonds atau pure discount bonds). Obligasi ini dijual dengan diskon pada awal periode dan kemudian dilunasi penuh sesuai dengan nilai nominal pada akhir periode atau waktu jatuh tempo obligasi tersebut.

Seperti diketahui, nilai obligasi selalu berubah sesuai dengan perubahan suku bunga secara umum (suku bunga deposito). Salah satu faktor penentu apakah harga obligasi menarik atau tidak adalah tingkat suku bunga yang diberikan kepada investor obligasi. Apabila kupon obligasi didasarkan pada fixed rate misalnya 16 %, padahal tingkat suku bunga deposito lebih dari 18 % maka investor cenderung menyimpan dananya pada produk deposito ketimbang membeli obligasi. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat suku bunga di pasar menurun maka investor cenderung membeli obligasi yang kuponnya lebih tinggi dibanding deposito sehingga harga obligasi cenderung naik.


(17)

Selain itu, nilai tukar mata uang (exchange rate risk) juga mempengaruhi permintaan obligasi swasta di Indonesia. Nilai kupon atau arus kas yang diterima akan sangat berpengaruh dengan perubahan nilai tukar rupiah. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing yang belum stabil mempengaruhi jumlah permintaan obligasi swasta di Indonesia.

Pertumbuhan GDP berpengaruh pada permintaan obligasi swasta di Indonesia. Dimana bila pertumbuhan GDP suatu negara cukup tinggi maka akan membuat jumlah dana yang beredar di masyarakat menjadi melimpah. Dengan banyaknya dana yang melimpah tersebut akan membuat masyarakat akan menginvestasi dananya tersebut dalam instrumen-instrumen investasi yang ada seperti obligasi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis pengaruh nilai kurs, Suku Bunga Deposito, dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah


(18)

1. Bagaimana pengaruh nilai kurs terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia.

2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia.

3. Bagaimana pengaruh GDP terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia.

1.3 Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan

permasalahan di atas, maka hipotesa yang muncul adalah :

1. Nilai kurs mempunyai hubungan positif dengan permintaan obligasi swasta di Indonesia, ceteris paribus.

2. Tingkat suku bunga deposito mempunyai hubungan negatif dengan permintaan obligasi swasta di Indonesia, ceteris paribus.

3. GDP mempunyai hubungan positif dengan permintaan obligasi swasta di Indonesia, ceteris paribus.

1.4 Tujuan penelitian


(19)

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia

3. Untuk mengetahui pengaruh GDP terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat menjadi bahan studi dan literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai edukasi dan informasi bagi masyarakat yang akan berinvestasi ataupun yang sudah berinvestasi dalam obligasi.

4. Sebagai proses pembelajaran dan penambah wawasan bagi penulis dalam hal menganalisis dan berpikir.


(20)

URAIAN TEORITIS 2.1 Pasar Modal

2.1.1 Pengertian Pasar Modal

Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Di pasar modal, yang diperjualbelikan adalah modal berupa hak pemilikan perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan. Pembeli modal adalah individu atau organisasi/lembaga yang bersedia menyisihkan kelebihan dananya untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan melalui pasar modal, sedangkan penjual modal adalah perusahaan yang memerlukan modal atau tambahan modal untuk keperluan usahanya.

Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Menurut UU tersebut, bursaadalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang

dikategorikan sebagai efek adalah saham, obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.

Pada beberapa literatur terdapat bermacam-macam definisi pasar modal. Pada pembahasan ini, kita menggunakan definisi pasar modal sebagai berikut :

Pasar modaladalah pasar yang dikelola secara terorganisir dengan aktivitas perdagangan surat berharga, seperti saham, obligasi, option, warrant, right, dengan menggunakan jasa perantara, komisioner, dan underwriter.


(21)

2.1.2 Manfaat Pasar Modal

Pasar modal memiliki peran sentral bagi perekonomian, bahkan maju tidaknya ekonomi suatu negara dapat diukur dari maju tidaknya pasar modal di negara tersebut.

Beberapa manfaat keberadaan pasar modal antara lain :

• Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

• Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.

• Menyediakan leading indikator bagi trend ekonomi negara.

• Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

• Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menetapkan iklim berusaha yang sehat.

• Menciptakan lapangan kerja/ profesi yang sehat.

• Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek.

2.1.3 Lembaga- Lembaga Yang Terkait Di Pasar Modal

Adapun lembaga yang terkait di pasar modal yaitu : 1. BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal)

Tugas Badan Pengawas Pasar Modal menurut Kepres No. 53 Tahun 1990 tentang pasar modal adalah mengikuti perkembangan dan mengatur pasar


(22)

modal sehingga efek yang ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal masyarakat umum, di samping itu BAPEPAM juga bertugas untuk melaksanakan pembinaan dan

pengawasan terhadap lembaga-lembaga; seperti bursa efek, kliring,

penyelesaian dan penyimpanan, reksa dana, perusahaan efek dan perorangan, lembaga penunjang pasar modal yaitu tempat penitipan harta, Biro

Administrasi Efek, Wali Amanat atau penunjang dan Profesi Penunjang Pasar Modal. Tugas lainnya adalah memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal.

2. Lembaga Penunjang Pasar Perdana.

Yang termasuk dalam lembaga ini adalah Penjamin Emisi Efek, Akuntan Publik, Konsultan Hukum, Notaris, Agen Penjual, dan Perusahaan Penilai. 3. Lembaga Penunjang dan Emisi

Dalam emisi obligasi, di samping lembaga penunjang untuk emisi saham juga dikenal lembaga seperti, Wali Amanat, Penanggung, dan Agen Pembayar. 4. Lembaga Penunjang Pasar Sekunder.

Lembaga penunjang pasar sekunder merupakan lembaga yang menyediakan jasa- jasa dalam pelaksanaan transaksi jual beli di bursa. Lembaga penunjang ini terdiri dari ; Pedagang Efek, Perantara Perdagangan Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Reksa Dana.


(23)

2.1.4 Jenis Pasar Modal

Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi dua macam, yaitu pasar perdana, dan pasar sekunder.

Pasar perdana adalah penjualan perdana efek atau penjualan efek oleh perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan emisi hanya memperoleh dana dari penjualan tersebut.

Pasar sekunder adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut. Naik turunnya kurs suatu efek ditentukan oleh daya tarik menarik antara permintaan dan penawaran efek tersebut. Bagi efek yang dapat memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di dalam bursa efek, sedangkan bagi efek yang tidak memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di luar bursa efek.

