Syarat-syarat dalam Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank

BAB IV PELAKSANAAN PERATURAN PENGANGKATAN DEWAN

KOMISARIS DAN DIREKSI DALAM UNDANG-UNDANG PERBANKAN

A. Syarat-syarat dalam Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank

1. Komisaris Ada sebagian orang berpendapat bahwa jabatan komisaris dalam suatu PT semata-mata sebagai pelengkap. Pendapat yang demikian, bila dikaitkan dengan fungsi organ PT sebgaimana yang diatur dalam KUHD sifatnya fakultatif artinya boleh ada, boleh juga tidak. Namun apabila diteliti, dalam praktiknya AD PT ketika masih mengacu kepada KUHD, hampir seluruh PT yang didirikan ada organ komisaris. Sedangkan dalam UU PT Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 secara implisit disebutkan komisaris sebagai salah satu organ dalam PT. Tugasnya pun tidaklah ringan, yakni mengawasi kinerja direksi. 49 Oleh karena itu, agar komisaris dapat menjalankan fungsinya secara optimal, paling tidak untuyk menduduki jabatan komisaris harus: Keberadaan organ komisaris dalam suatu PT, bukan hany sekedar pelengkap organ PT tetapi suatu pekerjaan yang harus betul-betul mempunyai kecakapan dalam mengelola suatu perusahaan. Hal ini penting, karena tugas komisaris adalah mengawasi pekerjaan direksi. Bila komisaris lalai dalam melakukan tugasnya, sama halnya dengan direksi, para pemegang saham dapat menuntut tanggung jawab tanggung gugat dalam melakukan tugasnya. 50 49 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm. 38. 50 Ibid, hlm. 41. Universitas Sumatera Utara 1. Mempunyai pengetahuan yang cukup luas tidak saja dalam bidangnya tapi juga yang terkait dengan dunia usaha; 2. Mempunyai visi dan misi dalam pengelolaan perusahaan; 3. Mampu memformulasikan nilai-nilai etika bisnis. Dalam ilmu hukum, prinsip penyingkapan tirai perusahaan piercing the corporate veil diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas tindakan hukum yang dilakukan oleh perusahaan pelaku, tanpa mempertimbangkan bahwa sebenarnya perbuatan tersebut dilakukan olehatas nama perseroan pelaku. Dengan demikian, doktrin piercing the coporate veil ini pada hakikatnya merupakan doktrin yang memindahkan tanggung jawab dari perusahaan kepada pemegang saham, direksi atau komisaris, dan biasanya doktrin ini baru diterapkan jika ada klaim dari pihak ketiga kepada perseroan. 51 Piercing the corporate veil ini sering kali dibebankan kepada pihak pemegang saham, direksi, atau komisaris, misalnya dalam hal-hal sebagai berikut: 52 1. Permodalan perseroan tidak layak; 2. Penggunaan dana perseroan secara pribadi; 3. Ketidaklengkapan formalitas secara pribadi; 4. Terdapat penipuan, penggelapan atau transfer modal secara tidak layak; 5. Sangat dominannya pemegang saham atau komisaris dalam kegiatan bisnis perseroan. 51 Munir Fuady, Op.Cit, hlm 87. 52 Ibid, hlm. 122. Universitas Sumatera Utara Jadi, dalam beberapa hal, pemberlakuan teori Piercing the Corporate Veil juga berlaku bagi komisaris. Artinya, dalam hal-hal tertentu pihak komisaris secara pribadi pun dapat dimintakan tanggung jawabnya atas kegiatan yang sebenar-benarnya dilakukan oleh perseroan. Hanya saja, dibandingkan dengan pihak pemegang saham dan pihak direksi, maka pihak komisaris merupakan pihak yang paling sedikit dikejar oleh teori Piercing the Corporate Veil ini. 53 Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa tugas utama komisaris adalah mengawasi kinerja direksi yang bersifat fakultatif. Posisi komisaris mempunyai peran yang tidak sedikit dalam memantau jalannya perusahaan. Oleh karena itu, boleh juga dikemukakan di sini komisaris adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. Disebut demikian, sebab mustahil seorang komisaris mampu mengawasi pekerjaan direksi bila komisaris tidak mempunyai kapabilitas untuk bidang yang diawasinya. 54 a. Persyaratan Umum Pada bagian ini akan dibahas syarat kualifikasi dan ruang lingkup pengangkatan anggota Dewan Komisaris. Landasan hukumnya, merujuk kepada ketentuan Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 UU PT. Syarat calon anggota Dewan Komisaris, sama persis dengan syarat anggota Direksi yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat 1, yakini: 55 1 Orang perorangan 53 Ibid. 54 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm. 39. 