Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil yang Berkunjung Ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010

(1)

GAMBARAN KECEMASAN PASANGAN INFERTIL YANG BERKUNJUNG KE RUMAH SAKIT ADENIN ADENAN MEDAN TAHUN 2010

OLEH EKA AFRIANI

095102063

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D – IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil yang Berkunjung Ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Nama Mahasiswa : Eka Afriani

NIM : 095102063

Program Studi : D-IV Bidan Pendidik

Pembimbing Penguji I

(dr. Juliandi Harahap, MA) (Farida L. S. Siregar S. Kep, Ns, Mkep)

Penguji II

(dr. Cristofel, spOG)

Penguji III

(dr. Juliandi Harahap, MA)

Program D-IV Bidan Pendidik telah menyetujui Karya Tulis Ilmiah ini sebagian dari persyaratan kelulusan untuk Sarjana Sains Terapan untuk D-IV Bidan Pendidik (Nur Asnah Sitohang, Skep, Ns, MKep) (dr. Murniati Manik, MSc, SpKK)

NIP. NIP.19530719 198003 2 001

Koordinator Karya Tulis Ilmiah Ketua Pelaksana Program D-IV Bidan Pendidik Fkep USU


(3)

PROGRAM D-4 BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2010 Eka Afriani

Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil Yang Berkunjung Ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

ix + 56 hal + 11 tabel + 1 skema + 5 lampiran

Abstrak

Kecemasan adalah gangguan dalam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Infertilitas adalah pasangan yang menjalani hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan dan tidak terjadi kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010. Desain yang digunakan adalah deskriptif dengan besar sampel sebanyak 30 pasangan infertilitas. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 4 Februari-28 Mei 2010. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi pertanyaan dari kecemasan dan tingkat kecemasan. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas umur suami 26-30 tahun dan umur istri 26 -30 tahun yang mengalami kecemasan, pendidikan suami S1 yaitu 19 (57%) istri S1 sebanyak 16 (48%), suami pekerjaan wiraswasta 16 (48%) dan isteri PNS sebanyak 13 (39%), pada lama menikah 1-2 tahun yaitu 7 (21%), suami suku Jawa 11 (%) dan isteri suku Jawa sebanyak 12 (40,0%). Umur suami 26-30 dan umur 31-35 tahun tingkat kecemasan ringan yaitu 11 (33%) dan umur istri 26-30 tingkat kecemasan ringan yaitu 19 (57%) suami S1 kecemasan ringan 20 (60%) dan istri S1 tingkat kecemasan sedang 13 responden (39%), suami pekerjaan wiraswasta kecemasan ringan 16 (48%) dan isteri PNS 13 (43,3%) lama menikah 1-2 tahun tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 14 responden (42%), suami suku Jawa merngalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 12 (36%) dan isteri suku Jawa yang mengalami kecemasan ringan 11 responden (33%). Saran kepada pasangan infertil yang bekerja sebagai wiraswasta atau PNS untuk tidak terlalu khawatir dalam masalah infertil, karena kekhawatiran yang mendalam hanya akan memperpanjang penantian pasangan untuk memiliki keturunan


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil Yang Berkunjung Ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010” yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan, masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat membuat Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK selaku ketua program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(6)

3. dr Juliandi Harahap, MA selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan bantuan dan arahan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

4. Seluruh dosen , staf dan pegawai administrasi program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

5. dr. Ichwanul Adenin selaku pimpinan RS. Adenin Adenan Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk meneliti di RS. Adenin Adenan.

6. Kedua orang tuaku, kakak, abang dan adik-adikku yang telah banyak membantu baik moril maupun materil, memberikan dorongan dan semangat serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini Masih terdapat kekurangan, untuk itu masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4


(8)

A. Kecemasan ... 5

1. Defenisi ... 5

2. Tingkat Kecemasan ... 6

3. Gejala Kecemasan ... 11

4. Kategori pengetahuan ... 10

B. Pasangan Infertil ... 13

C. Infertilitas ... 14

1. Definisi Infertil ... 16

2. Pengelompokan Infertil ... 16

3. Faktor Penyebab ... 17

4. Patofisiologi ... 18

5. Pemeriksaan Infertil ... 19

D. Kecemasan Infertilitas ... 21

BAB III : KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 22

B. Defenisi Operasional... 22


(9)

A. Desain Penelitian ... 24

B. Populasi Dan Sampel ... 24

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

D. Pertimbangan Etik Penelitian ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Prosedur Pengumpulan Data ... 27

G. Analisa Data ... 28


(10)

DAFTAR TABEL

Gejala Kecemasan ………. 7


(11)

DAFTAR SKEMA


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Responden

Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Surat Pernyataan Content Validity

Lampiran 4 : Suran Izin pengambilan Data


(13)

PROGRAM D-4 BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2010 Eka Afriani

Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil Yang Berkunjung Ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

ix + 56 hal + 11 tabel + 1 skema + 5 lampiran

Abstrak

Kecemasan adalah gangguan dalam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Infertilitas adalah pasangan yang menjalani hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan dan tidak terjadi kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan Tahun 2010. Desain yang digunakan adalah deskriptif dengan besar sampel sebanyak 30 pasangan infertilitas. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 4 Februari-28 Mei 2010. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi pertanyaan dari kecemasan dan tingkat kecemasan. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas umur suami 26-30 tahun dan umur istri 26 -30 tahun yang mengalami kecemasan, pendidikan suami S1 yaitu 19 (57%) istri S1 sebanyak 16 (48%), suami pekerjaan wiraswasta 16 (48%) dan isteri PNS sebanyak 13 (39%), pada lama menikah 1-2 tahun yaitu 7 (21%), suami suku Jawa 11 (%) dan isteri suku Jawa sebanyak 12 (40,0%). Umur suami 26-30 dan umur 31-35 tahun tingkat kecemasan ringan yaitu 11 (33%) dan umur istri 26-30 tingkat kecemasan ringan yaitu 19 (57%) suami S1 kecemasan ringan 20 (60%) dan istri S1 tingkat kecemasan sedang 13 responden (39%), suami pekerjaan wiraswasta kecemasan ringan 16 (48%) dan isteri PNS 13 (43,3%) lama menikah 1-2 tahun tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 14 responden (42%), suami suku Jawa merngalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 12 (36%) dan isteri suku Jawa yang mengalami kecemasan ringan 11 responden (33%). Saran kepada pasangan infertil yang bekerja sebagai wiraswasta atau PNS untuk tidak terlalu khawatir dalam masalah infertil, karena kekhawatiran yang mendalam hanya akan memperpanjang penantian pasangan untuk memiliki keturunan


(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menikah dan memiliki keturunan adalah suatu fase yang dijalani oleh manusia dalam siklus kehidupanya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan sebagai suatu keharusan oleh sebagian masyarakat kita. Keberadaan anak dianggap mampu menyatukan dan menjaga agar suatu keluarga atau pernikahan tetap utuh (Wirawan, 2004).

Infertilitas (kemandulan) merupakan masalah kesehatan, dimana pasangan suami istri tidak mengetahui kalau pasangannya mengalami infertilitas dan penyebab terjadinya infertilitas. Infertilitas ini membutuhkan perhatian di seluruh dunia maupun di Indonesia, karena banyaknya pasangan infertil di Indonesia khususnya pada wanita yang pernah kawin tapi tidak mempunyai anak. Sedangkan di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang ditemukan kasus infertil baik dari laki-laki maupun perempuan sekitar 80% jumlah pasangan infertil diperoleh sekitar 400 juta pasanga

Menurut Worlth Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasangan infertilitas sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 64% berada pada si ibu. Hal ini di alami 17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun belum mengalami tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum pernah hamil (Addy, 2010).


(16)

Beberapa daerah di Indonesia, wanita sering kali disalahkan menjadi penyebab infertilitas yang tidak bisa hamil. Padahal, masalah infertilitas dapat berasal dari pihak laki-laki, perempuan ataupun interaksi keduanya. Menurut penelitian Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, 36% infertilitas diakibatkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 64% ada pada si ibu.

Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan. Waktu median yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan adalah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru menganggap ada masalah infertilitas jika pasangan yang ingin punya anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan (Hetty, 2009).

Kegagalan mempunyai anak pada pasangan suami istri akan menyebabkan rasa sedih yang mendalam, membuat perasaan bersalah dan membuat stress. Stress berperan besar menyumbang angka kemungkinan infertilitas, yaitu sebesar 15-20 %. Ketika seseorang mengalami kondisi jiwa demikian bisa menyebabkan gangguan ovulasi spermatogenesis, spasme tuba fallopi dan disfungsi seksual yaitu menurunnya frekuensi hubungan suami istri. Aspek gaya hidup ternyata juga menyumbang 15-20% pengaruh terhadap angka kejadian infertilitas. Salah satu trend seperti menunda usia perkawinan demi mengejar karier yang cukup marak beberapa tahun belakangan


(17)

ini. Padahal tingkat kesuburan wanita akan menurun mulai usia 35 tahun (Yan, 2008).

Faktor-faktor organik/psikologi merupakan penyebab terjadinya infertilitas, karena ketakutan yang berlebihan (emotion stress) dapat juga menurunkan kesuburan wanita. Selain itu pendapat umum mengatakan bahwa ketegangan jiwa/kecemasan dapat menyebabkan spasmus di daerah antara uterus dan tuba (utero-tubal junction). Di negara Jugoslavia ditemukan 678 kasus dengan keluhan sterilias, 544 kasus (81,6%) disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor penanggulangan infertilitas dan subfertilitas yang mempunyai kadar psikologi sebaiknya dilakukan dengan pendidikan psikologi (Prawirohardjo, 2003).

Infertilitas tersebar diseluruh dunia termasuk Indonesia antara lain ditemukan di sumatera utara khususnya medan banyak keluarga memelihara kucing dan anjing. resikonya adalah mendapat zoonosis berupa semacam kuman antara lain protozoa penyakit disentri dan toxoplasmosis. Saat ini dilaporkan bahwa infeksi oleh kuman TORCH pada wanita bisa menyebabkan infertilitas. 70 % wanita yang infertil terinfeksi oleh kuman TORCH (Vitahealth, 2007).

Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti dari bulan September – November 2010 terdapat sebanyak 32 pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan, 28 pasangan dengan infertilitas primer dan 4 pasangan dengan infertilitas sekunder.


(18)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi adanya kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

b.Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasangan Infertil

Sebagai sumber informasi terhadap kecemasan infertilitas khususnya pada pasangan infertil

2. Bagi Pendidikan

Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan di perpustakaan serta sebagai bahan penelitian selanjutnya.


(19)

3. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama pendidikan dan menambah wawasan dan pengalaman. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan D IV Kebidanan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan 1. Definisi

Hawari (2006) mendefinisikan kecemasan sebagai gangguan dalam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Apek fisik pada kecemasan infertilitas ini yaitu mudah tersinggung, dan suasana hati mudah berubah. Aspek kognitif berupa menurunnya daya ingat dan daya konsentrasi, pikiran kacau, dan pikiran hanya dipenuhi satu hal. Apek interpersonal berupa mudah curiga pada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, dan problem seksual dengan pasangannya (Hidayah, 2007).

Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat menimbulkan kecemasan, konflik dan bentuk frustasi lainnya merupakan sumber dari kecemasan (Atkinson, 1999).

Gangguan Kecemasan terhadap infertil berupa rasa takut dan khawatir yang tidak menyenangkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis dan perilaku menghindar (Rahmi, 2006).


(21)

merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, dan faktor dari luar dirinya yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal.

2. Tingkat Kecemasan

Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2006) yaitu :

a) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b) Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat brfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

c) Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan


(22)

kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemapuan untuk berhubungan dengan orang lain, pesepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tingkat Kecemasan

Tanda Fisik Intelektual Sosail dan Emosional

Minimal (mendekati 0)

Kecemasan Ringan (+1)

Tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal.

Pupil kontraksi, otot relaksasi sedikit atau tidak ada tahanan pada gerakan pasif.

Rangsangan sistem simpatik pada tingkat

Aktifitas kognitif minimal, sikap mengabaikan stimulus dari lingkungan, tidak berusaha aktif terhadap proses informasi, kesadaran tidak berubah. Lapangan perseptual terbuka, mampu

Tidak ada interaksi sosial, tidak ada usaha menghadapi stimulus dari lingkungan, aktifitas emosional minimal, mengabaikan situasi, merasa kuat dan merasa puas

Tingkah laku spontan. Perasaan positif dan


(23)

Kecemasan Sedang (+2)

rendah, ketengan otot skeletal mulai ringan sampai moderat, tubuh relaksasi, pergerakan lambat dan mempunyai arti. Kontak mata dipertahankan, suara tenang dan intonasi baik.

Sistem saraf simpatis aktif : Tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat, Sistem saraf simpatis aktif : tekanan darah meningkat, pernafasan meningkat, pupil dilatasi. Peningkatan tegangan otot bersamaan dengan

merubah fokus perhatian, sadar akan lingkungan luar, berfikir positif pada dirinya, perhatian rendah terhadap sesuatu yang tak terduga atau hal yang negatif.

Persepsi sempit, fokus perhatian khusus pada stimulus eksternal atau

internal. Berusaha menyadari proses informasi.

Pikiran terpusat pada diri sendiri, pikiran tentang kemampuan diri sendiri, berusaha

nyaman, percaya diri dan puas. Aktifitas menyendiri. Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganalisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan, Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganalisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan, merasa ada tantangan


(24)

Berat (+3)

penekanan penginderaan, dan gerakan tidak

menentu. Suara menunjukkan kesan perhatian dan ketertarikan masalah yang terjadi. Kecepatan bicara meningkat, nada suara meningkat, kewaspadaan meningkat.

Respon berjuang atau lari dari masalah.

Sistem saraf simpatis dihambat secara umum. Rangsangan pada medulla adrenal ditandai dengan peningkatan katekolamin, denyut

mendapatkan sumber-sumber penting untuk pemecahan masalah. Hasil positif

pemecahan masalah belum tentu dicapai.

Kapasitas persepsi sangat sempit, perhatian yang berlebihan pada satu stimulus,

penyelesaian masalah tidak efektif/sulit, tidak perduli pada

dalam menyelesaikan dilema/masalah. Rasa percaya diselingi rasa takut. Harga diri rendah dan

kemungkinan tidak mampu.

Perilaku lari (fligh) dari masalah dimanifestasikan dengan menarik diri, mengingkari dan depresi.

Ancaman pada diri meningkat, mengalami disosiasi.


(25)

jantung cepat, palpitasi, glukosa darah meningkat, aliran darah ke sistem pencernaan menurun, aliran darah ke otot rangka meningkat, penegangan otot berlebihan, kaku,

hiperventilasi, reaksi fisik meningkat, agitasi, gerakan tidak menentu, meremas tangan, resah, gemetar, terpaku (tidak bergerak).

Nafsu makan hilang, mual.

Efek verbal : gagap, cepat, nada suara meningkat, berbicara putus-putus, ragu-ragu. Ekspresi wajah :

ancaman,

mengingkari masalah, disorientasi waktu dan tempat.

Kemungkinan berfikir secara negatif,

aktualisasi diri rendah.


(26)

Kontak mata sedikit, gerakan mata

rata/manatap,

menggeretakkan gigi, rahang kaku.

4. Gejala Kecemasan

Hamilton menguraikan gejala kecemasan sesuai karakteristik respon kecemasan (Hawari, 2006). Perasaan cemas, meliputi : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. Ketegangan, meliputi : merasa tegang, lesu, tidak bisa beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menagis, gemetar gelisah. Ketakutan, meliputi : takut pada gelap, takut pada oran asing, takut ditinggal sendiri, takut pada binatang besar, takut pada keramaian lalu lintas, takut pada kerumunan orang banyak. Gangguan tidur, meliputi : sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk. Gangguan kecerdasan meliputi : sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk. Perasaan depresi (murung), meliputi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

Gejala somatik/fisik (otot), meliputi : sakit dan nyeri otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala somatik/fisik (sensorik), meliputi : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk. Gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah),


(27)

meliputi : takikardia (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang (berhenti sekejap). Gejala pernafasan, meliputi : sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), kehilangan berat badan. Gejala urogenital, meliputi : sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni, tidak datang bulan (tidak ada haid), masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini.

