ANALISIS KOMPARATIF HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN TALKING STICK (TS) PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SUMBERJAYA LAMPUNG BARAT TAHUN 2011-2012

(1)

1. PENDAHULUAN

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa hal pokok yang berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah. Guna memberikan arah pembahasan yang lebih fokus maka pada bagian ini perlu dibahas beberapa hal yang lebih mengarah pada judul yaitu berupa rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab tersebut akan diawali dengan pembahasan latar belakang masalah.

1.1 Latar Belakang Masalah

SMA Negeri 1 Sumberjaya adalah salah satu Sekolah Menengah Atas yang selalu eksis untuk berusaha meningkatkan mutu pendidikan. SMA Negeri 1 Sumberjaya merupakan satu-satunya SMA Negeri yang terletak di kecamatan Sumberjaya dan merupakan program pendidikan rintisan sekolah gratis dari Bupati Lampung Barat. Input siswa diperoleh dari beberapa kecamatan, yaitu kecamatan wilayah Sumberjaya, Tebu, Gedung Surian, Way Tenong, dan dari luar kecamatan Lampung Barat seperti kecamatan Bukit Kemuning. Sehingga setiap tahun pelajaran baru jumlah pendaftar atau calon siswa tergolong tinggi dan banyak siswa yang tidak diterima.


(2)

Jumlah rombongan belajar adalah 18 rombel. Untuk kelas X terdiri dari enam kelas, kelas XI terdiri dari enam kelas dengan rincian kelas XI IPA dua kelas dan kelas XI IPS empat kelas, kelas XII terdiri dari enam kelas dengan rincian kelas XII IPA dua kelas dan kelas XII IPS empat kelas dengan jumlah siswa 606 siswa. Jumlah seluruh personil sebanyak 56 orang, terdiri atas guru 41 orang, karyawan tata usaha 9 orang, penjaga sekolah 2 orang, dan pesuruh 4 orang. Dari sejumlah guru, 39 berstatus guru PNS dan sisanya 2 guru honorer.

Kaitannya dengan sistem pembelajaran, salah satu mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sumberjaya adalah ekonomi. Mata pelajaran ekonomi merupakan salah satu mata pelajaran pokok program Ilmu Pengetahuan Sosial yang diberikan pada siswa kelas XI, dengan alokasi waktu 5 x 45 menit dalam satu minggunya. Hal ini ditujukan untuk membekali siswa tentang ilmu ekonomi sebagai persiapan mereka untuk belajar lebih lanjut. Artinya, pendidikan disiplin ilmu yang mereka alami di sekolah masih bersifat permulaan dan juga dalam kerangka mencari yang dirasakan sesuai dengan minat mereka.Dengan mempelajari mata pelajaran ekonomi, diharapkan ke depan siswa dapat menentukan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan, bersikap rasional dalam menentukan pilihan, seimbang dan tidak berlebihan serta membekali dan mempersiapkan siswa untuk belajar lebih lanjut ke jenjang pendidikan tinggi.

Oleh karena itu guru yang mengajar mata pelajaran ekonomi adalah guru yang memang berkompeten di bidang ekonomi. Di SMA Negeri 1 Sumberjaya ada 3 orang guru PNS yang mengajar mata pelajaran ekonomi dan guru-guru tersebut


(3)

adalah lulusan atau alumni dari jurusan pendidikan ekonomi dan jurusan akuntansi, juga telah mengikuti diklat-diklat yang diadakan di daerah maupun nasional.

Selama ini kegiatan pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Sumberjaya, dihadapkan pada permasalahan antara lain; (1) siswa tidak kreatif, tidak mandiri dan ketergantungan pada penjelasan guru, (2) kondisi peserta didik terkesan tidak siap belajar, (3) siswa terlihat bosan, jenuh dan pasif, (4) kemampuan siswa dalam mengkonstruksi dan menemukan materi berdasarkan pemahamannya terbatas dan tidak berkembang, (5) beberapa siswa terlihat mengobrol, sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri, (6) kurangnya keberanian siswa dalam bertanya, hanya 3 – 4 orang saja yang biasa bertanya dan memang dinilai mempunyai kelebihan dalam kemampuan akademisnya, (7) kemampuan komunikasi aktif antar siswa dalam kelompok kurang optimal, (8) terbatasnya sumber belajar.

Proses pembelajaran masih monoton dan masih menggunakan metode konvensional. Hal ini akan membuat atau mengakibatkan aktivitas belajar jadi membosankan dan tidak dapat mengembangkan potensi siswa secara lengkap sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa tidak sesuai yang diharapkan. Selain itu guru belum mampu mengembangkan materi pembelajaran, sangat terikat oleh kurikulum dan buku paket. Orientasi pembelajaran ekonomi sangat menekankan kemampuan intelektual, media pembelajaran sangat kurang bahkan tidak mendukung.

Guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar baik secara mental, fisik maupun sosial. Tetapi kenyataannya


(4)

sampai saat ini masih berjalan pengajaran yang terbatas pada produk atau fakta-fakta, konsep-konsep teori saja (Nur, 1996: 12) sehingga kurang cocok digunakan untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena siswa cenderung hanya menerima materi yang disampaikan guru tanpa harus berpikir untuk menemukan konsep dari suatu pokok bahasan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Sumberjaya masih rendah, terbukti dari nilai siswa dan persentase nilai siswa pada mata pelajaran ekonomi berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) atau Standar Ketuntasan yaitu sebesar 70. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti melalui nilai ulangan harian pada materi ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi, hasil ulangan siswa belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel nilai siswa yang telah terlampir.