55 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm. 447. Universitas Sumatera Utara Harus orang naturirlijke persoon, natural person. Tidak dibenarkan badan hukum rechtspersoon, legal person seperti Perseroan, Koperasi atau Yayasan yang lahir atau dikriet dari proses hukum. 2 Cakap melakukan perbuatan hukum bovoegd, competence Pada prinsipnya orang yang cakap melakukan perbuatan adalah orang yang dewasa dan berumur 21 tahun. b. Persyaratan khusus Khusus persyaratan untuk menjadi komisaris bank, seiring dengan sifat khusus usaha bank, di samping harus memenuhi persyaratan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 110 ayat 1 Undang-Undang PT, maka harus juga memenuhi persyaratan yang berlaku khusus bagi komisaris bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor 111PBI2009 tentang Bank Umum di dalam Pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa untuk menjadi anggota Dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan: 1. Integritas, yang paling kurang mencakup: a. Memiliki akhlak dan moral yang baik; b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat; dan d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus. 2. Kompetensi, yang paling kurang mencakup: Universitas Sumatera Utara a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; b. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan danatau bidang keuangan; dan c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank yang sehat. 3. Reputasi Keuangan, yang paling kurang mencakup: a. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet; dan b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 lima tahun sebelum dicalonkan. Calon anggota Dewan Komisaris danatau anggota Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum menduduki jabatannya Pasal 30 ayat 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh Bank kepada Gubernur Bank Indonesia, dan wajib disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, huruf h, huruf i, huruh j, dan huruf k Pasal 30 ayat 2 PBI No. 111PBI2009 tentang Bank Umum. 2. Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, direksilah yang dipercayakan untuk mengurus Perseroan, tercantum dalam Pasal 1 ayat 5, Pasal 92 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 97 ayat 1. Dalam hal ini Direksilah yang Universitas Sumatera Utara berwenang mewakili Perseroan untuk segala tindakan yang harus dijalankan untuk dan atas nama Perseroan, baik untuk tindakan intern ke dalam maupun untuk tindakan ektern terhadap pihak ketiga, termasuk untuk mewakili perseroan dalam Pengadilan. 56 Namun, tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan Direksi dalam suatu perseroan terbatas, yang jelas Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Di dalam menjalankan tugasnya tersebut, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekwensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi akan dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan perseroan, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. 57 Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan Direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari dua macam persetujuanperjanjian, yaitu: 58 1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi; dan 2. Perjanjian kerjaperburuhan, di sisi yang lain. 56 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas, Teori Praktik, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm. 19 57 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 97. 58 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dan karena itu pelaksanaanya harus ditafsirkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1601 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memberatkan pada pelaksanaan perjanjian-perjanjian tersebut sebagai suatu perjanjian perburuhan. Merumuskan kedudukan Direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk Direksi tersebut di atas; Direksi di satu sisi, diperlakukan sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam Anggaran Dasar perseroan, dan di sisi lain diperlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan-bawahan dalam suatu perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang tidak atau bukan menjadi tugasnya. 