Menurut Stuart (2006) respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis, perilaku, kognitif dan efektif yatu :

1) Respon fisiologis

Respon kecemasan terhadap kardiovaskuler adalah palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, takanan darah menurun. Respon kecemasan terhadap sistem neoromuskular adalah reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, geisha, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal. Respon kecemasan terhadap sistem gastrointestinal adalah kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen , nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare. Respon kecemasan terhadap sistem perkemihan adalah tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. Respon kecemasan terhadap kulit adalah


(28)

wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

2) Respon perilaku

Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah, ketenangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang kordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

3) Respon Kognitif

Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapang persepsi menurun, keativitas menurun, produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambar visual, takut cidera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.

4) Respon afektif

Respon kecemasan pada afektif adalah mudah teranggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

B. Pasangan Inferil

Pasangan infetil adalah pasangan suami isteri yang pada umumnya telah menikah selama satu tahun dengan persetubuhan yang teratur, tanpa menggunakan


(29)

kontrasepsi namun belum juga menghasilkan keturunan dan dianjurkan melakukan pemeriksaan. (Moeloek, 2002).

Bayak pasangan merasa khawatir ketika kehamilan tidak kunjung datang setelah berusaha selama dua atau tiga bulan. Namun, tertundanya kehamilan biasanya terjadi dan sebenarnya tidak perlu dikhawtirkan. Jika terlalu dikhawatirkan dan didominasi oleh keinginan untuk segera hamil, maka kecemasan itu akan terjadi semakin besar ketika kehamilan tidak juga terjadi. Rasa cemas itu bisa menjadi bagian dari masalah dan justru memperpanjang penantian untuk hamil (Charlish, 2005).

C. Infertilitas

1. Definisi Infertilitas

Infertilitas ( kemandulan ) adalah pasangan yang menjalani hubungan seksual secara teratur ( 2-3 kali seminggu ) tanpa perlindungan selama 12 bulan dan tidak terjadi kehamilan ( Jones, 2002).

Infertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya (Prawirohardjo, 2005).

2. Pengelompokkan Infertilitas

Infertilitas d kelompokkan menjadi 2 yaitu : Infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer yaitu apabila isteri belum pernah hamil walaupun


(30)

bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Sedangkan infertilitas sekunder yaitu isteri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan (Prawiohardjo, 2005).

3. Faktor Penyebab

Kesuburan secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan anatomis. Kesuburan pada wanita merupakan satu unit psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan faktor organis atau fisis. Kesulitan-kesulitan psikologis berkaitan dengan koitus dan kehamilan, dan biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita untuk menjadi hamil atau untuk menjadi ibu. Maka sumber utama dari kemandulan adalah : sebab-sebab psikologis yang kemudian sering menggangggu proses-proses fisiologis (Kartono, 1992)

Infertilitas dapat disebabkan oleh pihak laki-laki (40%), wanita (40%) dan sisanya akibat kelainan pada suami istri atau tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan di negara berkembang faktor penyebab infertilitas antara lain :

a. Banyaknya pria dan wanita penderita penyakit kelamin yang tidak mendapatkan

pengobatan memadai. Hal ini mengakibat-kan radang panggul pada wanita dan epididimis pada pria yang dapat mengurangi kesuburan.

b. Pada perempuan antara lain :

1) Penyumpatan pada kedua tuba. 2) Gangguan ovulasi.


(31)

3) Masalah serviks. 4) Masalah endokrin.

c. Pada pria antara lain :

1) Varikokel.

2) Kegagalan testikuler (Glasier, 2006).

Faktor-faktor organik/psikologi juga merupakan penyebab terjadinya infertilitas karena kekakuan yang berlebihan (emotion stress) dapat juga menurunkan kesuburan wanita. Selain itu pendapat umum mengatakan bahwa ketegangan jiwa/kecemasan dapat menyebabkan spasmus di daerah antara uterus dan tuba (utero-tubal junction). Di negara Jugoslavia ditemukan 678 kasus dengan keluhan sterilias, 544 kasus (81,6%) disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor penanggulangan infertilitas dan subfertilitas yang mempunyai kadar psikologi sebaiknya dilakukan dengan pendidikan psikologi (Prawirohardjo, 2003).

Menurut Nadesul (2007) penyebab nonmedis pada infertil ini yaitu faktor stres. Sres tersebut dapat menghambat ovulasi dan dapat membuat suami menjadi impotensia. Suami-istri yang masing-masing sibuk dengan kegiatan diluar merupakan penyebab yang paling sering, disaat suami menginginkan seks isteri tidak berada di rumah, begitu pula sebaliknya ketika isteri menginginkan seks namun suami belum berada di rumah, dan pada saat keduannya berada dikamar mereka sudah terlanjur letih dan irama seksnya sudah tidak sinkron.


(32)

4. Pemeriksaan Infertilitas

Pemeriksaan infertilitas harus selalu dimulai dengan pertanyaan mengenai kesehatan. Umumnya dan cara hidup mereka dan riwayat medis yang seksama harus ditanyakan dengan jelas apakah mereka telah benar-benar menjalani pernikahan secara benar, dan telah aktif dalam kehidupan seksualnya. Apabila ada masalah seksual, maka dinasehatkan untuk melakukan konseling psikoseksual dan pendidikan. Pasangan tersebut sebaiknya dirujuk ke klinik yang sesuai (Naylor, 2005).

a. Syarat-syarat Pemeriksaan

Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai suatu kesatuan. Itu berarti kalau istri saja dapat diperiksa sedangkan suaminya tidak mau diperiksa. Adapun syarat-syaratnya pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut:

1) Istri yang berumur 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriskaan dapat dilakukan lebih dini apabila :

a) Pernah mengalami keguguran berulang b) Mengidap kelainan endokrin

c) Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut d) Pernah mengalami bedah kandungan

2) Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan itu datang kedokter.

3) Istri pasangan infirtil yang berumut antara 36-30tahun hanya dilakukan pemeriksaan infertil kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.


(33)

4) Pemeriksaan infirtilitas tidak dilakukan pada pasangan infirtil yang salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahaya-kan kesehatan istri atau anaknya.

a) Pemeriksaan khusus suami : semen analisa (faktor sperma)

b) Pemeriksaan khusus istri : faktor ovarium, faktor tuba, faktor uterus, dan faktor serviks.

5) Riwayat terdahulu

a) Pertumbuhan badan, termasuk stigma endokrin. b) Penyakit TBC, endometrosis dan tumor.

c) Operasi : trauma di daerah pelvis mis: apendikstome. d) Perkawinan yang lalu : fertil dan infertil.

e) Obstetri : kehamilan, persalinan dan komplikasinya. f) Ginekologi : haid, keputihan

g) Pemeriksaan infertilitas sebelumnya. 6) Riwayat sekarang

a) Lama infertilitas : Pemakaian kontasepsi dan lamanya usaha untuk hamil. b. Kehidupan seks : Libido, frekuensi dan teknik coisus dan kebiasaa pasca

coitus.


(34)

D. Kecemasan Infertilitas

Infertilitas dikenali sebagai stresor utama yang dapat mempengaruhi konsep diri, hubungan dengan pasangan, keluarga, teman-teman dan karier. Penelitian terbaru mengungkap profil ketegangan infertilitas, yang mencakup ketegangan, kekhawatiran, gejala depresi dan pengasingan diri ( Despianti, 2007).

