Pola Penerimaan Pemerintah Pusat Perkembangan Penerimaan Domestik non Minyak

14

a. Pola Penerimaan Pemerintah Pusat

Dalam periode tahun 1967- 1975 penerimaan Pemerintah Pusat meningkat dengan pesatnya yaitu kira-kira 10 atau menjadi lebih besar dari 20 dari Gross Domestic Product atau GDP serta hampir keseluruhannya berasal dari minyak Anne Booth. Penerimaan negara tersebut dikelompokkan menjadi : a. Penerimaan dalam negeri bukan minyak, yang terbagi dalam : a1. Pajak langsung, a2. Pajak tidak langsung, a3. Penerimaan bukan pajak. b. Penerimaan pajak minyak, c. Penerimaan dari luar negeri seperti pinjaman dan bantuan. Dalam periode ini, Pemerintah belum melakukan pinjaman dari pihak perbankan seperti dengan penerbitan obligasi Pemerintah. Dari kondisi tersebut, terlihat bahwa arah pola penerimaan pajak dalam periode 1967-1975 adalah : a. Peningkatan pajak atas perusahaan minyak, b. Masih rendahnya pajak dari bukan minyak, c. Sangat rendahnya pajak tidak langsung, d. Naiknya penerimaan untuk bantuan proyek dan kredit ekspor. Dengan usaha penyempurnaan kebijakan pajak, tahun 1990-an pola penerimaan pajak menjadi terbalik jika dibandingkan dengan periode 1967-1975, yaitu : a. Pajak atas perusahaan minyak menurun, b. Pajak bukan minyak meningkat, c. Pajak tidak langsung tidak turun, d. Penerimaan untuk bantuan proyek dan kredit ekspor turun pelan-pelan.

b. Perkembangan Penerimaan Domestik non Minyak

Dalam Pelita I atau 196970 sd 197374 pajak langsung yang berupa pajak perseroan, MPO dan pajak penjualan mengalami peningkatan dengan tajam tetapi pajak tidak langsung seperti Ipeda iuran pembangunan daerah dan pajak cukai meningkat agak lambat. Kondisi ini memberi gambaran agar Pemerintah 15 mengintensifkan pajak atas pendapatan perorangan atau perseroan dan pajak tanah permukiman di perkotaan. Pada periode ini tidak dilaksanakan pajak ekspor karena untuk meningkatkan perdagangan luar negeri dibalik peningkatan pajak impor. Pajak merupakan salah satu pendapatan Pemerintah disamping bantuan luar negeri. Rata-rata bantuan luar negeri terhadap pengeluaran pembangunan dalam Pelita I berkisar 57, dalam Pelita II berkisar 36, dalam Pelita III berkisar 30 dan dalam Pelita IV berkisar 50 Umar Basalim, 1993. Dalam awal Pelita III atau tahun 197980- 198081 muncul harapan yang cerah akan pendapatan pajak pendapatan atau PPh karena ditetapkannya pembaharuan pajak tahun 1981. Dalam tahun berikut yaitu tahun 1988 atau dalam akhir Pelita IV atau 198889 pajak pertambahan nilai atau PPN meningkat 3 kali dibanding dengan tahun 1983 walaupun pajak bumi dan bangunan atau PBB masih kecil. Selama tahun 1983 hingga tahun 1988 potensi dalam meningkatkan PPN masih tinggi yaitu 53 dan PPh 35 Marie Muhammad, 1988. APBN awal Pelita V atau 198990 sejalan dengan Paket 27 Oktober 1988 atau Pakto 27, 1988 yaitu suatu APBN yang diupayakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat luas atau untuk pemerataan dan penyehatan neraca pembayaran. Pengeluaran dalam APBN ditujukan untuk meningkatkan kemampuan golongan ekonomi lemah, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan nasional. Suatu kenyataan bahwa dalam APBN tahun 198990 pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan tabungan sebesar 13,75 dan 86,25 dibiayai dari pinjaman luar negeri. Oleh karena itu, peranan kebijakan pajak masih sangat lemah sehingga kenaikan penerimaan pajak sangat diharapkan hingga saat ini.

c. Pembaharuan Kebijakan Pajak