Tabel 1.1 Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya TP. 2010-2011

No. Kelas Interval Banyaknya (fi) Persen (%)

1. 78 – 81 5 3,7

2. 74 – 77 4 2,9

3. 70 – 73 7 5,2

4. 66 – 69 20 14,8

5. 62 – 65 22 16,3

6. 58 – 61 32 23,7

7. 54 – 57 16 11,9

8. 50 – 53 15 11,1

9. 46 – 49 14 10,4

Jumlah 135 100


(5)

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, hasil belajar ekonomi yang diperoleh siswa secara umum masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang menguasai pelajaran ekonomi atau yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) baru mencapai 11,8% atau 16 orang siswa. Sedangkan 88,2% atau sebanyak 119 orang siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM), di mana kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran ekonomi kelas XI adalah sebesar 70. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penguasaan pelajaran ekonomi siswa masih tergolong rendah, sebagaimana pendapat Djamarah dan Zain (2006: 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah.

Kurangnya aktifitas siswa dalam belajar dan rendahnya hasil belajar ekonomi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai variabel yang essensial, seperti kesulitan siswa memahami konsep ekonomi, cara verbal guru mengajar ekonomi, penggunaan media belajar, berbagai sistem pembelajaran ekonomi dan sebagainya. Berbagai faktor tersebut apabila diaplikasikan di dalam proses pembelajaran ekonomi di sekolah, maka akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Adanya berbagai alternatif di atas, maka variabel sistem pembelajaran ekonomi paling mendesak untuk dibenahi.

Dekatnya materi Ekonomi dengan keseharian hidup manusia merupakan kekuatan dalam proses pembelajaran, artinya siswa seharusnya tidak merasa kesulitan dalam menjalani proses pembelajaran bidang studi ekonomi. Akan tetapi, hal yang terjadi di lapangan, seringkali siswa merasa kesulitan dalam memahami materi Ekonomi. Dalam pelaksanaan pembelajaran, yang terjadi adalah kurang


(6)

berkesannya pembelajaran bagi peserta didik. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran yang dipakai kurang menarik dan kurang adanya variasi dalam pembelajaran ekonomi.

Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, peneliti sepakat menggunakan pembelajaran yang aktif seperti pembelajaran kooperatif tipe

Talking Stick guna meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa SMAN 1 Sumberjaya. Robert E. Slavin (2010: 4) mengatakan bahwa ”Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Menurut Johnson dan Johnson (1998) dalam Miftahul Huda (2011: 31) pembelajaran kooperatif adalah bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam suasana kooperatif, setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok.

Sunal dan Hans pada Isjroni (2009: 15) mengatakan bahwa ”Pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Talking Stick merupakan pendekatan pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Kelebihan dari model pembelajaran Talking stick adalah menguji kesiapan peserta didik sehingga peserta didik tetap bersemangat mengikuti semua rangkaian pembelajaran tersebut serta melatih membaca dan memahami dengan cepat setiap


(7)

materi yang akan diberikan. Namun dalam pembelajaran ini bila peserta didik tidak menguasai materi pokok yang akan dipelajari maka dimungkinkan peserta didik akan merasa tegang.

Kegiatan ini diharapkan dapat menarik minat siswa untuk belajar di kelas sehingga siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran, dengan demikian dapat tercipta suatu pembelajaran aktif yaitu sebagai suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik dapat belajar secara aktif maka mereka yang mendominasi kelas sehingga pembelajaran terpusat pada siswa. Meskipun guru telah mencoba menerapkan metode pembelajaran yang menarik seperti model pembelajaran Talking stick, akan tetapi saat evaluasi nilai yang didapatkan peserta didik kurang memuaskan. Hal ini diduga mereka merasa sulit memahami isi materi yang ada karena mereka kurang menikmati kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa minat belajar siswa kelas XI SMAN 1 Sumberjaya saat mengikuti mata pelajaran Ekonomi termasuk rendah. Indikasi rendahnya minat tersebut dapat diketahui dari rendahnya hasil belajar ulangan harian semester ganjil sebagai berikut.


(8)

Tabel 1.2 Hasil Test Pra Penelitian di Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi materi pokok Ketenagakerjaan Kelas XI SMAN 1 Sumberjaya Lampung Barat TP. 2010-2011

Pembelajaran Talking Stick (TS)

No Kelas Interval Frekuensi Persentase

1. 47 – 54 2 5,88

2. 55 – 62 7 20,59

3. 63 – 70 18 52,94

4. 71 – 78 4 11,76

5. 79 – 86 3 8,82

Jumlah 34 100

Nilai Rata-rata 64,68 Nilai terendah 47

Sumber : Data nilai ulangan harian guru mata pelajaran ekonomi.

Tabel 1.3 Hasil Test Pra Penelitian di Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi materi pokok Pembangunan Ekonomi Kelas XI SMAN 1 Sumberjaya Lampung Barat TP. 2010-2011

Pembelajaran Talking Stick (TS)

No Kelas Interval Frekuensi Persentase

1. 52 – 60 4 11,76

2. 61 – 69 12 35,29

3. 70 – 78 10 29,41

4. 79 – 87 6 17,65

5. 88 – 96 2 5,88

Jumlah 34 100

Nilai Rata-rata 67,50 Nilai terendah 52


(9)

Tabel 1.4 Hasil Test Pra Penelitian di Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi materi pokok Pengangguran Kelas XI SMAN 1 Sumberjaya

Lampung Barat TP. 2010-2011

Pembelajaran Talking Stick (TS)

No Kelas Interval Frekuensi Persentase

1 48 – 58 7 20,59

2 59 – 69 16 47,06

3 70 – 80 7 20,59

4 81 – 91 3 8,82

5 92 – 100 1 2,94

Jumlah 34 100

Nilai Rata-rata 61,41 Nilai terendah 48

Sumber : Data nilai ulangan harian guru mata pelajaran ekonomi.

Berdasarkan data pada Tabel 1.2, 1.3 dan 1.4 di atas, terlihat jelas bahwa hasil belajar siswa secara umum masih tergolong kurang atau belum memuaskan. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel rekapitulasi hasil test pra penelitian yang telah terlampir.

Tabel 1.5 Rekapitulasi Hasil Test Pra Penelitian

Tes X KKM Kondisi Kesimpulan

1 64,68 70 X < KKM Belum optimal

2 67,50 70 X < KKM Belum optimal

3 61,41 70 X < KKM Belum optimal

X 64,53

Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah dan Zain (2006: 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan tidaklah mudah, dalam proses belajar mengajar harus memperhatikan komponen belajar yang sangat penting yaitu


(10)

metode mengajar. Sardiman (2006: 97) menyatakan bahwa ”Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar, tidak ada satupun

kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pelajaran”.