Kebanyakan orang yang tidak subur atau mereka yang mempunyai kesuburan menderita kesedihan yang serupa dengan kehilangan karena kematian, rasa kehilangan serta intensitasnya dapat sebesar rasa kehilangan seorang anak yang hidup namun tetap ada bedanya. Perbedaaan pertama adalah ketika seseorang meninggal, tidak akan ada harapan untuk mereka kembali hidup. Lain halnya dengan ketidaksuburan, seringkali paling tidak untuk jangka waktu yang panjang, orang masih menyimpan harapan ia akan mendapatkan seorang anak. Hal ini memperumit proses kesedihan. Kedua, pada ketidaksuburan kesedihan tersebut tidak mempunyai objek yaitu tidak ada anak, tidak ada foto, tidak ada kenangan untuk dikenang dan ditangisi. Peter dan Diane Houghton yang tidak mempunyai anak dan membentuk Asosiasi Nasional untuk orang-orang tanpa anak di Inggr is (the National Association for the childless in Britain), menyebut pengalaman kesedihan semacam itu pada pasangan tanpa anak dengan ”kesedihan yang tidak terfokus” karena tidak dapat dipuatkan pada seseorang maupun suatu peristiwa (Jones, 1997).

Pasangan yang pada tahap awal evaluasi infertil sering merasa sangat ketakutan, anxietas dan merasa malu bahwa ia tidak bisa hamil, atau malu karena untuk mengatasi masalahnya mereka akan membicarakan hubungan intim mereka


(35)

dengan perawat dan pasti akan dilakukan pemeriksaan organ reproduksi. Sehingga dalam wawancara, perawat harus mampu memotivasi klien sehingga tercipta suasana kooperatif dengan tidak menghakimi dan tetap empati ( Ma’rifah, 2009).


(36)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan tahun 2010 sebagai berikut :

Kecemasan

Infertilitas Tingkat Kecemasan


(37)

B. Definisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 2 Kecemasan Tingkat kecemasan Kekhawatiran yang mendalam yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari Tahapan dimana jenjang dari kecemasan pasangan

infertil dapat di ukur

Kuesioner

Kuesioner

Wawancara

Wawancara

Ya = terdapat 1 atau lebih gejala yang dirasakan Tidak = Tidak terdapat gejala apapun. Kecemasan ringan = 0-21 Kecemasan sedang = 22-35 Kecemasan berat = >36 Nominal Ordinal


(38)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengidentifikasi Gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan infertilitas yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan dari bulan Juni – November Tahun 2010 yaitu sebanyak 33 pasangan infertilitas.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang dipergunakan sebagai subjek penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling dengan inklusi infertilitas primer yaitu pasangan infertilitas primer yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan pada saat penelitian dilakukan. Besar sampel pada penelitian ini adalah :


(39)

n = N____ 1 + N ( d )2 Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = Tingkat signifikansi

Dari rumusan di atas didapatkan sampel yang dijadikan responden pada penelitian ini, yaitu :

n =

Penelitian ini dilakukan di RS Adenin Adenan Medan. Alasan pemilihan RS Adenin Adenan Medan sebagai lokasi penelitian adalah RS Adenin Adenan Medan tersedia pelayanan pada pasangan yang belum memiliki keturunan setelah 12 bulan

33___ 1 + 33 ( 0,05 )2

= 30

Maka besarnya sampel pada penellitian ini sejumlah 30 pasangan infertil di RS Adenin Adenan Medan.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


(40)

menikah dan belum pernah dilakukan penelitian yang sama pada Rumah Sakit tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Mei 2010.

D. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat izin dari ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada pimpinan RS Adenin Adenan Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu : peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian, tetapi menggunakan inisial. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(41)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, yang berisikan kuesioner gambaran kecemasan pasangan infertil yang meliputi mengalami kecemasan dan tingkat kecemasan pasangan tersebut. Bentuk kuesioner yang digunakan adalah bentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended), yang mana dari beberapa Jawaban yang disediakan responden boleh memilih beberapa pilihan diantaranya yang sesuai dengan apa yang dirasakannya. Alat pengumpulan data terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama instrumen penelitian berisi data tempat dan waktu.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah : mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi pendidikan Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian kepada pimpinan RS Adenin Adenan Medan, setelah mendapat izin, kemudian peneliti menunggu pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan pada saat penelitian mulai di lakukan. Selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta


(42)

persetujuan dari calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani informed concent, setelah itu peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara pengisian kuesioner. Setelah memberikan penjelasan, peneliti memberikan kuesioner untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan. Lembar kuesioner diisi oleh setiap pasangan, kemudian peneliti memeriksa kelengkapan data. Selanjutnya, data yang telah terkumpul dianalisis.

G. Analisa Data

Dalam pengumpulan data dan langkah-langkah yang akan dilakukan diantaranya

1. Editing (Pemeriksaan Data)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Pada penelitian ini melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap Jawaban dan pertanyaan (Hidayat, 2007).

2. Coding (Pengkodean Data)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik pada data yang terdiri atas beberapa kategori. Untuk memudahkan dalam proses pembacaan yaitu : Kode 0 Jawaban salah, kode 1 Jawaban benar (Hidayat, 2007).


(43)

Setelah data di coding maka data dari kuesioner dimasukkan kedalam program computer yaitu SPSS.

4. Melakukan tehnik analisis

Tehnik analisis yang digunakan adalah analisa univariat untuk mengetahui frekuensi dan persentase masing-masing variabel yang akan diteliti. Kemudian hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi.


(44)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan tahun 2010. Penelitian ini telah dilakukan di RS Adenin Adenan Medan mulai Januari sampai dengan Mei 2010 dengan jumlah responden sebanyak 30 pasangan infertil primer.

Untuk mengetahui gambaran kecemasan pasangan infertil primer, peneliti menggunakan kuesioner yang berisikan 14 pertanyaan mengenai kecemasan dan 21 pertanyaan mengenai tingkat kecemasan. Berikut ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian tersebut yaitu gambaran kecemasan dan tingkat kecemasan pasangan infertil dilihat dari segi usia, pendidikan, pekerjaan, lama menikah dan suku pasangan infertil tersebut.

1. Kecemasan

Pada penelitian ini mencakup gambaran kecemasan responden terhadap infertilitas dilihat dari segi usia, pendidikan, pekerjaan, lama menikah dan suku pasangan infertil tersebut. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut :


(45)

a. Kecemasan pasangan infertil berdasarkan usia

Usia sangat mempengaruhi kecemasan pasangan infertil, semakin tua usia pasangan infertil tersebut maka kecemasannya juga semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1

Distribusi usia pasangan infertil terhadap kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Usia pasangan infertil

Kecemasan

Ya Tidak

n % N %

A. Suami 26–30 Tahun 31–35 Tahun > 35 Tahun

10 10 6 33,3 33,3 20 3 1 0 10 3,3 0

Jumlah 26 86,6 4 13,3

B. Isteri 21–25 Tahun 26–30 Tahun 31–35 Tahun > 35 Tahun

3 20 6 1 10 66,7 20 3,3 0 0 0 0 0 0 0 0


(46)

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia 26-30 tahun dan usia 31-35 tahun sebanyak 10 responden (33,3%) dan minoritas umur suami yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia > 35 tahun yaitu sebanyak 6 responden (20%). Sedangkan pada isteri mayoritas istri yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia 26 -30 tahun yaitu sebanyak 20 responden (66,6%) dan minoritas umur isteri yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia > 35 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

b. Kecemasan pasangan infertil berdasarkan pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tingkat pendidikan responden paling banyak mengalami kecemasan yaitu pada tingkat pendidikan S1, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pengetauan dan sikapnya. Namun pada penelitian ini responden dengan pendidikan S1 lebih banyak mengalami kecemasan, hal ini bisa terjadi karena kesiapan individu untuk menghadapi kecemasan menghadapi infertil masih kurang. Hasil penelitian dapat disajikan dalam tabel berikut :


(47)

Tabel 5.2

Distribusi pendidikan pasangan infertil terhadap kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Pendidikan pasangan infertil

Kecemasan

Ya Tidak

N % n %

A.Suami SMA D3 S1 S2 2 1 19 4 6,7 3.3 63.3 13,4 0 0 3 1 0 0 10 3,3

Jumlah 26 86,7 4 13,3

B.Isteri SMA D3 S1 S2 4 10 16 0 13,4 33,3 53,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 30 100 0 0