2.1.5 Surat Berharga Di Pasar Modal

Pada dasarnya, surat berharga di pasar modal dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu :


(24)

2. Surat berharga yang bersifat pendapatan tetap (fixed income), fixed income dikenal dengan obligasi.

2.2 Obligasi

Menurut Sapto Rahardjo, obligasi merupakan surat utang jangka menengah atau panjang yang diterbitkan oleh pihak penerbit (perusahaan atau pemerintah) dengan memberi imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

Obligasi sudah lama dikenal di pasar modal Indonesia. Hanya saja obligasi masih kalah bersaing dengan sekuritas saham. Ini disebabkan, emiten obligasi kebanyakan dikeluarkan Badan Hukum Milik Negara (BUMN). Obligasi dikenal memberikan pendapatan tetap (fixed income), yaitu berupa bunga yang dibayarkan dengan jumlah tetap pada waktu yang telah ditetapkan, misalnya tiap 3 bulan, 6 bulan maupun setahun sekali.

2.2.1 Jenis Obligasi

a) Corporate Bonds

Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.

b) Government Bonds

obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang diterbitkan dalam berbagai denominasi mata uang termasuk mata uang negara tersebut. c) Municipal Bond


(25)

obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).

2.2.2 Persyaratan Pencatatan Obligasi

a. Pernyataan pendaftaran telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM

b. Laporan keuangan diaudit akuntan terdaftar di BAPEPAM dengan pendapatan Wajar Tanpa Kualifikasi (WTK) tahun buku berakhir

c. Nilai nominal obligasi yang dicatatkan nominal Rp 25 Milyar.

d. Rentang waktu efektif dengan permohonan pencatatan tidak lebih dari 6 bulan dan sisa jangka waktu tempo sekurang-kurangnya 3 tahun.

e. Telah berdiri dan beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun.

f. Dua tahun terakhir memperoleh laba operasional dan tidak ada saldo rugi tahun terakhir.

g. Anggota, Direksi, dan Komisaris memiliki reputasi yang baik

2.2.3 Karakteristik Obligasi :

• Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.

• Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual prosentase.


(26)

• Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi Kupon / bunga nya.

• Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic Indonesia.

2.2.4 Faktor Penentu Harga Obligasi

1. Tingkat return (bunga kupon) yang dijanjikan makin tinggi maka harga semakin tinggi

2. Obligasi tersebut yang bersifat yunior harganya lebih rendah dibandingkan obligasi senior.

3. Suku bunga yang berlaku semakin rendah maka harga obligasi semakin tinggi 4. Jatuh tempo obligasi semakin panjang maka harganya semakin tinggi


(27)

6. Rating obligasi semakin bagus maka harganya semakin tinggi 7. Obligasi yang disertai jaminan maka harganya semakin tinggi

2.3 KURS (Valas)

2.3.1 Pengertian Kurs atau Valuta Asing (Valas)

Valuta asing atau sering disebut Kurs (exchange rate) adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. (Mankiw 2007;128). Kurs sering pula dikatakan valas ataupun nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya.

Total valas yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara yang pada umumnya disebut juga sebagai cadangan devisa negara tersebut yang dapat diketahui dari posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran

internasionalnya.

Makin banyak valas atau devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti makin besar kemampuan negara tersebut melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan makin kuat pula nilai mata uang


(28)

Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang yang ingin mendapatkan dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibelinya. Orang Amerika akan mendapatkan 120 yen untuk setiap dolar yang ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.

Kuras rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Yaitu, kurs rill menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs rill kadang-kadang disebut terms of trade.

Untuk melihat hubungan antara kurs rill dan kurs nominal, perhatikanlah sebuah barang yang diproduksi di banyak negara yakni mobil. Anggaplah harga mobil Amerika $10.000 dan harga mobil Jepang 2.400.000 yen. Untuk

membandingkan harga dari kedua mobil tersebut, kita harus mengubahnya menjadi mata uang umum. Jika satu dolar bernilai 120 yen, maka harga mobil Amerika adalah 1.200.000 yen. Membandingkan harga mobil Amerika (1.200.000 yen) dan harga mobil Jepang (2.400.000 yen), kita menyimpulkan bahwa harga mobil Amerika separuh dari harga mobil Jepang. Dengan kata lain, pada harga berlaku, kita bisa menukar 2 mobil Amerika untuk 1 mobil Jepang.

Dalam perhitungan hal ini dapat di ringkas menjadi : Kurs Rill = Kurs Nominal x Harga Barang Domestik


(29)

Harga Barang Luar negeri

Tingkat dimana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar negeri bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat dimana mata uang dipertukarkan.

Perhitungan kurs rill untuk barang tunggal ini menjelaskan bagaimana kita seharusnya mendefenisikan kurs rill untuk kelompok barang yang lebih luas. Kita nyatakan sebagai kurs nominal (jumlah yen per dolar), P adalah tingkat harga di Amerika serikat (diukur dalam dolar), dan P* adalah tingkat harga di Jepang (diukur dalam yen). Maka kurs rill adalah

Kurs rill = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga = x (P/P*)

Kurs rill di antara kedua Negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua Negara. Jika kurs rill tinggi . barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang luar negeri relatif mahal, dan barang-barang domestik relatif murah.

2.3.3 Penentuan Nilai Tukar secara Fundamental A. Traditional Theories

Traditional Theories terdiri dari Teori Purchasing Power Parity dan Teori Elastisitas.


(30)

Teori ini merupakan teori tertua dan merupakan teori terpopuler. Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1556 oleh Martin de Azpilcueta Navarro. Teori ini berbunyi sebagai berikut:

“The price of a good in one country should equal the price of the same good in another country, exchanged at the current rate.” (Luca, 1995)

Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu Negara harus sama dengan harga barang serupa di Negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini disebut The Law of One Price.

Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat adalah 1 Dolar AS. Apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang berlaku saat ini adalah Rp 8.000,00/USD, menurut asumsi The Las of One Price, harga sepotong roti di Indonesia harus Rp 8.000,00. Jadi, di mana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika Serikat atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua Negara tersebut.

2. Teori Elastisitas

“Exchange rate is simply the price of foreign exchange which maintains the balance payment in equilibrium.” (Luca, 1995)

Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pembayaran internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat ekuilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap perubahan harga. Jika elastisitas permintaan bersifat inelastis, pengaruh


(31)

penurunan impor dan kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional akan sangat kecil. Akibatnya, nilai tukar harus melakukan penyesuaian secara tajam untuk menghilangkan defisit neraca pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor akan sangat

berpengaruh bagi keseimbangan neraca pembayaran internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian dalam nilai tukar.

B. Modern Monetary Theories on Short Term Exchange Rate Volatility

“Modern monetary theories on short term exchange rate volatility take into consideration the short term capital market` roles and the long term impact of

commodity markets on foreign exchange.” (Luca, 1995)

Teori ini memperhatikan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan peran bursa komoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar. Teori ini mengatakan bahwa adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing power parity adalah karena adanya suatu perubahan dalam permintaan dan penawaran terhadap asset-aset keuangan.

Dalam pandangan modern, tori Purchasing Power Parity juga diperluas dengan menyertakan variabel-variabel, seperti jumlah uang yang beredar, tingkat suku bunga, dan pendapatan riil, dalam menentukan tingkat nilai tukar dua negara.