Untuk meningkatkan kemampuan siswa/hasil belajar ekonomi salah satu cara yang digunakan yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Salah satu model pembelajaran yang dimungkinkan mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran Talking stick, dan mampu menjadikan proses pembelajaran aktif dan menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar ekonomi adalah melalui penggunaan model pembelajaran Think Pair And Share.

Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Arends,. 2001: 324). Model Think-Pair-Share (TPS) dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi yang diajarkan. Peningkatan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses berpikir (thinking) siswa diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses berpasangan (pairing) siswa diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap berbagi (sharing) siswa diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas.


(11)

Alasan lain dipilihnya model pembelajaran Think-Pair-Share, karena model ini memiliki banyak kelebihan di antaranya siswa dapat berinteraksi dalam memecahkan masalah untuk menemukan konsep-konsep yang dikembangkan dan juga dapat meningkatkan perolehan prestasi belajar siswa, meningkatkan keterampilan sosial siswa serta melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi kelompok dan presentasi. Dengan demikian melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas penulis berupaya menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (TPS) dalam pembelajaran ekonomi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang muncul dapat diidentifikasikan berikut ini.

1. Hasil belajar yang dicapai siswa pada mata pelajaran ekonomi masih tergolong rendah (belum optimum).

2. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam proses belajar mengajarnya.


(12)

3. Siswa kesulitan memahami isi materi ekonomi karena kurang menikmati kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

4. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran ekonomi sering merasa bosan (jenuh) karena kurangnya tantangan yang diberikan oleh guru

5. Rendahnya minat belajar ekonomi siswa

6. Guru SMAN 1 Sumberjaya belum menerapkan pembelajaran yang mengaktifkan dan melibatkan siswa secara keseluruhan, sehingga siswa yang aktif dalam proses belajar mengajar masih sedikit.

7. Kemampuan guru ekonomi dalam penggunaan metode dan strategi pembelajaran belum optimum.

1.3 Pembatasan Masalah

Seperti telah diuraikan pada bagian identifikasi masalah, bahwa terdapat banyak masalah yang dapat diteliti sehubungan dengan pembelajaran ekonomi. Masalah-masalah tersebut tidak bisa dicarikan pemecahannya sekaligus. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, perlu diberikan batasan permasalahan yang akan dikaji yaitu pada kajian perbandingan antara penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (TPS) dan Talking Stick (TS) pada mata pelajaran ekonomi dan mencari model pembelajaran mana yang lebih efektif untuk pembelajaran ekonomi. Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada penggunaan kooperatif tipe TPS dan TS dalam pembelajaran ekonomi.


(13)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah ada interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan

kemampuan awal siswa?

2. Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar ekonomi siswa melalui model pembelajaran TPS dan TS?

3. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah terhadap hasil belajar ekonomi siswa?

4. Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar ekonomi siswa antar model pembelajaran TPS dan TS dan antar tingkat kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah?

5. Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingkat kemampuan awal tinggi siswa?

6. Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingakt kemampuan awal sedang siswa?

7. Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingakt kemampuan awal rendah siswa?

8. Model pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran TPS dan TS untuk pembelajaran ekonomi?


(14)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan perumusan masalah sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan kemampuan awal siswa.

2. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar ekonomi siswa melalui model pembelajaran TPS dan TS.

3. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah terhadap hasil belajar ekonomi siswa.

4. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar ekonomi siswa antar model pembelajaran TPS dan TS dan antar tingkat kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah.

5. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingkat kemampuan awal tinggi siswa.

6. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingkat kemampuan awal sedang siswa.

7. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi antara siswa yang melalui model pembelajaran TPS dan TS pada tingkat kemampuan awal rendah siswa.

8. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif antara model pembelajaran TPS dan TS dalam pembelajaran ekonomi.


(15)

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini secara umum adalah untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran ekonomi di kelas XI IPS SMAN 1 Sumberjaya Lampung Barat. Secara khusus dapat diuraikan manfaat hasil penelitian ini sebagai berikut. 1.6.1 Kegunaan Teoritis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis atas hasil penelitian ini dapat dikemukakan sbb.

a. Menyajikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share dalam pembelajaran ekonomi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Memberikan peluang bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori lain yang belum digunakan dalam penelitian ini.

1.6.2 Kegunaan Praktis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara praktis atas hasil penelitian ini dapat dikemukakan sbb.

1. Bagi guru ekonomi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk a. memberikan masukan bagi guru dalam mengaplikasikan pembelajaran

koopertatif tipe Think Pair And Share di kelas

b. mendorong kreativitas guru dalam mengajar, sehingga pembelajaran tidak monoton disajikan dengan cara konvensional

c. memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair And Share untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(16)

a. refrensi bagi guru mata pelajaran lain dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share di kelas

b. bahan pertimbangan dalam mengadakan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share.

3. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara lebih optimal. 4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

a. sumbangan penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan di sekolah

b. bahan pertimbangan bagi Kepala Sekolah untuk melakukan kajian bagi guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

1.7 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada ruang lingkup penelitian dan ruang lingkup ilmu. Untuk mengetahui kedudukan keilmuan dalam cakupan pendidikan IPS, rincian lengkapnya sebagai berikut.

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus ruang lingkup penelitian yakni perbandingan hasil belajar siswa (Y) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (X1) dan Talking Stick (X2)pada pembelajaran ekonomi.

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu/kajian keilmuan yang berkaitan dengan penelitian dibidang ekonomi ini adalah Pendidikan IPS. Menurut Woolever dan Scott (1988: 10-13) dalam Pendidikan IPS, terdapat 5 tradisi atau 5 perspektif. Lima perspektif


(17)

tersebut, tidak saling menguntungkan secara eksklusif, melainkan saling melengkapi. Seorang pendidik mungkin mempertahankan satu, beberapa, atau semua pandangan ini. Mereka yang setuju dengan beberapa tujuan dapat memegang satu pandangan lebih kuat dari pandangan yang lainnya. Adapun lima perspektif kawasan IPS, menurut Pargito dalam bahan ajar Pendidikan IPS adalah sebagai berikut.