Dapat dilihat pada tabel 5.2 di atas mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 19 responden (63,3%) dan minoritas pada tingkat pendidikan D3 sebanyak 1 responden (3,3%). Sedangkan pada isteri mayoritas yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas isteri yang


(48)

mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 4 responden (13,4%)

c. Kecemasan pasangan infertil berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi pekerjaan responden yang paling banyak mengalami kecemasan yaitu responden dengan pekerjaan wiraswasta. Hal ini bisaa disebabkan karena pengaruh sosial dilingkungan pekerjaan yang menyebabkan responden mengalami kecemasan. Hasil penelitian disajikan sebaagai berikut :

Tabel 5.3

Distribusi pekerjaan pasangan infertil terhadap kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Pekerjaan pasangan infertil

Kecemasan

Ya Tidak

n % n %

A.Suami PNS Wiraswasta 10 16 33,3 53,3 4 0 13,4 0

Jumlah 26 66,6 4 13,4

B. Isteri PNS Wiraswasta IRT 13 5 12 43,3 16,7 40 0 0 0 0 0 0


(49)

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada suami yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas suami dengan pekerjaan PNS yaitu sebanyak 10 responden (33,3%). Sedangkan pada isteri mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu dengan pekerjaan PNS sebanyak 13 responden (43,3%) dan minoritas isteri dengan pekerjaan wiraswassta yaitu sebanyak 5 responden (16,7%)

c. Kecemasan pasangan infertil berdasarkan lama menikah

Lama menikah pada pasangan infertil mempengaruhi terhadap kecemasan yang dialaminya. Penantian yang panjang akan membuat pasangan infertil merasakan kekhawatiran yang mendalam hingga timbul kecemasan. Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti dapat dilihat sebagai berikut :


(50)

Tabel 5.4

Distribusi periode lama menikah pasangan infertil terhadap kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Lama menikah pasangan infertil

Kecemasan

Ya Tidak

n % n %

A. Suami 1 – 2 tahun > 2 – 4 tahun

> 4 -6 tahun > 6 tahun

13 9 2 2 43,3 39,9 6,7 6,7 4 0 0 0 13,4 0 0 0

Jumlah 26 86,6 4 13,4

B. Isteri 1 – 2 tahun > 2 – 4 tahun

> 4 -6 tahun > 6 tahun

17 9 2 2 56,6 30 6,7 6,7 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 30 100 0 0

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami kecemasan yaitu sebanyak 13 pasangan infertil (39,9%) dan minoritas berada pada lama menikah >4-6 tahun dan >6 tahun yaitu sebanyak 2 responden (6,7%). Sedangkan istri yang mengalami kecemasan mayoritas pada periode lama menikah 1-2 tahun


(51)

sebanyak 17 responden (56,6%) dan minoritas pada periode lama menikah >4-6 tahun dan >6 tahun yaitu sebanyak 2 responden (6,7%).

d. Kecemasan pasangan infertil berdasarkan suku

Suku juga mempengaruhi kecemasan pada pasangan infertil, misalnya suku Batak sangat menginginkan keturunan dari anak laki-laki, pihak keluarga dan lingkungan sangat menginginkan kehadiran anak pada pasangan tersebut sehingga sangat mempengaruhi timbulnya kecemasan pada pasangan infertil tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.5

Distribusi suku pasangan infertil terhadap kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Suku pasangan infertil

Kecemasan

Ya Tidak

n % n %

A. Suami Jawa Batak Padang Melayu Aceh 11 7 2 3 3 36,6 23,3 6,7 10 10 3 0 1 0 0 10 0 3,3 0 0


(52)

B. Isteri Jawa Batak Padang Melayu Aceh 12 8 2 5 3 40 26,6 6,7 16,7 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 30 100 0 0

Dari tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu suami yang memiliki suku Jawa sebanyak 11 responden (36,6%) dan minoritas suami yang memiliki suku Padang yaitu sebanyak 2 responden (6,7%). Sedangkan pada isteri mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu isteri yang memiliki suku Jawa sebanyak 12 responden (40%) dan minoritas isteri yang memiliki suku Padang yaitu sebanyak 2 responden (6,7%)

3. Tingkat Kecemasan

a. Tingkat kecemasan pasangan infertil berdasarkan usia

Usia sangat mempengaruhi kecemasan pasangan infertil, semakin tua usia pasangan infertil tersebut maka tingkat kecemasannya juga semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :


(53)

Tabel 5.6

Distribusi usia pasangan infertil terhadap tingkat kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Usia pasangan infertil

Tingkat Kecemasan

Ringan Sedang Berat

N % N % N %

A. Suami 26-30 tahun 31-35 tahun > 35 10 9 6 38,4 34,6 23 0 1 0 0 3,8 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 25 96 1 3.8 0 0

B. Isteri 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun > 35 2 19 5 1 6,7 63,2 16,7 3,3 1 1 1 0 3,3 3,3 3,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 27 89,9 3 9,9 0 0

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan berada pada kategori umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 10 responden dan minoritas suami yang mengalami kecemasan sedang berada pada kategori umur 31-35 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,8%).


(54)

Sedangkan pada isteri, mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berada pada kategori umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 19 responden (63,2%) dan minoritas pada kategori umur isteri 21-25 dan kategori umur 26-30 tahun yang mengalami tingkat kecemasan sedang dan umur isteri >35 tahun yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 1 responden (3,8%).

b. Tingkat kecemasan pasangan infertil berdasarkan pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tingkat pendidikan responden paling banyak mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu pada tingkat pendidikan S1, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pengetauan dan sikapnya. Namun pada penelitian ini responden dengan pendidikan S1 lebih banyak mengalami kecemasan, hal ini bisa terjadi karena kesiapan individu untuk menghadapi kecemasan menghadapi infertil masih kurang. Hasil penelitian dapat disajikan dalam tabel berikut :


(55)

Tabel 5.7

Distribusi pendidikan pasangan infertil terhadap tingkat kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Pendidikan pasangan

infertil

Tingkat Kecemasan

Ringan Sedang Berat

N % n % n %

A. Suami SMA D3 S1 S2 2 1 19 3 7,7 3,8 73 11,5 0 0 0 1 0 0 0 3,8 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 25 9,6 1 3,8 0 0

B. Isteri SMA D3 S1 4 10 13 13,3 33,3 43,3 0 0 3 12 30 10 0 0 0 0 0 0

Jumlah 27 89,9 3 10 0 0

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 26 suami yang mengalami kecemasan mayoritas suami berpendidikan S1 merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 19 responden (73%) dan minoritas suami berpendidikan D3 yang mengalami kecemasan ringan dan suami berpendidikan S2 yang mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,8%). Sedangkan pada isteri dapat diketahui bahwa dari 30 isteri yang mengalami kecemasan


(56)

mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berpendidikan D3 sebanyak 10 responden (33,3%) dan minoritas isteri yang mengalmi kecemasan ringan berpendidikan SMA yaitu sebanyak 4 responden (13,3%).

c. Tingkat kecemasan pasangan infertil berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi pekerjaan responden yang paling banyak mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu responden dengan pekerjaan wiraswasta. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh sosial dilingkungan pekerjaan yang menyebabkan responden mengalami kecemasan. Hasil penelitian disajikan sebaagai berikut :

Tabel 5.8

Distribusi pekerjaan pasangan infertil terhadap tingkat kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Pekerjaan pasangan infertil

Tingkat Kecemasan

Ringan Sedang Berat

N % N % N %

A. Suami PNS WRS 10 14 38,4 53,8 0 2 0 7,7 0 0 0 0

Jumlah 24 92,2 2 7,7 0 0

B. Isteri PNS WRS IRT 10 5 12 33,3 16,7 40 1 0 2 3,3 0 6,7 0 0 0 0 0 0


(57)