C. Synthesis of Traditional and Modern Monetary Views

“Since the financial markets adjust faster than the commodities markets, the exchange rate tends to be affected in the short term by the capital market changes,


(32)

Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan di pasar barang komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.

2.4.4. Perubahan Nilai Tukar

Yang menyebabkan fluktuasi nilai tukar adalah perubahan permintaan atau penawaran dalam bursa vauta asing. Apapun yang menggeser kurva permintaan akan suatu mata uang ke kanan atau kurva penawaran ke kiri akan mengundang

apresiasimata uang tersebut. Apa saja yang menggeser kurva penawaran ke kiri akan mengundang depresiasi mata uang tersebut. Ini merupakan teoritis dari Hukum say yakni

‘Permintaan akan menciptakan penawaran’

Hanya saja hukum ini kali ini diterapkan pada pasar valuta asing. Namun pergeseran kurva permintaaan dan penawaran akan mengakibatkan perubahan nilai kurs. Ada banyak yang menjadi penyebabnya, sebagian bersifat sementara dan lainnya bersifat permanen antara lain;

1. Kenaikan Harga Domestik atas Barang Ekspor

Misalkan nilai peralatan elektronik buatan Amerika yang dinyatakan dalam dolar naik. Pengaruh terhadap permintaan dolar akan tergantung pada elastisitas permintaan untuk barang-barang Amerika. Bila permintaan bersifat elastis, barangkali


(33)

karena negara-negara lain menawarkan barang yang serupa di pasaran dunia, jumlah pembelian terhadap barang-barang Amerika akan menyusut, sehingga lebih sedikit dolar yang akan diminta. Dengan perkataan lain, kurva permintaan dolar akan bergeser ke kiri dan dolar pun mengalami depresiasi.

Bila permintaan bersifat inelastis, misalnya karena Amerika secara khas mampu menyediakan barang yang tidak dibayangi oleh barang subsitusi, jumlah yang dibelanjakan akan lebih banyak, permintaan dolar untuk membayar tagihan yang lebih banyak akan menggeser kuyrva permintaan ke kanan, dan dolar akan mengalami apresiasi.

2. Kenaiakan Harga Luar Negeri atas Barang Impor

Akibat kenaikan harga yang besar pada barang impor yang ditawarkan. Misalkan harga wiski Scotsh dalam nilai Poundsterling melonjak tajam. Asumsikan juga para peminum Amerika mempunyai permintaan yang elastis terhadap wiski scotch tersebut, karena mereka dapat dengan mudah beralih ke minuman subsitusi lainnya. Maka mereka akan membelanjakan lebih sedikit poundsterling untuk wiski Scotch dibanding sebelumnya. Dengan perkataan lain, mereka harus menawarkan lebih sedikit dolar ke bursa valuta asing. Kurva penawaran dolar akan bergeser ke kiri, dan nilai dolar cenderung naik.

3. Aliran Modal

Aliran modal berskala besar dapat berpengaruh kuat pada nilai tukar. Sebagai contoh, keinginan pengusaha Amerika yang meningkat untuk menanam modal pada


(34)

aktiva Indonesia akan menggeser kurva penawaran dolar ke kanan dan nilai dolar akan mengalami depresiasi.

Aliran dana investasi mengakibatkan apresiasi mata uang negara pengimpor modal, dan dengan apresiasi mata uang negara pengekspor modal.

4. Perubahan Struktur

Perekonomian dapat mengalami perubahan struktur yang mengubah nilai tukar ekuilibrium. Perubahan struktur adalah istilah umum yang berlaku bagi perubahan struktur biaya, penemuan produk baru atau apa saja yang mempengaruhi pola keunggulan komparatif. Misalnya, bila produk suatu negara tertentu tidak berkembang secepat di negara lain, permintaan konsumen (pada tingkat harga yang tetap) bergeser perlahan menjauhi negara pertama menuju negara-negara pesaing yang lebih maju. Hal ini menyebabkan apresiasi perlahan pada mata uang negara pertama karena permintaan akan mata uangnya bergeser perlahan ke kiri.

5. Perubahan Tingkat Harga secara Keseluruhan

Perubahan harga barang ekspor tertentu, seperti kalkulator elektronik, terdapat pula perubahan semua harga yang disebabkan oleh inflasi. Yang menjadi masalah di sini adalah perubaha tingkat harga domestik relatif terhadap tingkat harga di negara rekan dagang kita. Perubahan harga dalam persentase yang sama di kedua negara. Andaikan ada laju inflasi sebesar 10 persen di Amerika maupun Indonesia. Dalam hal ini, harga barang Indonesia yang dinyatakan dalam rupiah dan harga barang-barang Amerika yang dinyatakan dalam dolar akan sama-sama naik 10 persen.


(35)

maupun barang Amerika (yang dinyatakan dalam rupiah) masing-masing akan naik 10 persen. Jadi, harga relatif barang impor dan barang yabtg dibuat dalam negeri tidak akan berubah dikedua negara. Sekarang tidak ada alasan untuk berharap adanya perubahan permintaan masing-masing negara untuk barang impornya, dengan nilai tukar semula. Dengan demikian laju inflasi di kedua negara tidak akan mengubah nilai tukar ekuilibrium. (Argumen ini merupakan basis dari Teori purchasing power parity yang berlaku pada nilai tukar)

2.3.5 Sistem Nilai Tukar

Nilai tukar suatu mata uang di defenisikan sebagai haraga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar (Kebanksentralan BI,2004), yaitu :

1. Floating Exchange Rate System ‘sitem nilai tukar mengambang’

Pada sistem ini, nilai tukar dibiarkan bergerak bebas sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di atas penawaran yanga ada pada pasar valuta asing. Bank sentral dapat saja melakukan intervensi di pasar valuta asing, yaitu dengan menjual devisa dalam hal terjadi kekurangan pasokan atau membeli devisa apabila terjadi kelebihan penawaran untuk menghindari gejolak nilai tukar yang berlebihan di pasar. Akan tetapi, intervensi dimaksud tidak diarahkan


(36)

ada beberapa Negara yakni Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies), seperti Dolar AS, Euro, Mark Jerman, Yen Jepang, Franc Swiss, dan Poundsterling Inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang Negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat tindakan intervensi yang dilakukan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya.

2. Fixed Exchange Rate System ‘sistem nilai tukar tetap’

Pada sistem ini, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu misalnya , nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika adalah Rp.8000 per dolar. Pada nilai tukar ini bank sentral aka siap untuk menjual dan membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi* ataupun revaluasi nilai tukar yang ditetapkan..

3. Managed floating Exchange Rate System’sistem nilai tukar mengambang terkendali’

Sistem nilai tukar mengambang terkendali merupakan sistem yang berada di antara kedua sistem nilai tukar di atas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band’batas pita intervensi’. Nilai tukar akan ditentukan mekanisme pasar sepanjang berada dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak


(37)

kembali ke dalam pita intervensi. Bank Sentral tidak menetapkan suatu acuan tingkat /level nilai tukar tertentu, seperti yang diterapkan oleh sepuluh Negara Eropa yang tergabung dalam European Monetary System (1992).