59 Direksi memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pengelolaan manajemen dan fungsi representasi perwakilan. Fungsi pertama dan fungsi kedua pada dasarnya bersifat saling melengkapi. Fungsi pertama menempatkan Direksi sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya perusahaan, khususnya dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Agar direksi dapat melakukan pengelolaan perusahaan, maka pada dirinya harus dilengkapi otoritas untuk dapat 59 Ibid, hlm. 98. Universitas Sumatera Utara melakukan tindakan-tindakan perbuatan hukum. Dengan kata lain, ia dapat bertindak sebagai subjek hukum. 60 Fungsi ke dua, yaitu fungsi representasi sejatinya menjadi perwujudan subjek hukum yang melekat pada Perseroan sebagai subjek hukum legal entity atau rechtspersoon. Dengan fungsi representasi ini, direksi yang melakukan perbuatan hukum tidak dalam kapasitas sebagai pribadi baca : subjek hukum alamiahnatuurlijk persoon tetapi bermetamorfose pada Perseroan. Dalam fungsinya yang demikian, seringkali dikatakan bahwa Direksi menjadi personifikasi dari Perseroan Terbatas. Hal ini untuk mempertegas bahwa Perseroan sebagai subjek hukum sejatinya hanya merupakan konstruksi hukum. Ia hanya dapat dipahami secara virtual melalui konstruksi berfikir yang kemudian dikukuhkan dan diakui eksistensinya secara yuridis. 61 Pada dasarnya pertanggungjawaban pemegang saham, direksi, dan komisaris dalam perseroan yang berbadan hukum adalah terbatas. Akan tetapi, apakah pertanggungjawaban demikian berlaku mutlak? Hal ini timbul terutama jika sebuah badan hukum dijadikan sebagai vihicle untuk maksud-maksud yang menyimpang dan norma hukum. Oleh karena itu, timbul suatu prinsip, yakni piercing the corporate veil, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham, direksi dan atau komisaris dalam hal- hal tertentu dapat menjadi tidak terbatas. 62 60 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan,Telaah Yuridis terhadapUndang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Salatiga : Griya Media, 2011, hlm. 167. 61 Ibid, hlm. 168. 62 Tri Widiyono, Op.Cit, hlm. 31. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan doktrin piercing the corporate veil ini, dapat dikemukakan pendapat Henry Campbell Balck, yang menyatakan: 63 1. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; “Piercing corporate veil. Judicial process whereby court will disregard usual immunity of corporate officers or entities grom liability for coporate activities: e.g. when incorporation was for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine which holds that the corporate structure with its attendent limited liability of stockholders may be disredarded and personal liability imposed on stockholder, officer and director in the case of fraud. The court, however, may look beyond the corporate form only for the defeat of fraud or wrong or the remedying of injustice”. “Menyingkap tabir perusahaan. Proses hukum yang dilaksanakan pengadilan biasanya dengan mengabaikan kekebalan umum pejabat perusahaan atau pihak tertentu perusahaan dari tanggung jawab aktivitas perusahaan: misalnya ketika dalam perusahaan dengan sengaja melakukan kejahatan. Doktrin yang ada berpendapat bahwa struktur perusahaan dengan adanya tanggung jawab terbatas pemegang saham dapat mengabaikan tanggung jawab pemegang saham, pejabat perusahaan dan direktur perusahaan. Pengadilan dalam masalah tersebut akan memandang perusahaan hanya dari sisi kegagalan pembelaan atas tindak kejahatan atau kesalahan tau pemberian sanksi hukuman”. Peralihan tanggung jawab pemegang saham, komisaris, dan direksi perseroan dari semula terbatas menjadi tidak terbatas, antara lain disebabkan oleh doktrin piercing the corporate veil. Dalam hal ini dikemukakan terjadinya piercing the corporate veil atau lifting the veil adalah sebagai berikut: 63 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk tekwaadetrouw atau badfaith memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan atau PT Pasal 3 ayat 2 huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Selain menjalankan doktrin piercing the corporate veil, prinsip fiduciary duty merupakan bagian dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan tanggung jawab direksi. Doktrin fiduciary duty berasal dan mempunyai akar dalam hukum Romawi yang kemudian berkembang dalam sistem hukum Anglosaxon. Fiduciary berasal dari bahasa Latin fiducia yang berarti kepercayaan. 