Jumlah 27 90 3 10 0 0

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan ringan yaitu suami yang bekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 14 responden (53,8%) dan minoritas suami yang mengalami kecemasan sedang suami yang bekerja sebagai wiraswasta juga yaitu sebanyak 2 responden (7,7%). Sedangkan dari isteri mayoritas istri yang tidak bekerja (IRT) yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 12 responden (40%) dan minoritas isteri yang bekerja sebagai PNS yang mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

d. Tingkat kecemasan pasangan infertil berdasarkan periode lama menikah

Lama menikah pada pasangan infertil mempengaruhi terhadap tingkat kecemasan yang dialaminya. Penantian yang panjang akan membuat pasangan infertil merasakan kekhawatiran yang mendalam hingga timbul kecemasan yang dapat mengakibatkan stres bila tidak diatasi. Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti dapat dilihat sebagai berikut ;


(58)

Tabel 5.9

Distribusi periode lama menikah pasangan infertil terhadap tingkat kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Lama menikah pasangan infertil

Tingkat Kecemasan

Ringan Sedang Berat

N % N % N %

A. Suami 1-2 tahun >2-4 tahun >4-6 tahun >6 tahun 13 9 1 2 50 34,6 3,8 7,7 0 0 1 0 0 0 3,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 25 96,1 1 3,8 0 0

B. Isteri 1-2 tahun >2-4 tahun >4-6 tahun >6 tahun 16 8 1 2 53,3 26,6 3,3 6,7 1 1 1 0 3,3 3,3 3,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 27 89,9 3 9,9 0 0

Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu pada kategori lama menikah 1-2 tahun yang sebanyak 13 responden (50%) dan minoritas suami yang mengalami


(59)

kecemasang ringan dan sedang yaitu pada kategori lama menikah >4-6 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,8%). Sedangkan pada isteri mayoritas istri yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas isteri yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami kecemasan sedang dan istri yang lama menikah >2-4 tahun dan >4-6 tahun yang mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

e. Tingkat kecemasan pasangan infertil berdasarkan suku

Suku juga mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasangan infertil, misalnya suku Batak sangat menginginkan keturunan dari anak laki-laki, pihak keluarga dan lingkungan sangat menginginkan kehadiran anak pada pasangan tersebut sehingga sangat mempengaruhi timbulnya kecemasan pada pasangan infertil tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 5.10

Distribusi suku pasangan infertil terhadap tingkat kecemasan di RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010

Suku pasangan infertil

Tingkat Kecemasan

Ringan Sedang Berat

N % N % N %

A. Suami


(60)

Batak Padang Melayu Aceh 6 2 3 3 23 7,7 11,5 11,5 1 0 0 0 3,8 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 25 96 1 3,8 0 0

B. Suami Jawa Batak Padang Melayu Aceh 11 7 2 4 3 36,6 23,3 6,7 13,3 10 0 2 0 1 0 0 6,7 0 3,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 27 89,9 3 10 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas suami dengan suku Jawa yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak sebanyak 11 responden (42,2%) dan minoritas suami dengan suku Batak yaitu sebanyak 1 responden (3,8%) yang mengalami kecemasan ringan. Sedangkan pada isteri mayoritas istri dengan suku Jawa yang mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 11 responden (36,6%) dan minoritas isteri dengan suku Melayu yang mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

B. Pembahasan


(61)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia 26-30 tahun dan usia 31-35 tahun sebanyak 10 responden (33,3%) dan minoritas umur suami yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia > 35 tahun yaitu sebanyak 6 responden (20%). Sedangkan pada isteri mayoritas istri yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia 26 -30 tahun yaitu sebanyak 20 responden (66,6%) dan minoritas umur isteri yang mengalami kecemasan infertilitas berada pada kategori usia > 35 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,3%). Penelitian ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nurrisa dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa usia sangat mempengaruhi kecemasan pada seseorang, semakin tua usia seseorang maka kecemasan terhadap infertilitasnya semakin tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh pendewasaan seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran yang mendalam yang juga dapat memperlama penantian mereka unruk mendapatkan keturunan.

Dapat dilihat pada tabel 5.2 yaitu mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 19 responden (63,3%) dan minoritas pada tingkat pendidikan D3 sebanyak 1 responden (3,3%). Sedangkan pada isteri mayoritas yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 4 responden (13,4%).


(62)

Pendapat Hurlock (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, hidup manusia akan berkualitas. Menurut Saifuddin Anwar, lembaga pendidikan mempengaruhi proses pembentukan sikap. Ini berarti bahwa pendidikan mempengaruhi sikap seseorang dalam menangani suatu permasalahan dalam hidupnya. Pernyataan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, hasil yang didapati ternyata mayoritas pasangan infertil baik pada suami maupun istri berpendidikan S1, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang ternyata tidak mempengaruhi tingkat kesiapan individu dalam menghadapi suatu masalah.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada suami yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas suami dengan pekerjaan PNS yaitu sebanyak 10 responden (33,3%). Sedangkan pada isteri mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu dengan pekerjaan PNS sebanyak 13 responden (43,3%) dan minoritas isteri dengan pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 5 responden (16,7%)

Pekerjaan dan gaya hidup sangat mempengaruhi infertilitas dan stres terhadap pasanagan infertilitas. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terlihat bahwa pada suami mayoritas dengan pekerjaan wiraswasta yang mengalami kecemasan dan pada istri mayoritas istri dengan pekerjaan PNS. Kecemasan ini dapat bersumber dari tuntuntan lingkungan yang mengharuskan pasangan suami isteri untuk memiliki anak dan karena pengaruh hubungan sosial yang menunjukkan


(63)

kepekaan terhadap komentar orang lain yang berhubungan dengan infertilitas yang dialaminya, sedangkan pada kecemasan pada isteri yang bekerja sebagai PNS, hal ini bisa disebabkan karena pengobatan infertilitas tidak dijamin oleh ASKES.

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas lama menikah pada pasangan infertil yang mengalami kecemasan berada pada lama menikah 1-2 tahun yaitu sebanyak 13 pasangan infertil (39%) dan minoritas berada pada lama menikah >4-6 tahun dan >6 tahun yaitu sebanyak 2 pasangan (6%).

Lama menikah mempengaruhi kecemasan pasangan mendapatkan keturunan, menurut penelitian puspitasari (2008) menyatakan bahwa di negara maju pasangan infertil mencari pengobatan lebih awal sebagai usaha untuk mendapatkan keturunan setelah menikah dengan waktu yang belum relatif lama.

Menurut Hetty (2009) semakin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru menganggap ada masalah infertilitas jika pasangan yang ingin punya anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan

Ini menyatakan bahwa pasangan infertil dengan lama menikah 1-2 tahun sudah merasakan kecemasannya terhadap kondisi yang di alaminya dan mereka juga mengetahui menyelesaian masalah yang dilakukan agar kecemasan tersebut tidak menjadi berat dan dapat menimbulkan stres dengan memeriksakan diri ke dokter spesialis yang bersangkutan.


(64)

Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu suami yang memiliki suku Jawa sebanyak 11 responden (36,6%) dan minoritas suami yang memiliki suku Padang yaitu sebanyak 2 responden (6,7%). Sedangkan pada isteri mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu isteri yang memiliki suku Jawa sebanyak 12 responden (40%) dan minoritas isteri yang memiliki suku Padang yaitu sebanyak 2 responden (6,7%)

Sesuai dengan latar belakang budaya dan religiusitas masyarakat, anak memiliki beberapa fungsi. Pertama anak sebagai simbol kesuburan dan keberhasilan. Filosofi yang berkembang adalah banyak anak banyak rezaki. Keterlambatan memiliki anak dianggap sebagai kegagalan besar. Kedua, anak sebagai pelanjut keturunan. Ketiga, anak sebagai teman dan penghibur. Keempat, anak merupakan anugrah dan amanat tuhan yang tidak boleh disia-siakan. Kelima, anak yang saleh akan mendoakan dan menolong orang tuanya didunia dan diakhirat.

Singarimbun dkk (1997) melakukan penelitian tentang menilai anak di Jawa, yang hasilnya menunjukkan anak memiliki nilai positif berupa adanya jaminan ekonomi dan psikologis dihari tua, dapat membantu orang tua, memperbaiki ikatan perkawinan dan kelangsungaan keturunan.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu pada pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan mayoritas yang mengalami


(65)

kecemasan pada pasangan dengan suku Jawa. Namun pada hakikatnya setiap suku sama dalam keinginannya untuk memiliki keturunan.