2.4 SUKU BUNGA

2.4.1 Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bias juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Atau harga dari meminjam uang untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam persen (%).

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). (Kasmir, 2002: 121)

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu:

1. Bunga Simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai ransangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Contoh: jasa.


(38)

2. Bunga Pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah pinjaman kepada bank. Contoh: bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus

dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga pinjaman tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga berpengaruh naik dan demikian sebaliknya.

2.4.2 Teori Tingkat Suku Bunga

a. Teori Klasik

Teori bunga aliran klasik dinamakan “The Pure Theory of Interest”. Menurut teori ini, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan modal. Jadi modal telah dianggap sebagai harga dari kesempatan penggunaan modal. Sama seperti harga barang-barang dan jasa , tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demikian pula tinggi rendahnya bunga modal ditentukan oleh permintaan dan penawaran modal.

Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung atau masyarakat


(39)

akan terdorong untuk mengorbankan pengeluaran guna menambah besarnya tabungan. Jadi tingkat suku bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima seseorang karena menabung atau hadiah yang diterima seseorang karena menunda konsumsinya.

Investasi merupakan fungsi tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin kecil keinginan masyarakat untuk mengadakan investasi. Karena keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut akan lebih dari tingkat bunga (biaya

penggunaan pinjaman tersebut). Bilamana terjadi kondisi tingkat bunga dalam keseimbangan, artinya tidak ada dorongan untuk menabung akan sama dengan dorongan pengusaha untuk melakukan investasi.

Tingkat keseimbangan bunga berada pada io dimana pada tingkat bunga ini

tingkat tabungan yang terjadi sama dengan tingkat investasi. Bilaman tingkat bunga bergerak naik (berpindah dari io ke i1), maka jumlah investasi (keinginan investor

guna melakukan investasi) berkurang. Kondisi yang terjadi pada tingkat bunga i1

dananya (mereka akan bersaing menawarkan sehingga tingkat bunga pada i1) akan

bergerak turun atau kembali pada tingkat bunga io. Interest

Saving


(40)

i2 i1

i2 i0 0 S2 S0 S1

Gambar 2.1 Tingkat Bunga Menurut Klasik

Apabila tingkat bunga io bergerak turun pada tingkat bunga i2, para investor

(pengusaha) akan bersaing guna memperoleh dana (tabungan) yang jumlahnya kecil dibandingkan keinginan untuk investasi. Tingkat bunga keseimbangan terjadi di pasar sama dengan interaksi antara penawaran dengan permintaan suatu barang. Sejalan dengan proses terjadinya harga pasar suatu barang, maka tingkat bungapun ditentukan antara keseimbangan penawaran tabungan dan permintaan tabungan. Jadi tingkat bungalah sebagai penggerak antara keseimbangan tabungan dan investasi.

Pendapat klasik tentang tingkat bunga ini didasarkan pada Hukum Say (pendapat Baptis Say) bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri. Dengan berttitik tolak dari Hukum Say ini maka setiap tabungan akan otomatis sama dengan investasi. Tingkat bunga yang mengalami penurunan dan kenaikan atau bergerak naik turun dari titik keseimbangan, maka pergerakan naik turunnya tingkat bunga hanya bersifat sementara. Bilamana telah tejadi tarik menarik penawaran dan permintaan atau bekerjanya mekanisme harga (aeperti pada pasar barang) tingkat bunga keseimbangan akan tercipta kembali.


(41)

b. Teori Keynes

Teori ini dikemukakan oleh Keynes dan dinamakan “Liqudity Preference Theory of Interest”. Menurut Keynes tingkat bunga ditentukan oleh preference dan suplly of money. Liquidity preference adalah keinginan memegang atau menahan uang didasarkan tiga alasan yaitu motif transaksi, berjaga-jaga dan motif spekulasi.

Ahli-ahli ekonomi sesudah klasik pada umumnya memberikan sokongan pada pandangan Keynes yang berkeyakinan bahwa tingakat bunga merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preferencenya (permintaan uang).

Permintaan uang mempunyai hubungan yang negative dengan tingkat bunga. Hubungan yang negative antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini dapat diterangkan Keynes, dia mengatakan bahwa masyarakat mempunyai pendapat tentang adanya tingkat bunga nominal (natural rate). Bilamana tingkat bunga turun dari tingkat bunga nominal dalam masyarakat ada suatu keyakinan memegang obligasi (surat berharga) pada saat suku bunga naik (harga obligasi mengalami penurunan) pemegang obligasi tersebut akan menderita kerugian (capital loss). Guna menghindari kerugian ini, tindakan yang dilakukan adalah menjual obligasi denga sendirinya akan mendapatkan uang kas, dan uang kas ini yang akan dipegang pada saat suku bunga naik. Hubungan inilah yang disebut motif spekulasi permintaan uang karena masyarakat akan melakukan spekulasi tentang obligasi dimasa yang akan datang.


(42)

Tanggapan Keynes yang kedua adalah berhubungan dengan ongkos (harga) memegang uang kas, karena makin tinggi tingkat bunga makin besar ongkos

memegang uang kas. Hal ini akan menyebabkan keinginan memegang uang kas juga akan makin menurun. Bila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang rendah, sehingga permintaan uang kas naik. Permintaan ini akan menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga keseimbangan pada io terjadi bila jumlah kas yang ditawarkan

(uang beredar) sama dengan yang diminta. Bila terjadi peningkatan suku bunga (di atas io) masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan membeli

obligasi (tingkat bunga turun) sampai kembali pada tingkat keseimbangan. Bilamana tingkat bunga yang terjadi berada dibawah keseimbangan (io)

masyarakat akan menginginkan uang kas lebih besar. Ini perlu agar menjual obligasi yang dipegang. Tindakan untuk menjual inilah yang mendesak harganya turun dan tingkat bunga akan bergerak naik.

Tingkat bunga

Jumlah uang


(43)

liquidity preference

0 M3 Permintaan

uang

Gambar 2.2

Tingkat Bunga Menurut Keynes

2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga

Agar keuntungan yang diperoleh bank dapat maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menetukan besar kecilnya komponen suku bunga. Hal ini disebabkan apabila salah dalam menentukan besar kecilnya komponen suku bunga maka akan dapat merugikan bank itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga yaitu:

1. Kebutuhan Dana

Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan yaitu, seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dan tersebut cepat terpenuhi adalah dengan meningkatakan suku bunga simpanan. Namun peningkatan suku bunga simpanan juga akan meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya apabila dana yang


(44)

ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit maka bung simpanan akan turun.

2. Target Laba yang Diinginkan

Faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman. Jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman juga besar dan demikian sebaliknya. Namun untuk menghadapi pesaing target laba dapat diturunkan seminimal mungkin.

3. Kualitas Jaminan

Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan demikian sebaliknya.

4. Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam menentukan bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bank tidak boleh mlebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya ada batasan maksimal dan ada batasan minimal.untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersing sacara sehat. 5. Jangka Waktu

Baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman, faktor jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka semakin tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya


(45)

jika pinjaman berjangka waktu pendek, maka bunganya relatif rendah. Akan tetapi untuk bunga simpanan berlaku sebaliknya, semakin panjang jangka waktu maka bunga simpanan semakin rendah dan sebaliknya. 6. Reputasi Perusahaan

Reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tungkata suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan demikian sebaliknya perusahaan yang kurang bonafid factor resiko kredit macet cukup besar. 7. Produk yang Kompetitif

Produk yang kompetitif sangat menentukan besar kecilnya pinjaman. Kompetitif maksudnya adalah produk yang dibiayai sangat laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi sehingga pembayarannya diharapkan lancar.

8. Hubungan Baik

Biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan factor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam prakteknya, bank menggolongkan


(46)

Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana sementara maka tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat, maka bank harus bersaing ketat dengan bank lainnya.

2.4.4 Deposito

2.4.4.1 Pengertian Deposito

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan Indonesia “Deposito adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan.”

Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan Indonesia “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.”

2.4.4.2 Jenis – jenis Deposito

1) Deposito Berjangka (Time Deposit)

Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang duiperjanjikan antara deposan dan bank. Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan dengan jenis jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka biasanya bervariasi mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan s/d 24 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas


(47)

nama baik perorangan maupun lembaga. Artinya di dalam bilyet deposito tercantum nama seseorang atau lembaga sipemilik deposito berjangka. Penarikan bunga

deposito berjangka dapat dilakukan secara tunai maupun pemindahbukuan dan setiap bunga deposito dikenakan pajak dari jumlah bunga yang diterimanya.

Untuk menarik minat masyarakat, pihak bank dapat memberikan berbagai insentif seperti hadiah atau ransangan. Insentif biasanya diberikan untuk jumlah nominal yang besar baik berupa bunga khusus maupun insentif seperti hadiah atau cendera mata lainnya. Insentif juga dapat diberikan kepada nasabah yang loyal terhadap bank tersebut. Artinya deposito berjangka dengan nominal besar dan terus dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif lama.

2) Deposito Automatic Roll Over

Deposito automatic roll over adalah suatu bentuk lain dari deposito berjangka dimana simpanan masyarakat (dalam bentuk deposito) yang telah jatuh tempo sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, namun pihak deposan belum mengambilnya maka secara otomatis terhadap simpanan tadi dilakukan perpanjangan waktu tanpa menunggu persetujuan dari deposan.

3) Sertifikat Deposito

Sertifikat deposito merupakan hasil pengembangan dari deposito berjangka. Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat

diperjualbelikan. Agar simpanan ini dapat diperjualbelikan dengan mudah maka penarikan pada saat jatuh tempo dapat dilakukan atas unjuk, sehingga siapapun yang


(48)

Hal lain yang menjadi ciri dari sertifikat deposito adalah dalam hal pembayaran bunganya. Apabila deposito berjangka bunga dibayarkan setelah dana mengendap, maka bunga sertifikat deposito ini dibayarkan dimuka yaitu pada saat nasabah menempatkan dananya dalam bentuk deposito.

4) Deposit on Call

Deposit on call adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan lebih dahulu dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Deposit on call biasanya digunakan oleh nasabah yang tidak setiap saat perlu menarik dananya dan keperluan penarikan dana itu dapat diprediksi oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu.

2.4.4.3 Fungsi dan Manfaat Deposito

Fungsi deposito dapat dibagi dalam dua bagian yaitu: 1. Fungsi Intern

Maksudnya fungsi deposito ini sangat strategis dalam membantu kegiatan operasional bank khususnya ruang lingkup bank itu sendiri. Jenis simpanan ini merupakan salah satu sumber utama modal bank yang praktis penggunaannya karena mempunyai limit waktu. Deposito ini bagi suatu bank berfungsi untuk memenuhi kebutuhan modal suatu bank, dan disamping itu juga membantu menjaga posisi likuiditas bank. Kebutuhan akan modal kerja suatu bank harus selalu dipenuhi setiap saat sehubungan dengan salah satu fungsi utamanya yakni sebagai lembaga yang


(49)

menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit.

2. Fungsi Ekstern

Fungsi ekstern ini dikaitkan dengan fungsi yang ada diluar perusahaan bank yakni sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang jasa yang memeperlancar arus pembayaran uang. Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional diharapkan lembaga perbankan dapat berperan dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan perkembangan erekonomian nasional maupun internasional yang senantiasa bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas, untuk itu bank harus mampu menghadapi persaingan yang sehat dan efisien. Depositi ini merupakan sarana penghimpunan dana dalam jumlah yang besar, dengan demikian pemerintah sangat mengharapkan inisiatif dari masyarakat untuk menanamkan dana yang lebih ini melalui deposito demi meununjang pembangunan yang senantiasa membutuhkan dana yang relatif besar.

Manfaat deposito adalah sebagai berikut:

Setiap bank tentunya menginginkan memperoleh simpanan masyarakat dalam jumlah yang besar, dengan banyaknya simpanan masyarakat di bank, maka bank akan dapat memenuhi kebutuhan dari nasabah yang dapat memberikan lebih banyak pinjaman kepada mereka yang membutuhkan.


(50)

ini disamping bermanfaat dalam pembiayaan aktifitas bank, juga berguna untuk memenuhi kebutuhan dana pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.5 Produk Domestik Bruto (PDB)

2.5.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut. Semua faktor produksi yang beralokasi dalam perekonomian tersebut outputnya diperhitungkan dalam PDB. Akibatnya, PDB kurang memberikan gambaran tentang berapa sebenarnya output yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi perekonomian domestik.

Didalam suatu perekonomian di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional

diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri.

Perusahaan multinasional beroperasi diberbagai negara dan membantu meningkatkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan negara tersebut. Perusahaan


(51)

multinasional tersebut menyadiakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara dimana perusahaan tersebut beroperasi. Operasinya membantu menambah barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan yang sering juga menambah ekspor. Operasi mereka merupakan bagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara dan nilai produksi yang disumbangkan perlu dihitung dalam pendapatan nasional. Dengan demikian PDB atau GDP adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut ditambah warga negara asing.

2.5.2 Cara Perhitungan GDP

Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = C + I + G + (X - M)

dimana:

C = Konsumsi (pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga) I = Investasi oleh sektor usaha

G = Goverment (pengeluaran oleh pemerintah) (X - M) melibatkan luar negeri

Sementara rumus umum dengan pendekatan pendapatan dari faktor produksi: PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba

Dimana:

Sewa adalah pendapatan pemilik modal dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus


(52)

dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah pendekatan pengeluaran.