1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission)

2. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the individual)

3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflektive inquiri) 4. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences) 5. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism).

Pargito, (2010: 1).

Dalam penelitian ini digunakan perspektif nomor empat yaitu IPS sebagai pendidikan ilmu sosial. IPS pada hakekatnya merupakan sekumpulan ilmu-ilmu sosial yang terdiri dari sejarah, geografi, ilmu-ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, humanities, hukum dan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang diorganisasikan secara ilmiah. Dengan adanya Pendidikan IPS diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman dan penghargaan dari cara bagaimana pengetahuan diperoleh melalui metodologi ilmiah, akan mengembangkan sikap ilmiah, dan akan memiliki sebuah struktur pengetahuan ilmiah mengenai sikap dan kebiasaan manusia. Pendidikan suatu ilmu pengetahuan bukanlah hanya bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus mengajarkan tentang makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan kehidupan siswa kearah yang lebih baik.


(18)

Ada 10 konsep social studies dari NCSS dalam Pargito (2010: 35), yaitu (1)

culture; (2) time, continuity, and change; (3) people, places and environment; (4)

individual, development and identity; (5) individual, groups, and institution; (6)

power, outhority and governance; (7) production, distribution and consumtion; (8) science, technology and society; (9) global connections; (10) civic ideals and practices.

Ruang lingkup kajian ilmu dalam penelitian ini adalah ekonomi sebagai salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang membahas mengenai usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi demi kesejahteraan diri dan lingkungan sosialnya yang muncul karena konsep kelangkaan. Samuelson and Nordhaus (1990: 5) dalam Supardan (2009: 367) mengemukakan bahwa ilmu ekonomi merupakan studi tentang prilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki alternative penggunaan dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, kemudian menyalurkannya baik dalam saat ini maupun di masa depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada di dalam masyarakat.

Untuk mencapai kemakmuran dapat dilakukan dengan suatu kegiatan, yaitu kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi tidak dapat dilakukan oleh orang per orang tanpa melibatkan orang lain. Apabila saling ketergantungan itu terjadi kesepakatan, barulah kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan. Apabila salah satu kelompok pelaku ekonomi masyarakat tidak berfungsi baik, pasti terjadi ketimpangan dalam perekonomian. Ada pun penyebabnya yaitu salah satu pelaku


(19)

ekonomi tidak berfungsi dengan baik. Ekonomi termasuk dalam tema IPS yang ke 7, yaitu mengenai produksi, distribusi dan konsumsi yang merupakan bagian utama pada ekonomi, dan tema yang ke 5, yaitu individu, kelompok, dan lembaga.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa tinjauan pustaka, kerangka pikir dan hipotesis. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Tinjauan Pustaka

Pembahasan dalam tinjauan pustaka ini difokus pada beberapa bagian yang berupa hakikat pembelajaran, pengertian pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share,

pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick, dan kemampuan awal. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Hakikat Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran atau pengajaran terkait erat dengan kurikulum. Pengajaran merupakan wujud implementasi dari kurikulum. Istilah pengajaran dapat diartikan sebagai aktivitas mengajarkan sesuatu, dan pengajaran menunjukkan orang yang tugasnya mengajar. Kenyataannya pengajaran memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan mengajar (teaching). Pengajaran merupakan suatu proses, dan hasilnya adalah belajar, yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri peserta didik. Peristiwa belajar ini mengakibatkan munculnya sikap, seperti minat, percaya diri, perasaan, perhatian, dan sikap lainnya. Istilah pembelajaran bermakna suatu aktivitas membelajarkan, yang mengacu pada berbagai usaha


(21)

membuat seseorang belajar, jelasnya bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Munandir dalam Sagala dan Gultom, (2011: 154).

Banyak orang menggunakan istilah pembelajaran sebagai ganti istilah pengajaran, dan istilah itu acap kali dipakai bergantian dengan arti yang sama, dan hanya ada satu istilah untuk keduanya dalam bahasa Inggris yaitu instruction. Oleh karena itu, pembelajaran merupakan aktivitas memilih, menetapkan, dan mengembangkan model dan strategi dengan menggunakan berbagai metode yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hakikat pembelajaran adalah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan materi mata pelajaran kepada peserta didik agar terjadi peristiwa belajar pada diri peserta didik. Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga sering kali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran; (2) strategi pembelajaran; (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Sudrajat dalam Sagala dan Gultom, (2011: 155).

Model pembelajaran adalah panduan atau seperangkat strategi yang digunakan sebagai landasan pendekatan mengajar oleh instruktur. Dengan kata lain model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Jadi, model pembelajaran dapat dikatakan sebagai bungkus, atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif adalah model


(22)

yang dilandasi oleh teori-teori. Teori belajar menggambarkan cara-cara yang oleh penciptanya diyakini terjadi pada diri orang yang tengah mempelajari ide-ide dan konsep-konsep baru. Teori ini menjelaskan hubungan antara apa yang telah diketahui dengan informasi baru yang tengah dicoba untuk dipelajari. Lebih jauh lagi, secara sederhana dinyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan sesuatu kegiatan pembelajaran.Winataputra, dalam Sagala dan Gultom, (2011: 155). Dalam setiap model dapat menggunakan berbagai strategi.

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi ditentukan agar pendekatan yang dipilih dapat mencapai tujuan yang telah dirumusakan. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimlementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode-metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan menentukan kegiatan khusus yang melibatkan guru dan peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, tedapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya (Sudrajat, dalam Sagala dan Gultom 2011: 156).

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang


(23)

terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dengan demikian dapat diringkas dari pengertian pembelajaran sebagai berikut. Strategi merupakan perencanaan untuk mencapai sesuatu. Metode merupakan cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Teknik mengajar merupakan cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, dan taktik mengajar merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa (Subiyanto, 1988: 30). Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolak ukur bahwa siswa telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa.


