Model Pembelajaran Problem Based Learning PBL

fisik. keterampilan data dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan, dan ketermpilan metakognitif. Pannen, Mustafa dan Sekarwinahyu 2005: 99 juga mengungkapkan bahwa model PBL memiliki kekuatan sebagai berikut: 1. Fokus pada kebermaknaan, bukan fakta deep versus surface learning Dalam pembelajaran tradisional, siswa diharuskan mengingat banyak sekali informasi dan kemudian mengeluarkan ingatannya dalam ujian. Informasi yang sedemikian banyak yang harus diingat siswa dalam proses belajar setelah proses pembelajaran selesai. Pembelajaran berbasis masalah semata-mata tidak menyajikan informasi untuk diingat siswa. Jika pembelajaran berbasis masalah menyajikan informasi, maka informasi tersebut harus digunakan dalam pemecahan masalah, sehingga terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi. 2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif Penerapan PBL membiasakan siswa untuk berinisiatif, sehingga pada akhirnya kemampuan tersebut akan meningkat. 3. Pengembangan keterampilan dan pengetahuan Metode PBL memberikan makna yang lebih, contoh nyata penerapan, dan manfaat yang jelas dari materi pembelajaran fakta, konsep, prinsip, prosedur. Semakin tinggi tingkat kompleksitas permasalahan, semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan siswa yang dituntut untuk mampu memecahkan masalah. 4. Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok Keterampilan interaksi sosial merupakan keterampilan yang amat diperlukan siswa di dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. 5. Pengembangan sikap “Self-Motivated” Pembelajaran berbasis masalah yang memberikan kebebasan untuk siswa bereksplorasi bersama siswa lain dalam bimbingan guru merupakan proses pembelajaran yang disenangi siswa. Dengan situasi belajar yang menyenangkan, siswa dengan sendirinya termotivasi untuk belajar terus. 6. Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator Hubungan siswa-fasilitator yang terjadi dalam model PBL pada akhirnya dapat menjadi lebih menyenangkan bagi guru maupun siswa. 7. Jenjang pencapaian pembelajaran dapat ditingkatkan Proses pembelajaran dengan model PBL dapat menghasilkan pencapaian siswa dalam penguasaan materi yang sama luas dan sama dalamnya dengan pembelajaran tradisional. Belum lagi, keragaman keterampilan dan kebermaknaan yang dapat dicapai oleh siswa merupakan nilai tambah pemanfaatan model PBL. Arends dalam Riyanto, 2010: 287 mengidentifikasi 4 karakteristik pembelajaran berbasis masalah yakni: 1 pengajuan masalah, 2 keterkaitan antardisiplin ilmu, 3 investigasi autentik, dan 4 kerja kolaborasi. Selain itu ada 5 tahap prosedur pembelajaran berbasis masalah, yakni: 1 orientasi masalah, 2 mengorganisasikan peserta didik ke dalam belajar, 3 investigasi atas masalah, 4 mengembangkan dan menyajikan hasil investigasi, dan 5 mengevaluasi dan menganalisis hasil pemecahan. Pada umumnya, guru menerapkan model ini lebih menjurus pada pemecahan suatu masalah kehidupan nyata yang dihadapi siswa sehari-hari dengan menggunakan keterampilan problem solving. Riyanto 2010: 307 lebih lanjut mengusulkan langkah-langkah model ini secara sederhana sebagai berikut: 1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa. 2. Membentuk kelompok kecil, dan masing-masing kelompok siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan dan merefleksi pengetahuanketerampilan yang mereka miliki. Siswa juga membuat rumusan masalah dan membuat hipotesis-hipotesisnya. 3. Siswa mencari hunting informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang sudah dirumuskan. 4. Siswa berkumpul dalam kelompoknya untuk melaporkan data apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompoknya berdasarkan data- data yang diperoleh tersebut. Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusinya. 5. Kegiatan diskusi penutup sebagai kegiatan akhir apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat. Tabel 1. Sintaks atau Langkah-Langkah PBL Tahap Aktivitas Guru dan Peserta didik Tahap – 1 Mengorientasi peserta didik terhadap masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Tahap - 2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. Tahap – 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperluka untuk menyelesaikan masalah Tahap – 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu peserta didik untuk membagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Tahap -5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu peserta didik untuk melakuakan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan. Sumber: Nur dalam Hosnan, 2014 : 302 Salah satu isi utama dalam PBM adalah pembentukan masalah yang menuntut penyelesaian. Sesuai dengan pendapat Hudoyono dalam Rusman, 2013: 245, masalah yang disajikan dalam PBM tidak perlu berupa penyelesaian masalah problem solving sebagaimana biasa, tetapi pembentukan masalah problem posing yang kemudian diselesaikan. Aspek yang disajikan tentu saja hal-hal yang sesuai dengan pengalaman dalam kehidupan siswa, sehingga masalah yang ditimbulkan menjadi masalah yang kontekstual.