2. Tingkat Kecemasan

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan berada pada kategori umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 10 responden dan minoritas suami yang mengalami kecemasan sedang berada pada kategori umur 31-35 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,8%). Sedangkan pada isteri, mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berada pada kategori umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 19 responden (63,2%) dan minoritas pada kategori umur isteri 21-25 dan kategori umur 26-30 tahun yang mengalami tingkat kecemasan sedang dan umur isteri >35 tahun yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 1 responden (3,8%).

Penelitian ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nurrisa dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa usia sangat mempengaruhi kecemasan pada seseorang. Semakin tua usia seseorang maka kecemasan terhadap infertilitasnya semakin tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh pendewasaan seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran yang mendalam yang juga dapat memperlama penantian mereka unruk mendapatkan keturunan.


(66)

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 26 suami yang mengalami kecemasan mayoritas suami berpendidikan S1 merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 19 responden (73%) dan minoritas suami berpendidikan D3 yang mengalami kecemasan ringan dan suami berpendidikan S2 yang mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,8%). Sedangkan pada isteri dapat diketahui bahwa dari 30 isteri yang mengalami kecemasan mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berpendidikan D3 sebanyak 10 responden (33,3%) dan minoritas isteri yang mengalami kecemasan ringan berpendidikan SMA yaitu sebanyak 4 responden (13,3%).

Pendapat Hurlock (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, hidup manusia akan berkualitas. Menurut Saifuddin Anwar, lembaga pendidikan mempengaruhi proses pembentukan sikap. Ini berarti bahwa pendidikan mempengaruhi sikap seseorang dalam menangani suatu permasalahan dalam hidupnya. Kecemasan yang dialami suami mayoritas pada pendidikan suami S1 yaitu dengan kecemasan ringan dan pada isteri mayoritas mengalami kecemasan ringan yaitu pada pendidikan D3. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang tidak menjamin kesiapan individu tersebut untuk menghadapi suatu permasalahan.

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang mengalami kecemasan ringan yaitu suami yang bekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 14 responden (53,8%) dan minoritas suami yang mengalami kecemasan


(67)

sedang suami yang bekerja sebagai wiraswasta juga yaitu sebanyak 2 responden (6,7%). Sedangkan dari isteri mayoritas istri yang tidak bekerja (IRT) yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 12 responden (40%) dan minoritas isteri yang bekerja sebagai PNS yang mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

Pekerjaan dan gaya hidup sangat mempengaruhi infertilitas dan stres terhadap pasanagan infertilitas. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terlihat bahwa pada suami mayoritas dengan pekerjaan wiraswasta yang mengalami kecemasan ringan dan pada isteri mayoritas isteri yang tidak bekerja yang yang mengalami tingkat kecemasan ringan, kecemasan ini dapat bersumber dari tuntuntan lingkungan yang mengharuskan pasangan suami isteri untuk memiliki anak dan karena pengaruh hubungan sosial yang menunjukkan kepekaan terhadap komentar orang lain yang berhubungan dengan infertilitas yang dialaminya, terlebih pada isteri yang tidak bekerja (IRT), mereka sangat menginginkan kehadiran seorang anak yang dapat memberikan mereka kesibukan yaitu mengurus anak. Hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat kecemasan mereka dalam menghadapi kehidupan, apabila mereka tidak dapat melakukan mekanisme koping dengan baik maka akan memperberat tingkat kecemasan yang mereka alami yang juga akan mempengaruhi kesuburan mereka.

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu pada kategori lama menikah 1-2 tahun


(68)

yang sebanyak 13 responden (50%) dan minoritas suami yang mengalami kecemasang ringan dan sedang yaitu pada kategori lama menikah >4-6 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,8%). Sedangkan pada isteri mayoritas istri yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 16 responden (53,3%) dan minoritas isteri yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami kecemasan sedang dan istri yang lama menikah >2-4 tahun dan >4-6 tahun yang mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

Lama menikah mempengaruhi kecemasan pasangan mendapatkan keturunan, menurut penelitian puspitasari (2008) menyatakan bahwa di negara maju pasangan infertil mencari pengobatan lebih awal sebagai usaha untuk mendapatkan keturunan setelah menikah dengan waktu yang belum relatif lama. Ini menyatakan bahwa pasangan infertil dengan lama menikah 1-2 tahun sudah merasakan kecemasannya terhadap kondisi yang di alaminya dan mereka juga mengetahui menyelesaian masalah yang dilakukan agar kecemasan tersebut tidak menjadi berat dan dapat menimbulkan stres dengan memeriksakan diri ke dokter spesialis yang bersangkutan.

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa mayoritas suami dengan suku Jawa yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak sebanyak 11 responden (42,2%) dan minoritas suami dengan suku Batak yaitu sebanyak 1 responden (3,8%) yang mengalami kecemasan ringan. Sedangkan pada isteri mayoritas istri dengan suku Jawa yang mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak


(69)

11 responden (36,6%) dan minoritas isteri dengan suku Melayu yang mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 responden (3,3%).

Singarimbun dkk (1997) melakukan penelitian tentang menilai anak di Jawa, yang hasilnya menunjukkan anak memiliki nilai positif berupa adanya jaminan ekonomi dan psikologis dihari tua, dapat membantu orang tua, memperbaiki ikatan perkawinan dan kelangsungaan keturunan.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu pada pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Medan mayoritas yang mengalami tingkat kecemasan ringan pada pasangan dengan suku Jawa. Namun pada hakikatnya setiap suku sama dalam keinginannya untuk memiliki keturunan. Perbedaannya hanya pada lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat disekitar.


(70)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS. Adenin Adenan Tahun 2010. Maka dapat diambil keimpulan sebagai berikut :

1. Kecemasan

Dari 30 responden didapat hasil yaitu mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas pada kategori usia 26-30 dan usia 31-35 tahun sebanyak 10 responden (33,3%), dan mayoritas istri yang mengalami kecemasan pada kategori usia 26 -30 tahun sebanyak 20 responden (66,6%). Berdasarkan pendidikan mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 19 responden (63,3%) sedangkan isteri yang mengalami tingkat kecemasan mayoritas pada tingkat pendidikan S1 sebanyak 16 responden (53,3%). Dari segi pendidikan mayoritas suami yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu pada suami yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 16 responden (53,3%), dan mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu dengan pekerjaan PNS sebanyak 13 responden (43,3%). Pada periode lama menikah mayoritas lama menikah pada pasangan infertil yang mengalami kecemasan berada pada lama menikah 1-2 tahun yaitu sebanyak 13 pasangan infertil (39%). Berdasarkan suku mayoritas suami yang


(71)

mengalami kecemasan infertilitas yaitu suami yang memiliki suku Jawa sebanyak 11 responden (36,6%) dan mayoritas isteri yang mengalami kecemasan infertilitas yaitu isteri yang memiliki suku Jawa sebanyak 12 responden (40%)

2. Tingkat kecemasan

Pada tingkat kecemasan lihat dari segi usia mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan berada pada kategori umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 10 responden (38,4%), dan mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berada pada umur 26-30 tahun yaitu sebanyak 19 responden (63,2%). Dilihat dari segi pendidikan mayoritas suami berpendidikan S1 merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 19 responden (73%) dan mayoritas istri yang mengalami tingkat kecemasan ringan berpendidikan D3 sebanyak 10 responden (33,3%). Dari segi pekerjaan mayoritas suami yang mengalami kecemasan ringan yaitu suami yang bekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 14 responden (53,8%) dan mayoritas istri yang tidak bekerja (IRT) yang mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 12 responden (40%), ditinjau dari periode lama menikah mayoritas suami yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu pada kategori lama menikah 1-2 tahun yang sebanyak 13 responden (50%) dan mayoritas istri yang lama menikah 1-2 tahun yang mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 16 responden (53,3%) dan dari segi suku mayoritas suami dengan suku Jawa yang merngalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak sebanyak 11 responden (42,2%) dan minoritas suami dengan suku Batak yaitu sebanyak 1 responden (3,8%) yang mengalami kecemasan ringan.