(24)

Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai proses atau aktivitas belajar mengajar, sehingga peserta didik dapat menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Corey (Sagala, 2006: 61) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pemahaman yang dikemukakan oleh Corey memandang pembelajaran sebagai pengelolaan lingkungan yang dilakukan untuk menghasilkan respon dalam situasi tertentu.

Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009). Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, di mana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Proses perubahan tingkah laku, dan perubahan itu bukan hanya dengan kepemilikan pengetahuan yang banyak saja, tetapi juga kemampuan bertindak


(25)

dengan apa yang telah diketahuinya itu, maka sudah saatnya guru menyadari bahwa pembelajaran bukanlah hanya sekadar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa, tetapi lebih dari itu pembelajaran berarti siswa mengalami, dengan mengalami sendiri, menemukan sendiri maka apa yang dipelajarinya akan lebih memberikan kesan dibenak siswa, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa.

UU Sisdiknas No. 2 Tahun 2003 (Sagala, 2011: 62) memberikan konsep yang lebih mendalam, UU Sisdiknas No.2 Tahun 2003 mendefinisikan pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan kemampuan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Gagne dalam Mariana, (1999: 25) menyatakan untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang dalam pembelajaran. Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal dalam suatu pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil yang diharapkan. Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran yang memungkinkan mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar


(26)

informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi eksternal bertujuan antara laian merangsang ingatan siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran, membimbing belajar materi yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa menghubungkan dengan informasi baru.

Dari beberapa pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik, jelasnya bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut.. Suparno dalam Trianto (2009: 18) menyebutkan bahwa sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis mencakup empat aspek yang meliputi sebagai berikut.

1. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa menalar.

3. Siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.

4. Guru berperan sebagai fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus.

Sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo dalam Trianto (2009: 19) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang konstruktif menurut Hudojo (1998) dalam Trianto (2009: 19) adalah lingkungan belajar yang:


(27)

(1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan; (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar; (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret; (4) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa; (5) memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik; (6) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga lebih menarik dan siswa mau belajar.

Pembelajaran harus dilakukan dengan kreatif dan menyenangkan agar kegiatan belajar menjadi beragam sehingga memenuhi dan mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatian secara penuh. Pembelajaran kreatif dan menyenangkan juga merupakan usaha membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru melalui penciptaan kegiatan belajar yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar sehingga mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan gaya belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen.

a. Siswa

Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

b. Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.


(28)

c. Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, efektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

d. Materi Pelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

e. Metode

Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

f. Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.

g. Evaluasi

Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

2.1.3 Hasil Belajar

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan belajar dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar mengajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana hasil belajar yang telah dicapai.

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil akhir keberhasilan atau tidaknya seseorang setelah mengikuti kegiatan belajar. Seorang siswa dalam belajar tentunya mempunyai


(29)

tujuan tertentu yang tidak lain salah satunya adalah ingin berhasil dengan hasil yang optimal. Hasil dari kegiatan belajar ini perlu diukur untuk mengetahui seberapa besar tingkat penguasaan hasil belajar tersebut. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari segi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari segi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Hasil belajar siswa dapat dijadikan indikator keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa. Seperti dikemukakan oleh Nana Sudjana (2004: 22), bahwa hasil belajar sebagai segala perilaku yang dimiliki siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar di sekolah maupun luar sekolah, yang bernilai kognitif, afektif, ataupun psikomotor disengaja ataupun tidak disengaja. Senada dengan pendapat Sardiman, 2008: 28) bahwa hasil belajar meliputi:

a. hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif) b. hal ihwal personal, kepribadian atau sikap (afektif)

c. hal ihwal kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotor).

Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Zaenal Arifin, 2009: 21), hasil belajar siswa pada ranah kognitif meliputi sbb.

1. Pengetahuan (knowlegde), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata operasional yang dapat digunakan diantaranya mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, meyebutkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, menyatakan.

2. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus


(30)

menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan.

3. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengubah, menghitung, mendemontrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.

4. Analisis (analysis), yaitu kemampuan yang menuntut peserat didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya menguraikan, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, memerinci.

5. Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menghubungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi, menghimpun, menciptakan, merencanakn, mengkontruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisasi, merevisi, menyimpulkan, menceritakan. 6. Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta

didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyatakan atau konsep berdasarkan kriteria tertantu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengkritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga.

Menurut Agus Suprijono (2009: 5) hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.

2) kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan


(31)

mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

3) strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Sedangkan menurut Bloom pada Agus Suprijono (2009: 6)

“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.” Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehensive

(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),

analisis (menguraikan, penentuan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),

valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routing dan rountinized.

Psikomotorik juga meliputi keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Hasil belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Oemar Hamalik, 2004: 30). Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah:

1. pengetahuan 2. pengertian 3. kebiasaan 4. keterampilan 5. apresiasi 6. emosional 7. hubungan sosial 8. jasmani

9. etis atau budi pekerti 10. sikap


(32)

Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut (Oemar Hamalik: 30). Selanjutnya menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2009: 14) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Perubahan perilaku individu akibat proses belajar tidaklah tunggal. Setiap proses belajar mempengaruhi perubahan perilaku domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil perubahan tingkah laku tersebut meliputi 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan demikian hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran di sekolah yang dapat dijadikan tolak ukur atau barometer yang harus dicapai siswa dalam belajar termasuk di dalamnya prestasi belajar ekonomi. Harapan yang diinginkan adalah prestasi yang baik sehingga segala sesuatu yang sudah dikerjakan terhindar dari kesalahan. Hasil belajar yang optimal hanya dapat dicapai melalui kerja keras dan belajar, dengan demikian siswa akan mendapatkan prestasi belajar yang optimal. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan maupun individu.


