Ekstrak Daun Sirsak dan Daun Jarak Pagar 1:4. Timbang sebanyak 50 mg ekstrak daun sirsak

Erjon dkk.Efek Antikonvulsi Ekstrak Daun Kembang Coklat ... 318 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 1. Rerata waktu timbulnya kejang onset dan waktu kematian death time semua kelompok perlakuan. Rerata ± SD Waktu Timbulnya Kejang On- set menit Rerata ± SD Waktu Kematian Death Time menit Kontrol Tween 80 2 3,208 ± 0,78852 6,604 ± 0,50500 Ekstrak 100 mgkgbb 3,616 ± 0,87683 8,368 ± 0,92216 Ekstrak 244 mgkgbb 5,526 ± 0,92438 11,614 ± 1,60513 Ekstrak 600 mgkgbb 6,840 ±1,03535 14,776 ± 1,58241 Diazepam 5 mgkgbb 7,734 ± 1,19280 ~ Berbeda bermakna terhadap kontrol p0,05; Tidak berbeda bermakna p0,05 Tabel 2. Persen antikonvulsi perlambatan waktu timbul kejang onset dan waktu kematian death time kelom- pok bahan uji dan pembanding terhadap control. Persen Perlambatan Waktu Timbulnya Kejang Onset Persen Perlambatan Waktu Kematian Death Time Ekstrak 100 mgkgbb 12,71 26,71 Ekstrak 244 mgkgbb 72,25 75,86 Ekstrak 600 mgkgbb 113,97 123,75 Diazepam 5 mgkgbb 141,0 ~ Pembahasan Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit putih jantan, umur dan berat badannya rela- tif sama. Penggunaan hewan uji dengan kategori tersebut adalah untuk meminimalkan variasi respon biologis. Penginduksi yang digunakan adalah striknin. Striknin merupakan senyawa konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan, dan perabaan Louisa dan Dewo- to, 2007. Pembanding yang digunakan adalah diazepam, karena diazepam merupakan obat pilihan utama da- lam terapi epilepsi. Diazepam menunjukkan efek terapi yang cepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mengatasi kejang akut, selain itu diazepam juga memiliki toksisitas yang relatif rendah Utama dan Vincent, 2007. Hasil pengujian efek antikonvulsi dengan parameter waktu timbulnya kejang onset dan waktu kematian death time menunjukkan adanya peningkatan onset dan death time, dimana onset dan death time terlama dimiliki oleh pembanding yaitu diazepam dengan nilai onset sebesar 7,7340 ± 1,19280 dan mampu memperlambat waktu timbunya kejang sebesar 141,0 , sedangkan untuk nilai death time tidak dimiliki oleh kelompok pembanding karena tidak ada satupun hewan uji pada kelom- pok ini yang mengalami kematian. Hal ini dikarenakan diazepam mampu menghambat dan menghen- tikan penjalaran kejang yang disebabkan oleh striknin. Mekanisme terjadinya kejang yang disebabkan oleh striknin adalah dengan menghambat kerja neurotransmiter penghambat yaitu glisin. Glisin memi- liki efek terhadap pembukaan kanal klorida, dengan terganggunya neurotransmiter ini akibat kerja striknin maka tidak ada klorida yang masuk keintrasel, menyebabkan beda potensial intrasel dan ek- strasel berkurang kenegatifannya, akibatnya ketika terjadi aktivasi, respon yang diberikan akan berle- bihan sehingga terjadi kejang dan penjalarannya tidak dapat dicegah. Diazepam memiliki efek terha- dap neurotransmiter GABA, yaitu neurotransmiter penghambat seperti halnya glisin. Diazepam akan meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA, menyebabkan kanal klorida terbuka dan klorida yang berada di ekstrasel akan masuk ke intrasel menyebabkan beda potensial antara intrasel dan ekstrasel Erjon dkk.Efek Antikonvulsi Ekstrak Daun Kembang Coklat ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 319 bertambah kenegatifannya terjadi hiperpolarisasi hingga mencapai resting potensial state potensial istirahat kembali dengan nilai beda potensial sebesar -70 mV Vogel, 2002 ; Utama dan Vincent, 2007 ; Davidovits, 2008. Efek yang sangat berdekatan dengan nilai diazepam sebagai pembanding adalah ekstrak daun kembang coklat dosis 600 mgkgbb dengan nilai onset dan death time sebesar 6,840 ± 1,03535 dan 14,776 ± 1,58241. Dan antikonvulsi onset dan death time sebesar 113,97 dan 123,75 Hasil uji statistik ANOVA satu baik onset maupun death time memperlihatkan perbedaan ber- makna semua kelompok perlakuan dengan kontrol p 0,05. Dapat disimpulkan bahwa efek anti- konvulsi ekstrak daun kembang coklat yang paling tinggi adalah ekstrak daun kembang coklat dengan dosis 600 mgkgbb. Hasil uji statistik Tukey untuk parameter pengamatan berupa onset menunjukkkan secara statistik bahwa kelompok kontrol, ekstrak 100 mgkgbb tidak berbeda bermakna. Sedangkan ekstrak 244 mgkgbb, ekstrak 600 mgkgbb dan pembanding secara statistik tidak berbeda bermakna, dan hanya ekstrak daun kembang coklat 600 mgkgbb dan pembanding yang secara statistik memperlihatkan perbedaan bermakna terhadap kontrol. Sedangkan uji statistik Tukey untuk parameter pengamatan berupa death time menunjukkkan secara statistik terlihat perbedaan bermakna pada semua perlakuan terhadap kontrol, kecuali pada ekstrak 100 mgkgbb yang menunjukan bahwa secara statistik tidak berbeda bermakna terhadap kontrol. Dapat disimpulkan bahwa efek ekstrak antikonvulsi yang paling tinggi adalah ekstrak daun kembang coklat dengan dosis 600 mgkgbb. Hasil uji Pearson Correlations baik untuk parameter pengamatan berupa onset ataupun death time adalah terdapat korelasi positif antara peningkatan dosis dengan efek antikonvulsi. Dimana semakin besar dosis maka onset dan death time pun akan semakin lama. Hubungan antara dosis dengan onset dan antara dosis dengan death time adalah signifikan p0,05. Secara statistik antara dosis dengan onset dan antara dosis dengan death time memiliki hubungan yang kuat dengan nilai r berturut-turut 0,857 dan 0,932. Dari semua hasil uji statistik terlihat bahwa ekstrak daun kembang coklat dengan dosis 600 mgkgbb memiliki efek antikonvulsi yang paling tinggi. Menurut Jhonston dalam Hegde et al, 2009 menyatakan bahwa senyawa flavonoid memiliki aktivitas antikonvulsi terhadap konvulsi yang dis- ebabkan induksi senyawa kimia. Senyawa antikonvulsi yang terkandung dalam ekstrak daun kembang coklat yang diduga memiliki efek antikonvulsi adalah flavonoid. Efek tersebut diduga berasal dari efek antioksidan yang dimiliki oleh senyawa flavanoid dimana mekanismenya yaitu dengan mencegah kerusakan sel saraf sehingga diperkirakan hemostatis implus saraf dapat berjalan normal Kabra et.al , 2012. Tetapi perlu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana mekanisme kerja sebenarnya dari se- nyawa flavanoid tersebut sehingga mampu memiliki efek antikonvulsi. 4 KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah Ekstrak daun kembang coklat memiliki efek sebagai antikonvulsi dengan dosis 244 dan 600 mgkgbb. Efek antikonvulsi tertinggi diberikan oleh ekstrak daun kembang coklat dengan dosis 600 mgkgbb. Peningkatan dosis pemberian ekstrak daun kembang coklat akan meningkatkan efek antikonvulsi. REFERENSI [1] Davidovits, Paul. 2008. Physics In Biology And Medicine. Third Edition.London : Academic Press. [2] Frida, Meiti. 2008. Pengaruh pemakaian obat antiepilepsi jangka panjang terhadap densitas tulang dan kadar alkali fosfatase pada penderita epilepsy yang berobat dipoliklinik saraf Rs.DR.M.Djamal padang . [3] Hantoro, Rudi. 2013. Buku Pintar Epilepsi. Yogyakarta: Cakrawa Ilmu. [4] Harborne, J.B..1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, diterjemahkan oleh K. Padmawinata. Edisi II. Bandung : ITB. [5] Hariana, Arief. 2013.262 Tumbuhan Obat dan khasiatnya Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hlm 162. [6] Harsono. 2001. Epilepsi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Erjon dkk.Efek Antikonvulsi Ekstrak Daun Kembang Coklat ... 320 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 [7] Hegde, K., S.P.Thakker, A.B.Joshi, C.S.Shastry, K.S.Chandrashekhar. 2009. Anticonvulsan activity of carissacarandaslinn. root extract in experimental mice . Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 82, 117-125. [8] Jay, N Amrutia, et al. 2011. Antokonvulsan activity of moringa pleifera leaf. IRJP 160-162. [9] Kabra, Et. Al. 2012. Anticonvulsant Activity of Hidroalkoholic Extract of Lawsonia Innermis leaves in mice. Int.J.Pharm,Phytopharmacolres , 21: 7-10 [10] Katzung, G. Bertram. 2002. Obat-obat Antiseizure Farmakologi Dasar dan Klinis. edisi 8. Jakarta: Se- lembra medika . Hlm.83 [11] Kementrian Negara Riset dan Teknologi. 2006 .Zephyranthes candida Herb. Warung informasi dan Tekno- logi Online. http:www.warintek.ristek.go.id pangan_kesehatantanaman_obatdepkes5-100. [12] Kumar et al. 2010. Anticonvulsant activity of ethanolic extract of solanum melongena lin. IJPSR: vol 1 12 .170-174. [13] Louisa, M. Dewoto, H.R.. 2007. Perangsang susunan saraf pusat, dalam :farmakologi dan terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta : Gaya Baru. [14] Patmayuni, Dewi. 2013. uji Efek Antikonvulsi Ekstrak Akar Senduduk melastoma malabathricum l. Ter- hadap Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster . Skripsi Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi: Palembang. [15] Prasad, V.N., Chawis, H.S., Goyal, A., Gauba, K., Singhi,P., Chandigarh. 2002. Insidence of phenytoin in induced gingival overgrowth in epileptic children: asix month evaluation. J. Indian Soc Pedo prev dent,20 2, 73-80. [16] Sivarahman, Dhanasekaran and Mularidaran palayan. 2010. Cns Depresan and Antiepileptic activities of the methanol extrack of the leaves of ipomea aquatic forsk . Departemen of Pharmacology and Toxicolo- gi.Ejournal of chemistry.1555-1561. [17] Turner, R.A.. 1965. Screening Methods in Pharmacology. London : Academic Press. [18] Utama, H.dan Vincent Gan.2007. Antiepilepsi dan antikonvulsi, dalam farmakologi dan terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta : Gaya Baru. [19] Vogel, H.G..2002. Drug discovery and evaluation, pharmacological assays.Seccond Edition.Berlin : Springer. [20] Yerby, M.S., P.N. Freil, K. Mc.Cornick. 1991.Pregnancy and teratogenis women and epilepsy.Ed by Trimble, M.R. and J. Wileyandson. England. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 321 Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah Graptophyllum pictum Linn. Griff terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis Herlina 1 dan Setiawati Yusuf 2 1 Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sriwijaya; 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sriwijaya Abstract: Red pudding plants Graptophyllum pictum Linn. Griff are often used empirically to treat boils, ulcers, hemorrhoids, gallstones, liver disease and as an antiseptic for wounds because of poisonous fish punctures. This plant has the potential to be developed as antibacterial drug because it contains flavonoids, steroids, and saponins. The purpose of this study was to investigate the antibac- terial effect of leaf pudding fraction with paper disc diffusion method using Staphyllococcus aureus and Bacillus subtilis bacteria. Extraction is done by maceration method followed by fractionation based on polarity level. The results of fractionation are fractions of ethanol, ethyl acetate and n- hexane. The antibacterial activity test of ethanol fractions with concentration 20 can inhibit the growth of bacteria Bacillus subtilis similar to tetracycline which is categorized as strong active, while antibacterial activity test of ethanol fractions with concentration 20 to Staphylococcus bacteria is categorized weak. Ethyl acetate fraction had antibacterial activity against Staphyllococcus aureus and no antibacterial activity against Bacillus subtilis, while heksan fractions had no antibacterial activity. Keywords: Graptophyllum pictum Linn. Griff, Staphyllococcus aureus, Bacillus subtilis, antibac- terial test Abstrak: Tanaman puding merah Graptophyllum pictum Linn. Griff secara empiris sering digu- nakan untuk mengobati bisul, borok, wasir, batu empedu, penyakit hati dan sebagai antiseptik untuk luka karena tusukan ikan beracun. Tanaman ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat antibakteri karena mengandung flavonoid, steroid, dan saponin. Tujuan dari penelitian ini adalah un- tuk meneliti efek antibakteri dari fraksi daun puding merah dengan metode difusi kertas cakram menggunakan bakteri Staphyllococcus aureus dan Bacillus subtilis. Ekstraksi dilakukan dengan me- tode maserasi kemudian dilanjutkan dengan fraksinasi berdasarkan tingkat kepolaran. Hasil dari fraksinasi didapatkan fraksi etanol, etil asetat dan n-heksan. Uji aktivitas antibakteri dari fraksi etanol dengan konsentrasi 20 dapat menghambat pertumbuhan bakteri bacillus subtilis yang hampir sama dengan tetrasiklin termasuk dalam kategori aktif kuat, sedangkan terhadap bakteri Staphyllococcus aureus daya antibakterinya termasuk dalam kategori aktif lemah. Fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri lemah pada bakteri Staphyllococcus aureus tetapi tidak aktif pada terhadap bakteri Bacillus subtilis, sedangkan fraksi heksan tidak mempunyai aktivitas antibakteri. Kata kunci: Daun puding merah Graptophyllum pictum Linn. Griff, Staphyllococcus aureus, Bacillus subtilis, uji antibakteri. 1 PENDAHULUAN enyakit infeksi kulit masih banyak ditemukan pada masyarakat Indonesia, terutama masyarakat berekonomi lemah yang hidup di pedesaan dan lingkungan kumuh di perkotaan. Harga antibiotika yang mahal merupakan kendala utama dalam pengobatan penyakit infeksi kulit bagi masyarakat miskin, disamping itu adanya resistensi bakteri terhadap antibiotika maka pencarian senyawa antibakteti harus terus dilakukan. Dari segi kimia, sumber daya alam hayati ini merupakan sumber-sumber senyawa kimia yang tak terbatas jenis maupun jumlahnya. Dengan demikian keanakaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-bahan kimia baik untuk kebutuhan manusia maupun untuk organisme lain seperti untuk obat- obatan, insektisida, kosmetika dan sebagai bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih bermanfaat. Dalam pengobatan secara tradisional sebagian besar ramuan berasal dari tumbuha-tumbuhan baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Agar pengobatan secara tradisional dapat P Herlina Setiawati Y. Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah ... 322 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian di bidang farmakologi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan. Graptophyllum pictum L. Griff lebih dikenal dengan nama daerah puding merah, daun ungu, daun wungu, tulak, demung Jawa, handeuleum Sunda, dangora Melayu, temen-temen Bali dan karoton Madura dan merupakan suku acanthaceae. Puding merah Graptophyllum pictum Linn. Griff adalah tanaman obat tradisional yang kini banyak dibutuhkan masyarakat sebagai obat, khasiat tanaman yang digunakan secara empiris terutama sebagai obat wasir dan laksatif yaitu merebus daunnya dengan air. Dewasa ini sebagian masyarakat berusaha kembali mengkonsumsi obat-obatan yang tidak menyebabkan efek samping bagi tubuh. Bagian tanaman yang bermanfaat sebagai obat adalah daunnya karena mengandung zat kimia seperti alkaloid, steroid, tannin, saponin, flavonoid dan glikosida Setijono dan Wahyudi, 1983. Ekstrak kental daun puding merah mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 0,4 dan flavonoid tidak kurang dari 0,4 BPOM, 2004. Uji fitokimia dan analisis spektrum IR dan 1H-NMR terhadap puding merah merupakan senyawa flavonoid Lenny, 2006. Senyawa flavonoid memiliki aktivitas biologis yang beragam diantaranya bersifat sebagai antibakteri dan antioksidan Prad dan Hudson, 1990. Wahyuningtyas 2005 melaporkan bahwa daun puding merah ampuh mencegah pertumbuhan bakteri streptococcus, cendawan dan mencegah pertumbuhan plak. Antibakteri merupakan bagian dari antibiotik yaitu senyawa-senyawa yang dapat menghambat atau membinasakan pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Suatu antibiotik hanya dapat digunakan dalam pengobatan apabila ia mempunyai sifat yang selektif, artinya dapat membasmi mikroorganisme yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi si penderita. Senyawa-senyawa organik yang memenuhi persyaratan ini sangat terbatas jumlahnya dan biasanya berasal dari mikroba, tumbuhan atau dibuat secara sintetik. Antibiotika sintetik ini biasanya adalah senyawa-senyawa hasil modifikasi dari antibiotika alam yang ada Achmad, 1986. Mekanisme kerja senyawa antibitika dalam menghambat atau membunuh bakteri antara lain dengan cara menghambat sintetis dinding sel, merusak membran sel, menghambat sintetis asam nukleat DNA dan RNA serta menghambat sintetis protein Brock,1974. Tumbuhan puding merah Graptophyllum pictum L. Griff banyak ditemukan di Indonesia, namun pemanfaatan secara maksimum dari khasiat fitofarmaka yang dikandungnya belum banyak dibuktikan secara ilmiah. Pada penelitian ini akan dilakukan penyelidikan terhadap fraksi aktif dari daun puding merah yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Penemuan fraksi aktif yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dapat dikembangkan menjadi sediaan fitofarmaka untuk mengobati penyakit infeksi kulit dan secara tidak langsung diharapkan akan menambah khasanah senyawa obat yang bermanfaat sebagai sumber senyawa antibakteri yang baru. Berdasarkan uraian diatas daun puding merah mengandung senyawa flavonoid dimana senyawa flavonoid mempunyai aktifitas sebagai antibakteri. Namun studi literatur belum ada yang melaporkan fraksi aktif dari daun puding merah yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian proses fraksinasi dari daun puding merah yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. 2 METODE PENELITIAN Ekstraksi Sampel daun puding merah dikumpulkan sebanyak 1 kg, kemudian sampel dikering anginkan. Simplisia dirajang dan dihaluskan kemudian diayak menggunakan mesh 40 sehingga didapatkan serbuk simplisia yang siap untuk diekstraksi. Daun dari puding merah yang sudah halus diekstraksi dengan cara direndam maserasi menggunakan etanol dengan 3 kali pengulangan. Filtrat yang di dapat dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya menggunakan rotari evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat etanol. Kemudian dilakukan uji fitokimia pada ekstrak kental etanol. Herlina Setiawati Y. Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 323 Uji Fitokimia Flavonoida Sebanyak 1 ml ekstrak etanol puding merah ditambahkan 2 ml etanol 95, 0,5 gram serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N. Diamkan larutan selama 1 menit dan kemudian ditambahkan 2 ml asam klorida pekat. Adanya flavonoida akan memberikan warna merah. Alkaloida Sebanyak 20 ml ekstrak etanol puding merah diuapkan dengan pemanas air. Larutan disaring dengan kertas saring, kemudian flitrat yang diperoleh ditambah dengan 5-10 ml asam klorida 10. Larutan dibasakan dengan amoniak dan diekstraksi dengan 20 ml kloroform. Kloroform kemudian diuapkan dan ditambahkan 1,5 ml asam klorida 2. Larutan ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer. Steroida, Triterpenoida dan Saponin Ekstrak etanol puding merah ditambah dengan eter kemudian dikocok kuat. Bila ada saponin akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit dengan tinggi 1 sampai lebih dari 3 cm. Lapisan eter yang dikeringkan ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Triterpenoida umumnya memberikan warna merah atau violet sedangkan steroida memberikan warna biru atau hijau. Fraksinasi Fraksinasi dilakukan berdasarkan tingkat kepolaran. Ekstrak kental dilarutkan dengan 100 ml etanol : air dengan perbandingan 7:3, kemudian dipartisi dengan n-heksan, sehingga didapat ekstrak etanol- air dan n-heksan. Ekstrak etanol-air diuapkan sampai semua etanol habis, kemudian ekstrak air yang tersisa dipartisi dengan etil asetat. Masing-masing fraksi yang diperoleh adalah fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol. Untuk masing-masing fraksi dilakukan uji fitokimia uji aktivitas antibakteri. Uji Aktivitas Antibakteri Persiapan Bakteri Uji Jarum ose disterilkan diatas nyala bunsen dengan cara dipijarkan dan dibiarkan beberapa saat sampai dingin. Biakan Staphylococcus aureus diambil sebanyak 1 ose kemudian digoreskan pada permukaan media agar miring secara aseptik. Pada tabung yang berbeda biakan murni B. subtillis juga digoreskan sebanyak 1 ose. Kedua bakteri ini selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 37 C. Persiapan Media Media padat dibuat dengan melarutkan Nutrien Agar NA sebanyak 28 g dengan 1000 ml akuadest. Media padat kemudian dituangkan ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan kapas dan dipanaskan sampai mendidih. Media padat yang sudah dingin disterilkan ke dalam autoklaf selama 15 menit . Media cair dibuat dengan melarutkan Nutrien Broth NB sebanyak 13 g dengan 1000 ml akuadest. Media cair kemudian dituangkan kedalam erlenmeyer, biarkan sampai dingin dan sterilkan ke dalam autoklaf selama 15 menit Lay, 1994. Persiapan Suspensi Biakan Bakteri Satu ose biakan Staphylococcus aureus dari media agar diambil secara aseptik, kemudian dimasukkan dalam media NB dan dihomogenkan. Sel Staphylococcus aureus yang ada di dalam suspensi diukur dengan hemositometer. Pembuatan suspensi biakan B. subtilis dilakukan dengan cara yang sama. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode paper disk . Kultur cair dari masing-masing bakteri sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam cawan petri dan diratakan. Media NA sebanyak 14 ml dimasuk- kan ke dalam cawan petri yang telah berisi NB sebelumnya dan diratakan. Sampel dibuat dengan ber- bagai macam konsentrasi yaitu 1,25 , 2,5 , 5 dan 10. Sampel yang telah dibuat dalam berbagai konsentrasi diteteskan pada kertas cakram dengan diameter 6 mm dan diletakkan diatas biakan yang Herlina Setiawati Y. Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah ... 324 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 sudah diinokulasikan kedalam cawan petri. Setiap cawan petri diletakkan 6 buah paper disk , dengan kontrol negatif dan positif . Biakan tersebut diinkubasikan selama 48 jam. Aktivitas antibakteri ditan- dai dengan terbentuknya zona bening. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Fitokimia Pada maserasi 600 gram sampel kering daun puding merah didapatkan ekstrak kental etanol 50,29 gram, 9,9034 gram fraksi n-heksan, 7,2871 gram fraksi etil asetat dan 27,1874 gram fraksi etanol. Pada penelitian ini ekstraksi yang dilakukan dengan cara maserasi karena maserasi merupakan prosedur sederhana untuk mendapatkan ekstrak dari tumbuhan dan kemungkinan terjadinya penguraian zat aktif yang terdapat dalam sampel yang di sebabkan oleh pengaruh suhu dapat dihindari sebab metode ini tidak menggunakan pemanasan Depkes, 2000. Pelarut yang digunakan adalah etanol, karena etanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik dalam tumbuhan, baik senyawa yang bersifat polar maupun yang nonpolar, etanol mempunyai titik didih rendah sehingga muda diuapkan dan secara teoritis relatif kurang toksis. Maserat disaring kemudian pelarut diuapkan dengan destilasi vakum, karena dalam keadaan vakum tekanan uap pelarut akan menjadi turun dan pelarut akan mendidih pada temperatur lebih rendah dari titik didihnya sehingga dapat mengurangi kemungkinan terurainya kandungan kimia tumbuhan yang diekstraksi karena pemanasan tinggi. Selanjutnya untuk menyederhanakan komposisi sampel dapat dilakukan dengan metode fraksinasi, dengan menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolaranya. Pelarut n-heksan akan menarik senyawa yang bersifat nonpolar, pelarut etil asetat untuk menarik senyawa yang bersifat semipolar, dari fraksi-fraksi tersebut diuapkan dengan destilasi vakum sehingga dapat fraksi kental untuk setiap fraksi. Pada pemeriksaan kandungan kimia ekstrak daun puding merah menunjukkan bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa flavonoid, saponin dan steroid dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil pemeriksaan kandungan kimia daun puding merah No. Metabolit Sekunder Pengamatan 1 Flavonoid + 2 Alkaloida - 3 Steroida + 4 Terpenoida - 5 Saponin + Pengamatan kandungan kimia ekstrak daun puding merah didasarkan adanya perubahan hasil reaksi. Adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak daun puding merah ditandai dengan terjadinya warna merah bata, senyawa steroida ditandai dengan warna biru dan saponin ditandai dengan terbentuknya busa setinggi 1 cm yang stabil selama 15 menit. Pada fraksi etanol, etil asetat dan n-heksan juga dilakukan uji fitokimia. Didapatkan fraksi etanol positif mengandung flavonoid dan saponin, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan positif mengandung steroid dan saponin. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil pemeriksaan kandungan kimia fraksi daun puding merah Metabolit Sekunder Fraksi Flavonoid Steroid Saponin Etanol + - + Etil asetat - + + n-heksan - + + Penentuan Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis , dimana fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi etanol diuji aktivitas Herlina Setiawati Y. Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 325 antibakterinya. Terbentuknya zona bening merupakan indikasi adanya aktivitas antibakteri. Data hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Gambar 1. Grafik zona bening antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Gambar 2. Grafik zona bening antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etanol pada konsentrasi 5 , 10 , 15 dan 20 menghambat bakteri dengan diameter 2,325 mm, 2,75 mm, 3,75 mm dan 3,875 mm pada bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan untuk Bacillus subtilis pada konsentrasi 10 , 15 dan 20 menghambat bakteri dengan diameter 4,042 mm, 10,56 mm dan 21,25 mm. Berarti semakin besar konsentrasi maka semakin luas diameter zona beningnya. Pada fraksi etanol konsentrasi 20 untuk Bacillus subtilis diameter zona beningnya hampir sama dengan tetrasiklin berarti daya antibakteri sama dengan tetrasiklin, sedangkan daya antibakteri untuk Staphylococcus aureus termasuk dalam kategori aktif lemah dimana diameter zona beningnya 0-9 mm. Hal ini sesuai menurut Nazri et al 2011 bahwa kriteria kekuatan antibakteri dengan diameter zona hambat lebih dari 14 mm termasuk kategori daya hambat kuat, diameter zona hambat 10 - 14 kategori daya hambat sedang dan diameter zona hambat 0 – 9 kategori lemah. Fraksi etanol mempunyai daya antibakteri karena adanya senyawa flavonoid. Untuk fraksi etil asetat tidak mempunyai daya antibakteri untuk Bacillus subtilis karena tidak adanya diameter zona bening, tetapi untuk Staphylococcus aureus mempunyai daya antibakteri yang lemah karena diameter zona beningnya 0 – 9 mmn. Untuk fraksi n-heksan tidak mempunyai daya antibakteri sama sekali karena tidak terbentuknya zona bening pada berbagai macam sediaan uji. Pada fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan tidak mempunyai daya antibakteri karena tidak adanya senyawa flavonoid. Di dalam fraksi etanol daun puding merah mempunyai aktivitas antibakteri karena terdapat flavonoid dan saponin. Flavonoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga sebagai antiinflamasi. Cara kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel. Dengan terdenaturasinya protein sel, maka semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein. Menurut Mursito 2002 saponin dan tannin bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada luka. 5 10 15 20 25 D ia m e te r zo n a b e n in g m m Ko nt ro l - 5 10 15 20 Te tr as ik lin Kelompok Perlakuan terhadap Staphylococcus aureus Etanol Etil asetat n-heksan 5 10 15 20 25 D ia m e te r zo n a b e n in g m m Ko nt ro l - 5 10 15 20 Te tr as ik lin Kelompok Perlakuan terhadap Bacillus subtilis Etanol Etil asetat n-heksan Herlina Setiawati Y. Uji Antibakteri dari Fraksi Aktif Daun Puding Merah ... 326 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fraksi etanol mengandung senyawa flavonoid dan saponin, sedangkan fraksi etil asetat dan n- heksan mengandung senywa steroid dan saponin. 2. Fraksi etanol mempunyai aktivitas antibakteri yang lemah pada Staphylococcus aureus dan aktivitas antibakteri yang kuat pada Bacillus subtilis. 3. Fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri lemah pada Staphylococcus aureus tetapi tidak aktif pada Bacillus subtilis. 4. Fraksi n-heksan tidak mempunyai aktivitas antibakteri. Saran Disarankan untuk melakukan uji aktivitas biologis yang lainnya pada fraksi etanol, etil asetat dan n- heksan. REFERENSI [1] Achmad, Sjamsul A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Penerbit Karunika Universitas Terbuka, Jakarta [2] Badan POM, RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume I. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. [3] Dalimartha.S., 2004. Puding merah Graptophyllum pictum L. Griff. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.. [4] Depkes, RI. 1977. Materia Media Indonesia. Jilid I. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. [5] Hakim, E.H., 2002, Bioassay Sebagai Salah satu Tehnik yang Dikembangkan Dalam Kimia Bahan Alam, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Kajian Kimia Bahan Alam Hayati dan Pelestarian Hutan, Padang. [6] Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan oleh: K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB, Bandung. [7] Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid II, badan Litbang Departemen Kehutanan, Jakarta. [8] Isnawati. A., Soediro. I., 2003 Pemeriksaan Senyawa-Senyawa Turunan Fenol Daun Handeuleum Graptophyllum pictum L. Griff., Media Litbang Kesehatan Volume XIII No. 1 tahun 2003 [9] Kusumawati, I., Diyatmiko. W., Santosa, M.H., Maat. S., 2002 Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Graptophyllum Pictum L.Gri€f. Terhadap Fungsi Fagositosis Serta Pembentukan Imunoglobulin M Dan Tnf -a Pada Mencit, Majalah Farmasi Airlangga, Volume 11 No. 2, agustus 2002 76 [10] Ozaki Y, Sekita S, Soedigdo S, Harada M. 1989, Antiinflammatory effect of Graptophyllum pictum L. Griff. C hem Pharm Bull Tokyo 1989 Oct;3710:2799-802 [11] Pratt, D. E., dan B.J.F. Hudson, 1990, Natural Antoxidants not Exploited Comercially, Di dalam : B.J.F. Hudson, Editor Food Antoxidants, Elvisier Applied Science, London. [12] Rojak. A., dan Rochimat. I., 2007 Teknik Pengamatan Siklus Hidup Kemampuan Makan Hama Doleschal- lia polibete Cr pada Tanaman Handeuleum Graptophyllum pictum L. Griff., Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2, 2007 [13] Setijono, B. dan Wahyudi. 1983, Pemeriksaan Kandungan Kimia Daun Handeuleum Graptophyllum pic- tum L. Griff. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. hlm. 434-450. [14] Sulistia., G., dkk. 1995. Farmakologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta [15] Wahyuningtyas. E., 2005 The Graptophyllum pictum extract effect on acrylic resin complete denture pla- que growth. Department of Prosthodontics Faculty of Dentistry Gadjah Mada University Yogyakarta – Indo- nesia, Maj. Ked. Gigi. Dent. J., Vol. 38. No. 4 Oktober –Desember 2005 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 327 Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap Pero- lehan dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Psidium guajava L. Mauizatul Hasanah dan Lasmaryna Sirumapea Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi STIFI Bhakti Pertiwi Palembang; Jl. Ariodillah 3 No. 22 A Palem- bang 30128; Email: mauizatulhasanahgmail.com Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang perbandingan metode ekstraksi perkolasi dan soxhletasi terhadap perolehan ekstrak dan aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji Psidium guajava L.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rendemen dan IC 50 aktivitas antioksidan ekstrak. Sampel kering daun jambu biji diekstraksi masing-masing 50g dengan metode perkolasi dan soxhle- tasi, menggunakan pelarut etanol 70. Perolehan ekstrak diketahui dari nilai rendemen dengan membandingkan berat ekstrak dan berat sampel kering. Perhitungan rendemen hasil ekstraksi me- nunjukkan perolehan ekstrak perkolasi 37,22 dan ekstrak soxhletasi 32,84. Uji aktivitas antioksi- dan dilakukan dengan pereaksi DPPH yang direaksikan dengan ekstrak berbagai konsentrasi. Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak perkolasi memiliki nilai yang berbeda bermakna p0,05 den- gan ekstrak soxhletasi. Dari penelitian diketahui nilai aktivitas antioksidan ekstrak soxhlet IC 50 76,63 ppm lebih baik dari ekstrak perkolasi IC 50 88,98. Kata kunci: daun jambu biji, perkolasi, soxhletasi, antioksidan 1 PENDAHULUAN at yang diketahui mampu melindungi tubuh dari efek radikal bebas yang diketahui mampu meru- sak sel-sel tubuh serta menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti kanker dan jantung, adalah antioksidan. Antioksidan yang sangat popular adalah vitamin C. tumbuh- tumbuhan juga diketahui kaya akan berbagai macam antioksidan, seperti vitamin C, beta karoten, vi- tamin E dan flavonoid, Astuti, 2004. Ekstrak daun jambu biji memiliki aktivitas antioksidan, Indriani, S, 2006. Ekstrak daun jambu bi- ji juga aktivitas antidiare terhadap bakteri Salmonella typhimurium , Ajizah, 2004, penyembuhan luka bakar, Oktiarni, dkk., 2012. Daun jambu biji y a n g diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi adalah ekstrak daun jambu biji berdaging putih, dibandingkan dengan ekstrak yang dipe- roleh dari daun jambu biji berdaging buah merah, Indriani, S, 2006. Uji fitokimia memberikan hasil positif untuk kandungan senyawa aktif seperti tanin, fenol, flavo- noid, quinon dan steroid pada daun jambu biji putih, Indriani, S., 2006. Flavonoid mengandung sis- tem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida Harbone, 1987. Senyawa flavonoid dan fenolik sebagai senyawa-senyawa fenol, yaitu senyawa dengan gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik merupakan aktivitas anti- oksidan, Kurniati, 2013. Teknik untuk mendapatkan ekstrak dari bahan alami beraktivitas antioksidan yang tinggi dapat di- lakukan dengan beberapa metode ekstraksi. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Eka Pra- tiwi Mokoginta, et al. 2013 terhadap aktivitas penangkal radikal bebas ekstrak metanol kulit biji pi- nang yaki menyimpulkan bahwa metode ekstraksi yang berbeda, yaitu soxhlet, maserasi dan perkolasi berpengaruh terhadap aktivitas penangkal radikal bebas. Jessica Oeinitan Sie 2013 memperoleh daya antioksidan ekstrak etanol kulit manggis Garnicia mangostana Linn. yang berbeda pada ek- strak hasil maserasi dan refluks. M.Fajar, dkk, melakukan ekstraksi dan uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun jambu biji berdaging putih, diketahui bahwa metoda ekstraksi dengan maserasi dan ekstraksi sinambung Z Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... 328 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Soxhlet keduanya menghasilkan fraksi yang memberikan nilai aktivitas antioksidan yang baik dan berbeda. 2 METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Seperangkat alat destilasi vakum, seperangkat alat rotary evaporator , botol maserator, perkolator, soxhlet, corong, kertas saring, pipet tetes, alumunium foil, vial 10 ml, batang pengaduk, gelas ukur 50 ml, gelas kimia, labu ukur 50 ml, 100 ml, 500 ml, pipet gondok 1 ml, pipet gondok 5 ml, spektrofo- tometer UV-Vis. Daun Jambu Biji Psidium guajava. L, pereaksi 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil DPPH, aquadest, etanol 70, etanol 96. Prosedur Kerja Persiapan Sampel Sampel segar daun jambu biji diperoleh dari Sungai Gerong, Palembang, dibersihkan, dikeringkan hingga menjadi sampel kering, dirajang, ditimbang 50g masing – masing untuk sampel ekstraksi per- kolasi kontinyu dan soxhlet. Ekstraksi Perkolasi Kontinyu; dilakukan pada suhu khamar, tanpa pemanasan. Sampel kering 50 gram dan dimaserasi terlebih dahulu dengan pelarut etanol 70, maserasi sekurang-kurangnya 3 jam dalam be- jana tertutup. Pindahkan dari bejana simplisia sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, sambil tiap kali ditekan hati-hati. Tambahkan pelarut etanol 70 hingga menutupi seluruh permukaan sampel. Diamkan selama 2 hari, setelah 2 hari baru kran perkolator dibuka, dibiarkan hasil sarian menetes pe- lan-pelan sambil dialiri pelarut sehingga permukaan sampel tetap tertutupi pelarut. Kemudian didapat- lah ekstrak cair. Soxhlet; pada proses soxhletasi, sampel kering 50 g dibungkus dengan kantong dari kertas saring ber- bentuk tabung dan diikat dengan tali lalu dimasukkan kedalam tabung sifon. Pelarut etanol 70 dima- sukkan kedalam labu, membasahi dan merendam evapor yang dibungkus dalam suatu kantong kertas saring. Proses soxhletasi membutuhkan alat pemanas untuk menguapkan pelarut dari labu penampung yang diatur pada suhu 65-80 C. Proses ini berjalan secara terus-menerus sampai komponen yang akan dipisahkan dapat larut dalam pelarut. Kemudian didapatlah ekstrak cair. Pemekatan Ekstrak Ekstrak cair hasil perkolasi kontinyu dan soxhlet, didestilasi vakum dan selanjutnya dengan bantuan rotary evaporator dipekatkan pada suhu 70 C hingga diperoleh ekstrak kental, ditimbang. Perolehan Ekstrak Rendemen Nilai rendemen merupakan nilai yang menunjukkan perolehan ekstrak yang didapat, nilai ini dihi- tung berdasarkan persamaan : Rendemen = ����� ������� ���� �� ����� ��� ℎ ������ ���� x 100 Uji Antioksidan dengan Pereaksi DPPH Aktivitas antioksidan dapat diketahui berdasarkan uji antioksidan menggunakan pereaksi DPPH, Mo- lyneux, 2004. 1. Pembuatan Larutan DPPH Dibuat larutan DPPH didalam pelarut etanol dengan konsentrasi 0,05 mM, diperoleh larutan ho- mogen berwarna ungu violet. Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 329 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH Sebanyak 3,8 ml larutan DPPH 0,05 mM dipipet, ditambahkan dengan 0,2 ml etanol, kemudian dibiarkan selama 30 menit di tempat yang terlindung cahaya. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet sampel, diuji serapannya menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis, dan diukur pada panjang gelombang 400 – 800 nm, absorbansi yang diperoleh digunakan sebagai data absorbansi kontrol. 3. Pembuatan Larutan Sampel Uji Sampel ekstrak kental etanol hasil ekstraksi perkolasi kontinyu dan ekstraksi soxhlet masing – masing dibuat larutan induknya dengan konsentrasi 1000 ppm, dengan melarutkan ekstrak didalam pelarut etanol. Larutan induk diencerkan satu persatu menjadi larutan uji konsentrasi 160 ppm, 120 ppm, 80 ppm dan 40 ppm. 4. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Pemeriksaan antioksidan dila-kukan terpisah masing –masing terhadap ekstrak kental hasil perkola- si kontinyu dan soxhlet, untuk tiap konsentrasi larutan sampel uji dengan mereaksikan 0,2 ml laru- tan sampel ekstrak dengan 3,8 ml larutan pereaksi DPPH 0,05 mM. Campuran larutan dihomogen- kan dan biarkan selama 30 menit di tempat gelap. Serapan diukur pada panjang gelombang mak- simum larutan DPPH pada alat Spektrofotometri UV-Vis, absoransi yang diperoleh merupakan ni- lai absorban sampel. Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan ra- dikal DPPH. Absorban yang diperoleh, digunakan sebagai nilai untuk perhitungan inhibisi, ke- mudian menentukan IC 50 berdasar kurva inhibisi berbagai konsentrasi. 5. Perhitungan Nilai Inhibisi dan IC 50 Nilai inhibisi diperoleh dari perubahan absorbansi DPPH sebelum dan setelah bereaksi dengan sampel ekstrak mengandung antioksidan yang kemudian bisa digunakan untuk menentukan nilai IC 50 berdasarkan kurva antara konsentrasi sampel dan inhibisi, Chen, Z., et al , 2012. Absorban kontrol: nilai serapan Abs larutan kontrol pada panjang gelombang maksimum. Ab- sorban sampel: nilai serapan Abs larutan uji pada panjang gelombang maksimum. Dari perhitungan nilai persen inhibisi kemudian dibuat kurva antara konsentrasi larutan uji dengan persentasi inhibisi peredaman DPPH dan ditentukan harga IC 50 yakni konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50. Harga IC 50 umum digunakan untuk menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH Molyneux, 2004. IC 50 diperoleh dari plot kurva inhibisi terhadap konsentrasi uji, berupa persamaan regresi y=bx+a, IC 50 adalah nilai konsentrasi ketika inhibisi bernilai 50. Analisis Data Analisa data dilakukan dengan membandingkan perolehan ekstrak serta nilai aktivitas antioksidan berupa IC 50 hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak hasil perkolasi kontinyu dan soxhlet yang dianalisis menggunakan analisis statistik uji T, dengan tingkat kepercayaan 95. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Ekstraksi Pengeringan bertujuan untuk menggurangi kadar air, mengurangi aktivitas mikroba dan mencegah tumbuhnya jamur sehingga tidak mudah rusak dan kompisisi kimianya tidak mengalami perubahan. Sebelum proses ekstraksi berlangsung, daun kersen kering angin dirajang terlebih dahulu dengan tu- juan untuk memperbesar kontak antara bahan dan pelarut, sehingga pelarut mudah masuk ke dalam sampel dan zat aktif lebih mudah berdifusi melewati membran sel Harborne, 1987. Perkolasi dan Soxhlet merupakan dua metode ekstraksi yang keduanya sama – sama menggunakan pelarut sebagai penyari yang disebut sebagai ekstraksi pelarut, namun proses keduanya berbeda. Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... 330 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk sampel yang telah dibasahi. Metode perkolasi dilakukan pada suhu khamar, tanpa pemanasan, meng- gunakan alat perkolator. Prinsip pengaliran pelarut pada perkolasi mampu meningkatkan derajat per- bedaan konsentrasi, karena terjadi pergantian larutan, ruangan antar serbuk membentuk tempat men- galir bagi cairan penyari atau pelarut, Anonim, 1986. Soxhletasi adalah proses penyarian bahan alam secara kontinyu di dalam suatu alat Soxhlet, pela- rut mengalami penguapan dan pendinginan secara berulang selama proses. Penguapan pelarut terus menerus menyebabkan zat – zat yang terekstrak akan terpapar panas yang tinggi temperatur nya ber- gantung pada pelarut yang digunakan, sehingga kelemahannya adalah senyawa yang tidak tahan pe- manasan dapat rusak. Soxhletasi, yang penyariannya dilakukan berulang – ulang akan menjadi proses penyarian yang sempurna, serta menggunakan pelarut yang lebih sedikit. Biasanya metode ini dilaku- kan menggunakan pelarut yang mudah menguap atau memiliki titik didih rendah, Djamal, 2010. Proses ekstraksi perkolasi dan soxhletasi, keduanya menggunakan pelarut penyari, namun ekstrak- si perkolasi membutuhkan pelarut yang lebih banyak, pada penelitian ini digunakan 3 liter pelarut eta- nol 70. Soxhlet membutuhkan pelarut yang lebih sedikit, hal ini disebabkan oleh penggunaan pela- rut yang dilakukan berulang dengan melakukan penguapan dan pendinginan secara berulang selama proses, pada penelitian digunakan pelarut sebanyak 1,5 liter pelarut etanol 70. Hasil Perolehan Ekstrak Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi perkolasi dan soxhlet, memberikan hasil seperti yang ditampilkan pada tabel berikut, Tabel 1. Perolehan Ekstrak Hasil Perkolasi dan Soxhletasi Metode Ekstraksi Berat Sampel Berat Ekstrak Kental Rendemen Perkolasi 50 g 18,61 g 37,22 Soxhletasi 50 g 16,42 g 32,84 Tabel 1 menampilkan data hasil perolehan ekstrak perkolasi yang lebih tinggi dari soxhlet, tetapi hasil yang diperoleh tidak terlalu berbeda nilainya, perolehan ini menunjukkan bahwa proses pengali- ran pelarut yang terus menerus yang menjadi prinsip pengerjaan ekstraksi pada kedua metode dapat maksimal melakukan penarikan senyawa dari sampel. Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan pereaksi DPPH sebagai radikal bebas, yang kemudian direaksikan dengan sampel ekstrak yang mengandung senyawa antioksidan. Aktivitas anti- oksidan pada sampel, pada penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji, dapat diketahui secara visual melalui pengamatan perubahan warna pada larutan DPPH dalam etanol yang semulanya violet pekat menjadi kuning pucat hingga tidak berwarna. Hal ini karena adanya donasi proton menyebabkan ra- dikal DPPH berwarna ungu menjadi senyawa non-radikal yang tidak berwarna. Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya aktivitas yang dapat dilihat dari persentase penghambatannya Madale- na, et.al ., 2010. Aktivitas antioksidan diukur pada panjang gelombang maksimum larutan DPPH 0,05 mM dalam etanol, diperoleh nilai absorban kontrol DPPH 0,05 mM dalam etanol, kemudian absorban larutan DPPH 0,05 mM yang direaksikan dengan ekstrak kental pada konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm dan 160 ppm dalam pelarut etanol. Nilai absorbansi yang diperoleh digunakan untuk menghitung inhibisi, dan inhibisi digunakan untuk menentukan nilai IC 50 , yaitu nilai yang memberikan data ten- tang konsentrasi sampel uji yang mampu menghambat 50 radikal bebas DPPH. Nilai IC 50 yang di- peroleh dari penelitian ini untuk ekstrak perkolasi dan soxhlet ditunjukkan melalui gambar dan tabel berikut, Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 331 Tabel 2. Nilai IC 50 Ekstrak Perkolasi dan Soxhletasi Metode Ek- straksi IC 50 ppm IC 50 Rata-rata ppm U ji 1 U ji 2 U ji 3 Perkolasi 7 6,55 7 6,64 7 6,60 76,63 Soxhletasi 8 9 8 9,2 8 8,98 88,99 Nilai IC 50 rata – rata diperoleh dari inhibisi rata – rata untuk 3 tiga kali pengujian yang dilaku- kan dibuat kurvanya terhadap konsentrasi uji, diperoleh persamaan regresi untuk aktivitas antioksidan ekstrak perkolasi y = 0,523x + 3,454, dengan R 2 = 0,959. Persamaan regresi aktivitas antioksidan ek- strak soxhletasi diperoleh y = 0,556x + 7,392 dengan R 2 = 0,964, yang digambarkan dengan kurva sebagai berikut, Gambar 1. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Perkolasi dan Soxhletasi Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun jambu biji hasil perkolasi dan soxhlet dibandingkan ber- dasarkan nilai IC 50 yang dianalisis menggunakan uji statistik uji T dengan tingkat kepercayaan 95, diperoleh hasil aktivitas antioksidan yang berbeda nyata p0,05. Nilai IC 50 yang lebih tinggi dipero- leh pada ekstrak hasil soxhletasi, yaitu 88,99 ppm, sedangkan perkolasi 76,63 ppm, ini memberikan hasil bahwa ekstrak soxhletasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dari ekstrak perkolasi. Metode ekstraksi diketahui mempengaruhi aktivitas antioksidan, dan pengaruh yang diberikan ber- beda untuk setiap tanaman, baik metode dengan atau tanpa bantuan pemanasan sangat tergantung pa- da kandungan senyawa kimia pada tiap tanaman. Pengaliran pelarut yang dilakukan pada metode per- kolasi soxhlet meningkatkan perolehan ekstrak dan senyawa aktivitas antioksidannya. Ekstraksi kulit manggis menggunakan etanol kulit manggis Garnicia mangostana Linn. dengan metode maserasi dan refluks yang Jessica Oeinitan Sie 2013 memberikan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada ekstrak hasil ekstraksi maserasi dibandingkan dengan refluks, hal ini dikarenakan kemungkinan senyawa antioksidan pada sampel ini mengalami kerusakan karena tidak tahan panas. Eka Pratiwi Mokoginta, et al. 2013 melakukan ekstraksi soxhletasi, maserasi dan perko- las, dengan pelarut metanol terhadap kulit biji pinang yaki, metode soxhletasi memiliki akti- vitas penangkal radikal bebas yang tinggi dibandingkan dengan metode maserasi serta perko- lasi dikarenakan pemanasan pada sampel ini dapat meningkatkan kemampuan untuk mengek- straksi senyawa-senyawa yang tidak larut dalam suhu kamar, sehingga aktivitas penarikan senyawa lebih maksimal. Menurut Agus Budiyanto Yulianingsih 2008 suhu yang tinggi selama ekstraksi akan memban- tu difusi pelarut kedalam jaringan tanaman dan dapat menigkatkan penarikan senyawa yang terdapat 20 40 60 80 100 50 100 150 200 IN H IB IS I KONSENTRASI PPM Ekstrak Soxhlet Ekstrak Perkolasi Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... 332 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 didalam sel. Tetapi pada suhu pengolahan yang tinggi dan terlalu lama akan menyebabkan degradasi atau rusaknya senyawa flavonoid. Suhu juga berpengaruh terhadap kestabilan warna ekstrak, semakin meningkatnya suhu pemanasan dapat menyebabkan hilangnya glikosil pada antosianin dengan hidro- lisis ikatan glikosidik. Aglikon yang dihasilkan kurang stabil dan menyebabkan hilangnya warna pada antosianin. Adanya pengaruh perlakuan panas juga dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut di dalam kondisi suhu kamar, sehingga ak- tivitas penarikan senyawa lebih maksimal atau memberikan peningkatan rendemen Harbone, 1987. Perlakuan panas juga dapat membebaskan dan mengaktifkan berat molekul rendah dari sub unit molekul polimer yang berat molekul tinggi sehingga efektif untuk meningkatkan aktivitas antioksidan Hatam, et . al ., 2013. Senyawa flavonoid dan fenolik sebagai senyawa-senyawa fenol, yaitu senyawa dengan gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik merupakan aktivitas antioksidan. Se- nyawa fenol ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen, sehingga radikal DPPH dapat tereduksi menjadi bentuk yang lebih stabil. Sedangkan senyawa saponin terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang disebut aglikon. Senyawa ini mempunyai efek antioksidan dengan membentuk hidroperoksida sebagai antioksidan se- kunder sehingga menghambat pembentukan lipid peroksida Kurniati, 2013. 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode ekstraksi pada penelitian ini disimpulkan bisa meningkatkan perolehan ekstrak rendemen dan aktivitas antioksidan ekstrak IC 50 . Ekstraksi daun jambu biji Psidium guajava L. diketahui memperoleh hasil perolehan ekstrak yang lebih tinggi pada ekstraksi perkolasi dibandingkan metode soxhlet. Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji hasil ekstraksi soxhlet dan perkolasi memiliki nilai yang berbeda nyata p0,05, dengan aktivitas antioksidan ekstrak soxhlet IC 50 =88,99 ppm yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak perkolasi IC 50 =76,63 ppm. Saran Daun jambu biji menghasilkan ekstrak yang memiliki kandungan aktivitas yang tinggi, sehingga po- tensial dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami. Aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh proses yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang berkualitas, mulai dari preparasi sampel juga metode ekstraksi. Penelitian lebih lanjut untuk proses ekstraksi ekstrak antioksidan tinggi daun jambu biji sebaiknya terus dikembangkan, dengan melakukan pendalaman lebih lanjut tentang pema- nasan dan pengaliran pelarut pada proses ekstraksi, dengan memperhatikan standarisasi ekstrak. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dirjen DIKTI Kemendiknas melalui Kopertis Wilayah II Palembang untuk bantuan dana penelitian. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada institusi penulis, STIFI Bhakti Pertiwi Palembang yang memfasilitasi pelaksanaan proses pengerjaan peneli- tian. REFERENSI [1] Ajizah, A., 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium [2] Guajava L, Bioscientiae, vol. 1, No.1, Hal. 31- 38 [3] Armala, M.M. 2009. Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir Cosmos caudatus H.B.K. dan Profil KLT. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. [4] Astuti, 2004, Antioksidan: Resep Awet Muda dan Umur Panjang online, http:www.kompas.comkompascetak0305IIfocus.htm diakses 19 Oktober 2011 Mauizatul H. Lasmaryna S.Perbandingan Ekstraksi Perkolasi dan Soxhletasi Terhadap ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 333 [5] Budiyanto, A. Yulianingsih. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jerus Siam Citrus nobilis L..Jurnal Pascapanen 5 2 37-44. [6] Chen, Z., Bertin, R., Froldi, G.. 2012. EC 50 estimation of antioxidant activity in DPPH assay using several statistical program. Dept. Farmakologi dan Anaestesikologi. Universitas Padova, Italy. Jurnal Online Elsevi- er, Food Shemistry. [7] Daud, M. F., 2011, Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Psidium guajava L. Berdaging Buah Putih, Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan. [8] Djamal, R. 2010. Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang: Universitas Baiturrahmah. [9] DEPKES RI, 1986, Sediaan Galenik, 16 – 17. [10] Harborne, J.B.. 1987. Metode fitokimia, penuntun cara modern menganalisa tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung : ITB. [11] Hatam, Sri Febriani, Edi Suryanto dan Jemmy Abidjulu. 2013. Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Nanas Ananas comosus L Merr, Skripsi. FMIPA Universitas Sam Ratulangi. Manado. [12] Indriani, S., 2006, Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji Psidium [13] guajavaL., Pert.Indon, Vol. 11 1, JII, 13 – 17 [14] Jessica Oeinitan Sie. 2013. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis Garcinia mangostana Linn. Hasil Pengadukan dan Reflux, Skripsi. Universtas Surabaya. Surabaya. [15] Madalena, L., Sunarni, T., Leviana, F. 2010. Aktivitas Antioksidan Herba Kate Mas Euporbia hetero- pylla L. terhadap radikal DPPH 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Jurnal Farmasi Indonesia vol 7. Surakarta: Un- iversitas setia Budi. [16] Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB. [17] Mokoginta, E., P., Runtuwene, M., R., J., dan Wehantou,. F. 2013. Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap Aktivitas Penangkal Radikal Bebas Ekstrak Metanol Kulit Biji Pinang Yaki Areca vestiaria Giseke. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.2 No.04 November 2013 ISSN 2302 – 2493. Hal. 109 – 113. [18] Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl DPPH for estimating anti- oxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol 262 : 211-219. [19] Kurniati, Ruth Indah. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol Daun Buas-buas Premna cordifolia Linn. dengan Metode DPPH 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil, Skripsi. Universitas Tanjungpura. Pontianak. [20] Oktiarni, Dwita and Syalfinaf, Manaf and Suripno, Suripno. 2012. Pengujian Ekstrak Daun Jambu Biji Psi- dium guajava L. terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit Mus musculus. GRADIEN, 8 1. pp. 752 – 755. 334 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Cur- cuma domestica Val terhadap Bakteri Shigella Sp Penyebab Penyakit Disentri Nilda Lely, Lia Saptarina, dan Ema Ratna Sari Sekolah Tiggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi; E-mail : nildalelygmail.com Abstrak: Telah dilakukan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val terhadap bakteri Shigella Sp penyebab penyakit disentri. Minyak atsiri diisolasi menggunakan metoda destilasi uap air, rendemen yang dihasilkan adalah sebesar 0.1. Pengujian aktivitas antibak- teri menggunakan metode difusi agar terhadap bakteri uji Shigella dysentriae ATCC 13313, Shigella flexnerii ATCC 12022, Shigella boydii ATCC 9027. Minyak atsiri dilarutkan dalam etanol destilat dengan variasi konsentrasi 10, 7.5, 5, 2.5, 1. Hasil pengamatan uji aktivitas antibakteri mi- nyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val didapat zona hambat pada bakteri Shigella dy- sentriae ATCC 13313 berturut - turut sebesar 13.5 mm, 10.6 mm, 9.4 mm, 8.0 mm dan 6.6 mm. Pada bakteri Shigella flexnerii ATCC 12022 berturut - turut sebesar 17.5 mm, 13.9 mm, 12.4 mm, 11.2 mm, dan 9.4 mm, dan pada bakteri Shigella boydii ATCC 9027 berturut - turut sebesar 21.3 mm, 20.2 mm, 16.5 mm, 13.1 mm dan 11.0 mm. Dari data tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val efektif terhadap bakteri Shigella dysentriae ATCC 13313 Shigella flexnerii ATCC 12022 dan Shigella boydii ATCC 9027. Kata kunci: Kunyit Curcuma domestica Val, Shigella dysentriae ATCC 13313, Shigella flexnerii ATCC 12022, Shigella boydii ATCC 9027 1 PENDAHULUAN isentri basiler adalah suatu penyakit infeksi yang ditandai dengan nyeri perut hebat, demam, dan diare cair secara mendadak, kemudian sehari atau beberapa hari berubah menjadi diare yang lebih sering, dengan feses lebih kental, mengandung lendir dan darah. Penyebab yang paling umum adalah infeksi basil dari kelompok Shigella Sp Winarsih, Mudjiwijono, Sari, 2010. Pengobatan penyakit infeksi sampai saat ini yang paling banyak digunakan adalah antibiotik. Tetapi timbulnya masalah resistensi dalam penggunaan antibiotik menyebabkan perlu dicari alternatif lain dalam penanganan penyakit infeksi ini Wattimena, 1991. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman tumbuhannya. Kunyit Cur- cuma domestica Val merupakan salah satu tanaman yang digunakan secara tradisional untuk pengobatan disentri. Kandungan utama rimpang kunyit adalah kurkuminoid dan minyak atsiri yang diduga dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, antikolesterol, antivirus, dan antitumor Winarsih et al , 2010 . Bagian tanaman kunyit yang digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang kunyit men- gandung minyak atsiri 1 – 3 dan kurkuminoid 2.5 – 6 . Minyak atsiri tersebut mengandung se- nyawa - senyawa kimia seskuiterpen alkohol, d - sabinen, d – alfa - phelnandren, sineol, borneol, alfa - atlanton, gamma - atlanton, turmeron dan zingiberen. Sedangkan kurkuminoid mengandung senya- wa kurkumin dan turunanya yang berwarna kuning yang meliputi desmetoksikurkumin dan bisdesme- toksikurkumin Winarto, 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Winarsih et al , 2010 membuktikan bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit Curcuma domestia Val dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Shigella dysentriae. Dan hasil penelitian Maghfiroh, 2010 minyak atsiri kunyit memiliki efek antimikroba, terbukti ber- sifat membunuh bakteri Escherichia coli dan Basilus subtilis . Berdasarkan data penelitian di atas telah D Nilda Lely dkk.Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 335 dilakukan penelitian efektifitas minyak atsiri dari rimpang kunyit Curcuma domestica Val terhadap pertumbuhan bakteri Shigella Sp penyebab disentri. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val mempunyai aktivitas antibak- teri terhadap pertumbuhan bakteri Shigella Sp penyebab penyakit disentri ” ? Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val terhadap pertumbuhan bakteri Shigella Sp penyebab penyakit disentri. 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kunyit merupakan tanaman yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia terutama sebagai bumbu dapur dan pengobatan tradisional. Nama daerah dari kunyit Curcuma do- mestica bermacam-macam seperti kunyet Aceh, bunik Toba, kunyir Lampung, koneng Sunda, kunir Jawa, konyet Madura, kunyi Sasak, kunidi, kolawak, kuni Minahasa Santoso, 2008. Klasifikasi Tanaman Kunyit Klasifikasi tanaman kunyit Curcuma domestica Val Winarto, 2008. Kingdom : Plantae Devisi : Spermatophytha Ordo : Zingiberales Family : Zingibiraceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma domestica Val Deskripsi Tanaman Kunyit Tanaman dengan batang berwarna semu hijau atau agak keunguan, rimpang terbentuk dengan sem- purna becabang - cabang berwarna jingga. Tanaman berdaun 3 sampai 8 helai panjang tangkai daun beserta pelepah daun sampai 70 cm. Helai daun berbentuk lanset lebar, ujung daun lancip berekor, keseluruhan berwarna hijau atau hanya bagian atas atau dekat tulang utama berwarna keunguan, pan- jang 28 cm sampai 8 m, lebar 10 cm sampai 25 cm perbungaan teminal, bersisik, panjang gagang 6 cm sampai 40 cm Depkes, 1997. Kandungan Kimia Rimpang Kunyit Kandungan kimia rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan kurkuminoid, yang diduga berfungsi seba- gai antioksidan, antimikroba, antikolesterol, dan antitumor. Kandungan minyak atsiri 3-5 terdiri dari seskuiterpen alkohol 5.8, d-sabinen 0.56, d- alfa- palandren 1, sineol 1, borneol 0.5, alfa-atlanton dan gama-atlanton, turmeron 58 dan zingiberen 25. Kandungan kurku- minoid 2.5- 6 terdiri dari kurkumin dan turunanya yang berwarna kuning yang meliputi desmetok- sikurkumin dan bisdesmetoksikur-kumin Winarto, 2008. Penggunaan Tradisional Kunyit Curcuma domestica Val telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, pemberi warna ma- sakan dan minuman, serta digunakan sebagai stimulansia. Rimpang kunyit juga banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, antira- dang, sesak nafas, antidiare, dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar, rimpang ku- nyit banyak digunakan sebagai lulur kecantikan dan kosmetika. Kandungan utama rimpang kunyit adalah Curcuminoid dan minyak atsiri yang diduga dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, antikolesterol, dan antitumor Winarsih et al , 2010 Nilda Lely dkk.Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit ... 336 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah minyak mudah menguap dan biasanya diperoleh dengan cara penyulingan uap. Minyak atsiri ini umumnya ditemukan pada organ dan jaringan tanaman tingkat tinggi yang mempu- nyai sel kelenjar. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar, jika dibiarkan lama di uda- ra dan terkena cahaya matahari maka minyak atsiri tersebut akan mengabsorpsi oksigen sehingga menghasilkan warna yang lebih gelap, bau minyak berubah, dan minyak menjadi lebih kental Djamal, 2009. Bakteri Shigella Sp: Shigella Sp adalah bakteri patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab penyakit dis- entri basiler. Merupakan bakteri gram negative, sifat pertumbuhan fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerob. Habitat alamiah terbatas pada saluran pencernaan manusia di mana semua spesies menimbulkan disentri basiler. Shigella berbentuk batang ramping, tidak berkapsul, tidak ber- gerak, tidak membentuk spora. Terdapat empat spesies Shigella yaitu Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei Sujudi, 2002. Klasifikasi bakteri Shigella Sp menurut Nathania, 2008. Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Shigella Species : Shigella dysentriae, Shigella sonnei, Shigella flexneri, Shigella boydii. 3 METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cawan petri, pipet mikro, tabung reaksi, pipet tetes, erlenmeyer, timbangan, kasa steril, autoclaf, pinset, jarum ose, lampu spiritus, gelas ukur, inku- bator, beaker glass, vial, cakram steril, dan seperangkat alat destilasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit, aquadest, nutrien agar NA Oxoit, kertas cakram Oxoit, NaCl 0.9 , aquadest, natrium sulfat anhidrat, tetrasiklin HCl, bakteri Shigella flexneri ATCC 12022, Shigella dysentriae ATCC 13313 , Shigella boydii ATCC 9027. Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit Curcuma domestica Val yang diambil di Desa Ujung Tanjung Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Isolasi minyak atsiri dari rimpang kunyit dilakukan secara didestilasi uap sebanyak 10 kg. Pemeriksaan Organoleptis Pemeriksaan minyak atsiri yang didapat dari proses isolasi, meliputi : Pemeriksaan warna, pemerik- saan bau, rasa dan bobot jenis Konsentrasi Larutan Uji Konsentrasi minyak atsiri rimpang kunyit yang diujikan adalah 10 , 7.5 , 5 , 2.5 , 1 vv. Sterilisasi Alat dan Bahan Nilda Lely dkk.Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 337 Alat - alat di bersihkan dan disterilisasi menurut cara yang sesuai. Pembuatan Medium Pembenihan Nutrient Agar Sebanyak 28 gram serbuk nutrient agar dilarutkan dalam 1 L air suling dan dipanaskan sampai men- didih sambil sesekali diaduk hingga homogen, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 ºC den- gan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Peremajaan Bakteri Uji Bakteri yang telah dimurnikan diinokulasi dengan jarum ose ke media agar miring, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ˚C selama 24-48 jam hingga diperoleh pertumbuhan yang normal Brooks et al , 2013. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Bakteri uji disuspensikan ke dalam NaCI 0.9 dan diukur kekeruhannya dengan alat spektrofotometer UV - Vis pada λ 580 nm dengan transmitan 25 Depkes, 1995. Uji Aktifitas Antibakteri Bakteri uji ditempatkan pada 3 cawan petri untuk tiap larutan uji dan pengujian dilakukan sebanyak tiga kali triplo. Cakram kertas steril dicelupkan ke dalam masing - masing konsentrasi zat uji yang telah disiapkan kemudian diletakkan pada permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan bak- teri. Diinkubasi pada suhu 35º C selama 48 jam, kemudian diukur diameter zona bening clear zone yang terbentuk. Analisis Data Data hambatan yang diperoleh kemudian dirata - ratakan, dibuat tabulasi untuk setiap bakteri uji yang digunakan pada berbagai konsentrasi zat uji, kemudian dianalisis. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pemeriksaan organoleptis minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val berwarna kuning jernih, rasa sepat dan berbau khas rimpang kunyit dengan bobot jenis 0.922 gml. Hasil pen- gamatan uji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val terha- dap ketiga bakteri uji dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rata - Rata Diameter Hambat Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Terhadap Bakteri Shigella dysentriae ATCC 13313, Shigella flexnerii ATCC 12022 dan Shigella boydii ATCC 9027 Bakteri Uji Konsentrasi Zat Uji Rata-rata diameter hambat mm Shigella dysentriae ATCC 13313 K + 23.0 ± 0.17 K - 10 13.5 ± 0.35 7.5 10.6 ± 0.2 5 9.4 ± 0.15 2.5 8.0 ± 0.21 1 6.6 ± 0.15 Shigella flexnerii ATCC 12022 K + 22.9 ± 0.15 K - 10 17.5 ± 0.26 7.5 13.9 ± 0.15 5 12.4 ± 0.1 2.5 11.2 ± 0.3 1 9.4 ± 0.26 Shigella boydii ATCC 9027 K + 27.0 ± 0.17 K - 10 21.3 ± 0.15 7.5 20.2 ± 0.1 Nilda Lely dkk.Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit ... 338 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 5 16.5 ± 0.15 2.5 13.1 ± 0.2 1 11.0 ± 0.37 Keterangan: K + Kontrol Positif: Tetrasiklin HCl 0,1 ; K - Kontrol Negatif: Etanol destilasi Pembahasan Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ke tiga bakteri uji dengan konsentrasi 10 , 7.5 ,5 , 2.5 dan 1 menunjukkan diameter zona hambat yang besar. Hasil pengamatan didapat zona hambat pada bakteri Shigella dysentriae ATCC 13313 berturut - turut sebesar 13.5 mm, 10.6 mm, 9.4 mm, 8.0 mm dan 6.6 mm. Pada bakteri Shigella flexnerii ATCC 12022 berturut - turut sebesar 17.5mm, 13.9 mm, 12.4 mm, 11.2 mm, dan 9.4 mm. Dan pada bakteri Shigella boydii ATCC 9027 berturut - turut sebesar 21.3 mm, 20.2 mm, 16.5 mm, 13.1 mm dan 11.0 mm. Data ini memperlihatkan tingginya aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang kunyit Curcu- ma domestica Val terhadap ketiga bakteri uji dengan konsentrasi 1 yang masih mampu memberi- kan daya hambat terhadap ketiga bakteri uji dan menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val efektif dalam menghambat pertumbuhan ketiga bakteri uji yaitu Shigella dysentriae ATCC 13313, Shigella flexnerii ATCC 12022, Shigella boydii ATCC 9027. Dari ketiga spesies Shigella tersebut, yang menunjukkan aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang kunyit Cur- cuma domestica Val yang tertinggi terlihat pada Shigella boydii ATCC 9027. Diduga hal ini terjadi, karena Shigella boydii merupakan spesies Shigella yang tidak mempunyai kemampuan untuk meng- hasilkan lipolisakarida yang toksin dan mengeluarkan eksotoksin yang toksin. Berbeda dengan kedua spesies Shigella lainnya yaitu Shigella dysentriae , dan Shigella flexnerii yang mempunyai kemam- puan menghasilkan lipolisakarida yang toksin dan mengeluarkan eksotoksin yang dapat melindungi selnya dari pengaruh zat – zat yang dapat menghambat pertumbuhan Nathania, 2008. Aktivitas antibakteri tersebut diduga berasal dari senyawa - senyawa golongan terpenoid yang memiliki aktivitas antibakteri. Menurut Marwati, 1996 minyak atsiri kunyit mengandung senyawa – senyawa turunan terpenoid yaitu golongan monoterpen dan sesquiterpen. Minyak atsiri dan komponen terpenoid yang terkandung didalamnya dapat merusak membran biologis sel atau asosiasi protein en- zim sehingga mikroba akan lisis atau terhambat pertumbuhannya. Aktivitas antibakteri juga diduga berasal dari senyawa kurkuminoid dan turunnya yaitu desmetoksikurkuminoid dan bidesmetoksikur- kuminoid yang berperan dalam pemberi warna kuning pada minyak atsiri kunyit. Kurkuminoid meru- pakan senyawa turunan fenolik, yang akan mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang me- nyebabkan kebocoran nutrient dari dalam sel sehingga sel akan mati Marwati, 1996. 5 SIMPULAN Minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakte- ri Shigella dysentriae ATCC 13313 , Shigella flexnerii ATCC 12022 dan Shigella boydii ATCC 9027. Dari ketiga spesies Shigella tersebut aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang kunyit Curcuma domestica Val tertinggi terdapat pada bakteri Shigella boydii ATCC 9027. REFERENSI [1] Brooks, Geo F., et al. 2013. Jawetz, Melnick, Adelberg’s Medical Microbiology. Jakata. EGC. Hal 197, 288, 239. [2] Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. [3] Depkes. 1997. Matria Medika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal 49. [4] Djamal, Rusdi. 2010. kimia bahan alam: Prinsip - Prinsip Dasar Isolasi Dan Identifikasi. Padang : Univer- suitas Baiturahman. Hal 193, 199, 200, 221. [5] Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia. [6] Fauzi, M. 2013. “Uji Aktivitas Antimikroba dan Karakterisasi Minyak Atsiri Dari Daun Dan Batang Ni- lam ”. Skripsi. Palembang : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi. [7] Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid I, diterjemahkan oleh S. Ketaren. Jakarta : Universitas Indonesia. Nilda Lely dkk.Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Kunyit ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 339 [8] Hadioetomo, R. S. 1995. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Laboratorium Mikrobioogi; Institut Pertanian Bogor. Hal 2, 11, 12, 26 – 29, 41. [9] Harmita Radji, Maksum. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati. Jakarta : EGC. Jakarta..Hal 43. [10] Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. Hal 1 – 9. [11] Kusumaningtyas, E., Astuti, E., Darmono. 2008. Sensitifitas Metode Bioautigrafi Kontak dan Agar Over- lay Dalam Penentuan Senyawa Antikapang. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia , 6, 75 - 76. [12] Maghfiroh, Khozinatul. 2010. Analisis Kandungan dan Uji Aktimikroba Minyak Atsiri Rimpang Jahe Zin- giber officinale dan Kunyit Curcuma domestica Yang Diekstraksi Dengan Metode Ekstraksi Pela rut dan Destilasi Uap. Skripsi.Jember : Universitas Jember. [13] Marwati, Tri., Winarti, Ch.,Sumangat, Djajeng. 1996. Aktivitas Zat Antibakteri Pada Rimpang Kunyit. Prosiding Samposium Nasional . Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal 37 - 43. [14] Nathania, Devi. 2008. Shigella dysentriae, Diakses 5 februari 2014 dari http: mikroba.files.wordpress.com. [15] Purba, Lidya Ramayana. 2013. Perbandingan Komponen Rimpang Cabang dan Rimpang Induk Kunyit Segar dan Kering . Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. [16] Sastrohamidjojo, H., 2004, Kimia Minyak Atsiri. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogya- karta [17] Sujudi, 2002. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Universitas Indonesia. [18] Winarsih, Sri.,H.E, Mudjiwijono., Sari, D. T. 2010. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit Curcuma domestica Terhadap Pertumbuhan Shigela Dysenteriae Isoalat 2312-F secara Invitro. Jurnal Pe- nelitian , 1 -11. Malang : Universitas Brawijaya Malang. [19] Winarsih, Sri., Sarwono, Imam., B, Pandu, Santiko. 2010. Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah Zingiber officinale Varian Rubrum Terhadap Shigela Dysenteriae Isoalat 2312-F secara Invitro. Jurnal Penelitian , 1 -11. Malang : Universitas Brawijaya Malang. [20] Winarto. 2008. Khasiat Dan Manfaat Kunyit. Yogyakarta: Agro Media Pustaka. Hal 2, 11, 12. 340 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan Physalis angulata Linn terhadap Tikus Putih Jantan Noprizon dan Puput Ayu Wulandari Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi; E-mail: nopri_zonyahoo.com Abstrak: Daun ciplukan Physalis angulata Linn merupakan salah satu tanaman yang secara tradi- sional digunakan sebagai antinflamasi. Kandungan didalam daun ciplukan ialah flavonoid yang didu- ga memiliki efek antiinflamasi. Ekstrak daun ciplukan dengan dosis 175 mg kgBB, 350 mg kgBB, dan 700 mg kgBB sebagai bahan uji yang diberikan ke tikus putih jantan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur volume edema pada tikus putih jantan, lalu dilakukan pengukuran yang sama setiap diukur per tiap 30 menit sampai dengan 360 menit 6 jam, setelah penyuntikan karagen pada telapak kaki kiri tikus dengan menggunakan alat plesthismometer. Dari data tersebut didapat volume edema lalu dihitung persen radang serta dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun ciplukan dari semua dosis memiliki efek antiinflamasi tetapi dosis yang paling efektif adalah dosis III 700 mg kgBB karena menunjukan volume edema yang terkecil. Kata kunci: Daun ciplukan, Physalis angulata Linn, tikus putih jantan 1 PENDAHULUAN nflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan atau infeksi terhadap luka jaringan yang disebab- kan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologi. Antiinflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur perbaikan derajat jaringan. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan, ketika proses inflamasi berlang- sung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih dan mediator ki- mia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi Kee dan hayes, 1996. Gejala yang timbul akibat peradangan atau inflamasi ialah menimbulkan rasa nyeri dan pembengkakan. Contoh dari radang atau inflamasi adalah bisul, amandel yang bengkak, encok pada sendi, dan lainnya Irianto, 2004. Untuk mengatasinya digunakan obat – obatan golongan Anti Inflamasi Non –Steroid OAINS dan steroid. OAINS berkhasiat untuk analge- tik, antipiretik serta antiradang dan banyak digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit rematik, sedangkan penggunaan steroid hanya digunakan bila penyakit menjadi parah Tjay dan Rahardja, 2007. Obat antiinflamasi non-steroid AINS efektif mengontrol rasa sakit akibat inflamasi, efek te- rapi obat antiinflamasi non-steroid berhubungan dengan mekanisme kerjanya yaitu pada enzim cyc- looxygenase yang dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin, namun sediaan ini selalu memberikan efek samping yang kadangkala dapat berakibat fatal, termasuk efeknya pada ginjal, saluran cerna seperti tukak lambung atau tukak peptik, kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna dan dapat juga menimbulkan terjadinya gangguan fungsi trombosit. Sedangkan penggu- naan antiinflamasi steroid berefek sindroma cushing, muka bulan moon face , kaki dan tangan bagian atas gemuk Mansjoer, 2004. Untuk menghindari efek samping dari obat-obat antiinflamasi baik AINS maupun steroid tersebut, maka kita perlu alternatif lain dengan melakukan penelitian obat dari alam yang mempunyai efek samping yang lebih aman. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan masyarakat dalam pengobatan adalah tanaman ciplukan Physalis angulata Linn . Pada umumnya masyarakat memakai daunnya sebagai pengobatan tradisional yaitu untuk mengobati influenza, kecing manis, pembengkakan prostat, bisul, asam urat, dan borok Dalimartha, 2003. Kebanyakan masyarakat menggunakan rebusan tanaman ciplukan se- banyak 9-15 g per hari Hariana, 2004. I Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 341 Berdasarkan hal di atas, untuk mengetahui sejauh mana khasiat daun ciplukan sebagai antiinflamasi, maka akan dicoba melakukan penelitian uji efek antiinflamasi ekstrak daun ciplukan Physalis angulata Linn terhadap tikus putih jantan. Parameter yang diamati adalah ada tidaknya ak- tifitas antiinflamasi dari ekstrak daun ciplukan dalam menghambat pembentukkan edema yang ditim- bulkan pada waktu pengamatan selama 30 menit sampai 360 menit setelah penyuntikan karagen pada telapak kaki kiri tikus. 2 METODOLOGI PENELITIAN Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan didaerah Talang Ratu Km.5, Kelurahan Srijaya, Kecamatan Alang- Alang Lebar, Provinsi Sumatera Selatan. Determinasi Sampel Determinasi sampel dilakukan di Herbarium Universitas Andalas UNAND Padang, Sumatera Barat. Alat yang dipakai Kandang hewan, botol maserasi, timbangan hewan, labu 500 ml, timbangan analiti, seperangkat alat destilasi, kaca arloji, rotary evaporator , alat plethismometer dan air raksa, jarum oral, gelas ukur, spuit injeksi, pengaduk kaca, lumpang dan stamper, labu takar, corong gelas. Bahan yang di pakai Daun ciplukan yang telah dikering anginkan, NaCl 0,9, karagen 1, natrium diklofenak, tween 80 2, etanol 96, aquadest. Hewan percobaan yang dipakai Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dengan bobot kurang lebih 200 gram dalam kondisi sehat, umur 2 – 3 bulan sebanyak 30 ekor. Prosedur Penelitian Pembuatan Ekstrak Daun Ciplukan Daun ciplukan Physalis angulata Linn yang diambil dan dibersihkan terlebih dahulu, lalu ditimbang sebanyak 500 g dan di rajang. Masukkan daun ciplukan kedalam botol berwarna gelap dan disari se- cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96. Pelarut dimasukkan sampai permukaan sampel te- rendam seluruhnya. Kemudian disimpan ditempat gelap sesekali diaduk kemudian disaring. Penyarian dilakukan sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 hari. Maserat yang diperoleh dari penyaringan dikumpulkan. Ekstrak cair yang diperoleh dilanjutkan dengan destilasi vakum untuk menguapkan pelarutnya, dilanjutkan dengan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak yang kental. Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi hewan percobaan selama 7 hari, diberikan makanan dan minuman secukupnya. Berat badan hewan ditimbang dan diamati tingkah lakunya. Selama aklimatisasi berat badan naik atau turun tidak lebih dari 10 serta menunjukkan tingkah laku yang normal. Kemudin hewan percobaan dipuasakan selama lebih kurang 14 jam Depkes RI, 1979. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan sehat, galur Wistar, umur 2 – 3 bulan, bobot 160 – 200 gram sebanyak 30 ekor. Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok hewan percobaan yang dibagi secara acak. Jumlah hewan pada masing-masing kelompok adalah 6 ekor. Rancangan Penelitian Dosis ekstrak daun ciplukan yang digunakan berdasarkan penelitian sebelumnya sebagai efek analge- sik terhadap mencit yaitu 250 mg kgBB, 500 mg kgBB, dan 1000 mg kgBB Agnar, Vr. 2012. Se- telah dikonversi ke tikus, dosis yang digunakan, 175 mg kgBB, 350 mg kgBB, dan 700 mg kgBB. a. Kelompok 1.Merupakan kontrol negatif yang diberikan tween 80 2 200 grBB. Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... 342 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 b. Kelompok II. Merupakan Kontrol positif yang diberikan natrium diklofenak 0,9mg200 grBB. c. Kelompok III. Merupakan kelompok yang diberikan ekstrak daun ciplukan. Dosis 1 = 175 mgkgBB. d. Kelompok IV. Merupakan kelompok yang diberikan ekstrak daun ciplukan. Dosis II = 350 mgkgBB. e. Kelompok V. Merupakan kelompok yang diberikan ekstrak daun ciplukan. Dosis III = 700 mgkgBB. Pembuatan Larutan Uji Pembuatan Larutan Kontrol Tween80 2 tambahkan aquadest hingga volumenya 25ml. Pembuatan Suspensi Karagen 1 � � Timbang sebanyak 100 mg karagen, lalu homogenkan dengan larutan NaCl fisiologis NaCl 0,9, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 10 ml cukupkan dengan NaCl Fisiologis sampai 10 ml. Panaskan dan aduk Sampai mengembang lalu biarkan selama 1 malam, untuk setiap tikus diinjeksikan 0,1ml karagen 1 secara suplantar pada telapak kaki tikus Vogel, 2002. Pembuatan Sediaan Ekstrak Daun Ciplukan 1. Ekstrak daun ciplukan = 175 mg kgBB. Ekstrak daun ciplukan ditimbang 0,875g, masukkan ke dalam lumpang tambahkan tween 80 2 dan gerus homogen, masukkan kedalam labu ukur, cukupkan dengan aquadest sampai 25 ml. Untuk tikus dengan bobot 200 gram diberikan 1 ml dari sediaan peroral. 2. Ekstrak daun ciplukan = 350 mg kgBB. Ekstrak daun ciplukan ditimbang sebanyak 1,75 g, masukkan kedalam lumpang tambahkan tween 80 2 dan gerus homogen, masukkan kedalam labu ukur, cukupkan dengan aquadest sampai 25 ml. Untuk tikus dengan bobot 200 gram diberikan 1 ml dari sediaan peroral. 3. Ekstrak daun ciplukan = 700 mg kgBB. Ekstrak daun ciplukan ditimbang sebanyak 3,5 g, masukkan kedalam lumpang tambahkan tween 80 2 dan gerus homogen, masukkan kedalam labu ukur, cukupkan dengan aquadest sampai 25 ml. Untuk tikus dengan bobot 200 gram diberikan 1 ml dari sediaan peroral. Pembuatan Larutan Natrium Diklofenak Konversi dosis natrium diklofenak ke tikus = 50 mg x 0,018 = 0,9 mg 200 grBB. Tablet voltaren digerus di tambahkan tween 80 2, lalu cukupkan dengan aquadest sampai 55,5 ml. Untuk tikus den- gan bobot 200 gram diberikan 1 ml dari sediaan peroral. Uji Efek Antiinflamasi 1. Tikus sebanyak 30 ekor diaklimatisasi selama 7 hari, setelah siap untuk dilakukan percobaan, tikus ditimbang berat badannya dan dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus putih jantan. 2. Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan selama 14 jam tetapi tetap diberikan air minum. 3. Berikan tanda dengan spidol atau asam fikrat pada sendi kaki belakang kiri untuk setiap tikus, agar pemasukkan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu sama. 4. Diukur volume normal telapak kaki kiri tikus sebatas tanda spidol dengan alat plethismometer dan dinyatakan sebagai Vo. 5. Berikan secara peroral pada tikus masing-masing 1 ml untuk tikus yang berukuran 200 gr BB. Ke- lompok 1 merupakan kelompok kontrol yang diberikan tween 2. Kelompok II merupakan ke- lompok pembanding yang diberikan natrium diklofenak dengan dosis yang 0,9 mg 200 grBB. Ke- lompok III, IV, V merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak daun ciplukan yang telah ditetapkan. Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 343 6. Setelah 60 menit pemberian, kelompok kontrol, pembanding dan ekstrak, hewan percobaan disun- tikkan dengan karagen 1 pada dosis 0,1 ml secara sublantar pada tiap telapak kaki kiri tikus. 7. Setelah 30 menit kemudian volume kaki yang disuntik karagen diukur pada alat plethismometer air raksa dan catat volumenya Vt. lakukan pengukuran yang sama setiap diukur per tiap 30 menit sampai dengan 360 menit 6 jam. Catat pertambahan volume kaki untuk setiap pengukuran dan hitung volume edema. Rumus: Volume Edema = Vtn-Vo Keterangan: Vt adalah volume kaki waktu pengukuran setiap 30 menit, dan Vo adalah volume normal kaki tikus. Pengolahan dan Analisis Data Metode Langford dkk 1972 yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek antiinflamasi, yang dihitung dalam persen radang Syarifuddin, 2008. RUMUS Persentase Radang = ��−�� �� � 100 Keterangan: Vt = Volume kaki tikus setiap 30 menit; Vo = Volume kaki normal tikus. Dari hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan menggunakan metode Analisis Of Varian ANOVA satu arah dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test DMRT Ridwan, 2003 ; Siregar, 1989. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Setelah dilakukan penelitian efek antiinflamasi ekstrak daun ciplukan pada tikus putih jantan diperoleh hasil sebagai berikut: Dari 500 gram sampel segar daun ciplukan yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol, diperoleh ekstrak kental seberat 34,27 gram yang berwarna hijau kehitaman dan berbau khas, rendemen diperoleh sebesar 6,85 . Berdasarkan volume edema rata-rata tikus putih jantan pada waktu pengamatan terhadap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sehingga didapat pada table 1. Tabel 1. Total Volume Edema Rata-Rata Tikus Putih Jantan Yang Diberikan Suspensi Ekstrak Daun Ciplukan Physalis angulata Linn. No Kelompok Perlakuan Volume udema Rata-rata pada Tikus Putih Jantan Selama Pengamatan dari menit ke-30 sampai Ke-360 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 1 KN 0 0.34 0.37 0.40 0.44 0.47 0.49 0.52 0.47 0.45 0.41 0,36 0.33 2 KP 0 0,03 0,07 0,10 0.11 0.13 0.15 0.17 0.14 0.11 0.09 0.05 0.04 3 EXTRAK 1 0 0.17 0.19 0.21 0.24 0.25 0.27 0.31 0.24 0.21 0.18 0.16 0.14 4 EXTRAK 2 0 0.11 0.14 0.15 0.17 0.19 0.22 0.24 0.21 0.19 0.14 0.12 0.10 5 EXTRAK 3 0 0.06 0.08 0.11 0.14 0.16 0.18 0.20 0.16 0.14 0.11 0.08 0.05 Ket.: KN = Kontrol Negatif Tween 2; KP = Kontrol Positif Natrium diklofenak; EKSTRAK I = Suspensi Ekstrak 175 mg kgBB; EKSTRAK II = Suspensi Ekstrak 350 mg kgBB; EKSTRAK III = Suspensi Ekstrak 700 mg kgBB. Rerata persen radang masing-masing kelompok perlakuan. Hasil Penelitian efek antiinflamasi ekstrak ciplukan Physalis angulata Linn terhadap edema pada telapak kaki tikus putih galur wistar yang diinduksi karagenin dapat dilihat pada tabel 2. Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... 344 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Tabel 2. Rerata Persen Radang WAKTU MENIT KN KP EKSTRAK I EKSTRAK II EKSTRAK III 30 32,3 ± 2,3 9,0 ± 3,0 21,6± 1,7 1,61 ± 2,1 9,5± 2,8 60 35,0 ± 2,4 12,3 ± 2,7 25,0± 1,2 19,6± 1.8 10,3 ± 4,9 90 38,5 ± 3.6 16,5 ± 3,3 27,5 ± 1,5 22,0 ± 1,2 16,5± 3,2 120 41,8± 4,4 19,3 ± 3,1 30,6± 2,2 24,8 ± 1,1 21,5 ± 3,3 150 45,1 ± 3,1 22,0 ± 2,5 33,0± 2,7 27,6 ± 2,6 23,3 ± 1,6 180 47,3 ± 5,0 24,8 ± 1,8 35,5 ±2,3 30,8± 2,1 26,5 ± 1,6 210 50,5 ± 4,2 29,0 ± 2,3 39,6± 1,0 34,8± 1,1 28,6± 0,8 240 44,5 ± 3,3 24,0± 2,2 31,6±3,6 30,5± 2,1 24,1 ± 1,8 270 43,3 ± 3,1 19,5 ± 2,9 27,1 ± 5,2 26,6 ± 2,6 20,1± 1,3 300 39,0 ± 4,4 15,5± 2,2 23,1 ± 2,9 20,3 ± 4,0 15,6± 2,9 330 35,0± 2,7 9,0 ± 2,1 20,8± 2,9 16,5±2,9 11,3 ±1,8 360 31,3 ± 2,4 6,1± 2,8 18,0 ± 2,1 13,6± 2,0 8,0± 2,3 Dari gambar grafik 1 dapat dilihat perbandingan persen radang tikus percobaan pada tiap kelompok yang berbeda. Kelompok kontrol positif memilki persen radang yang lebih kecil dari pada kelompok dosis 1 175 mg kgBB, dosis 2 350 mg kgBB., dan dosis 3 700 mg kgBB. Kelompok kontrol positif, kelompok dosis 1 175 mg kgBB, dosis 2 350 mg kgBB, dan dosis 3 700 mg kgBB persen radang lebih kecil dari pada kelompok kontrol negatif. Gambar 1. Grafik hubungan antara lama perlakuan dengan persentase radang Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengeta hui sejauh mana aktivitas antiinflamasi ekstrak daun ciplukan terhadap inflamasi yang diinduksi dengan karagenin pada kaki kiri tikus putih jantan. Pada pengujian ini digunakan daun ciplukan Physalis angulata Linn didapatkan dikota palembang, dibuat herbarium dan diidentifikasi di Universitas Andalas UNAND, Sumatera Barat. Kelompok perlakuan pada penelitian ini terdiri dari 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor hewan percobaan. Pada penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif atau larutan pembanding ialah natrium diklofenak dosis 0,9 mg 200 grBB. Dosis Larutan pembanding ini dipe- roleh dengan cara mengkonversikan dosis yang digunakan pada manusia untuk hewan percobaan dan sebagai kontrol negatif digunakan tween 80 2 serta 3 variasi dosis yang digunakan adalah 175 mg kgBB, 350 mg kgBB dan 700 mg kgBB, dalam setiap peningkatan dosis tersebut diukur pada dosis berapa ekstrak daun ciplukan Physalis angulata Linn dapat memberikan efek inflamasi pada tikus putih jantan. Pada penelitian didapatkan bahwa ekstrak daun ciplukan dengan dosis 700 mg kgBB memperlihatkan efek inflamasi yang optimal pada tikus putih jantan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok kontrol negatif setelah diinduksi dengan karage- nin 1. Selang waktu 30 menit mulai terlihat adanya pembentukan edema disertai timbul sedikit efek kemerahan pada kulit telapak kaki kiri tikus. Dengan meningkatnya waktu persen radang yang ditimbulkan pada telapak kaki tikus pun terus meningkat dengan ditandai pembentukan edema sema- kin meningkat dengan efek yang sama yaitu terjadi peningkatan efek kemerahan serta tidak terlihat 10 20 30 40 50 60 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 P E R SE N R A D A N G WAKTU PENGAMATAN MENIT kontrol negatif kontrol positif ekstrak I ekstrak II ekstrak III Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 345 adanya efek antiinflamasi. Terjadinya udema ini diperkirakan karena karagen dapat merusak jaringan sekitarnya yang menyebabkan terlepasnya mediator-mediator inflamasi yaitu histamin, prostaglandin dan mediator lainya sehingga terjadinya dilatasi pembuluh darah yang bisa menga-kibatkan keluarnya cairan dari pembuluh darah tersebut. penurunan efek edema terus terjadi sedikit demi sedikit hingga menit ke 360, akan tetapi volume edema yang terjadi masih tergolong besar yaitu 0,33 skala. Kelompok kontrol positif yang diinduksi dengan karagenin 1 . Setelah 30 menit mulai terlihat disertai sedikit efek keme-rahan, selang waktu 60 menit terlihat adanya peningkatan edema yang juga disertai dengan efek kemerahan tersebut, dengan meningkatnya waktu persen radang yang ditimbulkan pada telapak kaki tikus pun terus meningkat dengan ditandai pembentukan edema walaupun agak samar-samar, selang waktu 180 menit pembentukan edema terlihat maksimal dengan efek kemerahan yang juga semakin mening-kat. Efek ini terbentuk disebabkan karena dilatasi dan pe- ningkatan per-meabilitas kapiler oleh mediator-mediator inflamasi yaitu histamin, serotonin, bradiki- nin, sistem pembekuan darah disekitar jaringan yang terkena radang. Terjadinya edema ini disebabkan karena adanya karagenin yang diinduksikan pada telapak kaki tersebut sehingga mempengaruhi me- diator-mediator inflamasi terlepas dari media rilisnya. Setelah menit 210, mulai terlihat adanya penu- runan volume edema. Disini diklofenak berfungsi sebagai penekan metabolisme asam arakidonat teru- tama pada jalur siklooksigenase sehingga keluarnya mediator-mediator inflamasi dapat dihambat dan fungsi dari jaringan tersebut dapat diper-baiki, pada menit ke 360 terlihat volume edema yang sudah mengecil tetapi masih terlihat sedikit efek kemerahan. Pada kelompok dosis ekstrak radang yang muncul sama dengan kelompok kontrol positif ialah pada dosis ke 3, yaitu 700 mg200 grBB. Pada selang 30 menit mulai terlihat volume edema dan efek kemerahan, edema yang terbentuk masih menunjukan volume karagenin yang diinduksikan. Selang waktu 60 menit juga terjadi peningkatan edema dan tanda kemerahan tersebut. Kemudian pada waktu selang 210 menit, edema terbentuk maksimal yaitu rata-rata 0,20 skala. Edema. Setelah selang waktu 240 menit terlihat volume edema dan penurunan efek kemerahan tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya pening-katan efek antiinflamasi dari sampel yang diberikan, terlihat terjadi pengurangan efek inflamasi yang sama dengan larutan pem-banding natrium diklofenak bila dilihat dari penurunan edema. Efek antiinflamasi terlihat setelah selang waktu 360 menit, diketahui persentase volume ede- ma yang terjadi yaitu 5 . Berdasarkan kecilnya persentase radang ini, berarti senyawa ini dapat menghambat gejala dan mediator-mediator inflamasi sehing-ga kerusakan-kerusakan jaringan dapat diperbaiki. Untuk menentukan daya antiinflamasi pada penelitian ini, terlebih dahulu dihitung persen radang yang terbentuk pada tiap kelompok. Hasil perhitungan persen radang pada kelompok kontrol negatif, kontrol positif, ekstrak 175 mg kgBB, ekstrak 350 mg kgBB dan ekstrak 700 mg kgBB dapat dilihat pada tabel 4 yang ternyata ada perbedaan yang bermakna antar kelompok. Bedasarkan uji statistik ANOVA Oneway menggunakan bantuan program SPSS dengan taraf ke- percayaan 95. Pada menit ke-30 sampai menit ke-360 terjadi perbedaan persen radang pada telapak kaki tikus yang ternyata ada perbedaan yang bermakna p0,05 antar kelompok. Untuk melihat ke- lompok mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek yang paling kecil atau yang paling besar antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya maka dilanjutkan dengan uji Duncan . Uji Duncan pada menit ke-30 sampai ke-360 mununjukkan kelompok kontrol positif memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan ekstrak 700 mg kgBB p0.05, tetapi memiliki perbedaan yang bermakna dengan ekstrak 350 mg kgBB, ekstrak 700 mg kgBB, dan kelompok kontrol negatif. Dengan kata lain kelompok kontrol positif menunjukkan efek sebagai antiinflamasi yang setara den- gan ekstrak 700 mg kgBB. Mekanisme efek antiinflamasi ekstrak daun ciplukan ini kemungkinan karena kemampuannya un- tuk menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin sebagai mediator infla- masi pun menjadi terhambat. Kemampuan peng-hambatan ini diduga karena adanya flavonoid yang terdapat dalam daun ciplukan. Flavonoid secara umum mempunyai kemampuan untuk menghambat enzim siklooksigenase. Disini terlihat bahwa kelompok ekstrak daun ciplukan dosis 700 mg kgBB memiliki efek antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok dosis yang lain dan efek kemerahan yang muncul sedikit lebih rendah dari kelompok lainnya. Noprizon Puput A. W. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Ciplukan ... 346 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 4 KESIMPULAN Dari hasil penelitian terhadap efek antiinflamasi ekstrak daun ciplukan yang diujikan pada tikus putih jantan setelah pemberian karagenin 1, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekstrak daun ciplukan memiliki efek antiinflamasi 2. Dosis ekstrak daun ciplukan yang optimal sebagai antiinflamasi adalah ekstrak 700 mg kgBB. REFERENSI [1] Agnar, Vr. 2012. Aktivitas Analgesic Fraksi N-Heksan, Etil Asetat, dan Air dan Ciplukan Physalis angulata Linn Pada Mencit dengan Metode Geliat. Jatinangor. Universitas Padjajaran. [2] Agung, 2012. Obat – Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Penerjemah dan Editor : Bagian Farmakologi fakultas farmasi Universitas Gajah Mada , Penerbit Pustaka Pelajar ; 2012. [3] Baedowi, 1998. Glikogen dalam Hepatosit dan Kegiatan Sel beta Insula Pancreatisi Tikus Putih Rattus nor- vegicus Akibat Pemberian Ekstrak Daun Ciplukan, Penelitian Tanaman Obatdi Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia IX, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 139. [4] Dalimartha, Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid IV. Jakarta. Hal 57-59. [5] Departemen kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen kesehatan Republik Indone- sia, Jakarta, Indonesia. Hal : 9 [6] Goodman, G. A, 1996. Godman and Gilmaman.s the Pharmacological Basic Of Therapeutics, ninth edition. Volume I. M. C Graw Hill hal : 162. [7] Hariana, A. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya . Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia, prapanza, I, dan L.A. Marianto. 2003. Khasiat dan manfaat sambiloto : ‘’Rasa Pahit Penakluk Aneka Penyakit’’. Agromedia Pustaka, Jakarta. hal iii. [8] Harguno, Drs. Djoko. D 1995. Materia Medika Indonesia, jilid VI, 195, Depkes Republik Indonesia, Jakarta. [9] Irianto, K. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Yrama Widya, Bandung. [10] Januario, Filhial Pho, Petro, Sato, and Franca, 2000, Anti Mycobacter Physalins from Physalis angulata L. Solanaceae, Phytother Res, 16 5 : 445 – 448. [11] Katzung, Bertram, G, M.D. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika. [12] Kee, J.L. dan E.R.Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Terjemahan Oleh : Pater, A. EGC, Jakarta. Hal : 471-473. [13] Kristio. 2007. Taksonomi Tumbuhan Ciplukan. httpwww. toiusd. multiply. Comjournal, Diakses 20 No- vember 2012. [14] Mansjoer, s., 2004. MekanismeKerja Obat Anti Radang. Bagian Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, www.library.usu.ac.idfkfarmasi-soewarni. diakses pada tanggal 10 Februari 2011 [15] Ridwan. Ds. MBA. 2003. Dasar-Dasar Statistika, Penerbit Alfabet Bandung, Bandung. [16] Siregar. S. 1989. Statistika Untuk Biologi, Farmasi dan Kedokteran, Diterjemahkan oleh Suroso, Edisi II, Penerbit ITB, Bandung. [17] Siswandono, M. S., 1995. Kimia Medisinal, 301-302, Airlangga Press, Surabaya. [18] Siswanto. A., dan Nurulita. N., 2005. Daya Antiinflamasi Infus Daun Mahkota Dewa Phaleria macrocarpa Scheff. Boerl Terhadap Tikus Putih Rattus Norvegicus Jantan, Prosiding Seminar Nasional TOI XXVII, 177-181. Batu, 15-16 Maret 2005. [19] Syarifuddin. Akhmad. 2008. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Temulaeak Curcuma Xanthorriza Roxb Ter- hadap Tikus Putih Jantan, Skripsi S1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi, Bhakti Pertiwi, Palembang. [20] Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2007. Obat – Obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan Efek Edisi ke-6. Gra- media, Jakarta. [21] Vogel. H. G, 2002. Drug Discovery and evaluation, Farmacologikal Assay 2 nd edition, Springer, New York. [22] Wilmana, P. F, 1995. Analgetik Anti inflamasi Non steroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S. G, Farma- kologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia, Jakarta. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 347 Efek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L. terhadap Aktivitas Enzim Lipase dan Penurunan Berat Badan Rattus norvegigus sebagai Antiobesitas Shaum Shiyan Program Studi Farmasi FMIPAUniversitas Sriwijaya Abstrak: Telah dilakukan penelitian mengenai efek ekstrak etanolik daun asam jawa Tamarindus indica L. terhadap aktivitas enzim lipase dan penurunan berat badan Rattus norvegigus sebagai antiobesitas. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan antiobesitas dan penurun kolesterol berbahan dasar daun asam jawa sebagai obat herbal terstandar mapun mengarah ke fitofaramaka. Sebanyak 20 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri masing- masing 4 ekor hewan uji. Tikus diberi pakan diet lemak tinggi selama perlakuan. Sediaan uji diberikan selama 7 hari awal untuk pengkondisian dan dilanjutkan selama 30 hari per oral p.o. dengan pencekokan. Dosis sediaan sebesar 0,5 ml200 g BBhari pada konsentrasi bertingkat 10, 20 dan 30 setara dengan 0,357; 0,714 dan 1,089 g serbuk daun asam jawa berurut-turut untuk kelompok I, II dan III. Sebagai kontrol, Orlistat 2,16 mg200 g BBhari positif kelompok IV dan diberikan air suling negatif pada kelompok V. Berat badan dicatat setiap minggu dan jumlah konsumsi makanan di timbang setiap pagi selama 30 hari. Aktivitas enzim lipase diukur pada hari ke 0 dan hari ke 30 setelah perlakuan dengan menghitung jumlah substrat yang diubah per unit waktu menggunakan Vitros LIPA Slides, nilai normal 23-300 UL. Simpulan pertama, ekstrak etanolik daun asam jawa terbukti mampu menghambat aktivitas enzim lipase serum darah tikus putih Rattus norvegigus galur sprangue dawlen secara bermakna signifikan. Efek penghambatan tertinggi pada konsentrasi ekstrak 30 sebesar 43,30±14,01 Ul. Kedua, Ekstrak etanol daun asam jawa tidak menimbulkan perbedaan pertambahan berat badan yang bermakna. Ekstrak etanol daun asam jawa tidak menimbulkan perbedaan rata-rata konsumsi yang bermakna. Kata kunci: ekstrak etanol, daun asam jawa,aktivitas enzim lipase 1 PENDAHULUAN ola penyakit yang muncul mulai berubah dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif dan metabolik seperti, diabetes, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia, hiperurekemia, jantung koroner, aterosklerosis dan sejenisnya. Guyton dan Hall 1997, Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial sebagai akibat dari energi yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak daripada energi yang dikeluarkan. Berbagai penyakit dapat diakibatkan oleh Obesitas antara lain DM tipe II, hipertensi, radang sendi, keganasan dan penyakit jantung pembuluh darah, yang menyebabkan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan. Setiawati 1995 menjelaskan, menurunkan berat badan dapat dilakukan antara lain dengan peningkatan penggunaan kalori olah raga yang dikombinasi dengan diet rendah kalori. Usaha lain dengan obat yang menekan nafsu makan Amfetamin . Rahardjo dkk. 2005 menuliskan obat jenis lain bekerja menghambat absorpsi lemak melalui penghambatan aktivitas enzim lipase pankreas dan gaster Orlistat sehingga meningkatkan ekskresi lemak lewat feses. Absorbsi kolesterol dari emulsi fosfolipidtriasilgliserol dilaporkan menurun secara signifikan pada pemberian in vivo tetrahidrolipstatin , suatu penghambat enzim lipase pankreas pada mencit betina. Lipase pankreas adalah enzim yang diproduksi sel acinar dan disekresi sebagai fungsi eksokrin pancreas. Bethany dan Krefets 1996 menjelaskan lipase pankreas menghidrolisa trigliserid makanan dalam usus menjadi 2 monogliserid dan 2 asam lemak rantai panjang yang kemudian akan ditranspor menuju permukaan mikrovili untuk diserap pembuluh darah. Apabila aktivitas enzim lipase pankreas P Shaum ShiyanEfek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L.... 348 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 meningkat akan meningkatkan pula penyerapan monogliserid dan asam lemak yang justru berpe- ngaruh pada Obesitas. Oleh karena itu penanganan obesitas dapat dilakukan dengan menghambat aktivitas enzim lipase yang dihasilan pankreas. Sementara itu, sekitar 90 bahan baku obat untuk industri farmasi di Indonesia masih tergantung dari impor. Indonesia sebenarnya merupakan negara potensial ke tiga dalam pengembangan produk bahan alam. Potensi sumber daya alam melimpah ruah masih belum optimal pemanfaatannya Kuswara, 2000. Menurut Rukmana 2002, ada lebih 1.000 jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional. Hal ini membuka peluang yang besar untuk dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Masyarakat di Jawa secara tradisional telah menggunakan air rebusan daun asam jawa untuk menjaga kelangsingan tubuh dan untuk menguruskan badan. Selain itu juga banyak dipakai oleh penderita obesitas dan penyakit jantung. Hasil penelitian Rosmanadewi, 1993 menyimpulkan bahwa infusa daun asam mempunyai efek mencegah kenaikan kadar kolesterol serum darah. Dengan mencegah kenaikan kadar kolesterol serum darah, infusa daun asam secara tidak langsung juga mencegah terjadinya aterosklerosis. Sejauh ini belum ada pembuktian ilmiah tentang pengembangan ekstrak etanolik daun asam jawa Tamarindus indica L. untuk penanganan obesitas. Penelitian terdahulu telah dibuktikan kebe- narannya daun asam jawa dan temulawak yang terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Jadi sangatlah menarik untuk melakukan penelitian guna melihat kemampuan ekstrak etanolik daun asam jawa Tamarindus indica L. dalam menghambat aktivitas enzim lipase. Selanjutnya mengetahui kemampuam dalam menghambat pertambahan berat badan tikus yang telah diberi diet lemak tinggi. Harapan ke depan dapat diproduksi obat herbal berbahan baku daun asam jawa. Lebih lanjut dapat dikembangkan menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka. 2 METODE PENELITIAN Bahan Daun Asam Jawa Tamarindus indica L., dari Desa Banjarharjo, Kulonprogo. Tikus diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM. Bahan lain yang digunakan Orlistat Xenical, aquadest. etanol 70 , Confeed PAR-S, terigu, kuning telur ayam, minyak babi. Seperangkat reagen dan bahan uji aktivitas enzim lipase, Vitros LIPA Slides. Prosedur Penelitian Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan modifikasi remaserasi. Cairan penyari dibagi menjadi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama. Sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua Anonim, 1986. Sebanyak 20 ekor tikus putih jantan galur sprangue dawlen dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri masing-masing 4 ekor. Bahan pakan untuk semua tikus sama, berupa makanan diet lemak tinggi dengan komposisi: Confeed PAR-S, terigu, kuning telur ayam, minyak babi. Air minum diberikan ad libitum. Selama Selama masa perlakuan 30 hari, tikus mendapat sediaan ekstrak etanolik daun asam jawa per oral sekali sehari. Dosis sediaan sebesar 0,5 ml200 g BBhari pada konsentrasi bertingkat 10, 20 dan 30 setara dengan 0,357; 0,714 dan 1,089 g serbuk daun asam jawa berurut-turut untuk kelompok I, II dan III. Sebagai kontrol, Orlistat 2,16 mg200 g BBhari positif kelompok IV dan diberikan air suling negatif pada kelompok V. Aktivitas enzim lipase diukur pada hari ke 0 dan hari ke 30 setelah perlakuan dengan menghitung jumlah substrat yang diubah per unit waktu menggunakan Vitros LIPA Slides, nilai normal 23-300 UL. Berat badan setiap minggu dan jumlah konsumsi makanan diukur setiap pagi selama 30 hari. Shaum ShiyanEfek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L.... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 349 Analisis Hasil Data hasil penelitian diuji dengan anava satu jalan, uji t, uji kruskal-wallis dan analisis korelasi. Cara penyimpulan dan penafsiran hasil. Penelitian ini dianggap bernilai jika hipotesis kami mengenai akti- vitas enzim lipase mampu dihambat oleh adanya ekstrak etanolik daun asam jawa. Pemberian ekstrak etanolik daun asam jawa mampu memberikan penurunan berat badan hewan uji secara bermakna. 3 HASIL Kadar Enzim Lipase Serum Hasil pengukuran menunjukkan penurunan aktivitas enzim lipase serum setelah 30 hari perlakuan pada kelompok I konsentrasi 10 sebesar 35,26±18,04 Ul. Kelompok II konsentrasi 20 mengalami penurunan sebesar 27,63±30,02 Ul. Kelompok III konsentrasi 30 sebesar 43,30±14,01 Ul dan kelompok kontrol positif Orlistat sebesar 9,13±2,78 Ul. Sedangkan pada kelompok kontrol negatif terjadi peningkatan sebesar 17,73±11,96 Ul. Efektifitas penghambatan meningkat signifikan diantara kelompok perlakuan sesuai dengan konsentrasi dosis yang diberikan. Gambar I. Grafik Perubahan Aktivitas Enzim Lipase Serum Ul antara Hari ke-0 dan ke-30 Keterangan: 1 Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 10 . II Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 20 . III Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 30 . IV Kelompok kontrol positif Orlistat dosis 2,16 mg200 g BB. V Kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquadest. Perkembangan Berat Badan Tikus Pada Minggu 0, 1, 2, 3, 4 dan ADG Average Daily Gain Data berat badan gambar II menunjukkan bahwa pertambahan terbesar 101,3g dicapai oleh kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquadest dan terkecil 47,43g kelompok I dosis ekstrak terkecil. Grafik pada gambar III juga terlihat bahwa pada kelompok tanpa perlakuan perkembangan berat badan terlihat paling tinggi pola perkembangannya. Di antara kelompok perlakuan, semakin tinggi konsentrasi dosis, semakin besar pula selisih per- tambahan berat badannya 47,43 dan 58,68g antara kelompok I dan II. Kelompok II dan III; 58,68g dan 68,14g. Khusus kelompok III dan kelompok kontrol positif terlihat selisih yang kecil 68,14g dan 63,92g. Tabel I. Pertambahan Berat Badan Tikus Pada Minggu ke 0, 1, 2, 3, 4 dan ADG dalam GramHari Selama 30 Hari Perlakuan Kelompok Berat badan g pada minggu ke- ADG ghari 1 2 3 4 Konsentrasi 10 247,25±13,25 262,7±25,84 269,12±27,24 274,5±24,68 294,68±22,86 1,69±1,02 Konsentrasi 20 221,82±27,07 252,45±26,49 253,37±27,09 255,22±25,89 280,5±28,66 2,09±2,21 Konsentrasi 30 222,08±11,26 254,6±21,89 267,62±15,92 259,38±20,91 290,22±27,58 3,02±1,75 20 40 60 80 100 120 140 160 180 I II III IV V A k ti v it a s E n zi m L ip a se S e ru m u l Kelompok Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-30 Perubahan Shaum ShiyanEfek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L.... 350 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Orlistat 237,05±22,44 254,9±21,24 258,45±18,78 280,75±28,54 300,97±30,01 2,28±1,21 Aquadest 211,7±7,34 253,70±11,32 273,83±10,50 295,17±3,21 313±24,71 3,61±1,60 Gambar II. Grafik Pertambahan Berat Badan gram Tikus Selama 30 Hari Masa Perlakuan Keterangan: 1 Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 10 . II Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 20 . III Kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 30 . IV Kelompok kontrol positif Orlistat dosis 2,16 mg200 g BB. V Kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquadest. Gambar III. Grafik Perkembangan Rata-Rata Berat Badan gram Tiap Minggu Selama 30 Hari Hasil perkembangan berat badan lebih jelas terlihat pada rerata pertambahan berat badan perhari ADG antara kelompok I, II dan III. Hasil ini sebanding dengan kelompok kontrol positif. ADG tertinggi dicapai kelompok Kontrol negatif tabel 1. Hasil ini menunjukkan kecenderungan penghambatan pertambahan berat badan oleh pemberian ekstrak etanol daun asam jawa. Meskipun demikian ADG tidak menunjukkan perbedaan signifikan p0,05, sehingga ekstrak etanol daun asam jawa tidak terbukti menghambat perkembangan berat badan secara bermakna. Rata-Rata Konsumsi Makanan Perhari Untuk menilai kemungkinan perubahan pola konsumsi makanan akibat pemberian ekstrak etanolik daun asam jawa, rerata konsumsi makanan per hari dan ADI Average Daily Intake dihitung untuk 50 100 150 200

250 300

350 I II III IV V B e ra t B a d a n g ra m Kelompok Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-30 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 1 2 3 4 B e ra t B a d a n g ra m Minggu ke- Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Shaum ShiyanEfek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L.... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 351 masing-masing kelompok tabel 2. Hasil analisis statistik tidak diperoleh perbedaan secara bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun asam jawa tidak menimbulkan perbedaan rata-rata konsumsi makan p0,05. Tabel II. Rata-Rata Konsumsi Makanan g Perhari Minggu ke 1, 2, 3, 4 dan ADI Average Daily Intake Selama 30 Hari Perlakuan Kelompok Rerata konsumsi makanan g minggu ke- ADI ghari 1 2 3 4 Dosis 10 16,36±5,06 13,61±0,94 15,47±3,70 17,42±1,75 15,72±1,61 Dosis 20 15,82±5,47 10,64±1,86 15,55±4,39 16,69±1,69 14,67±2,73 Dosis 30 13,76±4,36 13,50±1,73 11,41±2,82 14,22±1,71 13,22±1,24 Orlistat 14,43±3,05 14,76±3,46 20,23±0,36 17,50±1,75 16,73±2,71 Aquadest 10,97±5,32 12,15±4,14 14,30±2,18 13,81±1,81 12,81±1,53 4 PEMBAHASAN Pemberian infusa daun asam dengan dosis berturut-turut 0,142g 200 g BB; 0,323g 200 g BB dan 0,568g200g BB. Dosis tersebut terbukti mampu mencegah kenaikan kadar kolesterol secara bermakna p0.05, bila secara statistik dibandingkan dengan tikus kelompok II yang diberi diet lemak tinggi. Terbukti bahwa infus daun asam mempunyai efek mencegah kenaikan kadar kolesterol serum darah. Dosis infus daun asam yang terbaik adalah dosis 0.323g200g bb tikus, yang setara dengan dosis pemakaian umum Rosmanadewi, 1993. Penggunaan infus daun asam jawa terbukti dapat mencegah kenaikan kadar kolesterol serum darah tikus. Penekanan kadar kolesterol tersebut kemungkinan besar karena absorpsi lemak dihambat. Proses tersebut melalui penghambatan aktivitas enzim lipase pankreas dan gaster sehingga meningkatkan ekskresi lemak lewat feses. Oleh karena itu pemberian infus daun asam jawa mampu mencegah kenaikan kadar kolesterok serum. Daun asam jawa antara lain berisi senyawa flavanoid, pektin, alkaloid dan saponin. Menurut Rahardjo dkk. 2005 hanya alkaloid yang struktur kimianya mempunyai kemiripan dengan orlistat dimana keduanya memiliki unsur N nitrogen. Sehingga kemungkinan besar alkaloid memiliki efek menghambat aktivitas enzim lipase seperti mekanisme kerja orlistat. Akan tetapi masih harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut, sehingga kedepan akan ditemukan bahan baru senyawa baru dari alam sebagai obat obesitas dengan mekanisme kerja menghambat aktivitas enzim lipase. Secara teori alkaloid akan tersari dengan baik dengan etanol 70 dibanding dengan konsentrasi di bawahnya. Rosmanadewi 1993 melakukan penyarian daun asam jawa sebagai pencegah kenaikan kadar kolesterol darah dengan metode infusa. Kemungkinan besar alkaloid yang tersari dalam infusa sangat kecil dibanding pada penyari etanol 70. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan penyari etanol 70 agar alkaloid yang diperoleh lebih banyak. Adanya alkaloid pada daun asam jawa dapat menghambat aktivitas enzim lipase sehingga dapat menuntun dalam penemuan obat obesitas baru dari bahan alam. Menurut Atkinson 1998 dalam Rahardjo dkk. 2005, bahwa salah satu metode pengobatan obesitas menggunakan suatu penghambat aktivitas enzim lipase o rlistat yang dapat menurunkan absorpsi lemak dengan menghambat aktifitas enzim lipase pankreas. Prosenya dengan mengkatalisasi hidrolisasi trigliserid makanan dalam usus menjadi 2 monogliserid dan 2 asam lemak rantai panjang, sehingga absorpsi lemak dihambat dan meningkatkan ekskresi lemak lewat feses. Tidak tersarinya lendir daun asam jawa kemungkinan mendasari tidak bermaknanya efek penghambatan pertambahan berat badan. Hal ini disebabkan ketidak larutannya dalam etanol 70, melainkan larut dalam air. Apabila konsentrasi pengekstraksi yaitu etanol 70 diturunkan, lendir masih terlarut tetapi alkaloid yang diduga mempunyai efek penghambatan aktivitas enzim lipase masih terekstraksi. Langkah ini dimungkinkan akan bermakna pada penghambatan perkembangan Shaum ShiyanEfek Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa Tamarindus indica L.... 352 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 berat badan. Jika ditujukan untuk penghambatan kenaikan berat badan sebaiknya digunakan sari air, karena lendir lebih larut dalam dalam air dibanding dalam etanol. Asupan makanan adalah salah satu faktor penyebab kenaikan berat badan Soetjiningsih, 1988. Data rata-rata konsumsi makanan g perhari ADI memperlihatkan kelompok kontrol negatif paling kecil. Sedangkan untuk perlakuan dengan orlistat sebagai kontrol positif paling besar. Kelompok perlakuan ekstrak etanolik daun asam jawa memiliki nilai ADI lebih besar dibanding kontrol negatif. Berdasarkan analisis korelasi ternyata hubungan antara variabel aktivitas enzim lipase, perkembangan berat badan dan rata-rata jumlah konsumsi makanan per hari sangat lemah 0,5 dan tidak ada signifikansi p0,025. Meskipun didapatkan hasil yang sangat baik dalam penghambatan aktivitas enzim lipase, kemungkinan belum cukup lama untuk menghambat pertambahan berat badan sebagai penurun berat badan. Hasil penelitian Heymsfield dkk. 2000 memperlihatkan setelah 583 hari kelompok yang mendapat orlistat mengalami penurunan berat badan rata-rata sebesar 6,7 kg dibanding kelompok plasebo yang hanya sebesar 3,8 kg. Orlistat diberikan kepada 675 penderita obese 3 kali 120 mghari. Penelitian ini dilakukan hanya dalam waktu 30 hari masa perlakuan. Jadi dimungkinkan untuk penurunan berat badan masih belum efektif bila digunakan ekstrak etanolik 70. 5 SIMPULAN Ekstrak etanolik daun asam jawa terbukti mampu menghambat aktivitas enzim lipase serum darah tikus putih Rattus norvegigus galur sprangue dawlen secara bermakna signifikan. Efek penghambatan tertinggi pada konsentrasi ekstrak 30 sebesar 43,30±14,01 Ul. Ekstrak etanol daun asam jawa tidak menimbulkan perbedaan pertambahan berat badan yang bermakna. Ekstrak etanol daun asam jawa tidak menimbulkan perbedaan rata-rata konsumsi yang bermakna. REFERENSI [1] Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. [2] Bethany, L.H., Krefets, R.G., 1996, Enzymes dalam Clinical Chemistry Principles, Procedures,Correlations. eds. K. P. Lyons, Ed III, Lippincott-Raven Publishers, pp. 207-36, Philadelphia. [3] Guyton, A.C., Hall, J.E., 1997, Metabolisme Lemak dalam Fisiologi Kedokteran Textbook of Medical Physiology , Ed 9, terjemahan Irawati, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1077-1092, Jakarta. [4] Hymsfield, S. B., Segal, K. R., Hauptman, J., dkk ., 2000, Effect of Weight Loss With Orlistat on Glucose Tolerance and Progression to Type 2 Diabetes in Obese Adult, Arch Intern Med, 160, 1321-1326. [5] Kuswara, H.M.U., 2000, Pengembangan Obat dari Bahan Alam di PT. Persero Kimia Farma, Warta Tumbuhan Obat Indonesia , 62, 16-22. [6] Raharjo, S.S., Ngatijan, Pramono, S., 2005, Influence of Etanol Extract of Jati Belanda Leaves Guazuma ulmifolia Lamk. On Lipase Enzym Activity of Rattus norvegicus Serum, Inovasi, 4 17, 48-54. [7] Rosmanadewi, L.J., 1993, Pengaruh infuse daun asam terhadap kadar kolesterol serum darah tikus putih, Skripsi , Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [8] Rukmana, R.H., 2000. Mengkudu Agronomi dan Prospek Bisnis, Penerbit Kansius, Yogyakarta. [9] Setiawati, A., 1995, Adrenergik dalam Farmakologi dan Terapi, eds. Ganiswara, Ed 4, 57-76, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. [10] Soetjiningsih, 1988, Obesitas Pada Anak,dalam Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 185-190, Surabaya. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 353 Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron dan Berat Organ Asesoris Vesikula Seminalis Tikus Sprague Dawley Sri Nita 1 dan Jont Marson 2 1 Bagian Biologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Indonesia, 2 Poltekes Kemenkes Palembang Jurusan Gizi, Jl. Sukabangun I Km 6,5 Palembang Indonesia Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui efek isoflavon terhadap kadar hormon testos- teron dan berat vesikula seminalis pada tikus jantan Sprague Dawley. Studi eksperimental in vivo ini menggunakan rancangan post-test only group design. Sampel terdiri dari 24 ekor tikus yang telah memenuhi syarat homogenitas dan dibagi 4 kelompok yaitu 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan diberikan isoflavon dengan dosis masing-masing 2,52 mg, 3,78mg dan 5,04mg secara peroral selama 48 hari. Kemudian tikus diambil darah dan vesikula seminalisnya. Dilanjutkan dengan pengukuran kadar hormon testosteron dan berat vesikula seminalis. Analisa dila- kukan dengan One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Bonferroni. Semua analisa menggunakan SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji Post Hoc Bonferroni antara kelompok kontrol dan dosis isoflavon 2,52 mg didapatkanhasilkadar hormon testosteron dan berat vesikula seminalis belum berbeda nyata p0,05. Antara kontrol dan dosis isoflavon 3,78 mg dan 5,04 mgtelah menunjukkan penurunan yang signifikan baik kadar testosteron maupun berat vesi- kula seminalis. Disimpulkan bahwa isoflavon kedelai mempunyai efek menurunkan kadar hormon testosteron dan berat vesikula seminalis tikus Sprague Dawley Kata kunci: Isoflavon Kedelai, Kadar Hormon Testosteron, Berat Vesikula Seminalis 1 PENDAHULUAN edelai salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Produk olahan kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk golongan menengah dan bawah adalah tahu dan tempe. Kedelai mengandung isoflavon yang merupakan salah satu senyawa fitokimia 1 . Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mgg kedelai 2 . Isoflavon sering disebut sebagai fitoestrogen atau estrogen nabati karena mempunyai struktur hampir sama dengan estrogen 3 .Isoflavon dapat berikatan dengan receptor estrogen di hipofisis ante- rior untuk menghambat pengeluran Follicle Stimulating Hormone FSH dan Luteinizing Hormone LH. LH berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel Leydig yang berlanjut dengan sekresi testosteron. Penghambatan ini berakibat testosteron dalam darah menurun. Jumlah sel spermatogenik sangat tergantung pada aktivitas tubuli seminiferi yang dipengaruhi oleh sistem hormon, sehingga faktor endokrin mempunyai efek paling penting terhadap spermatogene- sis.Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis.Hipotalamus mensekresi Gonadotropin-Releasing Hormon e GnRH, yang akan menstimuli hipofisis anterior untuk mensekresi LH maupun FSH.FSH terikat reseptor spesifik pada membran sel Sertoli di tubulus seminiferus. Melalui serangkaian proses akhirnya dihasilkan mRNA untuk sintesis protein, antara lain menghasilkan Androgen Binding Protein dan testicular fluid 4 . Vesikula seminalis merupakan organ asesoris reproduksi pria yang bersifat androgen dependent yaitu fungsinya yang tergantung pada ada tidaknya androgen dalam tubuh. Androgen adalah nama untuk kelompok steroid, alamiah dan sintetik yang dapat dibentuk dari kolesterol atau dari asetil koenzim A 5 . Androgen terdiri dari testosteron, dehidrotestosteron dan androsteron. Testosteron me- rupakan androgen utama yang jumlahnya lebih banyak dari yang lainnya sehingga dianggap sebagai homon testikuler. Jika kadar testosteron rendah sel-sel vesikula seminalis terjadi atropi dan keseluru- han kelenjar akan menjadi kecil sehingga sekret vesikula seminalis yang terbanyak dalam semen akan menurun pula 6 . K Sri Nita Jont Marson Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron ... 354 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Senyawa fitoestrogen banyak menarik perhatian masyarakat, khususnya dalam dunia medis, kare- na banyaknya laporan dari beberapa peneliti bahwa konsumsi makanan berbasis tanaman kaya fitoes- trogen sangat bermanfaat untuk kesehatan. Namun karena senyawa fitoestrogen juga bersifat estrogen like peneliti bermaksud untuk melihat pengaruh isoflavon kedelai terhadap kadar hormon testosteron dan berat vesikula seminalis pada tikus putih jantan Rattus norvegicus strain Srague Dawley karena kedelai dan produknya mengandung isoflavon dan banyak dikonsumsi oleh lapisan masyarakat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek isoflavon kedelai terhadap kadar hormon testosteron dan berat vesikula seminalis pada tikus jantan Sprague Dawley 2 METODE PENELITIAN Persiapan Bahan Uji Bahan uji berupa kacang kedelai dibuat secara khusus sehingga dari proses hidrolisis dihasilkan isof- lavon yang lebih banyak, untuk membuktikan kandungan isoflavon pada ekstrak kedelai maka dilaku- kan uji KLT Kromatografi Lapis Tipis. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan Rattus norvegicus strain Sprague Dawley. Sampel penelitian merupakan sebagian dari populasi yang memenuhi syarat inklusi dan ekslusi, yaitu sebanyak 24 ekor dan dibagi menjadi 4 kelompok. Tahap Pelaksanaan Ekstrak kedelai diberikan secara oral dengan menggunakan sonde, diberikan dengan dosis 2,52 mg, 3,78 mg dan 5,04 mg selama 48 hari. Pada hari ke 49 tikus dikorbankan dengan cara dislokasi leher, kemudian dilaparotomi, dan diambil darah dari jantung kemudian di sentrifus 5000 rpm. Cairan ben- ing yang merupakan serum darah kemudian dianalisis untuk mengetahui kadar hormon testosteron dengan metode ECLIA. Selain itu organ assesoris yaitu vesikula seminalis diambil dan dibersihkan dalam larutan NaCl 0,9 sampai lemak yang menempel pada organ tersebut hilang, kemudian dikeringkan dan di timbang dengan timbangan analitik sartorius dengan ketelitian 0,001g. 3 HASIL PENELITIAN Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil uji homegenitas terhadap berat badan tikus dengan nilai p se- besar 0,399, dan hasil uji homegenitas terhadap umur tikus dengan nilai p sebesar 0,714 yang artinya sampel homogen dan syarat eksperimental terpenuhi, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji berikut- nya. Tabel 1. Hasil Uji Homogenitas terhadap Berat Badan dan Umur Tikus Jantan Sprague Dawley Variabel P Berat Badan gr 0,399 Umur bulan 0,714 Levene Test Kadar Testosteron Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa terdapat penurunan rata-rata kadartestosteron tikus putih jan- tan antara K1 dengan K2, K3, dan K4 yang diberi ekstrak kedelai dan diperoleh nilai p sebesar 0.000, yang berarti ada pengaruh pemberian ekstrak kedelai terhadap kadartestosteron. Untuk melihat signi- fikasi antara kelompok perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Bonferroni . Sri Nita Jont Marson Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 355 Tabel 2. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai terhadap Kadar Testosteron ngl Tikus Jantan Spra- gue Dawley Kelompok Kadar Testosteron Mean ngl + SD p K1 kontrol 5,550 ± 0,008 0,000 K2 2,52 mg 5,540 ± 0,008 K3 3,78 mg 5,523 ± 0,005 K4 5,04 mg 5,470 ± 0,014 ANOVA Test Dari gambar 1 diketahui bahwa antara K1 dengan K2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan p 0,05, sedangkan antara K1 dengan K3, antara K1 dengan K4, antara K2 dengan K3, antara K2 dengan K4, dan antara K3 dengan K4 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p 0,05. Gambar 1. Rerata Kadar Testosteron pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan a=p0,05 b=p0,05 BeratVesikulaSeminalis Berdasarkan Tabel 3 didapatkan bahwa terdapat peningkatan rata-rata beratvesikulaseminalis tikus putih jantan antara K1 dengan K2, K3, dan K4 yang diberi ekstrak kedelai dan diperoleh nilai p sebe- sar 0,000 yang berarti ada pengaruh pemberian ekstrak kedelai terhadap persentase morfologi abnor- mal spermatozoa. Untuk melihat signifikasi antara kelompok perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Bonferroni . Tabel 3. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai terhadap Berat VesikulaSeminalis g Tikus Jantan Sprague Dawley Kelompok Berat vesikula seminalis Mean g + SD p K1 kontrol 1,850 ± 0,008 0,000 K2 2,52 mg 1,841 ± 0,007 K3 3,78 mg 1,823 ± 0,005 K4 5,04 mg 1,770 ± 0,014 ANOVA Test Sri Nita Jont Marson Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron ... 356 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Dari Gambar 2. diketahui bahwa antara K1 dengan K2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan p 0,05, sedangkan antara K1 dengan K3, antara K1 dengan K4, antara K2 dengan K3, antara K2 dengan K4, dan antara K3 dengan K4 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p 0,05 yaitu terjadi penurunan berat vesikula seminalis.Pada Gambar 3. memperlihatkan organ ase- soris vesikula seminalis dari masing-masing kelompok, baik kelompok kontrol dan perlakuan. Vesi- kula seminalis kelompok perlakuan terlihatlebih kecil dibandingkan kelompok kontrol. Gambar 2. Rerata BeratVesikulaSeminalispada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan a=p0,05 b=p0,05 Gambar 3.Vesikula Seminalis Tikus Jantan Sprague Dawley Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan 4 PEMBAHASAN Kadar Testosteron Akibat Pemberian Isoflavon Kedelai Analisa data hasil eksperimental in vivo diatas membuktikan bahwa ada pengaruh signifikan pembe- rian isoflavon kedelai Glycine max terhadap kadar hormon testosteron dalam darah tikus jantan Sprague Dawley .Peneliti lain jugamenyatakanbahwa kadar hormon testosteron mengalami penurunan sesuai dengan makin tinggi dosis isoflavon yang diberikan pada tikus 7 . Hal ini disebabkan senyawa isoflavon bersifat estrogen like dan juga bersifat antiandrogenik. Artinya Isoflavon dapat bekerja dengan cara meniru kerja estrogen, sehingga isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen pada hipofisis anterior. Sri Nita Jont Marson Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 357 Bahan yang bersifat estrogenik bila disuntikan pada tikus jantan akan menyebabkan penurunan be- rat testis dan epididimis serta konsentrasi hormon testosteron. Menurunnya konsentrasi hormon tes- tosteron yang disebabkan pemberian estrogen dapat terjadi karena penghambatan terhadap fungsi hi- pofisa 8 . Dalam sistem portal hipotalamus-hipofisis-testis, hipotalamus mensekresikan GnRH untuk me- rangsang hipofisis anterior mengeluarkan FSH dan LH, oleh karena isoflavon telah mengikat reseptor estrogen menyebabkan sekresi FSH dan LH menurun. Produksi LH terhambat, maka pertumbuhan, pematangan dan jumlah sel Leydig kemungkinan berkurang sehingga produksi hormon testosteron akan terganggu. Sel Leydig merupakan tempat terjadinya proses steroidogenesis yang menghasilkan hormon testosteron, jika jumlahfungsinya berkurang maka produksinyapun akan berkurang 9 . Isoflavon juga menghambat kerja enzim 17- β-hidroksisterodoksidorektase, yang diperlukan untuk sintesis hormon testosteron. Testosteron berasal dari prekursor kolesterol, kolesterol mengandung 27 atom karbon, setelah hidroksilasi dari kolesterol pada atom C20 dan atom C22 terjadi pemecahan ran- tai samping menjadi bentuk pregnenolon dan asam isocaproat, pemecahan ini di samping adanya en- zim 20β hidroksilasi dan 22β hidroksilasi juga adanya peran LH dalam meningkatkan aktivitas en- zim 10 . Selanjutnya konversi pregnenolon menjadi testosteron membutuhkan beberapa enzim, yaitu 3β-hidroksisteroid dehidrogenase, 17α-hidroksilase dan 17-β-hidroksisteroidoksidorektase 11 . Berarti dengan demikian jika LH menurun maka pemecahan rantai samping menjadi bentuk pregnenolon dan asam isocaproat akan terganggu sehingga pregnenolon tidak terbentuk dan selanjutnya testosteronpun tidak terbentuk. Begitu juga dengan gangguan pada enzim 17- β-hidroksisterodoksidorektase, meski- pun pregnenolon terbentuk namun tidak dapat dikonversi menjadi testosteron Berat Vesikula Seminalis Akibat Pemberian Isoflavon Kedelai Dari analisa data diketahui bahwa ada pengaruh signifikan pemberian isoflavon kedelai Glycine max terhadap berat vesikula seminalis tikus jantan Sprague Dawley . Hal ini disebabkan oleh pemberian isoflavon pada dosis tinggi yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan sel Leydig atau berku- rangnya jumlah sel Leydig yang disebabkan oleh sekresi LH yang terhambat akibat efek anti androge- nik dari isoflavon, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. Isoflavon yang berikatan dengan reseptor estrogen, akan menghambat kerja hipofisis anterior dalam mensekresikan FSH dan LH. Penurunan produksi LH akan berdampak pada sekresi testosteron oleh sel Leydig . Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan organ aksesoris dan dapat menyebabkan atrofi sel dan penurunan berat organ vesikula seminalis Gambar 3. Penelitian lain yang melakukan pemberian mangostin pada tikus jantan galur Wistarternyata terjadi penurunan berat vesikula seminalis dan pros- tat yang mungkin disebabkanoleh penurunan hormon testosteron, karena pada hewan betina mangos- tin bersifat estrogenik 12 . Baik perkembangan maupun fungsi kedua organ ini bergantung pada hor- mon testosteron 13 . Bila kedua organ ini kekurangan hormon testosteron maka aktivitas sekresisnya akan terganggu dan sel-sel epitelnya mengalami penyusutan. Jika kadar testosteron rendah, sel-sel organ vesikula seminalis menjadi atrofi dan keseluruhan kelenjar akan menjadi kecil sehingga semen yang turut dihasilkan oleh vesikula seminalis juga terjadi penurunan 6 . 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang efek isoflavon kedelai Glycine max terhadap kadar testosterone dan beratvesikulaseminalis tikus jantan Sprague Dawley dapat disimpulkan bahwaterjadi penurunan yang bermakna kadar hormon testosteron dalam darah dan dapat menyebabkan penurunan yang ber- makna berat vesikula seminalis tikus jantan Sprague Dawley mulai pemberian isoflavon kedelai Gly- cine max dosis 3,78 mg setiap 200 gram berat badan. Saran Penulis menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek isoflavon kedelai Gly- cine max terhadap kadar Follicle Stimulating Hormone FSH dan Luteinizing Hormone LH. Sri Nita Jont Marson Efek Isoflavon Kedelai Glycine max terhadap Testosteron ... 358 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 REFERENSI [1] Muchtadi, D. 2010. Kedelai Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Penerbit Alpabeta. Bandung. [2] Winarsi, 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. UGM Uni- versity Press, Yogyakarta. [3] Schmidl, M.K, and Labuza, T.P, 2000. Essentials of Function Foods, Aspen Publishher, Inc, Gaitherburg, Maryland. [4] Zaneveld, L.J.D. and Chatterton, R.T. 1982, Biochemistery of Mammalian Reproduction, A Wiley- Interscience Publication, John Wiley and Sons, New York. [5] Neischlag, E, 1996. Testosterone Replacement Therapy. Clinical Endocrinology. 162-261. [6] Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung. 254-260. [7] Wahyuni, R.S. 2012. Pengaruh Isoflavon Kedelai terhadap Kadar Hormon Testosteron Berat Testis Diameter Tubulus Seminiferus dan Spermatogenesis Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus 312: 3-4. [8] Parrott, R.F, and Davies, R.V. 1979. Serum gonadotrophin levels in prepubertally castrated male sheep treated for long periods with propionated testosteron, dihydrotestosteron, 19-hydroxytestosteron or oestra- diol. J. Reprod.Fert.56: 543-548. [9] Hanum, M. 2010. Biologi Reproduksi. Nuha medika, Yokyakarta. [10] Kuczynski, H.J, 1982. Fertility Control in the Male, A Development Perspective. In: F.X.A. [11] Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A. and Rodwell, V.W. 1997. Biokimia Harper ed.25 alih baha- sa Hartono A. Penerbit EGC, Jakarta. [12] Nita, S. 2003. Efek Mangostin terhadap kwlitas sperma, epididimis kauda Tikus wistar jantan. JKK, 35 3: 553-557. [13] Johnson, M.H. Everitt, B.J.1988. Essential reproduction.3ʳᵈ ed Blackwell Sci. Publ. Oxford London Edin- burg. Bidang Kajian BIOLOGI Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 361 Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan Aditya Yulistio, Yuanita Windusari, Erwin Nofyan, Mustafa Kamal Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, email: aditya_yulistioyahoo.com; ywindusariyahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola perilaku kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan dalam upaya pengembangannya sebagai ternak endemik Sumatera Selatan. Pengamatan pola perilaku kerbau rawa dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2014 di Kecamatan Ram- butan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Pengumpulan data perilaku dilakukan dengan me- tode Focal Animal Sampling yaitu setiap individu hewan diikuti selama 20 menit dan diamati aktivi- tasnya selama 30 detik. Pengamatan dilakukan pada kondisi terang 09.00-17.00 wib dan pada kon- disi gelap 20.00-04.00 wib. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pola mencari makan pada ker- bau rawa dilakukan dengan menghabiskan 50 aktivitas hariannya ±13 jamhari, dan pola sosiali- sasi atau berkelompok dilakukan sebagai 25 aktivitas hariannya 6 jamhari; sedangkan pola kese- harian seperti membersihkan dirigrooming, membuang kotoran, berselisihagonistic atau berteduh shelter seeking hanya dilakukan sebagai aktivitas keseharian dalam interval waktu yang tertentu 10 waktu harian. Kata kunci: pola perilaku, kerbau rawa Pampangan Abstract: Research aims is to study the behavior patterns of swamp buffalo Bubalus bubalis Pam- pangan in its development efforts as cattle endemic South Sumatra. Observation of behavior patterns swamp buffalo conducted from August to September 2014 in Rambutan District, Banyuasin Regency, South Sumatra. Data collection of behavioral is done by focal nimal sampling methods which each individual animal was followed for 20 minutes and observed activity for 30 seconds. Observations were made on light conditions 09:00 to 17:00 pm and in dark conditions 20:00 to 04:00 pm. The results showed that the pattern of foraging in the swamp buffalo is done by spending 50 of daily activities ± 13 hours day, and patterns of socialization and group activities conducted as a 25 daily 6 hours day; whereas the pattern of daily life such as self-cleaning grooming, throw dirt, odds agonistic or shade shelter seeking only be done as a daily activity within a certain time inter- val 10 of daily time. Keywords: behavior pattern, Pampangan swamp buffalo 1 PENDAHULUAN Kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan merupakan spesies endemik Sumatera Selatan yang nyaris dilupakan keberadaannya, karena hanya dimiliki oleh beberapa kawasan saja dengan tingkat populasi yang rendah. Kerbau rawa Pampangan merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah Sumatera Sela- tan dengan penyebarannya hanya meliputi Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupa- ten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Banyuasin. Ciri khas kerbau rawa berkulit dan bulu warna hitam, kepala besar dan telinga panjang, tanduk pendek dan melingkar ke arah belakang. Kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan terdiri dari 4 variasi, yaitu kerbau Lampung, kerbau merah, kerbau belang, dan kerbau hitam. Keempat jenis ini melakukan perkawinan antar spesies atau inbreeding yang tinggi sehingga menghasilkan keturunan yang acak. Hal ini yang mendasari sulitnya pemeliharaan serta budidaya kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan ini. Perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkandalam bentuk gerakan- gerakan Prijono,1997. Grier 1984 berpendapat, bahwa perilaku hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf, sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban Grier, 1984. Fakto- ryang mempengaruhi perilaku dinamakan rangsangan Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985. Aditya Y. dkk.Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan 362 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Menurut Scott 1987, perilaku dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan dari lingkungannya. Sedangkan peri- laku harian sendiri didefinisikan sebagai keseluruhan aktifitas yang dilakukan dari suatu individu da- lam kurun waktu sehari atau 24 jam. Adapun perilaku harian ini adalah perilaku makan Ingestive , perilaku kecenderungan berkelompok dan terikat pada satu aktivitas yang sama Alelomimetic , peri- laku berselisih, bertengkar, dan menghindar Agonistic , perilaku mencari tempat berteduh atau per- lindungan Shelter seeking , perilaku membersihkan atau merawat tubuh Grooming , serta perilaku membuang kotoran Eliminative . Seiring dengan pelestarian jenis dan upaya pembudidayaan kerbau rawa Pampangan, maka spesies asli Sumatera Selatan ini mulai didampingkan dan dipelihara bersama-sama dengan spesies lain. Mi- nimnya pengetahuan masyarakat terhadap pola perilaku spesies ini dan pembudidayaan yang konven- sional menghambat produktivitas ternak. Kondisi ini mengakibatkan populasi kerbau rawa Pampan- gan dari tahun ketahun terus mengalami penurunan, meskipun secara keseluruhan populasinya cende- rung bertambah. Oleh karena itu, pola perilaku kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan perlu dipe- lajari sebagai upaya dalam pembudidayaannya sebagai ternak endemik Sumatera Selatan. 2 MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2014 bertempat di Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Obyek pengamatan adalah perilaku dari variasi kerbau yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu kerbau belang, kerbau hitam, kerbau merah, dan kerbau Lam- pung. Cara kerja Jenis penelitian adalah observasional deskriptif . Data dikumpulkan menggunakan metode focal ani- mal sampling yang dimodifikasi dari Martin Bateson 1993. Pada metode ini, pengambilan dan pengamatan data perilaku menggunakan satu ekor individu satwa terpilih sebagai obyek pengamatan dan menggunakan teknik pencatatan perilaku satwa tersebut pada interval waktu tertentu. Setiap indi- vidu hewan diikuti selama 20 menit dan diamati aktivitasnya selama 30 detik. Waktu pengamatan adalah kondisi terang 09.00-17.00 WIB dan kondisi gelap 20.00-04.00 WIB. Pengenalan dan pemahaman habitat kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan dipelajari untuk memudahkan saat pengamatan dan tidak menganggu aktiivitas kerbau rawa. Pengamatan dengan me- tode focal animalsampling , dimana suatu tahapan pengamatan akan Analisis Data Data di tabulasi untuk mengetahui pola perilaku kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan, dan pola perilaku kerbau rawa diuraikan secara deskripsi. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku makan Ingestive Adapun makanan yang dimakan selama penelitian berupa rumput yang ada di padang rumput di seki- tar kandang mereka yang cukup luas. Pola makan dari keempat variasi kerbau rawa kerbau Lampung, kerbau belang, kerbau merah, dan kerbau hitam yang ditemukan di lokasi pengamatan adalah serupa. Rata-rata 13 jam sehari .54 waktu harian digunakan kerbau-kerbau ini untuk mencari makan dan makan. Cara makan rumput dilakukan sambil berjalan dan merunduk untuk mendapatkan jumlah rumput lebih banyak, atau juga dilakukan secara berkelompok. Aktivitas memamah makanan tetap dilakukan hingga mereka beristirahat dalam kandang. Aktivitas minum kerbau rawa dilakukan dengan cara minum air yang berada di kanal-kanal air yang ada di sekitar padang rumput. Pada saat berendam, aktivitas memamah rumput dan minum juga minum. Aditya Y. dkk.Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 363 Gambar 1. Perilaku makan ingestive Perilaku kecenderungan berkelompok dan terikat pada satu aktivitas yang sama Allelomimetic Pola berkelompok seperti berjalan beriringan, saling berhadapan atau saling membelakangi di tempat yang sama di sekitar kandang atau di padang rumput berdasarkan pada masing-masing variasinya.. Pola berkelompok antar variasi kerbau yang sama membantu ternak dalam memberi tanda bahaya atau berkomunikasi antara mereka. Pola berkelompok juga dilakukan hingga ternak ini kembali ke kandang pada saat sore hari. Waktu yang diperlukan untuk aktivias berkelompok pada setiap kelom- pok variasi kerbau adalah sekitar 6 jamhari. Perilaku berkelompok juga dilakukan pada aktivitas berendam yang dilakukan di dalam kanal- kanal air dan berlumpur. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada saat udara panas. Gambar 2. Perilaku allelomimetic Perilaku berselisih, bertengkar, menghindar Agonistic Pola berkelompok biasanya diselingi dengan perilaku berselisih, bertengkar dan menghindar. Namun pola menyendiri jarang sekali ditemukan. Pola agonistic biasanya dilakukan untuk menunjukkan ke- dudukan ternak dalam kelompoknya atau mempertahankan area pakannya. Rata-rata waktu untuk me- lakukan perselisihan, bertengkar dan menghindar sangat rendah sekitar 30 menithari. Pada saat dua kerbau jantan mendekati betina yang sama, maka kerbau jantan akan berselisih atau berkelahi untuk memperebutkan dan menunjukkan kekuatannya untuk memperoleh betina. Perilaku berselisih juga ditunjukkan pada saat keluar atau memasuki kandang. Aditya Y. dkk.Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan 364 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Gambar 3. Perilaku agonistic Perilaku mencari tempat berteduh Shelter Seeking Perilaku mencari tempat berteduh biasanya terjadi pada pagi hari dan sore hari. Kerbau cenderung mencari tempat yang terlindung atau terhindar dari cahaya sehingga dapat beristirahat. Gambar 4. Perilaku Shelter seeking Aktivitas mencari tempat berteduh shelter seeking biasanya memerlukan waktu sekitar 30 me- nithari. Waktu tersebut adalah waktu di luar waktu tidur kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan, yaitu sekitar 12 jam. Perilaku Grooming Grooming merupakan kegiatan membersihkan kotoran baik di tubuh sendiri maupun di tubuh individu lain. Perilaku merawat diri pada kerbau ditunjukkan dengan kebiasaan kerbau yang menjilati tubuh- nya sendiri maupun menjilati tubuh kerbau lainnya. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa kerbau rawa melakukan grooming setelah beristirahat atau pada saat selesai makan. Grooming dilakukan pa- da hampir seluruh bagian tubuh seperti mulut, kaki, perut, ekor, kepala, telinga, punggung dan lain sebagainya. Hasil juga mencatat bahwa perilaku grooming tidak hanya dilakukan dengan cara meng- garuk tubuh, namun juga dengan menggosok-gosokkan tubuh ke beberapa bagian kandang. Perilaku grooming juga dilakukan dengan cara mengibas-ngibaskan atau menjilat-jilat bagian tubuh yang akan dibersihkan. Dalam satu hari, aktivitas grooming selain waktu tidur membutuhkan waktu sekitar 3 jamhari Pola membantu membersihkan tubuh juga dilakukan anak kerbau dengan menjilati bagian bokong induknya. Aditya Y. dkk.Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 365 Gambar 5. Perilaku Grooming Perilaku membuang kotoran Eliminative Pengamatan terhadap perilaku membuang kotoran eliminative menunjukkan kerbau rawa memerlu- kan waktu 3 - 4 menit atau rata-rata 1 jamhari untuk mengeluarkan air seni. Seperti kebiasaan rumi- nansia lainnya, sebelum mebuang feses maka kerbau akan mengangkat ekornya. Kerbau rawa akan membuang feses setelah berendam atau setelah keluar dari berendam dengan posisi berdiri dan berja- lan. Gambar 5. Perilaku Grooming 4 SIMPULAN Pola harian kerbau rawa Bubalus bubalis Pampangan yang paling banyak adalah menghabiskan waktu 13 jamhari untuk makan; seperempat hari 6 jamhari digunakan untuk berkumpul dalam kelompoknya, seelebihnya merupakakn pola harian yang umum seperti groomin g 3 jamhari, mem- buang kotoran 3 jamhari, agonistic 30 menithari, dan shelter seeking 30 menithari. Pola harian ke empat variasi kerbau yang ditemukan di lapangan tidak memiliki perbedaan yang mendasar UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibantu dananya dari Hibah Penelitian Kompetitif dengan Nomor kontrak 215UN9.3.1 LT2014. REFERENSI [1] Altman, J. 1973. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Universitas of Chicago, Chicago. [2] Banerjee, G. C. 1982. A Textbook of Animal Husbandry. Fifth Edition. Oxford IBH Publishing Co. New Delhi. Aditya Y. dkk.Pola Perilaku Kerbau Rawa Bubalus bubalis Pampangan 366 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 [3] Diwyanto, K. H. Handiwirawan. 2006. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau: Aspek Penjaringan Dan Distribusi. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. [4] Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and IBH Publishing Co, New Delhi. [5] Gonyou, H.W. 1991. Behavioral Methods to Answer The Question About Sheep. J.Anim Sci. 69 : 4155- 4159. [6] Grier, J.W. 1984. Biology of Animal Behavior. Times MirorMosby CollegePublishing. St. Louis, Misouri. [7] Hamdan, A., E.S. Rohaeni A. Subhan. 2006. Karakteristik Sistem Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kali- mantan Selatan. hlm.170-177. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4-5 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan be- kerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. [8] Hasinah, H. Handiwirawan. 2006. Keragaman Genetik Ternak Kerbau di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung programkecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitian dan Pen- gembanganPeternakan, Bogor. [9] Martin, P., Bateson, P., 1993. Measuring Behaviour, An introducing guide. 2ndEd.Cambridge [10] University Press. Cambridge. [11] Putu, I.G.M., M. Sabrani, M. Winugoho, T. Chaniago, Santoso, Tarmudji, A.D. Supriyadi, dan P. Oktaviana. 1994. Peningkatan Produksi dan Reproduksi Kerbau Kalang Pada Agroekosistem Rawa di Kalimantan Sela- tan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 54 hlm. [12] Schoenian, S. 2005. Ruminant Digestive System. http:www.sheep 101. infocud.html. 23 Juni 2012. [13] Scott, J. P. 1987. Animal Behavior. 2ndEd. The University of Chicago Press,Chicago. [14] Siregar, A.R. 1997. Penentuan dan Pengendalian Siklus Birahi Untuk Meningkatkan Produksi Kerbau. War- tazoa 61: 1−6. [15] Siregar, A. 2004. Pengembangan Ternak Kerbau Melalui Aplikasi Inseminasi Buatan IB di Indonesia. Ma- kalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknolo- gi LlPI. Banjarmasin, 7-8 Desember 2004. 24 hlm. [16] Smith, J. B. S. Mangkoewidjojo. 1987. The Care, Breeding and Management ofExperiment Animals for Research in the Tropics. p. 171. [17] Tanudimadja, K. S. Kusumamihadja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Diktat Jurusan Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. [18] Tinbergen, N. 1979. Perilaku Binatang. Tira Pustaka: Jakarta. [19] Wanapat M. 2001. Swamp Buffalo Rumen Ecology and Its Manipulation. Proceeding Buffalo. Workshop Desember 2001. [20] Yurleni. 2000. Produktivitas dan Peluang Pengembangan Ternak Kerbau di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 367 Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi: Studi Kasus di Sungai Barong Kecil dan Sungai Barong Besar, Taman Nasional Sembilang, Sumatera Selatan Dela Nopita Sari 1 , Yuanita Windusari 1 , Sarno 1 , dan Edward Saleh 2 1Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, 2Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwi- jaya, Kontak e-mail: dewla-uzugawayahoo.com; ywindusariyahoo.com Abstrak: Penelitian dilaksanakan bulan Juni-September 2014 dengan tujuan untuk memperkirakan jumlah karbon tersimpan, menghitung indeks nilai penting INP, serta menganalisis hubungan antara karbon tersimpan mangrove dan kerapatan vegetasi. Lokasi penelitian adalah kawasan Sungai Barong Kecil dan Barong Besar yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Sembilang, di kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Petak sampling ukuran 10m x 10m ditentukan secara purposive dengan pertimbangan tertentu. Cadangan karbon merupakan nilai estimasi dari 50 total biomassa per satuan luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis mangrove yang tumbuh di kawasan Sungai Barong Kecil dan Sungai Barong Besar, yaitu Avicennia alba, Avicennia marina dan Avicennia officinalis. Pada kawasan muara Sungai Barong Kecil, INP tertinggi 192,07 dan estimasi karbon tersimpan terbesar 22,79 tonha ditemukan pada spesies Avicennia marina; sedangkan nilai INP sebesar 147,62 dan estimasi karbon tersimpan sebesar 18,65 tonha pada Avicennia alba merupakan INP dan estimasi karbon tersimpan terbesar yang ditemukan di area Sungai Barong Besar. Berdasarkan hasil tersebut dipastikan bahwa INP secara nyata mempengaruhi nilai karbon tersimpan. Makin tinggi nilai INP dari suatu jenis vegetasi, maka makin besar peran vegetasi tersebut sebagai penyerap karbon. Kata kunci: karbon tersimpan, INP, mangrove, Sungai Barong Kecil, Sungai Barong Besar Abstract: The research was conducted in June and September 2014 with the aim to estimate the amount of carbon stored, calculating important value index IVI, and to analyze the relationship be- tween the carbon stored in mangroves and vegetation density. The research location is Sungai Barong Kecil and Sungai Barong Besar, which is part of the Sembilang National Park, Banyuasin district, South Sumatra. Sampling plots determined by purposive with particular consideration. Carbon stocks an estimated value of 50 of total biomass per unit area. The results showed that there are 3 types of mangroves that grow in the Sungai Barong Kecil and Sungai Barong Besar areas, namely Avicennia alba , Avicennia marina and Avicennia officinalis. In the Sungai Barong Kecil area, the highest IVI 192,07 and the largest estimate of stored carbon 22,79 tonsha was found in the species Avicen- nia marina ; while IVI of 147,62 and the estimated carbon stored at 18,65 tonsha were found in Avicennia alba is the highest IVI value and the biggest estimates of carbon stored found in the Sungai Barong Besar. Based on these results confirmed that the IVI significantly affect the value of carbon stored. The higher the value of IVI of a species of vegetation, the greater the role of vegetation as a carbon sink. Keywords: Carbon stored, IVI, mangroves, Sungai Barong Kecil, Sungai Barong Besar 1 PENDAHULUAN angrove merupakan komunitas tumbuhan yang tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai, yang pertumbuhannya dipengaruhi pasang surut air laut dan mampu beradaptasi terhadap ter- paan ombak. Ekosistem mangrove memiliki fungsi utama secara ekologis dan memiliki peran seperti ekosistem hutan lainnya yaitu sebagai penyerap karbon dioksida CO 2 . Namun, kerusakan hutan mangrove akibat aktivitas manusia yang tinggi akan menurunkan kemampuan alamiahnya untuk me- nyerap dan menyimpan karbon. Penyimpanan karbon pada mangrove di sepanjang kawasan pesisir wilayah Indo-Pasifik luas hanya sekitar 0,7 dari luasan hutan namun mangrove dapat menyimpan sekitar 10 dari semua emisi. Hutan mangrove pada ekosistem lahan basah mampu menyimpan kar- bon 800-1.200 ton per ha Purnobasuki, 2011. M Dela N. S. dkk.Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi ... 368 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Ekosistem mangrove di Taman Nasional Sembilang TNS kabupaten Banyuasin II, Sumatera Se- latan merupakan kawasan terluas di Indonesia Bagian Barat dengan luas 77.500 ha. Kondisi mangrove di kawasan ini mengalami tekanan dan degradasi dari tahun ke tahun sejak tahun 1994. Kondisi saat ini hutan tersebut mengalami reduksi 3.552 ha selama priode 2001 - 2009. Salah satu kerusakan man- grove di wilayah TNS disebabkan oleh aktifitas tambak Japan International Cooperation Agen- cy JICA, 2010. Ekosistem mangrove di muara Sungai Barong Kecil dan Barong Besar yang berada di kawasan Taman Nasional Sembilang berperan penting secara ekonomis dan ekologi. Berbagai biota hidup didalamnya dan keberadaan hutan mangrove berperan untuk menjaga dan menstabilkan garis pantai. Penurunan kualitas lingkungan akibat konversi lahan menjadi tambak atau perkebunan, penebangan hutan mangrove dan terjadinya abrasi menyebabkan berubahnya komposisi vegetasi te- gakan pada kawasan hutan mangrove. Berkurangnya luasan hutan mangrove berdampak pada menurunnya kemampuan vegetasi dalam menyimpan cadangan karbon. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk menganalisis hubungan antara kemampuan vegetasi mangrove dalam menyimpan karbon dengan kondisi vegetasi di area hutan mangrove di Pesisir Timur Sumatera Selatan. Kawasan yang dijadikan contoh adalah kawasan Sungai Barong Kecil dan Sungai Barong Besar yang menjadi bagian dari Taman Nasional Sembilang dan menjadi kawasan penting dalam upaya konservasi mangrove wilayah pesisir. 2 METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada Juni-September 2014 berlokasi di muara Sungai Barong Kecil dan Ba- rong Besar yang merupakan kawasan konservasi hutan mangrove di TNS. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan kriteria tertentu seperti karakteristik kawasan dan kondisi vegetasi. Penentuan plot pada penelitian ini secara purposive . Plot pengamatan berukuran 10m x 10m untuk mengamati kondisi vegetasi, jenis mangrove, kerapatan, dan nilai penting vegetasi Kusmana, 1997. Pada setiap lokasi penelitian dibuat 6 plot. Analisis terhadap biomassa mangrove dilakukan di Laboratorium Ekologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya sedangkan analisa kandungan karbon organik tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Inderalaya. CARA KERJA Parameter Fisika-Kimia di Lokasi Penelitian Parameter fisika lingkungan yang diamati secara langsung di lapangan adalah pH, kelembaban dan salinitas. Parameter kimia lingkungan mangrove dianalisis berdasarkan sampel sedimen. Sampel sedimen diambil pada kedalaman 0-20 cm secara komposit Dharmawan Siregar, 2008. Lokasi Plot Titik Koordinat Penelitian Muara Sungai Barong Kecil 1 02°0950,1S dan 104°5416,6E 2 02°0949,3S dan 104°5416,1E 3 02°0949,0S dan 104°5415,3E 4 02°0948,6S dan 104°5414,9E 5 02°0949,0S dan 104°5414,6E 6 02°0948,4S dan 104°5413,7E Muara Sungai Barong Besar 1 02°0807,6S dan 104°5402,2E 2 02°0807,9S dan 104°5401,3E 3 02°0808,2S dan 104°5402,6E 4 02°0808.5S dan 104°5401.2E 5 02°0807,8S dan 104°5355.9E 6 02°0808,6S dan 104°5359,6E Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan ordinat titik sampling Dela N. S. dkk.Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 369 Pengukuran Biomassa Biomasa mangrove diambil menggunakan metode non-destructive. Nama setiap jenis pohon yang ma- suk dalam plot dicatat dan diukur diameter setinggi dada dbh = diameter at breast height = 1,3 m dari permukaan tanah. Metode yang digunakan mengikuti metode Hairiah Rahayu 2007. Pengukuran dbh mangrove untuk batang yang tidak beraturan menggunakan metode Weyerhaeuser Tennigkeit 2000 dalam Hairiah Rahayu, 2007. Penghitungan berat kering BK menjadi nilai biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik yang dimodifikasi dari Katterings et al. 2001 . Pengolahan Data Data yang ada dianalisis untuk mendapatkan indeks nilai penting INP pada tingkatan pohon. Nilai biomassa di atas permukaan tanah dianalisis menggunakan metode allomatrik berdasarkan rumus: Hairiah et al. 2011. Volume cabang: Volume cm 3 = π x R 2 x T dengan: R = Jari-jari potongan cabang = ½ x Diameter cm; T = Panjang kayu cm; Berat Jenis grcm -3 Berat kering g BJ gcm -3 = Volume cm 3 Estimasi biomassa dari diameter dan berat jenis kayu BJ dihitung menggunakan formula Ketterings et al . 2001 dalam Hairiah Rahayu, 2007. W = 0,11 x ρ x D 2+c dengan: W = Biomassa kgtree; D = Diameter pohon cm; ρ = Berat jenis kayu gcm -3 ; c = Kesalahan = 0,62 Estimasi karbon tersimpan dihitung menggunakan pendekatan biomassa Sutaryo, 2009, dan pada pohon dihitung berdasarkan rumus Brown, 1997 Cadangan karbon C = W x 0,5 dengan: W = Total Biomassa tonha; C = Cadangan Karbon tonha 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata Diameter, Biomassa dan Cadangan Karbon Tegakan Mangrove Tingkat Pohon Hasil analisis terhadap jumlah karbon tersimpan pada tegakan pohon mangrove di muara Sungai Ba- rong Kecil dan Barong Besar ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 4.1 Rata-rata diameter dan biomassa tegakan pohon mangrove tiap plot di lokasi penelitian. Lokasi Plot Jml Ind Rata-rata Diameter cm Biomassa Tonha Cadangan Karbon Tonha Muara Sungai Barong Kecil 1 5 15,80 17,38 8,69 2 6 12,58 4,80 2,40 3 6 15,40 17,04 8,52 4 9 14,35 11,23 5,62 5 8 13,35 10,96 5,48 6 8 14,29 11,18 5,59 Total 42 85,77 72,59 36,30 Muara Sungai Barong Besar 1 7 12,65 7,65 3,83 2 6 13,16 7,97 3,98 3 7 15,42 13,73 6,86 4 6 14,38 11,18 5,59 Dela N. S. dkk.Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi ... 370 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 5 7 13,38 8,93 4,46 6 6 15,39 13,46 6,73 Total 39 84,38 62,92 31,45 Total biomassa pada tegakan pohon mangrove di muara Sungai Barong Kecil 72,59 tonha lebih besar dibandingkan total biomassa pada tegakan pohon mangrove di muara Sungai Barong Besar 62,92 tonha. Total karbon tersimpan di muara Sungai Barong Kecil sebesar 36,30 tonha lebih tinggi dibandingkan total karbon tersimpan di muara Sungai Barong Besar yang hanya sebesar 31,45 tonha. Biomassa tertinggi di muara Sungai Barong Kecil sebesar 17,38 tonha ditemukan pada Plot 1 dengan rata-rata diameter pohon 15,80 cm, sedangkan biomassa tertinggi di muara Sungai Barong Besar sebesar 13,73 tonha ditemukan pada plot 3 dengan rata-rata diameter pohon 15,42 cm. Perbedaan nilai total biomasa dipengaruhi diameter batang tegakan pada lokasi penelitian. Wal- pone 1993 dalam Imiliyana, 2012 menyatakan terdapat hubungan erat antara dimensi pohon diame- ter dan tinggi dengan biomasanya. Besarnya ukuran diameter tiap pohon akan mempengaruhi nilai biomassa yang tersimpan dalam bagian tanaman. Nilai total karbon tersimpan pada pohon mangrove di muara Sungai Barong Kecil 36,30 tonha lebih besar dibandingkan nilai total cadangan karbon pada tegakan pohon mangrove di muara Sungai Barong Besar 31,45 tonha. Perbedaan karbon tersimpan pada setiap plot diduga berhubungan dengan meningkatnya biomassa. Karbon tersimpan berbanding lurus dengan kandungan biomassanya. Makin besar kandungan biomassa, maka cadangan karbon juga akan makin besar. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan pendapat Hairiah Rahayu 2007 yang menyatakan bah- wa potensi cadangan karbon dapat dilihat dari biomassa tegakan yang ada. Besarnya cadangan karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh biomassa. Oleh karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan cadangan karbon. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh terhadap cadangan karbon. Jenis mangrove di muara Sungai Barong Kecil dan Sungai Barong Besar yaitu Avicennia alba , Avicennia marina dan Avicennia officinalis yang termasuk dalam famili Avicenniaceae. Spesies man- grove berpotensi dalam menyimpan karbon yang berbeda-beda. Tabel 2. Karbon tersimpan pada setiap jenis Mangrove di muara Sunagi Barong Kecil dan Sungai Barong Besar Lokasi Spesies Rata-rata Di- ameter cm Jumlah Individu Biomassa Total Tonha Cadangan Karbon Tonha Muara Sungai Barong Kecil Avicennia alba 15,40 10 22,82 11,41 Avicennia marina 13,71 31 45,57 22,79 Avicennia officinalis 17,90 1 4,19 2,10 Muara Sungai Barong Besar Avicennia alba 15,43 18 37,30 18,65 Avicennia marina 12,63 20 22,71 11,36 Avicennia officinalis 17,52 1 2,90 1,45 Spesies Avicennia marina yang ditemukan di muara Sungai Barong Kecil memiliki karbon tersimpan tertinggi yaitu 22,79 tonha, sedangkan Avicennia alba merupakan spesies dengan nilai karbon tertinggi yang ditemukan di muara Sungai Barong Besar 18,65 tonha. Kedua spesies ini merupakan vegetasi dominan di lokasi pengamatan. Suin 2003 dalam Asril, 2009 menyatakan do- minannya suatu spesies menunjukkan tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya dan kemampuannya menyimpan karbon. Indeks Nilai Penting INP menunjukkan pengaruh suatu spesies dalam komunitasnya, makin tinggi INP suatu spesies maka makin besar peranan spesies tersebut dalam komunitasnya. Tabel 3. Indeks Nilai Penting jenis mangrove Lokasi Spesies KR FR DR INP Muara Sungai Barong Kecil Avicennia marina 73,81 50,00 68,26 192,07 Avicennia alba 23,81 41,67 28,14 93,62 Dela N. S. dkk.Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 371 Avicennia officinalis 2,38 8,33 3,60 14,31 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Muara Sungai Barong Besar Avicennia marina 51,28 46,15 40,91 138,35 Avicennia alba 46,16 46,15 55,32 147,62 Avicennia officinalis 2,56 7,70 3,77 14,03 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Secara umum keragaman jenis mangrove di muara Sungai Barong Kecil dan Barong Besar man- grove tidak tergolong tinggi. Hal ini diduga akibat berkurangnya luas hutan mangrove sebagai dampak pengaruh alam maupun manusia. Setyawan et al . 2005 dalam Susanto et al., 2013 menyata- kan bahwa sedikitnya jumlah spesies mangrove disebabkan besarnya pengaruh antropogenik yang mengubah habitat mangrove untuk kepentingan lain seperti pembukaan lahan untuk pertambakan dan pemukiman. Tingginya populasi A. marina disebabkan karena kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungannya seperti salinitas yang tinggi, kondisi substrat berlumpur yang di tunjang den- gan sistem perakaran sistem akar nafas yang dimiliki. Menurut Noor 2006 menyatakan bahwa kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi ka- dar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghin- dari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu menge- luarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya. Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰ MacNae, 1966 dalam Noor, 2006. Pada umumnya akar-akar mangrove mengabsorbsi air dengan konsentrasi garam lebih rendah daripada air laut dan garam di- kembalikan lagi keluar dengan suatu penambahan air dari dalam sistem perakaran Soeroyo, 1992. Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan mangrove. Tinggi dan rendahnya nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai dan masukan air laut dari laut. Kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mangrove di dua lokasi pengamatan adalah kadar salinitas 16-20, nilai pH berkisar 6,3 - 6,9 untuk muara Sungai Barong Kecil dan berkisar 6,4 - 6,9 untuk muara Sungai Barong Besar. Jesus 2012 menyatakan variasi pH dipengaruhi bahan organik dan mineral pada tanah sedimen, serta kandungan mineral dari air laut. Kandungan C-organik di mu- ara Sungai Barong Besar 3,48 , cenderung lebih tinggi dibandingkan kandungan C-organik di mu- ara Sungai Barong Kecil 3,35 . Hubungan Indeks Nilai Penting INP vegetasi dan kandungan karbon tersimpan Vegetasi yang ada pada suatu wilayah akan berpengaruh atau mempunyai suatu peranan terhadap lingkungan sekitarnya. Damayanti 2004 menyatakan pengaruh dan peranan suatu jenis vegetasi pa- da suatu wilayah ditentukan nilai INP. Makin banyak jumlah vegetasi, makin tinggi frekuensi dite- mukannya, dan makin besar diameter batang yang dimilikinya, maka nilai INP makin besar. Nilai INP berkisar antara 0 - 300. INP menunjukkan peranan suatu jenis tumbuhan dalam komunitas. INP A. marina sebesar 192,07 merupakan nilai tertinggi yang ditemukan di muara Sungai Ba- rong Kecil. Tingginya nilai INP tersebut diikuti dengan nilai karbon tersimpan yang juga tertinggi 22,79 tonha. Hal serupa ditemukan pada muara Sungai Barong Besar yang memiliki nilai INP tertinggi untuk spesies A. alba 147,62 dan juga diikuti dengan nilai karbon tersimpan tertinggi 18,65 tonha. Menurut Jesus 2012, Kerapatan mangrove yang tinggi dapat memproduksi serasah yang tinggi dan meningkatkan aktivitas dekomposisi serta menyumbang C-organik yang lebih besar ke dalam substrat pada habitat mangrove disekitarnya. Tingginya kandungan C-organik dipengaruhi jumlah serasah atau bagian mangrove yang telah mati. Dekomposisi tanaman dan sisa hewan yang telah mati di dalam kawasan mangrove cenderung lebih tinggi dan menyebabkan kandungan karbon organik pada habitat mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan lahan lain. Suatu jenis pohon yang memiliki nilai dominansi relatif lebih besar menunjukan peranan jenis ter- sebut dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Dela N. S. dkk.Hubungan antara Cadangan Karbon Mangrove dan Kerapatan Vegetasi ... 372 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Indriyanto 2006 menjelaskan bahwa spesies dominan pada suatu komunitas tumbuhan akan memi- liki nilai INP yang tinggi. Dominansi relatif spesies menggambarkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi jenis vegetasi dengan luas total habitat, dan menunjukkan jenis vegetasi dominan dida- lam komunitas. 4 SIMPULAN Jenis mangrove yang ditemukan tumbuh di lokasi penelitian adalah Avicennia alba, Avicennia mari- na dan Avicennia officinalis . Avicennia marina merupakan spesies dengan Indeks Nilai Penting INP tertinggi 192,07 dan nilai karbon tersimpan tertinggi 22,79 tonha yang ditemukan di muara Sungai Barong Kecil, sedangkan Avicennia alba merupakan spesies dengan INP tertinggi 147,62 dan nilai karbon tersimpan tertinggi 18,65 tonha yang ditemukan di muara Sungai Barong Besar. Total biomassa mangrove di muara Sungai Barong Kecil sebesar 72,59 tonha dengan total karbon tersimpan sebesar 36,30 tonha adalah lebih tinggi dibandingkan total biomassa mangrove di muara Sungai Barong Besar yang hanya sebesar 62,92 tonha dan total karbon tersimpan sebesar 31,45 tonha. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Fundamental dengan Nomor Kontrak 211UN9.3.1LT 2014 tahun anggaran 20132014. REFERENSI [1] Asril. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah Rawa Gambut di Stasiun Penelitian SUAQ Balimbing Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. [2] Dharmawan, I.W.S. C.A. Siregar. 2008. Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon Tegakan Avicennia marina forsk. Vierh. Di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 54: 317- 328. [3] Hairiah, K S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforesty Center: Bogor. [4] Hairiah, K., A. Ekadinata., R.R. Sari S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat La- han Ke Bentang Lahan, Petunjuk Praktis, Edisi Kedua . World Agroforesty Center. Bogor: II + 88 hlm. [5] Imiliyana, A., M. Muryono., H. Purnobasuki. 2012. Estimasi Stok Karbon Pada Tegakan Pohon Rhizophora stylosa Di Pantai Camplong, Sampang-Madura. Jurnal. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Tidak dipub- likasi. [6] Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara: Jakarta. xi + 210 hlm. [7] Jesus, A.D. 2012. Kondisi Ekosistim Mangrove di Sub District Liquisa Timor-Leste. Jurnal. 13: 136-143 [8] Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. IPB : Bogor. 55 hlm. [9] Noor, Y.R., M. Khazali, I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKAWI-IP: Bogor. 220 hlm. [10] Purnobasuki, H. 2011. Peranan mangrove dalam Mitigasi Perubahan Iklim. http:herypurba- fst.web.unair.ac.idartikel_detail-23207-Mangrove-Peranan mangrove dalam mitigasi perubahan ik- lim.html. Di akses pada tanggal 12 Maret 2014. [11] Soeroyo. 1992. Sifat, Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove. Bahan Kursus Pelatihan Dasar Metodologi Penelitian Sumberdaya Hayati dan Lingkungan Laut , Mataram 3-9 Agustus 1992. 1-17 hlm. [12] Susanto, A.H., T. Soedarti dan H. Purnobasuki. 2013. Struktur Komunitas Mangrove di Sekitar Jembatan Suramadu Sisi Surabaya. Jurnal Bioscientiae. 101: 1-10. [13] Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa, Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Ka r- bon . Wetlands International Indonesia Programme: Bogor. 39 hlm. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 373 Kandungan Karbon Tersimpan pada Serasah Bambu di Hutan Bambu Pagar Alam Sumatera Selatan Ermawati, Yuanita Windusari, dan Zulkifli Dahlan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya; e-mail: uchuermawa- tigmail.com; ywindusariyahoo.com; zulkiflidahlanyahoo.com Abstrak: Penelitian mengenai kandungan karbon pada serasah bambu di hutan bambu Pagar Alam Sumatera Selatan telah dilakukan pada Maret hingga Mei 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menge- tahui kandungan karbon pada serasah bambu di hutan bambu Pagar Alam Sumatera Selatan. Sampel serasah yang diambil dari spesies-spesies bambu yang telah terpilih secara acak dan di identifikasi, kemudian sampel tersebut dikeringkan hingga diperoleh berat kering konstan dengan oven di labora- torium Ekologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Un- iversitas Sriwijaya. Hasil menunjukkan bahwa nilai tertinggi karbon tersimpan pada serasah ditemu- kan pada serasah Gigantochloa wrayi Gamble sebesar 24 tonCha dengan nilai biomassa sebesar 48 tonha, sedangkan nilai terendah karbon tersimpan pada serasah ditemukan pada Gigantochloa robus- ta Kurz sebesar 15,6tonCha dengan nilai biomassa sebesar 31,2 tonha. Berdasarkan hasil tersebut to- tal estimasi karbon tersimpan pada serasah di hutan bambu Pagar Alam adalah 103,5tonCha dari ± 5 ha area yang teramati. Kata kunci: biomassa, estimasi, kandungan karbon, serasah bambu, hutan bambu PagarAlam. Abstract: Research on the carbon content of the litter in the bamboo in Pagar Alam bamboo forest at South Sumatra was conducted in March and May 2014 This study aims to determine the carbon con- tent in the bamboo litter in the bamboo forests of Pagar Alam, South Sumatra. Litter samples were taken from the bamboo species that have been randomly selected and identified, then the sample was dried to a constant dry weight was obtained with a laboratory oven in Plant Ecology, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sriwijaya. The results showed that the highest value of carbon stored in litter found in litter Gigantochloa wrayi Gamble by 24 tonC ha with a biomass value of 48 tonnes ha, while the lowest value of carbon stored in litter found in robusta Gigantochloa Kurz for 15,6tonC ha with a biomass value of 31.2 tons ha. Based on these results the estimated total carbon stored in litter in the bamboo forests of Pagar Alam is 103,5tonC ha of ± 5 ha area were observed. Keywords: biomass, estimation of carbon stored, liiter, Pagar Alam bamboo forest 1 PENDAHULUAN ndonesia merupakan negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia. World Research Institute 1992 melaporkan bahwa Indonesia telah kehilangan lebih dari 72 potensi hutan alam, atau rata-rata 3,4 juta hektar setiap tahun. Hal ini sangat menyusut drastis karena pada tahun 1950-an luas kawasan hu- tan 144 juta menjadi 92,4 juta hektar pada akhir tahun 2000-an. Penyebab utama degradasi ini adalah konversi hutan alam untuk berbagai keperluan Heriyanto dan Garsetiasih, 2004. Pemanasan global adalah peristiwa naiknya suhu permukaan bumi.Faktor penting pengatur iklim yaitu suhu atmosfer karena suhu merupakan sumber energi yang menggerakkan faktor-faktor iklim. Suhu atmosfer ditentukan oleh kadar gas yang disebut gas rumah kaca. Makin tinggi kadar GRK, ma- kin tinggi ERK dan makin tinggi pula suhu atmosfer sehingga dapat menyebabkan pemanasan global yang selanjutnya mendorong terjadinya perubaham iklim. Penyebab utama pemanasan global adalah tingginya kadar CO 2 di atmosfer dan untuk menurunkan kadar CO 2 tersebut yaitu dengan memperluas kawasan vegetasi hijau Widhiastuti, 2008. Berkaitan dengan fenomena tersebut para pemerhati lingkungan mulai menghawatirkan kondisi yang akan terjadi di bumi apabila pemanasan global terus berlanjut. Oleh sebab itu perlu adanya usaha I Ermawati dkk.Kandungan Karbon Tersimpan pada Serasah Bambu di Hutan ... 374 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melestarikan hutan atau mengkonservasi vegetasi di muka bumi ini karena vegetasi mampu mengendalikan gas rumah kaca dengan jalan menyerap CO 2 melalui fotosintesis Rositah et al ., 2013. Kelebihan hutan bambu bila dibandingkan dengan hutan lainnya yaitu hutan bambu seluas 1.17 ha dapat menyerap CO 2 di atmosfer sebesar 62 tontahun, bila dibandingkan dengan hutan muda yang berisi vegetasi lainnya yaitu sebesar 15 tontahun pada luas areal yg sama tersimpan dalam bentuk biomassa, hal ini berarti setiap 5 tahun hutan bambu akan memproduksi 86 tonha biomasa dan me- nyimpan cadangan karbon 43 tonCha, hampir 2 kali lebih banyak dari kebun jati pada kondisi yg sama Michigan Bamboo Company 2010 dalam Dahlan, 2010. Konversi hutan menjadi lahan perkebunan teh meyebabkan habitat sumberdaya hayati termasuk bambu semakin sedikit. Berkurangnya luas hutan bambu berdampak pada terganggunya ekosistem biotik tumbuhan, hewan dan manusia dan abiotik ketersediaan air, erosi dan longsor Wardana, 2008. Hutan bambu yang terletak di kota Pagar Alam merupakan salah satu kawasan hutan konserva- si yang ada di Sumatera Selatan. Hutan bambu berperan ekonomis dan ekologis. Salah satu nilai eko- logis pada hutan bambu berperan sebagai penyimpan cadangan karbon, dan serasah yang menjadi ba- gian dari biomassa bambu juga sebagai penyimpan karbon. Penelitian-penelitian yang terkait tentang bambu dan cadangan karbon belum banyak di lakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian untuk mengkaji seberapa besar cadangan karbon tersimpan pada tanaman bambu khususnya pada serasah bambu di kawasan hutan bambu Pagar Alam perlu dilakukan untuk mengetahui karbon yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati. 2 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan Maret hingga Mei 2014 bertempat di Hutan Bambu Pagar Alam dengan luas ± 5 hayang berada di Kelurahan Curup Jare Kecamatan Pagar Alam Utara Kota Pagar Alam dengan titik koordinat E: 103 11’45,5 S: 04 00’44,5”. Pengukuran berat kering dilakukan di Laboratorium Ekologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Data yang dikumpulkan berupa data primer atau data lapangan yaitu berat basah dan berat kering sampel tumbuhan bawah dan serasah. Plot sampling berukuran 1 m x 1 m ditentukan berdasarkan kondisi vegetasi terwakili dalam kawasan untuk pengambilan contoh serasah. Tabel 1. Lokasi Titik Koordinat Pengambilan Sampel yang diambil secara acak pada lokasi penelitian. Rumpun Spesies Bambu Titik Koordinat Bambusa vulgariz cv vitata E :103 11’45.5” S : 04 00’44.5” Gigantochloa wrayi Gamble E : 103 11’50.8” S : 04 00’42.7” Ermawati dkk.Kandungan Karbon Tersimpan pada Serasah Bambu di Hutan ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 375 Gigantochloa robusta Kurz E : 103 13’55.7” S : 04 01’66.5” Sumber : Ermawati 2014 Pengukuran Cadangan karbon pada Serasah Bambu Pengambilan contoh cadangan karbon pada serasah dilakukan dengan metode non destructive. Sampel serasah sebanyak 200 gr dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dalam oven pada temperature 80 C hingga diperoleh berat kering konstan Suprihatno et al ., 2012. Analisa Data Data berat kering tiap komponen serasah per plot dihitung dengan rumus Hairiah et al 2011 dan Lu- gina et al 2011: Total BK g = BK subcontoh g × Total BB g BB subcontoh g Keterangan: BB sub-contoh = Berat basah sub-contoh g; BK sub-contoh = Berat kering sub-contoh g; Total BB = Jumlah total berat basah g; Total BK = Jumlah total berat kering g Karbon tersimpan dihitung berdasarkan asumsi bahwa 50 biomassa adalah karbon tersimpan Brown, 1997 Simpanan Kandungan Karbon C = 0,5 × W Keterangan: W = Biomassa tonha; C = Simpanan Karbon ton Cha 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Serasah bambu berasal dari serasah Bambusa vulgaris cv vitata McClure 1 rumpun, Gigantochloa wrayi Gamble 1 rumpun, dan Gigantochloa robusta Kurz 15 rumpun . Penentuan jenis serasah dilakukan melalui proses identifikasi jenis bambu. Nuraetin 2014 menyatakan bahwa dari 5ha hutan bambu Pagaralam yang diamati, spesies bambu Gigantochloa robusta Kurz merupakan spesies domi- nan dan ditemukan sebanyak 117 rumpun. Perhitungan nilai biomassa dan kandungan karbon tersim- pan serasah di Kawasan Hutan Bambu Pagar Alam ditunjukkan pada Tabel 1 Tabel 1. Kandungan Biomassa dan Karbon Tersimpan tonha pada Serasah Bambu dari jenis-jenis yang dite- mukan di Kawasan Hutan Bambu Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan Spesies Biomassa tonha Karbon Tersimpan ton Cha Bambusa vulgaris cv vitata 45 22,5 Gigantochloa wrayi Gamble 48 24 Gigantochloa robusta Kurz 31,2 15,6 Total 124,2 62,1 Rata-rata 41,4 20,7 Total biomassa serasah bambu sebesar 124,2 tonha dengan total karbon tersimpan 62,1 tonCha. Total biomassa dan kandungan karbon tersimpan tersebut berasal dari 45 tonha biomassa Bambusa vulgaris cv vitata dengan total karbon tersimpan 22,5 tonCha, dan 48 tonha biomassa Gigantochloa wrayi Gamble dengan total karbon tersimpan 24 tonCha serta 31,2 tonha biomassa Gigantochloa robusta Kurz dengan total karbon tersimpan sebesar 15,6 tonCha. Ermawati dkk.Kandungan Karbon Tersimpan pada Serasah Bambu di Hutan ... 376 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Nilai biomassa dapat menjadi lebih besar karena tumbuhan menyerap CO 2 di udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis Hairiah et al., 2011. Hal yang sama disampaikan oleh Widyasari H 2010 bahwa luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyi- naran, suhu, dan ciri-ciri dari jenis tumbuhan masing-masing menentukan jumlah cadangan karbon tersimpan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Gigantochloa wrayi Gamble tumbuh pada wilayah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan jenis-jenis bambu yang lain, hal ini menyebabkan jenis ini lebih sering terkena cahaya matahari dan berdampak pada proses fotosintesisnya. Nilai kandungan karbon tersimpan terendah pada serasah 15,6 ton Cha terdapat pada serasah dari Gigantochloa robusta Kurz ini erat kaitannya dengan vegetasi bambu Gigantochloa robusta Kurz yang lebat sehingga membentuk kanopi yang lebar dan rapat. Menurut Hairiah 2007, semakin rapat kanopi pohon, biomassa tumbuhan bawah dan serasahnya akan semakin berkurang karena berkurang- nya cahaya matahari yang mencapai lantai kebun atau hutan itu sendiri. Kandungan karbon tersimpan pada serasah Bambusa vulgaris cv vitata sebesar 22,5 ton Cha dan Gigantochloa wrayi Gamble 24 ton Cha. Kedua spesies ini mempunyai serapan karbon yang cukup tinggi dibandingkan dengan karbon tersimpan pada serasah Gigantochloa robusta Kurz yaitu 15,6 ton Cha. Menurut Suprihatno et al 2012, mengingat kadar karbon bambu relatif sama dengan tanaman hu- tan, tanaman bambu layak ditanam karena memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk men- gatasi persoalan CO 2 di udara. Nilai kandungan karbon tersimpan pada serasah per-spesies berbeda dikarenakan karakteristik dari serasahnya berbeda. Widjaja 1995 menyatakan spesies Bambusa vulgaris cv vitata McClure memi- liki karakterikstik daun yang kecil, lancip, dan berwarna kuning, daun pelepahnya tegak. Pada Gigan- tochloa wrayi Gamble memiliki daun yang lebar, panjang dan ramping, berwarna hijau, serta meiliki daun pelepah terlekuk balik, sedangkan pada daun Gigantochloa robusta Kurz memiliki karakteristik sama persis dengan Gigantochloa wrayi Gamble sehingga dapat dilihat pada tabel hasil bahwa nilai dari spesies ini tidak jauh berbeda. Asril 2009 menjelasakan kandungan karbon dan biomassa pada serasah dipengaruhi oleh kom- ponen-komponen penyusunnya seperti kayu busuk, daun, dan ranting. Pengukuran biomassa dapat memberikan informasi tentang persediaan karbon dalam vegetasi dan lahan secara keseluruhan, baik di bawah permukaan tanah dan akar tumbuhan. Sutaryo 2009, menyatakan bahwa selain itu karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik yang masih dipergunakan mau- pun yang sudah berada di tempat penimbunan. Karbon juga dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar, peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam kan- tong karbon ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer. 4 KESIMPULAN Kandungan karbon tersimpan pada serasah tertinggi ditemukan pada serasah Gigantochloa wrayi Gamble sebesar 24 tonCha dengan nilai biomassa serasah sebesar 48 tonha. Kandungan karbon tersimpan pada serasah terendah ditemukan pada Gigantochloa robusta Kurz sebesar 15,6 tonCha dengan nilai biomassa serasah 31,2 tonha. Dugaan kandungan karbon tersimpan pada serasah di kawasan hutan bambu Pagar Alam dengan luas ±5 hektar adalah 103,5 ton Cha. REFERENSI [1] Asril.2009. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Rawa Gambut Di Stasiun Penelitian Suaq balimbing Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ProgramPascasarjana, Un- iversitas SumateraUtara. Ermawati dkk.Kandungan Karbon Tersimpan pada Serasah Bambu di Hutan ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 377 [2] Dahlan Z. 2010. Peran Tanaman Bambu Dalam Mitigasi Perubahan Iklim. pemaparan pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekologi Tumbuhan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dipaparkan dihadapan rapat terbuka Universitas Sriwijaya Indralaya. [3] Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre –ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p. [4] Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004.Potensi Pohon Kulim Scorodocarpus borneensis Becc di Kelom- pok Hutan Gelawan Kampar, Riau.Online Version, http:indoplasma.or.idpublikasibuletin_pnpdfbuletin_pn_10_1_2004_37-42_heriyanto.pdf.[06 Februari 2014]. [5] Maulana IS. 2009. Pendugaan Densitas Karbon Tegakan Hutan Alam Di Kabupaten Jayapura, Papua. Jour- nal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 4 Edisi Khusus : Hal. 261 – 274. [28 November 2012]. [6] Michigan Bamboo Company. Bamboo and Environment.Diakses dari www.mibambu.comEnvironment.htm. [27 September 2013]. [7] Nuraetin E. 2014. Inventarisasi Dan Identifikasi Jenis Tanaman Bambu Yang Ada Di Kawasan Hutan Bam- bu Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan.[Skripsi]. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Un- iversitas Sriwijaya. Indralaya. [8] Suprihatno B, Hamidy R, Amin B. 2012. Analisis Biomassa Dan Cadangan Karbon Tanaman Bambu Be- langke Gigantochloa Pruriens. Ilmu LingkunganJournal Of Environmental Science2012 : 6 1 : 82 – 92. [21 November 2013]. [9] Sutaryo D. 2009.Penghitungan BiomassaSebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan kar- bon.Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. [10] Wardana CA. 2008. Distribusi dan Potensi Ekologi Bambu Di Hutan Lindung Bukit Jambul-Gunung Patah Pagaralam Propinsi Sumatera Selatan [Tesis].Palembang : Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. [11] Widhiastuti, R. 2008. Keanekaragaman dan Konservasi Vegetasi Hutan GunungSinabung untuk Pembangu- nan Berkelanjutan.Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekologi Tumbuhan pa- da Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, diucapkan dihadapan rapat terbuka Universitas Suma- tera Utara. Medan. Online Version, reposito- ry.usu.ac.idbitstream123456789205451ppgb_2008_retno_widhiastuti.pdf.[06 Februari 2014]. [12] Widjaja, E.A. 2011. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. [13] Widyasari HNAE. 2010. Pendugaan Biomassa Dan Potensi Karbon Terikat Di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar Di Sumatera Selatan. [Tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 378 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Morfologi Sel Darah Putih dari Beberapa Variasi Kerbau Rawa Pampangan di Sumatera Selatan Netta Permata Sari, Yuanita Windusari Erwin Nofyan, Mustafa Kamal, dan Laila Hanum Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Sriwijaya; e-mail: nettapermatasari16yahoo.co.id; ywindusariyahoo.com; lailaha- numgmail.com Abstrak: Kerbau rawa Pampangan merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati morfologi leukosit sel darah dari beberapa variasi kerbau pampangan yang ditemukan di Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Leu- kosit mempunyai peranan penting dalam menunjang sistem imun kesehatan ternak kerbau rawa. Spe- simen darah diambil dari vena jugularis kerbau rawa sebanyak 3 ml dan disimpan dalam tabung beri- si antikoagulan. Sediaan apusan darah dibuat dengan menggunakan metode pewarnaan gimsa. Hasil penelitian memberikan gambaran mengenai morfologi leukosit kerbau rawa yang terdiri dari monosit, limfosit dan neutrofil. Sel neutrofil yang terdapat di darah kerbau rawa Pampangan masih tergolong muda. Hal mengindikasi bahwa kerbau rawa Pampangan cenderung rentan terkena penyakit akibat vi- rus ataupun bakteri. Kata kunci: Kerbau rawa pampangan, sediaan apusan darah, sel darah putih Abstract: Pampangan swamp buffalo is one of the germ plasm in South Sumatra. This study aimed to observe the morphology of blood cells leukocytes from several variations Pampangan buffalo found in Rambutan District in Banyuasin Regency, South Sumatra. Leukocytes have an important role in supporting the immune system of swamp buffaloes. Blood specimens were taken from the ju- gular vein swamp buffalo as much as 3 ml and stored in tubes containing anticoagulant. Blood smear preparations were made by using a staining Gimsa methods. The results of the study provide an over- view of the swamp buffalo leukocyte morphology consisting of monocytes, lymphocytes and neutro- phils. Cells contained in the blood neutrophils swamp buffalo Pampangan still relatively young. It in- dicates that buffalo swamp tend Pampangan susceptible bacterial or viral diseases. Keywords: Pampangan swamp buffalo, blood smear preparation, white blood cell 1 PENDAHULUAN erbau pampangan merupakan spesies asli yang telah lama dikenal oleh masyarakat indonesia, dan salah satu kekayaan plasma nutfah Sumatera Selatan dengan penyebarannya hanya meliputi Kecamatan Pampangan dan Kabupaten Banyuasin. Kerbau rawa ini memiliki keunggulan terutama dalam hal adaptasi dan survival dengan lingkungan, pada saat musim hujan kerbau ini hidup di rawa lebak yang tergenang air sampai kurang lebih 2 meter, kerbau ini dapat mencari makan dengan cara menenggelamkan diri kedasar lahan, kemudian memakannya diatas permukaan air kerbau itu biasa mencari makanan di dalam air BPTB Sumatera Selatan 2014. Kerbau rawa pampangan masih sedikit dibudidayakan oleh masyarakat, seiring dengan pertamba- han kebutuhan masyarakat akan sumber protein hewani maka kerbau rawa mulai banyak dipelihara dan dibudidayakan oleh masyarakat, ternak kerbau rawa merupakan salah satu ternak penghasil pro- tein hewani yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan relatif mudah dalam pemeliharaan. Tingginya kebutuhan masyarakat akan protein hewani mendorong pe- merintah untuk menyediakan sumber protein hewani yang berkualitas bagi masyarakat, kerbau rawa yang baik dan sehat dapat dinyatakan jika parameter berupa hematologi yang meliputi pemeriksaan darah diatas batas normal maka, proses metabolisme tubuh, pertumbuhan serta ketahanan tubuh ter- nak dapat dinyatakan baik Suwandi 2002: 133. Ternak kerbau rawa adalah hewan ruminansia bernilai ekonomis tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang sulit terutama pada kawasan lahan basah. Budidaya kerbau rawa didaerah pampan- K Netta P. S. dkk.Morfologi Sel Darah Putih dari Beberapa Variasi Kerbau Rawa ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 379 gan masih bersifat tradisional dan pemiliharaan secara ekstensif dengan sistem pemeliharaan yang dilepas bebas diarea lahan basah menyebabkan proses produksi yang rendah baik dari hal kesehatan, pakan dan reproduksi sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas dan populasi ker- bau rawa ini sebagai aset penting plasma nutfah di Sumatera Selatan. Kondisi kesehatan kerbau sangat penting dalam pembudidayaan atau pengambangannya. Darah berperan penting dalam mengantarkan oksigen dan mengedarkan nutrisi, Leukosit sangat berkaitan erat dengan kesehatan ternak, maka perlu dilakukan penelitian terhadap hematologis dari darah kerbau rawa pampangan yang mencakup morfo- logi Leukosit Limfosit, Monosit, Basofil, Neutrofil Dan Eosinofil. 2 METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2014. Spesimen darah ulas dari 4 variasi kerbau rawa pampangan Kerbau Hitam,Kerbau Merah, Kerbau Belang dan Kerbau Lampung yang terdapat di Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Darah diambil dari vena jugularis kerbau rawa sebanyak 3 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang mengandung an- tikoagulan EDTA. Preparasi spesimen darah dimodifikasi dari metode yang digunakan Rahmadani 2008. Metode pewarnaan Gimsa digunakan untuk pembuatan preparat apusan. Preparasi awal darah dilakukan di Laboratorium Penelitian Bersama Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang. Pem- buatan preparat apusan dan dokumentasi dilakukan di laboratorium LPPT UGM. Identifikasi morfo- logi darah berdasarkan hasil dokumentasi dilakukan di Laboratorim Penelitian Bersama Pascasarjana. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan cara tabulasi. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi terhadap morfologi kerbau rawa Pampangan ditemukan 4 variasi kerbau rawa yaitu ker- bau hitam, kerbau merah, kerbau belang, kerbau Lampung. Hasil identifikasi terhadap morfologi leu- kosit darah pada ke 4 variasi kerbau rawa Pampangan ditunjukkan pada Gambar 1, 2, 3, dan 4 Gambar 1. Morfologi darah dari kerbau rawa Pampang hitan. Keterangan: A Monosit; B. Netrofil; C. Neutrofil ; D. Limfosi; E. Netrofil; F. Limfosit Sumber : Dokumen Pribadi, Netta 2014. A D B C E F Netta P. S. dkk.Morfologi Sel Darah Putih dari Beberapa Variasi Kerbau Rawa ... 380 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Gambar 2. Morfologi sel darah putih dari kerbau rawa Pampangan merah. Keterangan: A. Monosit; B.Limfosit Sumber : Dokumen Pribadi, Netta 2014. Gambar 3. Morfologi sel darah putih dari kerbau rawa Pampangan belang. Keterangan: A. Netrofil; B. Neutro- fil Sumber : Dokumen Pribadi, Netta 2014. Gambar 3. Morfologi sel darah putih dari kerbau rawa Pampangan dari Lampung. Keterangan: A. Limfosit; B. Monosit; C. Monosit Sumber : Dokumen Pribadi, Netta 2014. Berdasarkan preparat ulasan darah yang terlihat di mikroskop per lapangan pandang terlihat mono- sit pada kerbau rawa pampangan mempunyai sitoplasma yang besar, mempunyai bentuk inti berben- tuk tapal kuda atau seakan terlipat, menurut Subowo, 1992 Monosit mempunyai kemampuan gerak dengan jalan membentuk pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam jaringan pengikat, dalam jaringan ini monosit berubah menjadi makrofag atau sel fagositik yang mempunyai kemampuan membelah diri, dan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja sama membentuk sistem imun. Limfosit yang terdapat dikerbau rawa pampangan mempunyai inti yang besar dengan sedikit sitop- lasma, dengan inti tampak gelap Menurut Ganong 2002, limfosit merupakan unsur kunci pada pros- es kekebalan. Beberapa limfosit dibentuk di sumsum tulang, tetapi bagian terbesar dibentuk di dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekursor yang berasal dari sumsum tulang. Selain beredar dalam darah, limfosit terdapat dalam jaringan limfoid tonsil, nodus limfe, limpa, thymus, sumsum A B A B C A B Netta P. S. dkk.Morfologi Sel Darah Putih dari Beberapa Variasi Kerbau Rawa ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 381 tulang, appendix, dan Peyer’s patche usus halus. Pada umumnya, limfosit memasuki sistem pereda- ran darah melalui pembuluh limfe. Setiap saat, hanya sekitar 2 dari seluruh limfosit dalam tubuh terdapat di darah perifer. Sebagian besar sisanya terdapat di organ limfoid. Neutrofil yang terdapat dikerbau rawa pampangan mempunyai bentuk bermacam – macam pada kerbau Hitam B merupakan neutrofil kelompok II berlobus 2, E neutrofil kelompok I berlobus 1, sedangkan pada kerbau belang neutrofil termasuk kedalam kelompok I berlobus 1.Inti neutrofil tidak berbentuk bulat melainkan berbenuk lobus berjumlah 2- 5 lobus, Menurut Subowo, 1992 semakin muda umur neutrofil maka jumlah lobus akan berkurang,neutrofil merupakan salah satu jenis sel yang termasuk kedalam sistem imun utama, karena mempunyai kemampuan fagositosis dan menghancur- kan partikel yang difagositosis dengan enzim-enzim yang ada. 4 SIMPULAN Berdasarkan hasil yang ada disimpulkan bahwa sel neutrofil yang terdapat di darah kerbau rawa ma- sih tergolong muda, dan karena leukosit berperan penting dalam sistem imun ternak kerbau rawa, maka dapat diindikasikan kerbau rawa Pampangan cenderung rentan terkena penyakit akibat virus atau bakteri. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibantu dananya dari Hibah Penelitian Kompetitif dengan Nomor kontrak 215 UN9.3.1 LT 2014 REFERENSI [1] Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Banyuasin .2009. http:www.Pubm.Banyuasinkab.Go.Id [2] Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Riview of Medical Physiology. [3] Suwandi. 2002. Manfaat Pemeriksaan Gambaran Darah Umum Pada Ternak Ruminansia. Temu Teknis Fung- sional Non Penelitian . [4] Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta. Bumi Aksara. 382 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang Mangrove di Taman Nasional Sembilang Sumatera Selatan Nurul Fitri Iin Dahlia 1 , Yuanita Windusari 1 , Sarno 1 , Edward Saleh 2 1 Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, 2 Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwi- jaya; e-mail : nurul_cerry32yahoo.com; ywindusariyahoo.com Abstrak: Penelitian dilaksanakan bulan Juni-September 2014 dengan tujuan untuk menduga jumlah cadangan karbon tersimpan di kawasan tersebut. Lokasi penelitian adalah kawasan Sungai Barong Kecil dan Barong Besar yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Sembilang, di kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Metode penelitian adalah Purposive Sampling. Data dikum- pulkan di lokasi penelitian dari plot berukuran 5m x 5m untuk vegetasi tingkatan sampling. Proses pengeringan sampel vegetasi mangrove dilakukan di laboratorium Fisiologi, Jurusan Biologi, Fakul- tas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. Data disampaikan secara deskriptif dan tabel. Ha- sil penelitian menunjukkan bahwa total biomassa di muara sungai Barong Kecil adalah 4,29 Tonha dan jumlah karbon tersimpan 1,79 Tonha; sedangkan jumlah biomassa total di muara sungai Barong Besar adalah 6,45 Tonha dan jumlah total cadangan karbon tersimpan 2,79 Tonha. Kata kunci: Biomassa, cadangan karbon, mangrove, Taman Nasional Sembilang. Abstract: Research on Carbon Stock Estimation of Mangrove sapling Biomass Stake In Region Ba- rong Barong Kecil Estuaries and Barong Besar, Sembilang National Park, South Sumatra aims to es- timate the amount of carbon stored reserves in the region of Barong Kecil rivers and Barong Besar, this research has been conducted in June-Seprember 2014, located in the area of estuaries Barong Ke- cil and Barong Besar, Sembilang National Park, South Sumatra and Plant Physiology Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sriwijaya. The method used in this study is purposive sampling. Collecting data at the study site with a plot size of 5 mx 5 m to level. Data were analyzed descriptively and table. From the observations that have been done shows that the total amount of carbon stored in the estuaries Barong Kecil of 1.79 tons ha, the total biomass of 4,29 tons ha. While in the estuaries Barong Besar acquired total reserves of carbon stored is 2,79 tonsha, the total biomass of 6,45 tonsha. Keywords: biomass, carbon stocks, mangrove, Sembilang National Park 1 PENDAHULUAN erubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningka- tan gas-gas asam arang atau karbon dioksida CO 2 , metana CH 4 dan nitrous oksida N 2 O yang le- bih dikenal dengan gas rumah kaca GRK. Saat 2 ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem Hairiah dan Rahayu, 2007. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang CO 2 dari uda- ra melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi C- sequestration. Dengan demikian men- gukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup biomasa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman Hairiah dan Rahayu, 2011 Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang dapat menyerap dan menyimpan cadangan kar- bon. Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan mangrove paling luas di dunia. Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2006 bahwa luas hutan mangrove Indonesia men- capai 4,3 juta hektar Haryani, 2013. Mangrove merupakan ekosistem yang berada pada wilayah in- tertidal, dimana pada wilayah tersebut terjadi interaksi yang kuat antara perairan laut, payau, sungai dan terestrial. Interaksi ini menjadikan ekosistem mangrove mempunyai keanekaragam yang tinggi P Nurul F. dkk. Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 383 baik berupa flora maupun fauna. Mangrove hidup di daerah tropik dan subtropik, terutama pada garis lintang 25° LU dan 25° LS. Sengupta, 2010 dalam Martuti, 2013 Taman Nasional Sembilang merupakan salah satu kawasan konservasi mangrove yang ada di In- donesia. Menurut wilayah administrasi pemerintahan TN Sembilang berada di kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. TN Sembilang terdiri dari beberapa muara sungai yang di sekitarnya hutan mangrove. Muara sungai ini perlu dilakukan penelitian karena mangrove di kawasan ini mulai mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pembuatan tambak ikan maupun kare- na terjadi abrasi. Dengan demikian perlu mempertahankan fungsi hutan mangrove untuk tindakan pe- lestarian yang terarah. Tindakan pelestarian dapat berupa menjaga ekosistem hutan mangrove. Pene- litian ini bertujuan untuk menduga jumlah cadangan karbon tersimpan tingkat pancang di kawasan sungai Barong Kecil dan sungai Barong Besar, Taman Nasional Sembilang. 2 METODELOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada Juni-September 2014 berlokasi di muara Sungai Barong Kecil dan Ba- rong Besar yang merupakan kawasan konservasi hutan mangrove di TNS. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan kriteria tertentu seperti karakteristik kawasan dan kondisi vegetasi. Penentuan plot pada penelitian ini secara purposive . Plot pengamatan berukuran 5 m x 5 m untuk tingkat pancang Kusmana, 1997. Pada setiap lokasi penelitian dibuat 6 plot. Analisa terhadap biomassa mangrove dilakukan di Laboratorium Ekologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya. CARA KERJA Parameter Lingkungan di Lokasi Penelitian Parameter lingkungan yang diamati secara langsung di lapangan pada setiap plot lokasi penelitian yai- tu pH, kelembaban dan salinitas. Lokasi Plot Titik Koordinat Penelitian Muara Sungai Barong Kecil 1 02°0950,1S dan 104°5416,6E 2 02°0949,3S dan 104°5416,1E 3 02°0949,0S dan 104°5415,3E 4 02°0948,6S dan 104°5414,9E 5 02°0949,0S dan 104°5414,6E 6 02°0948,4S dan 104°5413,7E Muara Sungai Barong Besar 1 02°0807,6S dan 104°5402,2E 2 02°0807,9S dan 104°5401,3E 3 02°0808,2S dan 104°5402,6E 4 02°0808.5S dan 104°5401.2E 5 02°0807,8S dan 104°5355.9E 6 02°0808,6S dan 104°5359,6E Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan titik koordinat sampling Pengukuran Biomassa Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dengan metode non destructive yaitu tidak mela- kukan pemanenan. Dengan mencatat nama setiap jenis pancang yang masuk dalam plot, kemudian mengukur diameter pancang. Nilai biomassa dapat dihitung dengan mengetahui berat jenis BJ kayu terlebih dahulu setelah diketahui volumenya. Bila pancang yang diukur belum ada dalam daftar BJ kayu, maka tetapkan berat jenis BJ kayu dari masing-masing jenis pancang dengan jalan memotong cabang pancang yang pertama dari permukaan tanah dengan menggunakan parang ± 20 cm untuk me- nentukan berat jenis BJ kayu, diameter cabang yang dipotong diukur dan ditimbang berat basahnya. Nurul F. dkk. Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang ... 384 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 80 ºC selama 48 jam. Setelah itu ditimbang berat kering- nya sampai konstan Hairiah dan Rahayu, 2007. Pengolahan Data Data yang ada dianalisis untuk mendapatkan indeks nilai penting INP pada tingkatan pohon. Nilai biomassa di atas permukaan tanah dianalisis menggunakan metode allomatrik berdasarkan rumus: Hairiah et al. 2011. Volume cabang: Volume cm 3 = π x R 2 x T Keterangan: R = Jari-jari potongan cabang = ½ x Diameter cm; T = Panjang kayu cm; Berat Jenis grcm -3 BJ g cm −3 = Berat kering g Volume cm 3 Estimasi biomassa dari diameter dan berat jenis kayu BJ dihitung menggunakan formula Ketterings et al . 2001 dalam Hairiah Rahayu, 2007. W = 0,11 x ρ x D 2+c Keterangan: W = Biomassa kgtree; D = Diameter pohon cm; ρ = Berat jenis kayu gcm -3 ; c = Kesalahan = 0,62 Estimasi karbon tersimpan dihitung menggunakan pendekatan biomassa Hairiah dan Rahayu, 2007 Cadangan karbon C = W x 0,46 Keterangan: W = Total Biomassa tonha; C = Cadangan Karbon tonha 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Lingkungan Lokasi Penelitian Parameter lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mangrove dan cadangan karbon yang tersimpan di dalam biomassanya. Menurut Bakri 2009, variasi dan kebe- radaan jenis pada tiap lokasi tidak terlepas dari adanya pengaruh faktor lingkungan, iklim dan faktor tanah dan kompetisi akan nutrisi. Pada lokasi penelitian didapat perubahan faktor fisik per plot yang berpengaruh terhadap jenis-jenis tersebut sehingga mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut dan dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan didapatkan rata-rata salinitas di kawasan sungai Barong Ke- cil yaitu 16,33, pH 6,60, kelembaban tanah 22,00 . Sedangakan kawasan sungai Barong Besar sali- nitas rata-rata yaitu 18,77, pH 6,62 dan kelembaban 26,67 . Untuk lebih jelasnya dapat dilihaat pada Table 1. dibawah ini: Tabel 1. Salinitas, pH dan kelembapan di lokasi penelitian Lokasi Plot Parameter Lingkungan Salinitas pH Kelembaban Muara Sungai Barong Kecil 1 16 6,3 30 2 16 6,4 30 3 16 6,8 12 4 18 6,6 20 5 17 6,9 20 6 15 6,6 20 Rata-rata 16,33

6.60 22.00

Sungai Barong Besar 1 19 6,4 25 2 20 6,5 20 Nurul F. dkk. Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 385 3 19 6,4 30 4 18 6,9 25 5 16 6,8 30 6 17 6,7 30 Rata-rata 18,17 6,62 26,67 Jumlah pancang, rata-rata diameter, biomassa, dan cadangan karbon tiap plot di lokasi penelitian Potensi biomassa tanaman mangrove dapat diketahui melalui perkalian antara berat jenis dan volume batang. Potensi penyerapan gas CO 2 diperoleh melalui perhitungan perkalian kandungan karbon ter- hadap besarnya serapan CO 2, sedangkan karbon pohon tanaman mangrove diketahui melalui perka- lian antara biomassa pohon dengan nilai bentukan karbon 0,46 yang didapatkan dari 46 cadanga karbon merupakan bagian dari biomassa tanaman. Sehingga besarnya serapan CO 2 pada pancang tiap hektarnya dapat diketahui melalui konversi luas arealnya. Tabel 2. Jumlah pancang, rata-rata diameter pancang, biomassa dan cadangan karbon tersimpan pada tegakan pancang tiap plot di lokasi penelitian Lokasi Plot Jumlah Pancang Rata-rata diameter cm Biomassa Tonha Cadangan Karbon Tonha Muara Sungai Barong Kecil 1 8 5.02 0,94 0,43 2 9 4.53 0,85 0,39 3 6 3.08 0,16 0,07 4 12 2.88 0,24 0,11 5 7 5.55 1,14 0,52 6 11 4.66 0,97 0,44 Total 53

25.72 4,29

1,97 Muara Sungai Barong Besar 1 7 5,55 1,07 0,49 2 7 5,78 1,31 0,6 3 6 7,96 1,96 0,9 4 6 7,27 1,57 0,72 5 8 3,82 0,35 0,16 6 5 3,44 0,2 0,09 Total 39 33,82 6,45 2,97 Jumlah total biomassa di muara sungai Barong kecil yaitu 4,29 Tonha dan jumlah total cadangan karbon tersimpan 1,97 Tonha, hasil ini lebih kecil bila dibandingkan dengan lokasi penelitian muara sungai Barong Besar dimana jumlah total biomassa adalah 6,45 Tonha dan jumlah total cadangan karbon tersimpan sebesar 2,97 Tonha. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah cadangan karbon pada vegetasi mangrove, di antaranya diameter pancang, kerapatan vegetasi dan kondisi ling- kungan disekitar vegetasi seperti pH, kelembaban tanah dan salinitas. Menurut Sugirahayu dan Rus- diana 2011, Perbedaan simpanan karbon di masing-masing penutupan lahan dipengaruhi oleh jum- lah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang mempengaruhi laju fotosintesis. Kusmana et al , 1992 dalam Siregar dan Heryanto 2010, juga menyatakan bahwa besarnya bio- massa ditentukan oleh diameter, tinggi tanaman, berat jenis kayu, dan kesuburan tanah. Hal ini sepen- dapat dengan pernyataan Khairijon et al ., 2013, bahwa selain kerapatan, ada faktor lain yang mem- pengaruhi besarnya nilai biomassa pada masing-masing jenis mangrove yaitu diameter pohon. Se- dangkan menurut Yamani 2013, umumnya biomassa bagian-bagian pohon seperti daun, cabang, ranting, batang dan akar berkorelasi secara positif dengan diameter dan tinggi total pohon tersebut. Korelasi positif biomassa bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter po- hon dibandingkan dengan tinggi totalnya. Dalam arti kata setiap peningkatan diameter atau tinggi to- tal pohon akan selalu diikuti oleh peningkatan biomassa pada setiap bagian pohon tersebut. Nurul F. dkk. Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang ... 386 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Tabel 3. Kandungan cadangan karbon setiap pesies mangrove di lokasi penelitian Lokasi Spesies Rata-rata Diameter cm Biomassa Tonha Cadangan Karbon Tonha Muara Sungai Barong Kecil Avicennia alba 4,84 0,5 0,23 Avicennia marina 4,18 3,32 1,53 Avicennia officinalis 2,87 0,02 0,01 Bruguiera cylindrical 5,89 0,28 0,13 Rhizophora apiculata 3,34 0,13 0,06 Xylocarpus granatum 4,78 0,05 0,02 Muara Sungai Barong Besar Avicennia alba 6,01 2,92 1,34 Avicennia marina 5,41 3,09 1,42 Avicennia officinalis 5,02 0,45 0,21 Setiap spesies memiliki kemampuan menyerap karbon berbeda-beda. Pada Tabel 3 terlihat bio- massa dan kandungan cadangan karbon tertinggi baik pada kawasan sungai Barong Kecil maupun sungai Barong Besar terdapat pada jenis mangrove Avicennia marina yaitu biomassa pada sungai Ba- rong Kecil 3,32 Tonha dan cadangan karbon 1,53 Tonha sedangkan pada sungai Barong Besar bio- massa didapatkan 3,09 Tonha, cadangan karbon 1,42 Tonha. Sedangakan biomassa dan cadangan karbon terendah baik pada kawasan sungai Barong Besar maupun sungai Barong Besar terdapat jenis mangrove yang sama pula yaitu Avicennia officinalis dengan jumlah biomassa di muara sungai Ba- rong Kecil sebesar 0,02 Tonha dan jumlah cadangan karbon yaitu 0,01 Tonha dan di muara sungai Barong Besar didapatkan biomassa yaitu 0,45 Tonha dan cadangan karbon 0,21 Tonha. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mangrove jenis Avicennia marina mendominasi atau paling banyak ditemukan, baik di kawasan sungai Barong Kecil maupun di kawasan sungai Barong Besar. Dengan demikian diketahui bahwa jumlah biomassa dan cadangan karbon pada tegakan pan- cang selain di pengaruhi oleh diameter juga dipengaruhi oleh kerapatan jenis dan jenis tanaman. Hal ini sepedapat dengan Putri et al., 2012 yang menyatakan bahwa perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sis- tem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomassanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies den- gan nilai kerapatan kayu rendah” . 4 KESIMPULAN Jumlah biomassa di muara sungai Barong Kecil adalah 4,26 Tonha dan Sungai Barong Besar adalah 6,45 Tonha Jumlah total cadangan karbon tersimpan du muara sungai Barong kecil adalah 1,79 Tonha dengan diameter rata-rata 25,72 cm dan di muara sungai Barong Besar adalah 2,79 Tonh, diameter rata-rata 33,82 cm. Jenis Avicennia marina di kedua lokasi penelitian memiliki cadangan karbon tertinggi yaitu di mu- ara sungai Barong Kecil 1,53 Tonha dan di muara sungai Barong Besar 1,42 Tonha UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Fundamental dengan Nomor Kontrak 211UN9.3.1LT2014 tahun anggaran 20132014 REFERENSI [1] Bakri. 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon Di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: 67 hlm. [2] Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan edisi kedua. World Agroforestry Centre. Bogor: xiii + 85 hlm. Nurul F. dkk. Pendugaan Cadangan Karbon dari Biomassa Tingkat Pancang ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 387 [3] Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan . World Agroforestry Centre. Bogor: vi + 73 hlm. [4] Khairijon. 2013. Profil Biomassa dan Kerapatan Vegetasi Tegakan Hutan Mangrove di Marine Station Ke- camatan Dumai Barat, Riau. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 41-44. [5] Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor: v + 55 hlm. [6] Martuti, N.K.T. 2013. Keanekaragam Mangrove di Wilayah Tapak, Tugurejo, Semarang. Jurnal MIPA. xxxvi 2: 123-130. [7] Putri, A.I., Kamelia, M dan Fiah, R.E. 2012. Keanekaragaman Pohon dan Pendugaan Cadangan Karbon Ter- simpan pada Dua Jenis Vegetasi Di Kota Bandar Lampung. Prosiding SNSMAIP. iii 3: 104-109. [8] Siregar, C.A dan Heryanto N.M. 2010. Akumulasi Biomassa Karbon pada Skenario Hutan Sekunder Di Wa- ribaya, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. vii 3: 215-226. [9] Sugirahayu, L dan Rusdiana, O. 2011. Perbandingan Simpanan Karbon pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur Berdasarkan Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanahnya. Jurnal Silvikultur Tropika . ii 3: 149 – 155. [10] Yamani A. 2013. Studi Kandungan Karbon pada Hutan Alam Sekunder Di Hutan Pendidikan Mandiangin Fakultas Kehutan Unlam. Jurnal Hutan Tropis. i 1: 85-91. 388 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Kebijakan Pinjam Pakai Areal Hutan dalam Kaitannya dengan Deforestasi H. Amrullah Arpan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak: Hukum adalah salah satu sumber daya alam yang harus dijaga kelestariannya, balikan da- lam kebijakan nasional harus dijaga luasannya. Dalam kaitannya dengan kewenangannya penguasaan sumber daya alam, mulai dari UUD 1945 hingga perundang-undangan sektoral sebagai turunannya, negara Pemerintah memiliki kewenangan dalam bentuk penguasaan terhadap sumber daya alam ini hutan, atas dasar itu timbul praktik pinjam pakai. “scheme” pinjam pakai ini secara yuridis berten- tangan dengan aturan mengenai pinjam meminjam pada umumnya dan pinjam pakai verberiklening pada khususnya. Pada sisi lain, pinjam pakai ini atas dasar permohonan yang karena ada beban biaya hanya dapat di- lakukan oleh perusahaan Perkebunan Besar maupun Perusahaan Pertambangan Besar. Kedua bentuk bada usaha ini masih dipertanyakan kinerjanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagai- mana dimaksudkan Pasal 33 UUD 1945. 1 PENGUASAAN SUMBER DAYA ALAM egara bukan terbentuk dengan sendirinya. Negara itu merupakan suatu konstruksi kemasyaraka- tan guna memelihara inter-aksi antara individu sebagai penduduk yang membentuk dan atau memelihara kelangsungan negara tersebut dalam kaitannya dengan kelangsungan negara terbentuk harus ditumbuh kembangkan suatu cara pandang sebagai suatu konsep dalam pembentukan negara. Cara pandang ini meliputi: 1. Bahwa pembentukan negara itu dalam rangka menepatkan sekelompok orang yang memiliki ke- wenangan terhadap yang lain. Negara yang dibentuk atas dasar konsep ini adalah suatu negara ke- kuasaan. Orientasinya kekuasaan kehendak untuk menguasai lebih berkuasa dari yang lain. Da- lam negara yang demikian ini keseluruhan aturan yang dibuat semata-mata untuk menjaga kelang- sungan kekuasaan muncullah instrumen berupa adagium: “L’ etat le moi” ; “ The King can do no wrong ”. 2. Bahwa Pembentukan Negara hanyalah untuk melahirkan pemegang kekuasaan yang berfungsi hanya melindungi ketertiban belaka. Dalam kalangan hukum dan politik, konsep ini terkenal den- gan istilah “Nacht wakerstaat”. 3. Bahwa pembentukan negara dalam rangka menjadikan negara sebagai institusi yang berkwajiban membimbing, mengarahkan maupun segala tindakan lain untuk mencapai kemakmuran rakyat. Dewasa ini, konsep ketiga inilah yang dianut di Indonesia, hal ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang menetukan bahwa kewajiban negara untuk kemakmuran rakyat. Untuk melaksana- kan tugas tersebut, negara dimanifestasikan oleh pengembang tugas negara harus diberi wewenang yang berupa suatu kedaulatan untuk melakukan pengurusan dalam suatu manajemen kenegeraan. Dalam kaitannya dengan alam pemegang fungsi eksekutif yang dibebani kewajiban untuk melaku- kan tindakan-tindakan penguasaan dengan secara Konstitusional. Penguasaan sumber daya alam ini dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945, Khususnya ayat 3 yang berkaitan dengan ayat 1 mengenai asas kekeluargaan dalam penyusunan dan implementasi sistem ekonomi, Penguasaan cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang artinya tidak boleh diserahkan kepada swasta serta perintah menyusun Undang-undang tentang sistem perekonomian. N H. Amrullah A.Kebijakan Pinjam Pakai Areal Hutan dalam Kaitannya dengan Deforestasi... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 389 2 PENGUASAAN HUTAN Undang-undang No 41 Tahun 1999 yang kemudian diubah oleh UU No 19 Tahun 2004 tentang ke- hutanan telah menindaklanjuti ketentuan pasal 33 3 UUD 1945. Pasal 4 UU No. 41 Tahun 1999 ini menyebutkan bahwa hutan termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh nega- ra untuk sebesar –besarnya kemakmuran rakyat dengan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk: 1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hu- tan. Dengan demikian manajemen hutan merupakan wewenang pemerintah. 2. Menetapkan suatu wilayah yang tadinya bukan kawasan hutan berubah statusnya sebagai kawasan hutan dan sebaliknya mengeluarkan suatu areal yang dari kawasan hutan menjadi kawasan lainnya. 3. Mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan- perbuatan hukum mengenai kehutanan. Dengan memperhatikan ketentuan butir ke 3 ini, berarti Pemerintah berwenang melakukan pinjam pakai atas hutan maupun kawasan hutan. Menurut Pasal 1 huruf a dan b, hutan adalah hamparan lahan yang berisi dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya sebagai kesatuan ekosistem, yang kemudian kedudukannya menjadi kawasan hutan hanyalah melalui penetapan pemerintah. Perlunya tindakan negara Pemerintah dalam mempertahankan ekosistem hutan ini dikarenakan secara alami hutan itu memiliki fungsi dan memberikan dampak terhadap komponen lainnya baik se- cara lokal, regional, nasional maupun institusional Kaslan A. Thohir : 1985 : 222-238. Undang- undang kehutanan ini membedakan hutan itu kedalam: 1. Hutan negara yaitu hutan berada pada tanah lahan yang tidak ada hak-hak individual yang meli- puti pula hutan adat sepanjang dalam kenyataannya masih ada Pasal 5 UU Kehutanan . 