(72)

Sedangkan pada isteri mayoritas istri dengan suku Jawa yang mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 11 responden (36,6%).

B. Saran

Adapun saran pada penelitian ini yaitu diharapkan kepada pasangan infertil yang bekerja sebagai wiraswasta atau PNS untuk tidak terlalu mengikuti gaya hidup dan terlalu khawatir dalam menghadapi suatu masalah, terlebih lagi pada masalah infertil, karena kekhawatiran yang mendalam hanya akan memperpanjang penantian pasangan untuk memiliki keturunan. Pada tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan psikologi dari pasangan infertil ini dengan memberikan pelayanan yang nyaman dan mampu memotivasi klien sehingga tercipta suasana kooperatif dengan tidak menghakimi dan tetap empati.

Pada penelitian ini hanya menggambarkan kecemasan pasangan infertil, sangat disarankan pada peneliti lanjut untuk meneliti tingkat kecemasan pasangan infertil terhadap infertilitas yang mereka alami.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

Addy, 2009. Gambaran pengetahuan Ibu Tentang Infertilitas. http://addy1571.wordpress.com/2009/08/03/gambaran-pengetahuan-ibu-tentang-infertilitas.html.

Agritubella, S, M, 2007. Infertilitas. (http://anggrekidea.blogspot.com/2007/11/infertilitas.html)

Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Penerbit Salemba Medeka. Jakarta.

Atkinson, R, 1999. Pengantar Psikologi Edisi 8. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Charlish, A, 2005. Meningkatkan Kesuburan Untuk Kehamilan Alami. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hawari D, 2006. Psikiatri Menejemen Stres, Cemas dan Depresi. FK UI Jakarta.

Hidayah, N, 2003. Identifikasi dan Pengelolaaan Stress Infertilitas. Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

(http://suhadianto.blogspot.com/2003_03_01_archive.html)

Hidayat, A, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.


(74)

Jones, 2002. Dasar-dasar Obstetri Ginekologi Edisi 6. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Kartono K, 1992. Psikologi Wanita Jilid 2, Mengenal Wanita Sebagai Ibu Dan Nenek. Penerbit mondar maju. Bandung.

Kurniawan, 2009. Infertilitas Pasutri 2. (http://muslimah.or.id/kesehatan-Muslimah/infertilitas-pasutri-2.html)

Ma’rifah, 2009. Infertilitas dan peran perawat. (http://stikeshb.blgspot.com/2009/01/infertilitas-dan-peran-perawat.html)

Nadesul, H, 2007. Buku Sehat Calon Pengantin Dan Keluarga Muda. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam, 2008. Konsep-Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Penerbit Salemba Merdeka. Jakarta

Prawirohardjo, 2003. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

___________, 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.


(75)

Puspitasari, O, 2008. Karakteristik Wanita Infertil Di Poli Infertilitas RSU Dr.

Muhammad Husein. Palembang.

http://kotapalembang.blogspot.com/2007/02/rumah-sakit-umum-muhammad-husein.html)

Rahmi, 2008. Diktat Psikologi Abnomal. UMA. Medan

Stuart, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC. Jakarta.

Vitahealth, 2007. Infertil. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Widyaastuti, Y, 2009. Kesehatan Reproduksi. Penerbit Fitramaya. Jakarta.

Yan, Irsal. 2008. Infertilitas hambat hadirnya momongan. (http://9monthsmagazine.blogspot.


(76)

Lampiran 2

KUESIONER KECEMASAN

Jawablah pernyataan dibawah ini dengan jawaban Ya atau Tidak apabila terdapat gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu atau beberapa bulan belakangan ini.

No Tanda Gejala Ya/Tidak Nilai

1. Kecemasan - Khawatir akan nasib buruk

- Merasa seperti di ujung tanduk

- Sulit berkonsentrasi

2. Ketegangan motorik

- Gelisah - Sakit kepala - Gemetaran

- Tidak dapat santai 3. Overaktifitas

otonomik

- Kepala terasa ringan - Berkeringat lebih sering - Jantung berdebar-debar - Sesak nafas


(77)

- Pusing kepala - Mulut kering Nilai Total

Ya : Terdapat 1 atau lebih dari gejala yang dirasakan

Tidak : Tidak terdapat gejala apapun

Lampiran 2

Data demografi

Nama :

No. Responden :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :


(78)

Suku :

Alamat :

Medan, 2010


(79)

Beck Anxiety Inventory

Dibawah ini terdapat daftar gejala-gejala yang umum dari kecemasan. Silahkan baca secara hati-hati setiap soal dalam daftar ini. Tentukan sejauh mana anda terganggu dengan gejala tersebut selama 1 bulan terakhir, termasuk hari ini, dengan melingkari nomor di dalam kolom di sebelah pernyataan tentang gejalanya.

Tidak sama sekali

Ringan-tapi tidak begitu menggangu

saya

Sedang- sangat tidak menyenangkan kadang kadang

Berat- sangat menggangu

saya

Perasaan kebas atau perasaan

geli 0 1 2 3

Merasakan

panas 0 1 2 3

Perasaan goyang pada

tungkai 0 1 2 3

Tidak mampu merasa tenang

0 1 2 3

Takut akan terjadi sesuatu


(80)

Pusing atau kepala terasa

ringan 0 1 2 3

Jantung berdebar

0 1 2 3

Mudah

terombang-ambing 0 1 2 3

Merasa ngeri atau takut

0 1 2 3

Gelisah

0 1 2 3

Perasaan tercekik

0 1 2 3

Tangan gemetaran

0 1 2 3

Merasakan goyang

0 1 2 3

Takut kehilangan


(81)

Sulit bernafas 0 1 2 3

Takut akan kematian

0 1 2 3

Hati menjadi ciut

0 1 2 3

Gangguan pencernaan

0 1 2 3

Pingsan 0 1 2 3

Muka terlihat berwarna

merah

0 1 2 3

Berkeringat panas atau

dingin 0 1 2 3


(82)

Nilai Total

SKOR

0-21 : Kecemasan ringan 22-35 : Kecemasan sedang > 36 : Kecemasan berat


(1)

- Pusing kepala - Mulut kering Nilai Total

Ya : Terdapat 1 atau lebih dari gejala yang dirasakan

Tidak : Tidak terdapat gejala apapun

Lampiran 2

Data demografi

Nama :

No. Responden :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :


(2)

Suku :

Alamat :

Medan, 2010


(3)

Beck Anxiety Inventory

Dibawah ini terdapat daftar gejala-gejala yang umum dari kecemasan. Silahkan baca secara hati-hati setiap soal dalam daftar ini. Tentukan sejauh mana anda terganggu dengan gejala tersebut selama 1 bulan terakhir, termasuk hari ini, dengan melingkari nomor di dalam kolom di sebelah pernyataan tentang gejalanya.

Tidak sama sekali Ringan-tapi tidak begitu menggangu saya Sedang- sangat tidak menyenangkan kadang kadang Berat- sangat menggangu saya Perasaan kebas atau perasaan

geli 0 1 2 3

Merasakan

panas 0 1 2 3

Perasaan goyang pada

tungkai 0 1 2 3

Tidak mampu merasa tenang

0 1 2 3

Takut akan terjadi sesuatu


(4)

Pusing atau kepala terasa

ringan 0 1 2 3

Jantung berdebar

0 1 2 3

Mudah

terombang-ambing 0 1 2 3

Merasa ngeri atau takut

0 1 2 3

Gelisah

0 1 2 3

Perasaan tercekik

0 1 2 3

Tangan gemetaran

0 1 2 3

Merasakan goyang

0 1 2 3

Takut kehilangan


(5)

Sulit bernafas 0 1 2 3

Takut akan kematian

0 1 2 3

Hati menjadi ciut

0 1 2 3

Gangguan pencernaan

0 1 2 3

Pingsan 0 1 2 3

Muka terlihat berwarna

merah

0 1 2 3

Berkeringat panas atau

dingin 0 1 2 3


(6)

Nilai Total

SKOR

0-21 : Kecemasan ringan 22-35 : Kecemasan sedang > 36 : Kecemasan berat