2.5.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

PDB adalah salah satu konsep pendapatan ekonomi makro. Teori-teori yang mendukung PDB dapat dilihat dalam teori-teori pertumbuhan ekonomi. Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perbedaan antara teori yang satu dengan teori yang lainnya terletak pada perbedaan fokus pembahasan dan asumsi yang digunakan.

2.5.3.1 Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)

Teori ini telah lama dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut teori ini, berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return) menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan menurunkan tingkat output perekonomian.

Total Produksi(Output)

Q3

TP2

Q1


(53)

0 L1 L2 Tenaga kerja

Gambar 2.3

Jumlah Penduduk Optimal

Pada gambar kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja

dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses adalah L1, dengan jumlah output

(PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2, PDB justru

berkurang menjadi Q2.

Hal ini karena cepat terjadinya The Law of Diminishing Return (TLDR). Bagaimana agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output,

misalnya menjadi Q3. Yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal) dan

sumber daya manusia (SDM) yang menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut menimbulkan sinergi. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi membaik. Hal ini digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke TP2.

Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).

2.5.3.2 Teori Pertumbuhan Neoklasik (Neo Classic Growth Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan penyempurnaan teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori pertumbuhan Neoklasik adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.


(54)

2. Tingkat depresiasi dianggap konstan

3. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal 4. Tidak ada sektor pemerintah

5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan

6. Untuk mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja

Dengan asumsi-asumsi tersebut, kita dapat mempersempit faktor-faktor penentu. Pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Untuk lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB perkapita semata-mata ditentukan oleh stok barang modal per tenaga kerja.

Jika Q = output atau PDB, K = barang modal, dan L = tenaga kerja, maka: y = f (k)

dimana: y = PDB perkapita atau Q/L

k = barang modal perkapita atau K/L

2.5.3.3 Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari berbagai perubahan, yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan reorientasi organisasi ekonomi 2. Perubahan pandangan masyarakat


(55)

3. Perubahan cara menabung atau menanamkan modal dari yang tidak produktif ke yang lebih produktif

4. Perubahan pandangan terhadap faktor alam. Manusia harus mengubah keyakinan bahwa alam itu tidak akan menentukan kehidupan manusia, tapi kehidupan manusia harus mampu menaklukkan/mengendalikan sumber kehidupan dalam mencapai kemakmuran

Selanjutnya Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi, antara lain sebagai berikut:

1. The traditional society (masyarakat tradisional), artinya suatu kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang cara berpikirnya primitif dan irasional.

2. The pre condition for the take off (persyaratan tinggal landas), merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya mulai menerima teknik-teknik baru dan pemikiran-pemikiran baru dari luar kehidupan mereka. 3. The take off (tinggal landas), artinya pada tahap ini terjadi perubahan-perubahan yang sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi (penemuan-penemuan baru) dalam berproduksi.

4. The drive to maturity (menuju kematangan), artinya pada tahap ini masyarakat secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.


(56)

5. The age high mass consumption (konsumsi tinggi), artinya pada tahap ini perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya mesyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi. Pendapatan melalui sistem perpajakan yang progresif. Masyarakat tidak

mempermasalahkan kebutuhan pokok lagi tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam

mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

2.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah di Indonesia dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan obligasi swasta di Indonesia seperti nilai kurs dollar, tingkat suku bunga deposito, dan GDP.

2.5 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time series) dengan kurun waktu 1993-2007 (15 tahun) yang diperoleh dari Kantor Bank Indonesia Medan (KBI Medan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.


(58)

3.3 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan penelitian ilmiah yang ada relevansinya dengan topik penelitian.

Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan melakukan pencatatan langsung data obligasi swasta, nilai kurs, suku bunga deposito, dan GDP di Indonesia dari tahun 1993-2007.

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-views 4.1 untuk mengolah data skripsi ini.

3.5 Model Analisa Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y= f (X1, X2, X3) ……….(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear berganda (multiple reggression) sebagai berikut :

Log Y= + 1LogX1 + 2Log X2 + 3Log X3 + µ ………(2)


(59)

Y : Jumlah permintaan obligasi swasta (Milyar Rp)

: Intercept

1, 2, 3 : Koefisien regresi

X1 : Nilai kurs (Rupiah)

X2 : Suku bunga deposito (%)

X3 : GDP (Milyar Rp)

µ : Terms error

Secara sistematis bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut:

1

Y

X

∂∂ > 0, artinya jika kenaikan pada X1 (Nilai kurs), maka Y (Jumlah permintaan

obligasi swasta) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

2

Y

X

∂∂ < 0, artinya jika kenaikan pada X2 (Suku bunga deposito), maka Y (Jumlah

permintaan obligasi swasta) mengalami penurunan, ceteris paribus.

3

Y

X

∂∂ > 0, artinya jika kenaikan pada X3 (GDP), maka Y (Jumlah permintaan obligasi

swasta) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6 Uji Kesesuain (Test of Goodness of Fit) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square)


(60)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel dependen. Dimana nilai R² antara 0 sampai 1 (0 < R² <1).

3.6.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen, dengan menganggap variabel dependen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : bi = 0 Ha : bi ≠ 0

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i adalah nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel dependen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t-hitung =

(

)

Sbi

b bi


(61)

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan

H0: β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pariabel dependen. Ha: 0β ≠ Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima

H0 diterima Ha diterima

Gambar 3.1 Kurva uji t-statistik

3.6.3 Uji F-statistik

Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen mampu secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan variabel dependen.


(62)

Ho : b1≠ b2 ... ………. bk = 0 ( tidak ada pengaruh )

Ha : b2 = 0 ……..………... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel . Jika F-hitung>F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

( )

(

R

)

(

n k

)

k R − − / − 1 1 / 2 2 Dimana:

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah Variabel independen n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β12 =0 H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel independen

secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

Ha : β1 ≠β2 ≠0 Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen

secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(63)

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel indepenen diantara satu sama lainnya.Untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2 , F-hitung,t-hitung , dan standart error .

Adanya multikolinearity ditandai dengan :


(64)

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α =1 %. = 5 %, =10 %

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

• R2 sangat tinggi.

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorrelasi tidak terdapat didalamnya distribusiatau gangguan μi

dilambangkan dengan :

E

(

μij

)

=0 ij

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorrelasi, yaitu: 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson ) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut:

D-hitung =

(

)

− −

t e

e

e t

2 2 1 1

Dengan Hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ=0, Artinya tidak ada autokorelasi


(65)

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai . Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

H0 : Tidak ada korelasi

DW<dl : Tolak H0 ( ada korelasi positif )

DW>4-dl : Tolak H0 (ada kolerasi negatif)

Du<DW<4-du : Tolak H0 (tidak ada kolerasi )

dl DW<4-du ≤ : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du) DW (4-dl) : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) ≤ ≤


(66)

3.8 Defenisi Operasional

1. Obligasi swasta adalah surat utang jangka menengah atau panjang yang diterbitkan oleh pihak penerbit (perusahaan) yang memberikan tingkat suku bunga dinyatakan dalam milyar rupiah.