(33)

2.1.3.2 Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa. Oleh sebab itu, dalam penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana perubahan tingkah laku siswa telah terjadi melalui proses belajarnya. Dengan mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, dapat diambil tindakan perbaikan proses pembelajaran dan perbaikan siswa yang bersangkutan. Misalnya dengan melakukan perubahan dalam strategi mengajar, memberikan bimbingan dan bantuan belajar kepada siswa. Dengan perkataan lain, hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai tidaknya perubahan tingkah laku siswa, tetapi juga sebagai umpan balik bagi upaya memperbaiki proses pembelajaran.

Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan proses pembelajaran dalam mengupayakan perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil belajar yang dicapai siswa merupakan akibat dari proses pembelajaran yang ditempuhnya (pengalaman belajarnya). Sejalan dengan pengertian diatas maka penilaian berfungsi sebagai berikut.

1. Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan pembelajaran. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan tujuan pembelajaran sebagai penjabaran dari kompetensi mata pelajaran.

2. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan pembelajaran, kegiatan atau pengalaman belajar siswa, strategi pembelajaran yang digunakan guru, media pembelajaran, dll.


(34)

3. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.

2.1.3.3 Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Sejalan dengan fungsi penilaian di atas maka tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk:

1. mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa lainnya

2. mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, dalam aspek intelektual, sosial, emosional, moral, dan ketrampilan yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pembelajaran penting artinya mengingat peranannya sebagai upaya memanusiakan atau membudayakan manusia, dalam hal ini para siswa agar menjadi manusia yang berkualitas.

3. menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pembelajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapainya hendakmya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bisa disebabkan oleh program pembelajaran yang


(35)

diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut. Misalnya kekurangtepatan dalam memilih dan menggunakan metode mengajar dan alat bantu pembelajaran.

4. memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa. Dalam mempertanggungjawabkan hasil-hasil yang telah dicapainya, sekolah memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan pelaksanaan sistem pendidikan serta kendala yang dihadapinya. Laporan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan, misalnya dinas pendidikan setempat melalui petugas yang menanganinya. Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan orang tua disampaikan melalui laporan kemajuan belajar siswa (lapor) pada setiap akhir program semester.

Hasil belajar dapat diukur melalui tes atau penilaian hasil belajar dan nilainya diketahui dalam bentuk angka atau huruf. Penilaian hasil belajar memiliki tujuan sendiri dalam pembelajaran. Menurut Arikunto (2006: 7) menyatakan bahwa tujuan penilaian hasil belajar adalah untuk dapat mengetahui siswa-siswi mana yang berhak melanjutkan pembelajarannya karena sudah berhasil menguasai materi dan apakah metode mengajar yang digunakan sudah tepat atau belum.


(36)

Tujuan Mata pelajaran Ekonomi yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan negara.

2. Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan untuk mendalami ilmu ekonomi

3. Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara

4. Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar sehingga pada akhirnya guru bisa mengetahui metode dan pendekatan mana yang lebih baik untuk siswa pada proses pembelajaran selanjutnya. Dalam proses belajar pembelajaran diharapkan terjadi interaksi yang dapat mengembangkan serta melibatkan anak didik secara aktif agar mereka mampu mengelola, menggunakan dan mengkomunikasikan perolehan pengetahuan dari proses yang mereka lalui.

2.1.3.4 Penilaian Hasil Belajar

Dalam penilaian hasil belajar siswa dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu penilaian tes dan penilaian non tes.


(37)

1. Penilaian tes

Tes hasil belajar menurut Purwanto (2009: 66) merupakan “Tes penguasaan, karena tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh

guru atau dipelajari oleh siswa.” Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi tersebut. Macam-macam tes menurut Purwanto (2009: 67) yang dikutip dari Gronlund dan Linn (1990: 12-13) sebagai berikut.

a) Tes formatif, dimaksudkan sebagai tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses belajar-mengajar. Setiap pokok bahasan membentuk perilaku tertentu sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajarannya.

b) Tes sumatif, dimaksudkan sebagai tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa atas semua jumlah materi yang disampaikan dalam satuan waktu tertentu seperti semester.

c) Tes diagnostik, digunakan untuk mengidentifikasikan siswa-siswa yang mengalami masalah dan menelusuri jenis masalah yang dihadapi.

d) Tes penempatan, adalah pengumpulan data tes hasil belajar yang diperlukan untuk menempatkan siswa dalam kelompok siswa sesuai dengan minat dan bakatnya.

2. penilaian non Tes

Penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian melalui:

a) pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik perorangan maupun kelompok, dikelas maupun diluar kelas.

b) skala sikap, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang lebih mengukur daya nalar atau pendapat siswa

c) Angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau mengerjakan dengan cara tertulis

d) Catatan harian, yaitu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan perkembangan pribadinya

e) Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. (Purwanto, 2009: 69)


(38)

2.1.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dikarenakan siswa berinteraksi dengan sesuatu yang ada disekitarnya. Siswa SMAN 1 Sumberjaya Lampung Barat menginjak masa remaja dengan masalah yang sangat kompeks sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar, namun pada akhirnya lebih dominan terletak pada usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar secara umum terbagi dalam dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal faktor-faktor yang ada diluar siswa (Sudjana, 1989: 39). Menurut M. Surya (1979: 330), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang dapat menghambat kegiatan belajar yang dihadapi oleh siswa adalah faktor internal (faktor fisiologis atau jasmaniah dan faktor psikologis) dan faktor eksternal (faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan spiritual atau lingkungan keagamaan).

Faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh dalam prose pembelajaran. Salah satu faktor yang termasuk dalam faktor internal adalah faktor psikologi. Abin Syamsudin (2003: 27) mengemukakan bahwa dalam faktor psikologi, khususnya dalam konsep dasar behaviorisme adalah usaha penciptaan seperti seperangkat stimulus yang diharapkan menghasilkan pola-pola perilaku (seperangkat respon). Menurut pendapat tersebut bahwa hasil belajar juga sangat dipengaruhi dari respon siswa terhadap apa yang mereka pelajari.

