dibandingkan dengan hasil belajar dengan pendekatan konvensional. Handayani 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan media komik visual
mampu meningkatkan pengetahuan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan media leaflet, dan meningkatkan sikap empat kali lebih besar dibandingkan dengan media
leaflet. Nur Laili Siyam et al. 2015 juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan menggunakan alat pendidikan edukatif APE permainan ular
tangga memiliki pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan anak. Penelitian Hamdalah tahun 2013 dengan menggunakan media ular tangga juga menyimpulkan
bahwa permainan ular tangga lebih efektif dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap kesehatan gigi dan mulut serta penerapan cara menggosok
gigi yang baik dan benar Siyam et al., 2015.
2.2 Film Edukatif
Film edukatif merupakan salah satu contoh media pembelajaran yang bersifat audio visual. Dalam penelitian ini film edukatif yang dimaksud berupa film kartun
yang merupakan gabungan dari gambar kartun yang diproyeksikan sedemikian rupa hingga menjadi gambar bergerak yang mempunyai cerita. Film kartun juga dapat
disebut film animasi Karunia Hariani, 2014. Menurut Daryanto 2010 dalam Gustinawati 2014, film edukatif merupakan
perpaduan antara pemaparan imajinatif, faktual, dan teknis. Dikatakan imajinatif karena pembuatan film memerlukan daya khayal. Faktual, karena imajinasi tersebut
berisi informasi-informasi materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sedangkan dikatakan teknis karena pembuatan film harus berdasarkan
karakteristik peserta didik dan kompetensi dasar yang harus dicapai. Berdasarkan Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale, media film ini merupakan media yang
termasuk dalam fase melibatkan penglihatan dan pendengaran pesertanya.
Media film sangat memiliki kemungkinan untuk memacu dan memberi stimulant pada daya apresiasi anak didik. Kisah-kisah yang ditampilkan melalui film
dapat membantu anak memahami dan merespon kehidupan sekitarnya. Media film disajikan sebagai media pengajaran untuk mengambil pesan dari alur cerita sesuai
dengan tema dan subyek pelajaran yang diajarkan, sehingga anak didik akan mudah memahami dan mengambil pelajaran dari film yang di tonton Gustinawati, 2014.
Menurut Waluyanto 2006 dalam Karunia Hariani 2014, media film kartun dipilih sebagai media pembelajaran karena memiliki kelebihan, antara lain : lebih
mudah diingat karena penggambaran karakter yang unik, efektif langsung pada sasaran yang dituju, efisien sehingga memungkinkan frekuensi yang tinggi, lebih fleksibel
mewujudkan hal-hal khayal, dapat dikombinasikan dengan live action, dan kaya akan ekspresi warna.
Berdasarkan penelitian kuasi eksperimen Rahmattullah 2011 mengenai Pengaruh Pemanfaatan Media Film Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa pada
siswa kelas VII di SMPN 6 Banjarmasin, didapatkan hasil bahwa penggunaan media pembelajaran film animasi memberikan pengaruh yang signifikan pada hasil belajar
siswa dibandingkan dengan yang tidak menggunakan media film animasi. Karunia Hariani 2014 dalam penelitiannya mengenai Penggunaan Media
Film Kartun Untuk Meningkatkan Keterapilan Menyimak Cerita Siswa Kelas VA SDN Balasklumprik I No.434 Surabaya, didapatkan hasil bahwa penggunaan film kartun
sangat efektif sebagai media belajar Bahasa Indonesia kelas V SD, karena siswa lebih antusias dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran, serta hasil belajar siswa pun dapat
tercapai dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata perolehan KKM nilai di atas KKM dan sama dengan KKM yang mengalami kenaikan dari siklus I yaitu 80,28
menjadi 81,15 pada siklus II. Selain itu, penggunaan media film kartun juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak pelajaran Bahasa Indonesia yang
dapat dilihat dari presentase keberhasilan ketuntasan klasikal pada siklus I sampai siklus II. Dimana pada siklus I rata-rata ketuntasan klasikal yaitu 74,29 meningkat
sebanyak 11,42.
2.3 Permainan Edukatif