2. Nilai kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap negara lain. Dalam hal ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang dinyatakan dalam rupiah.

3. Suku bunga deposito adalah harga yang harus dibayar oleh pihak bank kepada masyarakat yang menabung uang dalam bentuk deposito selama periode tertentu yang dinyatakan dalam persen.

4. GDP adalah pendapatan total yang diperoleh secara domestik, termasuk

pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang dimiliki asing di negara tersebut berdasarkan harga konstan yang dinyatakan dalam milyar rupiah.

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

Kondisi perekonomian Indonesia secara umum

Perkembangan ekonomi Indonesia yang terjadi selama hampir satu dekade pada tahun 1970-an telah dapat tumbuh dengan mengesankan berkat adanya kenaikan


(67)

harga minyak yang tinggi. Pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 1970 hingga 1979 naik hingga lebih 5 kali lipat, yakni mulai dari 80 US$ pada tahun 1970 menjadi 410 US$ pada akhir 1979.

Memasuki dasawarsa 1980-an, perekonomian Indonesia mulai menghadapi berbagai tantangan berat baik yang bersumber dari eksternal maupun internal. Tantangan yang bersumber dari eksternal tercermin pada perkembangan ekonomi global pada tahun 1982 yang ditandai oleh masih berlangsungnya kelesuan ekonomi dan merosotnya harga minyak bumi sejak akhir tahun 1981. Kelesuan yang terjadi pada perekonomian dunia telah mengakibatkan turunnya permintaan akan barang-barang ekspor nonmigas Indonesia.

Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1982 mencapai titik terendah selama 10 tahun terakhir, yakni 2,3 %. Pada tahun 1982/83, nilai ekspor migas dan nonmigas merosot masing-masing dengan 19 % dan 7 % sebagai dampak resesi perekonomian dunia pada waktu itu. Cadangan devisa pada bank sentral merosot hanya menjadi 3.074 juta US$ pada akhir Maret 1983, sementara neraca transaksi berjalan mengalami defisit 7.073 juta US$ yang tidak diimbangi dengan kelebihan neraca modal di luar sektor moneter. Dengan makin melemahnya permintaan dalam negeri, dominasi pemerintah dalam menopang kegiatan ekonomi makin menurun, dan mendorong serta meningkatkan peran sektor swasta dalam meneruskan kelangsungan pembangunan nasional.


(68)

tersebut diawali dengan mendevaluasi nilai tukar rupiah pada 30 Maret 1983 dari Rp 702,50 menjadi Rp 970/ US$ guna mengembalikan daya saing Indonesia. Lalu pemerintah melakukan langkah-langkah penyesuaian, antara lain membebaskan eksportir untuk menyerahkan devisa hasil ekspor serta melalui tindakan-tindakan deregulasi dan birokratisasi. Sedangkan langkah-langkah deregulasi di bidang keuangan dan moneter berupa Paket Kebijakan 1 Juni 1983 dengan maksud utama untuk mendorong kemandirian dunia perbankan.

Paket Juni 1983 (PAKJUN 83) telah memberikan kontribusi positif terhadap kestabilan moneter, yang sejak saat itu pengendalian moneter lebih mengutamakan penggunaan instrumen tidak langsung. Dari segi pengendalian uang beredar, kebijakan deregulasi 1 Juni 1983 ini telah mengubah mekanisme dan piranti pengendalian moneter. Pemerintah tidak lagi melakukan intervensi langsung dlam mengendalikan kebijakan moneter. Untuk keperluan operasi pasar terbuka (open market operation), sejak bula Februari 1984 Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menyediakan fasilitas diskonto.

SBI yang pada dasarnya merupakan instrumen moneter tidak langsung yang diadakan untuk menyedot kelebihan uang beredar di masyarakat jika kondisi moneter terlalu ekspansif. Kebijakan moneter yang ekspansif dapat dilakukan dengan

menurunkan suku bunga fasilitas diskonto, dan sebaliknya kebijakan kontraktif dapat dilakukan dengan menaikkan suku bunga diskonto. Perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan kepada masyarakat. Sebaliknya, untuk menambah uang beredar


(69)

(ekspansi), sejak tanggal 1 Februari 1985, bank Indonesia menerbitkan pula instrumen OPT baru berupa Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Instrumen ini digunakan dalam rangka pelaksanaan pemberian kresdit dan pinjaman antar bank.

Pada sekitar pertengahan tahun 1997, permasalahan inflasi dan krisis nilai tukar semakin mencuat karena tingkat inflasi sudah mencapai angka dua digit yaitu sekitar 11,05 persen dan menyebabkan nilai mata uang rupiah merosot tajam. Krisis yang demikian ini akan mengakibatkan beban hutang perusahaan terutama hutang-hutang dalam mata uang asing yang pembiayaannya tergantung dari bank menjadi besar karena bank sendiri mengalami kesulitan menyediakan likuiditas operasional sehari-hari. Akibat lebih lanjut, timbul Non Performing Loans (NPL) atau kredit macet yang secara langsung dan tidak langsung akan mengganggu (dalam jumlah yang besar bahkan akan menghentikan) operasional bank.

Sementara itu, terus menurunnya kinerja pasar modal Indonesia mulai

meningkat setelah krisis ekonomi. Hal tersebut seiring dengan membaiknya keadaan ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perusahan yang ada di pasar modal meningkat 468 perusahan menerbitkan saham dan 175 perusahaan menerbitkan obligasi.

Nilai penerbitan obligasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yakni mencapai nilai sekitar Rp 83,5 triliun pada tahun 2007. Tercatat lebih dari 175 perusahaan yang menerbitkan obligasi di pasar modal. Jumlah cukup kecil bila dibandingkan dengan perkembangan penerbitan saham dimana tercatat 468


(70)

Gambaran Pasar Modal Indonesia

Aktifitas yang sekarang diidentikkan sebagai aktifitas pasar modal dimulai sejak tahun 1912 di Jakarta oleh Belanda. Efek yang diperdagangkan pada saat itu adalah saham dan obligasi perusahaan milik perusahaan Belanda serta obligasi pemerintah Hindia Belanda. Aktifitas ini terhenti pada perang dunia kedua. Memasuki era kemerdekaan, bursa efek diaktifkan kembali dengan diterbitkannya obligasi pemertintah RI tahu 1950. pengaktifan ini didukung dengan UU Darurat tentang Bursa No.13 tahun 1951 yang kemudian ditetapkna dengan UU No.15 tahun 1952. usaha ini kurang memberi rangsangan yang memadai untuk menggairahkan pasar modal.

Untuk meningkatkan aktifitas pasar modal, pemerintah membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) yang untuk kemudian menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Untuk merangsang perusahaan melakukan emisi, pemerintah

memberikan keringanan atas pajak perseroan sebesar 10%-20% selama 5 tahun sejak perusahaan yang bersangkutan go public. Selain itu, untuk investor WNI yang membeli saham melalui pasar modal tidak dikenakan pajak pendapatan atas

capitalgain,pajak atas bunga, deviden, royalti dan pajak kekayaan atas nilai saham/ bukti penyertaan modal.