2. Hutan hak yaitu hutan yang berada diatas tanah dengan hak-hak individual tertentu hak milik dan hak guna usaha. 3. Hutan adat ini merupakan Pranata Sosial yang sudah ada dalam suatu persekutuan wilayah adat jauh sbelum munculnya konsep Negara Modern Imam Sudiyat : 1978 : 136-158 . Dalam kaitannya dengan negara menguasai hutan pada khususnya ataupun sumber daya alam pada umumnya menarik untuk dikemukakan disini uraian Arief Budiman 1981; 2-9, Pada intinya penulis ini mengemukakan bahwa bagi kelompok negara miskin, sekalipun ia menamakan sistem pemerinta- hannya sebagai sistem Pemerintahan Negara Demokratis, tetaplah ia sebagai suatu sistem pemerinta- han otoriter. Negara ambil bagian yang lebih besar bahkan dapat melakukan paksaan didasarkan pada upaya untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan, demikian pendapat Guru Be- sar Ekonomi Pembangunan ini. Legitimasi penguasaan sumber daya alam termasuk sumber daya hutan memungkinkan pemerin- tah melakukan tindakan otoriter, sebagai contoh awal, dapat dikemukakan disini bahwa berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk kewenangan Kehutanan diserahkan Ke- pada Daerah KabupatenKota Dalam kenyataan sebaliknya. Wujud otoriter disini adalah tindakan yang berlawanan dengan hukum. Konflik kepentingan antara penyelenggara negara dalam kondisi tertentu dan warga merupakan objek pengaturan hukum. Sudikno Mentokusumo 1986: 38 mengemukakan bahwa hukum harus be- rusaha menemukan keseimbangan konflik-konflik tadi. Dari aspek kehutanan, konflik antara norma dan aturan akan ditelusuri dalam kaitannya dengan pinjam pakai kawasan hutan. 3 PINJAM PAKAI HUTAN Sebelum membahas Pinjam Pakai Hutan dirasakan perlu untuk membahas pengaturan dasar dari pin- jam pakai itu sendiri. Pinjam pakai ini dalam bahasa Belanda disebut “ Bresiklering ”. Pasal 1740 KUH Perdata menentukan: H. Amrullah A.Kebijakan Pinjam Pakai Areal Hutan dalam Kaitannya dengan Deforestasi... 390 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang ke- pada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang menerima ba- rang itu setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu akan mengembalikannya. Dari ketentuan Pasal ini unsur-unsur pinjam pakai itu adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian; dalam perjanjian ini harus ada kesepakatan antara Pemerintah sebagai Pemegang ke- wenangan atas penggunapeminjam dipihak lain. 2. Pihak peminjam untuk menggunakan hutan itu bukan melakukan konversi 3. Dengan Cuma-Cuma Omniet Intinya tanpa pembayaran uang untuk diberikan kepada pihak yang meminjamkan. 4. Jelas penggunaanya 5. Kewajiban untuk mengembalikan benda yang dipinjamkan itu setelah dipakai atau lewat waktu yang telah ditentukan. Dalam membahas ketentuan Pasal 1740 KUHPerdata ini, Prof. R. Subekti, SH 1985 : 119 men- gemukakan bahwa barang benda sebagai objek pinjam pakai tidak boleh musnah hilang ataupun berkurang nilainya, oleh karena itu timbul kewajiban peminjam 1985 : 121 untuk memelihara ba- rang benda yang dipinjamkan sebagai kepala rumah tangga yang baik als goedhuisvader . Dengan demikian kalau terjadi kerusakankemerosotan harga yang tidak wajar onslijtage merupakan tang- gung jawab peminjam. Setelah memahami konsep pinjam pakai maka selanjutnya timbul persoalan kalau diterapkan pada pinjam pakai hutan. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa hutan adalah hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan dalam ekosistemnya itu sendiri yang tidak dapat dipisahkan. Hamparan lahan ini sering juga disebut tanah, yang oleh Prof. Boedi Harsono, SH dikatakan sebagai hamparan permukaan bumi dengan dimensi panjang dan lebar 2007 : 52. Menurut Boedi Harsono, hutan itu berada diatas tanah hamparan kulit bumi. Menteri kehutanan hanya melakukan tugas yang berkaitan dengan hutan saja, sementara tanahnya merupakan urusan dari Badan Pertanahan Nasional. Hal ini telah digariskan dalam instruksi Presiden No. 1 Tahun 1976. Dengan demikian untuk areal yang tidak ada tegakan pohon selayaknya hutan bu- kan lagi wewenang Kementerian Kehutanan. 4 AKIBAT HUKUM PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN Sebagaimana halnya Undang-undang No 41 Tahun 1999, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16Menhut-II2014 merumuskan Kawasan Hutan sebagai suatu wilayah yang ditetapkan oleh Peme- rintah untuk dipertahankan sebagai Hutan Tetap. Pasal 2 Peraturan Menteri ini menyebutkan bahwa dimungkinkan untuk menggunakan sebahagiaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan diluar kegiatan kehutanan. Kegiatan-kegiatan pembangunan diluar tidak termasuk dalam kegiatan kehutanan meliputi antara lain Pasal 4: 1. Pertambangan Migas, Minerba, Panas Bumi beserta Sarana dan Prasarana-nya 2. Instalasi pembangkit, transmisi dan distribusi listrik. 3. Jalan umum, jalan tol dan jalur kereta api. 4. Pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan energi. Keempat kegiatan ini dalam kegiatan operasionalisasinya jelas akan merusak hutan. Pada pasal 50 2 UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan disebutkan bahwa bagi pemegang izin usaha pemanfaa- tan kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan atau lazim pula disebut dengan istilah deforestasi. Kalaulah diberi Izin Pinjam Pakai, ini berarti bukan pinjam pakai. Seperti diuraikan pada bab sebelumnya sebagai suatu konsep hukum dan juga pandangan masya- rakat umum bahwa pada pinjam pakai, barang yang dipinjamkan itu tidak hilangtidak berubah, yang H. Amrullah A.Kebijakan Pinjam Pakai Areal Hutan dalam Kaitannya dengan Deforestasi... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 391 diberikan hanyalah sekedar hak untuk menggunakan barang tersebut. Hutan adalah ekosistem hampa- ran lahan yang didominasi oleh pepohonan tentunya tumbuhan berkayu sebagai tegakan hutan, kalau dipinjamkan untuk 4 empat kegiatan di atas tentunya harus diikuti dengan penebangan pohon-pohon tegakan hutan tersebut. Kalau akan dikembalikan oleh pemakai, tidak dapat dengan serta merta me- numbuhkan kembali seperti kondisi hutan pada saat permohonan pinjam pakai diberikan. Dalam butir 5 Peraturan Menteri Kehutanan No P.14Menhut-II2013 mengenai perubahan pasal 16 Permenhut No. P.18Menhut-II2011 disebutkan bahwa dalam memberikan izin prinsip, Menteri Kehutanan yang dapat didelegasikan ke pemerintah ProvinsiKabupatenKota, Pemohon harus membuat Surat Pernyataan akta notariil bahwa pemohon akan melakukan reklamasi dan revegetaasi pada kawasan hutan yang tidak digunakan lagi tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin pinjam pakai beserta rencannya. Sekalipun pemohon memenuhi kewajibannya untuk melakukan reklamasi dan rehabilitasi, tapi hu- tan yang digunakan oleh pemohon seperti dimaksud di atas tetap akan menjadi musnah alih fungsi lahan atas dasar pinjam pakai tadi maupun tidak sesuai penggunaan lahan pada kawasan hutan yang dimanfaatkan secara legal dalam bentukwujud kegiatan yang berbeda. Rakyat sebagai warga negara dilarang melakukan tindakan-tindakan yang merusak hutan dengan berbagai sanksi Administratif, Pidana dan Perdata dengan asusmsi bahwa perusakan hutan akan mengakibatkan terganggunya fungsi hutan yang bermuara pada suatu ancaman pada stabilitas perike- hidupan manusia sebagai bagian dari ekosistem lingkungan hidup. Dengan demikian pemberian lega- litas terhadap tindakan pengawasan oleh pemerintah sebagai wujud dari kekuasaan pemerin- tahkedaulatan negara adalah untuk kepentingan keseluruhan warga sebagai pihak yang diurusnya. Secara khusus dalam kaitannya dengan penatagunaan hutan pemberian kewenangan untuk men- gurus sumber daya alam ini adalah untuk menjaga kelangsungan dan sekaligus juga optimalisasi pe- manfaatannya. Sesuai dengan ketentuan pasal 33 UUD 1945, penguasaan hutan diletakkan pada ke- rangka dasarnya yaitu untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Semuanya terletak pada cara pandang pengelola negara terhadap sumber daya alam ini. Hakekat penentuan kawasan hutan oleh pemerintah adalah suatu implementasi kemauan politik un- tuk memelihara kelangsungan sumber daya alam ini. Seandainya ada celah melalui legislasi tindakan pemanfaatan hutan untuk kegiatan diluar kegiatan kehutanan seperti pertambangan mineral, batubara, minyak, gas dan perkebunan dalam skala besar tentunya akan menimbulkan dampak deforestasi. 5 PENUTUP Hutan merupakan sumber daya alam yang dengan berbagai fungsinya dibutuhkan oleh manusia seba- gai kebutuhan universal. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan pemerintah janganlah mengancam ke- langsungan hutan sebagai salah satu sumber daya alam. Kebijakan pemerintah memberi izin pinjam pakai terhadap kawasan hutan dalam jangka pendek menyebabkan penurunan luasan areal hutan. Dalam jangka panjang tidak ada jaminan akan realisasi kewajiban-kewajiban pemohon berkaitan dengan reklamasi dan rehabilitasi hutan. Pengertian pinjam pakai dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18Menhut-II2011; P.14Menhut-II2013 dan P.16Menhut-II2014 tidak sesuai dengan ketentuan Pinjam Pakai dalam KUH Perdata. REFERENSI [1] Arief Budiman 1981: Negara dan Pembangunan, Studi tentang Indonesia dan Korea Selatan. Penerbitan Yayasan Obor Indonesia Jakarta. [2] Boedi Harsono 2007: Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta. [3] Iman Sudiyat 1978: Asas-asas Hukum Adat, Bekal Pengantar. Penerbit Liberty, Yogyakarta. [4] Kaslan A. Thohir 1985: Butir-butir Tata Lingkungan. Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta. [5] Ronny Hanitijo Soemitro 1985: Beberapa Masalah dalam Studi Hukum Masyarakat. Penerbit CV Remaja Karya, Bandung. H. Amrullah A.Kebijakan Pinjam Pakai Areal Hutan dalam Kaitannya dengan Deforestasi... 392 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 [6] Sudikno Mertokusumo 1985: Mengenal Hukum. Penerbit Liberty. Yogyakarta Perundang-undangan: [7] Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 [8] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerljk Wetboek terjemahan R. Subekti. Penerbit Djambatan. Jakarta 1970. [9] Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan [10] Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 18Menhut-II2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan P.14Menhut-II2013 tentang Perubahan Kedua P.18Menhut-II2011 P.16Menhut-II2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 393 Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Jenis Burung Kuntul di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang, Banten Dewi Elfidasari 1 , Lia Mulyani Kurniati 1 , Sri Murtini 2 1Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, 2Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Email: dewielfidasarigmail.com Abstrak: Burung air liar diduga sebagai resevoir alami virus AI subtipe H5N1.Casmerodius albus, Egretta intermedia, dan E.garzetta merupakan burung air liar penetap di Cagar Alam Pulau Dua Se- rang CAPD, Propinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya antibodi terhadap virus AI subtipe H5N1 pada ketiga jenis kuntul Casmerodius albus, Egretta intermedia, dan E. gar- zetta di CAPD. Deteksi keberadaan antibodi terhadap AI H5N1 diperiksa dengan uji hambatan he- maglutinasi metode β. Diperoleh 91 sampel serum asal ketiga jenis burung kuntul.Hasil pengujian menunjukkan adanya antibodi terhadap H5N1 pada ketiga jenis kuntul.Sebanyak 8 sampel serum po- sitif terhadap virus AI H5N1.Ke 8 sampel serum tersebut terdiri dari 7 sampel serum anakan dan 1 sampel serum dewasa. Nilai GMT pada masing-masing kuntul anakan adalah Casmerodius albus 2 1,49 , Egretta intermedia 2 1,15 dan E.garzetta 2 1,24 . Keterpaparan ketiga kuntul lebih banyak di- tunjukkan pada kuntul anakan.Tingginya prevalensi serologis pada anakan diduga berasal dari maka- nan yang dibawa oleh induk kepada anakan yang didapatkan dari interaksi interspesies pada saat mencari mangsa di sawah dan dataran berlumpur dengan unggas domestik yang telah terinfeksi H5N1. Ketiga jenis kuntul pernah terpapar virus AI H5N1 dengan tingkat keterpaparan 1,1 Tingkat keterpapan pada kuntul anakan sebesar 87,5 dan pada kuntul dewasa sebesar 12,5 . Kata kunci: Burung Kuntul, virus AI subtipe H5N1, Uji HI, CAPD 1 PENDAHULUAN irus influenza memiliki tiga tipe antigenic yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Virus influenza tipe A umumnya menyerang hewan ternak seperti ayam, itik, kalkun, dan burung puyuh serta mamalia seperti kuda dan babi. Virus influenza tipe B dan C biasanya menyerang manusia dan babi Akoso 2006.Virus influenza tipe A dapat dibagi menjadi subtipe dan varian berdasarkan hemaglutinin HA, terdiri dari H1-H16, dan neuraminidase NA, terdiri dari N1-N9. Variasi antigen H dan N ini dapat menghasilkan 144 kemungkinan subtipe virus muncul diantaranya adalah: H1N1, H1N2, H2N2, H3N3, H5N1, H7N7, H9N1 OIE 2009. Sifat virus Avian influenza AI dapat menghemaglutinasi sel darah merah unggas. Virus ini juga dapat bertahan hidup pada air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Virus ini sensitif terhadap panas pada suhu 56 o C selama 3 jam atau 60 o C selama 30 menit, dan suasana asam pH 3 Nazarudin 2008. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati terkena bahan pengoksidasi, sodium dodecyl sulfat , β - propiolactone , serta desinfektan misalnya formalin, serta cairan mengandung iodin Tamher dan Noorkasiani 2008. Cagar Alam Pulau Dua CAPD terletak di kota Serang, Propinsi Banten tepatnya di Teluk Banten merupakan wilayah konservasi alam burung-burung liar terutama burung air liar yang dilindungi oleh pemerintah. CAPD sebagai tempat tinggal bagi ribuan burung air liar seperti Kuntul Besar Casmerodius albus , Kuntul Sedang Egretta intermedia , dan Kuntul Kecil E. garzetta dalam bertelur dan berbiak terletak di wilayah Teluk Banten, Kabupaten Serang, propinsi BantenRusila et al. 2000. Kawasan konservasi alam ini telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1937 oleh pemerintah Belanda yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 30 Juli 1937 No.21 Stbl 474. V Dewi E. dkk.Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Jenis Burung ... 394 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 Peranan burung Kuntul Besar Casmerodius albus , Kuntul Sedang Egretta intermedia , dan Kuntul Kecil E. garzetta sebagai carrier virus AI subtipe H5N1 masih belum diketahui.Deteksi adanya paparan virus AI pada burung-burung tersebut perlu dipelajari untuk melihat potensi kawasan CAPD sebagai daerah penyebaran virus AI subtipe H5N1 di sekitar Propinsi Banten dan DKI Jakar- ta.Hasil penelitian diharapkan mampu memberi informasi yang lebih jelas mengenai status serologis burung liar terutama burung air liar seperti Kuntul Besar Casmerodius albus , Kuntul Sedang Egret- ta intermedia , danKuntul Kecil Egretta garzetta yang terdapat di Kawasan CAPD Serang, Banten. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya antibodi terhadap virus AI pada burung air liar terutama pada tiga jenis spesies yaituKuntul Besar Casmerodius albus , Kuntul Sedang Egretta in- termedia , danKuntul Kecil Egretta garzetta yang berada di Kawasan CAPD Serang, Banten. 2 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dengan dua tahap yaitu penelitian lapangan yang berlokasi di Kawasan CAPD Serang, Propinsi Banten dan penelitian laboratorium yang berlokasi di Laboratorium Imunologi De- partemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor.Penelitian lapangan berlangsung pada bulan April 2010 sampai Mei 2010, sedangkan pe- nelitian laboratorium dilakukan pada bulan Mei 2010 sampai Juni 2010. Sampel Serum Darah Sampel serum darah pada penelitian ini berasal dari tiga jenis kuntul Casmerodius albus , Egretta in- termedia , dan E.garzetta yang didapatkan di Kawasan CAPD, Serang Banten dengan jumlah 91 sampel serum. Sampel serum darah tersebut terdiri dari 19 sampel serum burung jenis Kuntul Besar Casmerodius albus , 35 sampel serum burung jenis Kuntul Sedang Egretta intermedia , dan 37 sampel serum burung jenis Kuntul Kecil E. garzetta . Pengambilan Serum Darah Penelitian meliputi kegiatan observasi lapangan dan pengambilan sampel serum darah.Metode pen- gambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak Random Sampling . Pen- gambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah vena axilaris dan jugularis sebanyak 0,3 – 1 ml menggunakan syringe . Sampel darah disimpan pada suhu 4°C selama satu malam untuk mendapatkan serum. Serum yang diperolehkemudian dipisahkan dari darah dan disimpan ke dalam tabung effen- dorf pada suhu -20 o C sampai pada saat pemeriksaan. Uji HIHemaglutination Inhibition Berdasarkan rekomendasi OIE untuk menguji keberadaan virus AI H5N1 pada suatu sampel darah dapat dilakukan dengan uji HI Hemagglutination Inhibition test OIE 2009.Pada penelitian ini dilakukan tes HI dengan metode β. Menggunakan sumur 1-96 dari V bottom microplate yang diisi dengan 25 µl PBS 1x.Kemudian mencampurkan 25 µlserum uji ke dalam 7 sumur V bottom micro- plate secara vertikal di sumur pertama, mencampurkan dengan cairan tersebut.Setelah itu tambah- kan25 µl virus standar 4HAU yang didapatkan dengan melakukan uji HA terlebih dahulu. Melakukan pengocokan dengan cara menggoyang-goyangkan microplate secara perlahan agar semua cairan di dalam microplate homogen, kemudian inkubasi pada suhu ruang selama 20-40 menit. Ke- mudian menambahkan 25 µl suspensi RBC1 kedalam seluruh sumur pengujian. Kocok microplate , kemudian inkubasi pada suhu ruang selama ± 30 menit, dan analisis hasilnya. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini sampel serum diperoleh dari tiga spesies kuntul yang diamati yaitu Kuntul Besar Casmerodius albus , Kuntul Sedang Egretta intermedia dan Kuntul Kecil E. garzetta .Berdasarkan Dewi E. dkk.Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Jenis Burung ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 395 umur, sampel serum dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampel serum kuntul anakan dan sampel se- rum kuntul dewasa. Total sampel serum yang didapatkan dari ketiga jenis kuntul ini adalah 91 sampel serum yang terdiri dari 68 sampel serum anakan dan 23 sampel serum dewasa. Sampel serum yang didapat dari spesies Kuntul Besar Casmerodius albus adalah 19 sampel se- rum yang terdiri dari 12 sampel serum anakan dan 7 sampel serum dewasa. Sampel serum yang dida- patkan dari Kuntul Sedang Egretta intermedia adalah 35 sampel serum, terdiri dari 28 sampel serum anakan dan 7 sampel serum dewasa. Pada spesies Kuntul Kecil E. garzetta sampel yang didapatkan sebanyak 37 sampel serum yang terdiri dari 28 sampel serum anakan dan 9 sampel serum dewasa. Dari 91 sampel serum, sebanyak 8 sampel serum atau sekitar 8,8 dari total sampel serum me- nunjukkan positif terhadap H5N1, sedangkan 82 sampel serum lainnya atau sekitar 91,2 menunjuk- kan negatif terhadap H5N1. Ke 8 sampel serum tersebut umumnya berasal dari kuntul anakan yang terdiri dari 7 sampel serum kuntul anakan 87,5 dan 1 sampel serum kuntul dewasa 12,5 . Ke 8 sampel serum positif dari ketiga spesies kuntul, paling banyak ditunjukkan oleh sampel se- rum yang berasal dari Kuntul Sedang Egretta intermedia yaitu sebesar 50 atau sebanyak 4 sampel serum, Kuntul Kecil E.garzetta sebesar 37,5 atau sebanyak 3 sampel serum dan Kuntul Besar Casmerodius albus sebesar 12,5 atau sebanyak 1 sampel serum. Titer antibodi dari ketiga spesies kuntul Casmerodius albus , Egretta intermedia , dan E.garzetta Tabel 1 Dari 8 sampel serum positif terhadap H5N1, 7 sampel serum berasal dari kuntul anakan dan 1 sampel serum berasal dari kuntul dewasa Tabel 1. Nilai GMT dari masing-masing spesies adalah Casmerodius albus sebesar 2 0,583 , Egretta intermedia sebesar 2 0,257 , E.garzetta sebesar 2 0,32 . Nilai GMT menunjukkan rata-rata titer antibodi yang didapatkan berdasarkan uji HI Tabel 1. Tabel 1. Titer Antibodi terhadap H5N1 pada Kuntul Besar Ca, Kuntul Sedang Ei, dan Kuntul Kecil Eg berdasarkan Umur Masing-masing Spesies Spesies Umur ∑ Sampel ∑ positif Titer Antibodi GMT Ca Anakan 12 8.33 2 0,583 Dewasa 7 Ei Anakan 28 10.7 2 0,286 Dewasa 7 14.3 2 0,14 Eg Anakan 28 10.7 2 0,32 Dewasa 9 Total 91 44.03 Ketiga spesies kuntul Casmerodius albus, Egretta intermedia, E. garzetta pernah terpapar virus AI subtipe H5N1 table 1.Tingkat keterpaparan ketiga spesies kuntul Casmerodius albus, Egretta intermedia, E. garzetta terhadap virus H5N1 termasuk rendah dan jauh dari titer protektif yaitu 2 4 .Beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya paparan virus AI H5N1 pada ketiga spesies kuntul adalah paparan dari lingkungan sekitar dan maternal antibodi. Paparan dari Lingkungan Kawasan Cagar Alam Pulau Dua merupakan kawasan konservasi burung-burung liar terutama burung air liar.Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, Kawasan Cagar Alam Pulau Dua berada di sekitar perkampungan penduduk.Banyak penduduk di sekitar kawasan yang memilihara unggas domestik seperti bebek dan ayam. Kawasan tersebut dikelilingi oleh wilayah tambak, sawah, dan dataran lum- pur, yang kaya akan sumber makanan bagi burung-burung air liar maupun unggas domestik seperti ikan, belalang, udang, dan cacing. Hasil penelitian yang pernah dilakukan di sekitar kawasan CAPD melaporkan bahwa lokasi men- cari makan Kuntul Besar, Kuntul Sedang dan Kuntul Kecil adalah wilayah persawahan, tambak dan dataran berlumpur. Di kawasan tersebut Kuntul Besar, Kuntul Sedang dan Kuntul Kecil mendapatkan makanan berupa ikan, udang, belalang, dan cacing tanah. Dalam mendapatkan mangsanya, ketiga je- Dewi E. dkk.Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Jenis Burung ... 396 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 nis kuntul tersebut melakukan interaksi dengan spesies yang sama intraspesies maupun spesies yang berbeda interspesies. Interaksi yang terjadi dengan spesies yang sama berupa mencari makan, ter- bang bersama, dan membuat sarang. Sedang interaksi dengan spesies yang berbeda berupa mencari makan dengan burung kuntul yang lain Bubulcus ibis , Casmerodius albus , Egretta intermedia , E.garzetta serta ayam Anas indicus dan bebek Gallus domesticus di area mencari makan Elfidasari 2001. Adanya sumber makanan yang sama antara unggas air liar dengan unggas domestik memung- kinkan terjadinya interaksi antara unggas air liar dengan unggas domestik di tempat terdapatnya sumber makanan seperi sawah, dataran berlumpur dan tambak Elfidasari 2001. Fang et.al 2008 dalam penelitiannya menyatakan bahwa penularan virus AI H5N1 dapat terjadi melalui suatu interaksi antara unggas yang positif terhadap H5N1 dengan unggas lain. Interaksi yang terjadi antara unggas air liar dengan unggas domestik dapat menyebabkan cross- infection , baik dari unggas domestik ke unggas liar maupun dari unggas liar ke unggas domestik. Inte- raksi ini dapat terjadi di kubangan air, sawah dan dataran berlumpur CMS 2006. Fang et.al 2008 melaporkan bahwa interaksi antara jarak kubangan air dan jarak minimal dataran berlumpur dengan daerah paparan AI merupakan variabel penting suatu penyebaran virus Avian influenza H5N1. Penyebaran virus atau transmisi virus dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak lang- sung.Transmisi tidak langsung bisa terjadi melalui air yang merupakan sumber minum bagi burung air liar maupun unggas domestik Nazarudin 2008.Transmisi tidak langsung juga dapat terjadi melalui sekresi air liur dan hidung serta feses dengan perantara air yang terdapat pada tempat interaksi antara burung air liar dan unggas domestik Fang et. al 2008. Pada saat ketiga spesies kuntul mencari makan di sawah, kubangan air, ataupun tambak bersama dengan unggas domestik yang positif terhadap AI H5N1, transmisi dapat terjadi melalui suatu media yang tercemar virus AI H5N1. Media tersebut berupa feses, sekresi air liur, air minum yang diminum bersama serta makanan yang dikonsumsi oleh unggas domestik maupun unggas air liar Nazarudin 2008. Unggas domestik ternak seperti ayam dan bebek di sekitar kawasan CAPD Serang, Banten dila- porkan pernah terpapar virus AI H5N1 yang mengakibatkan kematian. Laporan yang dikutip dari me- dia elektronik Radar Banten menuliskan bahwa pada tahun 2007, di Serang pernah terjadi wabah AI H5N1 pada unggas domestik seperti ayam, bebek, dan burung puyuh. Saat itu terjadi pemusnahan massal terhadap 329 ekor unggas di Desa Pasauran, Cinangka, Banten.Pada Februari 2009, ditemukan kembali 9 ekor ayam mati mendadak akibat H5N1 di wilayah Curug, propinsi Banten. Laporan tersebut menyatakan bahwa unggas domestik di Propinsi Banten pernah terpapar virus AI H5N1. Apabila unggas domestik yang positif terhadap virus AI H5N1 ini melakukan interaksi dengan unggas lain yang berada di satu kawasan yang sama memugkinkan terjadinya suatu penularan melalui transmisi virus baik langsung maupun tidak langsung. Transmisi langsung dapat terjadi apabila virus AI H5N1 menginfeksi unggas air tanpa melalui suatu media. Transmisi tidak langsung dapat terjadi melalui media tertentu. Apabila unggas domestik yang positif H5N1 minum di suatu kubangan air, kemudian air tersebut diminum oleh ketiga spesies kuntul, maka virus AI H5N1 ini dapat masuk ke dalam tubuh unggas yang meminum air yang tercemar virus AI H5N1 tersebut. Tercemarnya air terhadap virus AI H5N1 ini dibawa oleh sekresi air liur unggas domestik yang po- sitif H5N1.Air liur jatuh ke dalam air pada saat unggas domestik meminum air.Air merupakan media yang baik bagi virus AI H5N1 untuk menularkannya.Suspensi virus AI H5N1 dalam air mampu mempertahankan daya penularannya selama lebih dari 100 hari pada suhu 17 o C.Di bawah – 50 o C vi- rus dapat bertahan lebih lama lagi Mohamad 2006. Selain air, feses juga merupakan media yang baik bagi transmisi virus AI H5N1. Dalam feses un- ggas, virus AI mampu bertahan terhadap usaha inaktivasi pada suhu 4 o C selama 22 hari dan pada suhu o C selama 30 hari. Feses unggas domestik yang terdapat di sawah dan dataran berlumpur menempel di tanah dan hewan kecil lainnya dalam tanah tersebut.Apabila unggas domestik yang positif H5N1 mengeluarkan feses di kubangan air, sawah maupun tambak pada saat mencari makan bersama den- gan ketiga jenis kuntul, kemudian feses tersebut bercampur dengan tanah, maka tanah maupun maka- Dewi E. dkk.Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Jenis Burung ... Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014, Palembang 2 Oktober 2014 397 nan tersebut menjadi tercemar virus AI H5N1. Cacing tanah, udang yang berada dalam lumpur, mau- pun ikan yang tercemar virus AI H5N1 berpotensi menularkan virus AI H5N1 kepada ketiga spesies kuntul yang memakan makanan tersebut. Siklus penularan tidak langsung antar unggas yang terjadi melalui rantai makanan yang tercemar virus AI H5N1 dari feses ke mulut atau dari mulut ke tinja dis- ebut penularan rantai oral-fecal mulut-tinja Nazarudin 2008. Air dan makanan yang tercemar virus AI dapat menginfeksi unggas yang mengkonsum- sinya.Infeksi virus AI H5N1 dari makanan dan air dapat menimbulkan gejala yang parah dan bersifat mematikan. Pada awal tahun 2004, 147 dari 441 ekor harimau di kebun binatang Thailand dimusnah- kan karena positif mengandung virus AI H5N1 setelah memakan ayam yang terinfeksi virus AI H5N1. Pada bulan Februari 2006, ditemukan kasus kucing mati setelah mengkonsumsi makanan yang terinfeksi virus AI H5N1 Asmara 2007. Sampel yang menunjukkan serum positif lebih banyak ditunjukkan oleh kuntul anakan table 1.Hal ini dapat disebabkan antibodi terhadap virus AI H5N1 pada kuntul anakan kemungkinan diba- wa dari makanan yang diberikan kuntul dewasa kepada kuntul anakan Yali Si 2010.Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, interaksi yang terjadi antara kuntul anakan dengan kuntul dewasa adalah interaksi memberi makan di sarang.Dari makanan yang diberikan induk kuntul kepada anaknya, terja- di transmisi virus AI melalui makanan yang dimakan oleh anakan kuntul Fang et.al 2008. Kemungkinan lain yang menyebabkan adanya paparan virus AI H5N1 berdasarkan faktor lingkun- gan seperti adalah interaksi intraspesies dengan unggas air lain yang positif terhadap virus AI H5N1. Diantara Kuntul Besar, Kuntul Sedang, dan Kuntul Kecil serta Kuntul Kerbau terbentuk suatu koloni yang disebut koloni kuntul. Koloni ini selalu melakukan aktivitas secara bersama seperti aktivitas mencari makan, membuat sarang, serta terbang pada pagi hari Elfidasari 1997. Aktivitas ini me- mungkinkan adanya pemaparan virus AI H5N1 dari satu spesies positif AI H5N1 dengan spesies lain di dalam satu koloni. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aulia 2007 melaporkan bahwa spesies Kuntul Ker- bau Bubulcus ibis pernah terpapar virus AI H5N1.FAO 2005 menyatakan bahwa penularan virus AI dapat terjadi dari unggas domestik ke unggas air liar, atau dari unggas air liar ke unggas domestik maupun dari unggas air liar ke unggas liar. Maternal Antibodi Pada penelitian ini ditemukan variasi titer antibodi yang berbeda antara ketiga spesies kuntul.Variasi tersebut berkaitan erat dengan respon pembentukan antibodi pada tiap individu.Respon pembentukan antibodi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi kesehatan hewan secara umum, genetik, umur, asupan nutrisi dari pakan, stress, dan kondisi lingkungan.Yali Si 2010. Keberadaan antibodi terhadap virus H5N1 pada kuntul anakan dapat terjadi karena adanya mater- nal antibodi Fenner et.al 1995.Maternal antibodi dibawa sejak lahir.Artinya keberadaan antibodi terhadap virus AI H5N1 diturunkan dari induk yang memiliki antibodi terhadap virus AI H5N1. 4 KESIMPULAN Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan, bahwa terdapat antibodi terhadap virus AI H5N1 pada ke- tiga spesies kuntul Casmerodius albus , Egretta intermedia , E.garzetta , hal ini menunjukkan ketiga spesies kuntul Casmerodius albus , Egretta intermedia , E.garzetta pernah terpapar virus AI H5N1 dengan tingkat keterpaparan sebesar 8,8 .Titer antibodi pada masing-masing spesies kuntul adalah Casmerodius albus sebesar 2 0,583 , Egretta intermedia sebesar 2 0,257 , E.garzetta sebesar 2 0,32 . REFERENSI [1] Akoso, B. T. 2006. Waspada Flu Burung. Penyakit Menular Pada Hewan dan Manusia. Kanisius : Yogyakarta. [2] [Anonim] 5 Feb 2007. Serang Endemis Flu Burung.Radar Banten. http:www.radarbanten.com [3] [Anonim] 21 Feb 2009. Flu Burung di Serang Meluas, Cilegon Siaga. Radar Ban- ten .http:www.radarbanten.com