B. Aktivitas Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi

pembelajaran sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Dalam kegiatan belajar, subyek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas Sardiman, 2003: 95. Dalam proses kemandirian belajar siswa diperlukan aktivitas, siswa bukan hanya jadi obyek tapi subyek didik dan harus aktif agar proses kemandirian dapat tercapai. Adanya kegiatan-kegiatan yang menunjang seperti melakukan ekperimen, diskusi, tanya jawab dan lain-lain, secara tidak langsung akan menuntut siswa dalam melakukan berbagai aktivitas belajar. Hamalik 2004: 175 berpendapat bahwa: Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena: 1 Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.; 2 berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral; 3 memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa; 4 para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri; 5 memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis; 6 mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru; 7 pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan verbalistis; 8 pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat. Aktivitas kerjasama siswa merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa secara bersama-sama untuk mencapai perubahan tingkah laku dan untuk mencapai tujuan. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa, maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik. Seperti yang diungkapkan oleh Sardiman 2004: 21: “Pada prinsipnya belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga terbentuk percakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. ” Tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran bergantung pada diri siswa. Berawal dari minat dengan segala aktivitas-aktivitas selama mengikuti pembelajaran menjadi salah satu penunjang keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, aktivitas kerjasama siswa perlu diperhatikan sebab hal ini berperan penting dalam menentukan prestasi belajar siswa. Aktivitas siswa dalam bekerjasama meliputi aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Kegiatan belajar dua aktivitas tersebut saling terkait, sehingga dalam pembelajaran peserta didik diharapkan mempunyai keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental yang dilakukan sehingga akan menghasilkan pembelajaran berkelompok yang optimal. Menurut Landsberger dalam Wardany, 2013: 19 kerjasama atau belajar bersama adalah proses beregu berkelompok yang anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan kelompok tim, yang dibutuhkan kemudian dalam kehidupan. Kerjasamabelajar bersama adalah saling mempengaruhi sebagai anggota tim, Anda: 1. Membangun dan membagi suatu tujuan yang lumrah 2. Sumbangkan pemahamanmu tentang permasalahan: pertanyaan, wawasan, dan pemecahan 3. Tanggap terhadap, dan belajar memahami, pertanyaan lain, wawasan dan penyelesaian 4. Setiap anggota memperkuat yang lain untuk berbicara dan berpartisipasi, dan menentukan kontribusi sumbangan mereka 5. Bertanggung jawab terhadap yang lain, dan mereka bertanggung jawab pada Anda 6. Bergantung pada yang lain, dan mereka bergantung pada Anda. Aktivitas kerjasama siswa dapat diukur dengan berpedoman pada besar nilai yang diperoleh siswa yang kemudian dinamakan tingkat keaktifan siswa. Seseorang dikatakan aktif jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan positif terhadap suatu peristiwa dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya. Senada dengan hal di atas, Gie 1985: 6 menyatakan bahwa: Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan. Aktivitas kerjasama dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung ketercapaian kompetensi pembelajaran siswa. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII SMPN 13 Bandar Lampung Semester Genap T.P 2011/2012)

0 3 53

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA SUB MATERI POKOK KERUSAKAN/ PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Arjuna Bandar Lampung Tahun Pe

10 38 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM PEREDARAN DARAH (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung T.P 2012/2013)

1 5 55

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 2 Kotaagung Tahun Pelajar

1 10 49

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 2 49

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 14 Bandar Lampung T.P 2014/2015)

0 7 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TERTULIS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Nusantara

1 14 73

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TERTULIS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Sem

0 7 60

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Padjajaran Bandar Lampun

12 104 63

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN (Studi Eksperimental terhadap Siswa Kelas X Semester Genap SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 6 58