(71)

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

Perkembangan produk obligasi di Indonesia masih cukup lamban dibandingkan produk saham di pasar modal. Sejak 1993, tercatat lebih dari 43 perusahaan menerbitkan obligasi berbanding dengan 181 perusahaan yang menerbitkan saham di tahun tersebut. Nilai penerbitan obligasi pada tahun 1993 sebesar Rp 3,9 trilyun sedangkan nilai penerbitan saham mencapai Rp 16 trilyun pada tahun tersebut.

Perkembangan obligasi mulai menunjukkan peningkatan yang berarti pada periode 2000. Dengan adanya pengetatan prosedur pinjaman di lembaga perbankan akibat krisis menyebabkan pihak perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis atau melakukan pelunasan utangnya melirik instrumen obligasi sebagai salah satu alternatif penggalangan dana.

Beberapa alasan perusahaan memilih obligasi adalah penerbitan obligasi lebih mudah dan fleksibel dibandingkan prosedur pinjaman di bank. Selain itu, tingkat suku bunga obligasi bisa dibuat lebih menguntungkan bagi perusahaan dibandingkan tingkat suku bunga pinjaman dari bank yang cenderung meningkat.

Perkembangan permintaan obligasi swasta di Indonesia selama 15 tahun dari tahun 1993-2007 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.


(72)

Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia 1993-2007 (Rp Milyar)

Tahun Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia

1993 3.941,30 1994 4.870,90 1995 7.055,60 1996 9.696,60 1997 15.786 1998 14.505 1999 15.909 2000 22.384 2001 20.735 2002 21.424 2003 45.599 2004 62.800 2005 62.781 2006 67.880,50 2007 84.553

Sumber: Bank Indonesia Kantor Cabang Medan. Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia Beberapa Tahun Penerbitan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua, 1993, Metodelogi Penelitian, Jakarta :UI Press

Fakhrudin, M dan Hadianto, Sopian M, 2001, Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal, Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar (terjemahan), Edisi Keenam, Jakarta : Erlangga

Jogiyanto, 2000, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

Kadarusman, Y.B dkk, 2004, Makro ekonomi Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Mankiw, N.Gregory, 2007, Makroekonomi, Edisi Keenam, Jakarta : Erlangga Nachrowi, D.N dan Usman ,Hardius, 2005, Pendekatan Populer dan Praktis

Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan KeuanganI, Jakarta : FE UI

Nanga, Muana., 2005, Makro Ekonomi : Teori, Msalah dan Kebijakan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Pohan, Aulia, 2008, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Pohan, Aulia, 2008, Potret Kebijakan Moneter Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Pratomo, Wahyu Ario dan Hidayat, Paidi, 2007, Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, Medan : USU Press


(2)

Rahardjo, Sapto, 2003, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sukirno, Sadono, 1999, Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Tandelilin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

--- Badan Pusat Statistik


(3)

Lampiran 1

Data Variabel Skripsi

Tahun

Permintaan Obligasi swasta di Indonesia

(Milyar rupiah)

Nilai Kurs (rupiah)

Suku bunga Deposito

(persen)

GDP (Milyar rupiah)

1993 3941.300 2110 15.06 1151490.2

1994 4870.900 2200 12.39 1238312.3

1995 7055.600 2308 15.83 1340101.6

1996 9696.600 2383 16.9 1444873.3

1997 15786.00 4650 16.24 1512780.9

1998 14505.00 8025 24.72 1314202

1999 15909.00 7100 21.5 1324599

2000 22384.00 9595 12.74 1389769.6

2001 20735.00 10400 14.94 1442984.6

2002 21424.00 8940 13.79 1506124.4

2003 45599.00 8465 11.35 1579599

2004 62800.00 9290 6.85 1656516.8

2005 62781.00 9830 7.65 1750815.2

2006 67880.50 9020 10.7 1847292.9


(4)

Lampiran 2

Hasil Regresi

Dependent Variable: LOBLIGASI Method: Least Squares

Date: 03/01/09 Time: 14:51 Sample: 1993 2007

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -46.80879 7.356126 -6.363239 0.0001

LKURS 0.691212 0.094879 7.285203 0.0000

LDEPOSITO -0.339364 0.180530 -1.879820 0.0869

LGDP 3.632113 0.526432 6.899489 0.0000

R-squared 0.975451 Mean dependent var 9.930435

Adjusted R-squared 0.968756 S.D. dependent var 0.975810

S.E. of regression 0.172484 Akaike info criterion -0.453847

Sum squared resid 0.327258 Schwarz criterion -0.265033

Log likelihood 7.403851 F-statistic 145.6954

Durbin-Watson stat 1.775197 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 3

Uji Multikolinieritas Kurs, Deposito, dan GDP

Dependent Variable: LKURS Method: Least Squares


(5)

Date: 03/09/09 Time: 13:15 Sample: 1993 2007

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -37.89230 19.52635 -1.940573 0.0762

LDEPOSITO 0.321031 0.541400 0.592964 0.5642

LGDP 3.220068 1.304370 2.468676 0.0296

R-squared 0.414545 Mean dependent var 8.688121

Adjusted R-squared 0.316969 S.D. dependent var 0.634992

S.E. of regression 0.524793 Akaike info criterion 1.725231

Sum squared resid 3.304894 Schwarz criterion 1.866841

Log likelihood -9.939235 F-statistic 4.248439

Durbin-Watson stat 0.473923 Prob(F-statistic) 0.040268

Lampiran 4

Uji Multikolinearitas Deposito, kurs, dan GDP

Dependent Variable: LDEPOSITO Method: Least Squares

Date: 03/09/09 Time: 16:05 Sample: 1993 2007

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 28.90752 8.290057 3.487011 0.0045

LKURS 0.088672 0.149540 0.592964 0.5642

LGDP -1.907395 0.636730 -2.995612 0.0112

R-squared 0.494918 Mean dependent var 2.576045


(6)

S.E. of regression 0.275809 Akaike info criterion 0.438638

Sum squared resid 0.912846 Schwarz criterion 0.580248

Log likelihood -0.289787 F-statistic 5.879258

Durbin-Watson stat 1.020447 Prob(F-statistic) 0.016602

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas GDP, kurs, dan Deposito

Dependent Variable: LGDP Method: Least Squares Date: 03/09/09 Time: 16:08 Sample: 1993 2007

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 13.87793 0.471099 29.45865 0.0000

LKURS 0.104597 0.042370 2.468676 0.0296

LDEPOSITO -0.224314 0.074881 -2.995612 0.0112

R-squared 0.655220 Mean dependent var 14.20884

Adjusted R-squared 0.597757 S.D. dependent var 0.149132

S.E. of regression 0.094584 Akaike info criterion -1.701810

Sum squared resid 0.107353 Schwarz criterion -1.560200

Log likelihood 15.76358 F-statistic 11.40240