64 Seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary fiduciary duty manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary fiduciary capacity. Seseorang memiliki fiduciary capacity jika usaha yang dikelola atau dilakukan itu bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik atau untuk kepentingan pihak lain. Orang tersebut bertindak sebagai agent dan pihak yang memberikan kepercayaan tersebut mempunyai kepercayaan yang besar great fiducia kepadanya. Antara pihak yang mempunyai kapasitas fiduciary dengan pihak yang diasuhnya atau 64 Freddy Haris Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas, Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 50. Universitas Sumatera Utara harta benda yang diasuhnya, terdapat suatu hubungan khusus yang disebut dengan hubungan kepercayaan fiduciary relation. Dewasa, ini konsep fiduciary telah menjadi konsep yang umum di dunia dalam bidang hukum korporasi. Pengurus korporasi memiliki kewajiban fidusia terhadap korporasi ketika bertindak untuk dan atas nama korporasi. Direksi sebagai salah satu organ korporasi yang menjalankan dan bertanggung jawab atas kegiatan operasional dari korporasi adalah pihak yang dibebankan kewajiban ini. Doktrin fiduciary duty di Indonesia masih relatif baru berkembang sehingga masih diperlukan pengembangan dan aplikasi yang tepat dalam sistem hukum Indonesia. Prinsip direksi sebagai pemegang amanah trustee karena sumber kewenangan direksi berasal dari trust atau fiducia, tetapi amanah yang diemban direksi perseroan adalah amanah perseroan dan bukan amanah dari pemegang saham yang hendak menciptakan direktur boneka. Pemikiran ini berakibat perlunya kualifikasi tertentu dari direksi, baik syarat menjadi direksi dan atau prosedur pemilihannya. Dalam opini demikian, maka direksi seakan-akan mirip dengan profesional. 65 Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa tugas utama direksi adalah tugas manajemen dan tugas representatif. Dalam menjalankan kedua tugas tersebut berlaku doktrin fiduciary duty. Prinsip utama dalam doktrin ini, sesuai namanya adalah “tugas berdasarkan kepercayaan”, tugas yang diberikan perseroan kepada direksi adalah kepercayaan. Oleh karena itu, unsur utama dalam 65 Try Widiyono, Op.Cit, hlm. 40. Universitas Sumatera Utara pemberian tugas yang dipercayakan kepada direksi perseroan adalah kepercayaan bahwa perseroan tersebut dapat dijalankan dengan baik. Hal tersebut mengandung pengertian antara lain, bahwa orang yang diangkat menjadi direksi yang bertugas mengurus perseroan itu harus orang yang mempunyai persyaratan tertentu. Idealnya, tidak semua orang dapat menjadi direksi perseroan terbatas. Oleh karena itu, Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur persyaratan untuk menjadi direktur perseroan, walaupun hanya bersifat umum saja. Pasal 93 mengatur siapa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi. Ketentuan ini, mengatur persyaratan orang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi. 66 a. Persyaratan Umum Syarat pokoknya, boleh dikatakan minim sekali, hanya terdiri atas: 1 Orang perorangan person or individual Setiap orang atau manusia human being dapat diangkat menjadi anggota Direksi. Sebaliknya, badan hukum rechtspersoon, legal entity, tidaka dapat diangkat menjadi anggota Direksi. Itu sebabnya, definisi Direktur adalah orang person yang menduduki posisi Direktur, sehingga hanya orang person saja yang dapat menjalankan fungsi direksi. 2 Cakap melakukan perbuatan hukum bevoegd, competent Biasanya diartikan cukup umum dan cakap full age and capacity, patokan umumnya: 66 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 353. Universitas Sumatera Utara a Paling tidak telah mencapai umur 21 dua puluh satu tahun. Tidak ada batasan sampai umur berapa there is no age limit anggota Direksi Perseroan. 