Selain itu, menurut Departemen Pendidikan Nasional ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi


(39)

hasil belajar tersebut adalah instrumental input seperti guru, model, metode, kurikum, sarana dan prasarana. Hasil belajar merupakan manifestasi keberhasilan siswa setelah melakukan proses belajar. Dengan demikian, hasil belajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Tujuan tersebut akan dicapai apabila proses pembelajaran yang dilaksanakan berpusat pada siswa (student centered) dan guru melakukan inovasi pada metode pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Djamarah (2010: 96) indikator dari proses belajar mengajar itu dianggap berhasil adalah:

1. daya serap siswa terhadap bahan pengajaran yang diajarkan untuk mencapai prestasi yang tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus

(TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Dalam proses belajar mengajar selalu didapatkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai dimana tingkat prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Nana Sudjana (1995: 22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Keberhasilan dalam proses belajar mengajar dapat dicapai dengan dukungan faktor-faktor berikut.

1) Tujuan sebagai pedoman dan sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar


(40)

2) Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah dan berpengalaman dalam bidang profesinya. 3) Anak didik (siswa) adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah

untuk menuntut ilmu.

4) Kegiatan pengajaran. Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan siswa dan bahan pelajaran sebagai perantaranya. 5) Bahan dan alat tes. Bahan tes adalah suatu bahan yang terdapat di dalam

kurikulum yang sudah dipelajari oleh siswa guna kepentingan ulangan. 6) Suasana tes. Pelaksanaan tes biasanya dilaksanakan di dalam kelas dan dijaga

oleh satu atau dua orang pengawas, sehingga siswa dapat bekerja sendiri dan bersikap jujur dalam melaksanakan tes.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, unsur penting dan prinsip dasar pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tahapan dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan kooperatif serta kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Pembahasan lebih lengkap diuraikan sebagai berikut.

2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling


(41)

berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Anita Lie (2008: 24) menyatakan bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Menurut Roger, dkk (1992) dalam Miftahul Huda (2011: 29) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat saling bekerja sama dan saling membantu dalam kelompoknya untuk memahami materi pelajaran, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.


(42)

Slavin (dalam Solihatin, 2009: 4) menyatakan bahwa Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Slavin, 1995 (dalam Imam, 2009: 28) pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok atau sebagai suatu motif bekerja sama, di mana setiap individu dihadapkan pada proposisi dan opsi yang mesti diikuti, memilih sikap bekerja sama, berkompetisi atau individual. Sedangkan menurut Solihatin (2009: 4) cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Oleh karena itu, belajar kooperatif ini juga

dinamakan “belajar teman sebaya.”

Artzt & Newman (dalam Trianto, 2009: 56) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Selanjutnya Stahl (1994) yang dikutip dari Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku sosial.


(43)

Cooperative Learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin dalam Solihatin, 2009: 4). Pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya karena setiap saat mereka akan melakukan diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan, serta saling mengoreksi antar sesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar (Solihatin, 2009: 6).

Cooperative Learning membawa suasana baru dalam proses pembelajaran yang tidak lagi berpusat pada guru tetapi semua mempunyai peran untuk mensukseskan tujuan belajar. Dalam model pembelajaran ini juga tidak hanya fokus pada peningkatan aspek kognitif siswa tetapi lebih penting lagi bagaimana membangun aspek afektif (sikap). Dalam cooperative learning siswa diarahkan untuk bisa menghargai pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dengan mengemukakan ide-ide, dalam kelompok heterogen siswa yang pintar diarahkan untuk membimbing temannya yang lemah sebaliknya yang lemah diarahkan untuk lebih semangat memperhatikan dan bertanya kepada yang pintar. Model pembelajaran seperti ini sangat bermanfaat bagi siswa kelak ketika dirinya terjun ke masyarakat karena pada hakikatnya sekolah adalah miniatur kehidupan bermasyarakat yang sesungguhnya.


(44)

Jadi, pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya juga. Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.

Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan untuk terlibat secara aktif dalam kelompok mereka. Dalam lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya, dapat membangun komunitas pembelajaran (learning community) yang saling membantu antarsatu sama lain.

2.1.4.2 Teori Yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.


(45)

Beberapa teori belajar yang melandasi pembelajaran kooperatif sebagai berikut.. 1. Teori pembelajaran konstruktivis (contrukctivist theories of learning). Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vigotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2009: 28).


(46)

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme antara lain:

(a) pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif, (b) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, (c) mengajar adalah membantu siswa, (d) tekanan dalam belajar lebih pada proses bukan hasil, (e) guru sebagai fasilitator.

2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu (1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; (2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan dunianya; (3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan (4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Sensorimotor Lahir sampai 2

tahun

Terbentuknya konsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mangarah kepada tujuan

Praoperasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.


(47)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Operasi Konkret 7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk

berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk

penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan Operasi Formal 11 tahun sampai

Dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.

Sumber: Nur, (1998: 11)

Sesuai tahap perkembangan kognitif Piaget di atas, pembelajaran ekonomi di SMA pada dasarnya masuk pada tahap operasional formal, karena siswa yang mempelajari ekonomi sudah dewasa dan mempunyai pola pikir yang kritis, mampu berpikir abstrak, dan mampu menganalisis hingga evaluasi.

3. Teori Model Kognitif Bruner

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu sebagai berikut.


(48)

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi yang nyata. Dengan kata lain dalam tahap ini segala perhatian anak tergantung pada responnya.

b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a). Dengan kata lain dalam tahap ini pola berpikir anak tergantung pada organisasi sensoriknya.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbol, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Dengan kata lain dalam tahap ini anak telah memiliki pengetian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.


(49)

Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah. Dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali stuktur-stuktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya.

Bruner juga memandang bahwa belajar sebagai pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, oleh karena itu belajar membuat pengetahuan peserta didik akan menjadi lebih baik. Dalam hal ini Bruner tidak mengembangkan teori belajar secara sistematis, namun yang penting adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif.

Selanjutnya seiring dengan struktur kognitif anak, maka Bruner dalam mengembangkan teorinya mendasarkan atas dua asumsi. Pertama, perolehan pengetahuan merupakan bentuk proses interaktif, artinya orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, sehingga perubahan terjadi tidak saja pada lingkungannya, tetapi juga pada orangnya. Kedua, setiap orang akan meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya. (Asikin, 2004: 8-10).