1 Akan tetapi biasanya, paling tua 70 tujuh puluh tahun, dan 2 Pada umumnya di berbagai negara, terdapat pembatasan umur anggota Direksi bagi Perseroan Publik public company atau Perseroan Perdata private company anak Perseroan Publik subsidiary of the public company, hingga umur 70 tujuh puluh tahun. b Yang bersangkutan tidak sakit jiwa dan tidak berada di bawah kurator. Apa yang dikemukakan di atas merupakan persyaratan direksi yang umum dan berlaku untuk seluruh perseroan yang berbentuk terbatas. Memang agak sulit memberikan batasan kriteria persyaratan bagi perseroan yang terbatas yang lebih rinci, karena klasifikasi, maksud dan tujuan, serta usaha perseroan, besar-kecilnya modal perseroan dalam perseroan terbatas sangat beragam. Oleh karena itu, pembatasan yang rigit dapat menghambat perkembangan perseroan dan perekonomian yang pada kenyataannya di Indonesia lebih banyak berbentuk perseroan terbatas dengan segala variasinya. 67 b. Persyaratan Khusus 67 Try Widiyono, Op.Cit, hlm. 103. Universitas Sumatera Utara Khusus persyaratan untuk menjadi direksi bank, seiring dengan sifat khusus usaha bank, di samping harus memenuhi persyaratan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat 1 UU PT, maka harus juga memenuhi persyaratan yang berlaku khusus bagi direksi bank. Pengangkatan dan perubahan direksi diatur dalam Pasal 38 ayat 1 dan 2 UU Perbankan. Sayangnya, pembuat undang-undang sama sekali tidak cermat, sebab persyaratan pengangkatan itu, menunjuk Pasal 16 ayat 6 yang tidak relevan dan Pasal 17 yang telah dicabut. Secara rinci, syarat-syarat untuk menjadi direksi Bank diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 111PBI2009 tentang bank umum, Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 serta Peraturan Bank Indonesia No. 1223PBI2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan Fit and Proper Test. Peraturan Bank Indonesia No 111PBI2009 tentang bank umum di dalam Pasal 27 menyatakan bahwa untuk menjadi anggota dewan komisaris dan direksi wajib memenuhi : 1. Integritas, yang paling kurang mencakup: a. Memiliki akhlas dan moral yang baik; b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan opearsional Bank yang sehat; dan d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus. 2. Kompetensi, yang paling kurang mencakup: Universitas Sumatera Utara a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; b. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan danatau bidang keuangan; dan c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan bank yang sehat. 3. Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup: a. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet; dan b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 lima tahun sebelum dicalonkan. Dengan demikian, bagi direksi bank, persyaratan yang harus dipenuhi lebih rinci, yaitu di samping yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam UU PT, juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, termasuk juga lulus fit and proper test. 68

B. Prosedur Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank

Dokumen yang terkait

Akuisisi Pada Perusahaaan Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroaan Terbatas Dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

1 50 150

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

0 4 93

TESIS PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 13

PENDAHULUAN PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 19

TINJAUAN PUSTAKA PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 4 43

PENUTUP PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 2 5

Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Pegawai Bank terhadap Data Nasabah Dikaitkan Prinsip Kerahasiaan Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

0 1 45

Tanggung Jawab Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Tanah Dihubungkan Dengan Prinsip Kehati-hatian Didasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Dan Undang-undang Nomor 4 Tahun

0 0 20

Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan

0 0 31

ABSTRAK AKUISISI PADA PERUSAHAAAN PERBANKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAAN TERBATAS DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 JUNCTO UNDANG-UNDANG No.10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN

0 0 10