Berdasarkan teori Bruner di atas, bahwa belajar dalam bingkai kognitif melibatkan tiga proses yang bersamaan.

1. Memperoleh informasi baru. Artinya, adanya penghalusan dan penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya.


(50)

2. Transformasi informasi. Artinya, cara yang dilakukan seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan tugasnya.

3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Disini adanya penilaian mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas yang ada.

Untuk itu dalam proses belajar, anak SMA sebaiknya diberi kesempatan membaca berbagai sumber ekonomi yang dapat mengubah pemahaman suatu konsep. Peran guru dalam penyelenggaraan pelajaran tersebut, (a) perlu memahami struktur mata pelajaran, (b) pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar, (c) pentingnya nilai berfikir induktif.

4. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky

Teori Vygotsky yang dikenal dengan ”Scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1) menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka, (2) pendekatan Vygotsky


(51)

dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi, teori belajar Vygotsky menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah.

Dalam teorinya, Vygotsky percaya bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan mereka. Menurut Santrock (2008), ada tiga klaim dalam inti pandangan Vigotsky, yaitu (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisa dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasikan aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Implementasi teori Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong pelaksanaan pengajaran yang menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau pembelajaran kooperatif.

5. Teori Pembelajaran Humanis

Teori belajar humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Untuk itu dalam pembelajaran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri. Dan siswa perlu melakukan sendiri berdasarkan inisiatif


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. H. Pargito, M.Pd. ...

Sekretaris : Drs. Teddy Rusman, M.Si ...

Pembahas Utama : Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. ...

Pembahas Anggota : Dr. R.Gunawan S., S.Pd.,S.E.,M.M ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 196003 198503 1 003

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S NIP. 19530528 198103 1 002


(2)

viii

MOTTO

Mengajak seseorang untuk mengerti adalah pekerjaan yang

sulit, tetapi satu kali dia sudah mengerti, maka dua tiga kali

akan mengerti sendiri (Khalil Gilbran)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk

tenang dan sabar (Umar Bin Khattab)


(3)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya padaku sehingga terselesaikannya penulisan tesis ini. Karya ini ku persembahkan kepada:

 Kedua orang tuaku Bapak Hi. Djaipun (alm) dan Ibu Hj. Suparti yang

selalu mendo’akan untuk kebahagiaan dan keberhasilanku.

 Suamiku tercinta yang senantiasa memberikan semangat, dorongan serta do’a.

 Jagoanku tersayang yang selalu memberikan semangat.

 Dosen-dosen Pascasarjana Magister Pendidikan IPS yang saya hormati

dan saya banggakan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja pada tanggal 31 Agustus 1969, sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan dari Bapak Hi. Djaipun (almarhum) dan Ibu Hj. Suparti.

Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 8 Tanjungkarang pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri 3 Tanjungkarang pada tahun 1985, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Utama 2 Tanjungkarang pada tahun 1988. Pada tahun 1994 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Bandar Lampung, dan tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan Akta Mengajar IV di Universitas Lampung.

Pada tahun 2003 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan mengajar di SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat sampai dengan sekarang.

Pada tanggal 04 November 1996 penulis menikah dengan Harijanto Puguh Widodo dan telah dikarunia satu orang putra bernama M. Gilang Artanto Hariprastyo yang lahir pada tanggal 28 Maret 1998.


(5)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan sesuai waktu yang direncanakan. Tesis dengan judul “Analisis Komparatif Hasil Belajar Ekonomi Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) dan Talking Stick (TS) pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat Tahun Pelajaran 2011-2012“ merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan, Program Studi Pendidikan IPS pada Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya selesainya tesis ini tidak terlepas dari adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, atas segala bantuan moril, dorongan dan pemikirannya, kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. M. Thoha B.S Jaya, M.Pd., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

4. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

5. Bapak Drs. H. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

6. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana, Ketua Program Pascasarjana Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus sebagai pembahas utama dalam penyusunan tesis ini.


(6)

7. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Sekretaris Program Pascasarjana Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, sekaligus sebagai pembimbing I dalam penyusunan tesis ini. 8. Bapak Drs. Teddy Rusman, M.Si., Dosen Program Studi Pendidikan

Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini.

9. Bapak Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E., M.M. selaku pembahas kedua yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

10.Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Unila. 11.Bapak Kepala SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

12.Suami tercinta Harijanto Puguh Widodo, SE dan anakku M. Gilang Artanto Hariprasetyo tersayang, yang penuh pengertian, kesabaran, keikhlasan dan ketabahan dalam menghadapi rintangan selama menyelesaikan studi ini.

13.Rekan-rekan angkatan 2010 dan 2011 Pascasarjana Pendidikan IPS; mbak Tati, mbak Linda, mbak Susi, Maslina, Juariyah, Aa Tomi, mas Gun, mas Budi, pak Muji, Supri, Iis, Ning, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, atas kerjasama, dorongan, bantuan, dan kebersamaan yang indah dan tak akan ku lupakan selama menempuh pendidikan.

14.Seluruh siswa/i kelas XI IPS SMAN 1 Sumberjaya atas kerjasama yang baik dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis agar tesis yang sederhana ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi alat yang besar dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Amin.

Bandar Lampung, 10 Maret 2012


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

Perbedaan hasil belajar biologi siswa menggunakan model Rotating Trio Exchange (RTE) dengan Think Pair Share (TPS) pada konsep virus

1 7 181

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 67

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI (Studi Pada Siswa Kelas X MAN 1 Model Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 149

Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Thinks Pair Share Pada Siswa Kelas V Mi Manba’ul Falah Kabupaten Bogor

0 8 129

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK- PAIR-SHARE (TPS) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM DI KELAS X SMA NEGERI 1 SIBORONGBORONG TAHUN PEMBELAJARAN 2011/2012.

0 1 16

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

0 0 71

Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair And Share (TPS) pada Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar

0 0 17