8
BAB II KEBIJAKAN FISKAL
1. Pendahuluan
Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa kebijakan fiskal mempengaruhi keseimbangan sektor barang dan jasa yang kemudian
mempengaruhi keseimbangan sektor ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut dimulai dari keseimbangan pasar barang dan jasa atau sektor riil kemudian pada
keseimbangan pasar uang dan akhirnya pada keseimbangan pasar luar negeri. Keseimbangan pasar barang dan jasa atau sektor riil adalah keseimbangan
pendapatan pada perubahan tingkat bunga karena perubahan tabungan yang disebabkan oleh perubahan pajak yang kemudian berinteraksi dengan
mempengaruhi investasi. Perubahan itu sering digambarkan dalam kurva IS sebagaimana diuraikan di depan. Keseimbangan pasar barang dan jasa kemudian
mempengaruhi keseimbangan pasar uang melalui perubahan motif masyarakat dalam memegang uang baik memegang uang dengan motif spekulasi atau dengan
motif transaksi dan kedua motif tersebut berinteraksi dengan perubahan jumlah uang beredar. Mengubah jumlah uang beredar dilakukan oleh otoritas moneter.
Perubahan keseimbangan pasar uang sering digambarkan dengan kurva LM sebagaimana diuraikan di depan. Perubahan kesimbangan pasar uang akan
mempengaruhi keseimbangan pasar luar negeri atau neraca pembayaran melalui perubahan penawaran dan permintaan mata uang asing, yang sering digambarkan
dengan kurva NPI yaitu keseimbangan cadangan devisa. Keseimbangan pasar barang dan jasa dapat ditunjukan dengan suatu identitas :
Y = C + I + G + X – M
Dimana : Y = pendapatan nasional, C = konsumsi,
I = investasi, G = pengeluaran pemerintah,
X = ekspor, M = impor.
9 Kesamaan Y terhadap C + I + G + X – N sering digambar dengan kurva IS yaitu
keseimmbangan pasar barang dan jasa di atas, menjadi dasar bahasan dalam memahami keseimbangan pasar barang dan jasa. Pergeseran kurva IS manuju
keseimbangan baru yang lebih baik merupakan tujuan atau efek dari kebijakan fiskal. Untuk menyederhanakan pembahasan agar lebih mudah dipahami, untuk
sementara tentang ekspor dan impor tidak dibahas. Pajak yang dibayar oleh para wajib pajak diterima oleh Pemerintah sebagai pendapatan yang kemudian akan
digunakan untuk mendanai pengeluaran Pemerintah atau Government expenditure yang diberi notasi G yang jumlahnya sama dengan jumlah pajak atau T. Dalam
kenyataannya, sangat sering pengeluaran Pemerintah lebih besar dari jumlah pajak atau G T karena kebijakan fiskal masih longgar. Dalam uraian ini, dianggap G
= T. Seperti diuraikan di atas, naiknya penetapan pajak pada para wajib pajak akan menurunkan konsumsi masyarakat atau C menurun atau menurunkan
tabungan masyarakat atau S menurun. Penurunan itu dapat dilihat dari parameter b dalam persamaan konsumsi yaitu :
C = a + bY
Parameter a adalah suatu bilangan konstan yang menunjukan besarnya konsumsi walaupun pendapatan adalah nol. Parameter b menunjukan perubahan konsumsi
sebagai akibat dari perubahan pendapatan sehingga parameter b dapat ditulis dalam bentuk matematika :
b = CY
b = MPC
Dimana : MPC adalah tambahan keinginan berkonsumsi karena adanya tambahan pendapatan atau Marginal Propensity to Consume.
Seluruh pendapatan masyarakat setelah dikurangi dengan konsumsi dianggap ditabung atau to be save yang diberi notasi S sehingga S dapat ditulis :
S = Y-C
Untuk mendapatkan persamaan S, persamaan konsumsi dimasukan kedalam persamaan saving, maka persamaan saving menjadi :
S = Y- a+bY, S = Y- a – bY,
10 S = -a + Y – bY,
S = -a + 1-bY
Bilangan -a mempunyai arti bahwa tidak ada sesuatu yang ditabung oleh masyarakat atau bahkan masyarakat memiliki utang sebesar –a jika masyarakat
tidak mempunyai pendapatan atau jika Y= 0 atau masyarakat terus berkonsumsi dibalik mereka tidak berpenghasilan. Parameter 1-b mempunyai arti bahwa terjadi
peningkatan tabungan masyarakat sebesar 1-b kali pendapatan. Peningkatan tabungan itu dapat ditulis:
1-b = SY
1-b = MPS
Dimana : MPS adalah tambahan keinginan menabung karena adanya tambahan pendapatan atau Marginal Propensity to Save
Perlu ditambahkan bahwa parameter 1-b = MPS = 1-MPC. Kalau MPC meningkat, maka MPS akan menurun atau sebaliknya. Dengan bahasa lain, kalau
konsumsi seseorang meningkat dengan anggapan jumlah pendapatannya tetap, maka kemampuan masyarakat dalam menabung akan semakin menurun atau
sebaliknya. Kesimpulan ini dapat dibuktikan secara matematika : Y = C + S diubah menjadi delta
Y = C + S dibagi dengan Y YY = CY + SY
1 = MPC + MPS.
Identity 1 = MPC+MPS artinya, jika MPC meningkat, maka MPS menurun atau sebaliknya. Besarnya pajak akan dapat memperjelas hubungan antara perubahan
konsumsi atau tabungan terhadap pendapatan Pemerintah. Untuk menjelaskan hubungan itu, identitas Y = C + I + G tetap menjadi dasar sebagaimana diutarakan
di depan, variabel X dan M tidak dibahas. Oleh karena itu, dengan memasukkan penetapan pajak dalam persamaan konsumsi, maka persamaan konsumsi menjadi :
C = a + b Y-T Karena S = Y – C, maka :
S = Y – { a + bY-T} atau
S = -a + 1-b Y-T
11 Dengan adanya T, konsumsi akan berubah dan perubahan itu sebesar
C=-b T dan tabungan berubah sebesar
S= 1-b-Tax. Karena perubahan pajak, maka identitas pendapatan masyarakat terkait dengan pendapatan Pemerintah akan
menjadi :
Y = C + I + G + T
Dengan perubahan pajak akan terjadi perubahan tabungan sehingga menyebabkan perubahan keseimbangan pasar barang dan jasa atau terjadi perubahan kurva IS,
misalnya menjadi IS1. Perubahan itu dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 2
Keseimbangan Pasar Barang dan Jasa S C=I S
S = -a+1-cY S1=-a+1-cY-Tax
0 I 0 Y r r
IS IS1 I = fr
0 I 0 y1 y3 y2 y4 Y
Keterangan : Pergeseran kurva S ke S1 karena naiknya Tax, kemudian menggeser kurva IS ke IS1 atau menggeser pendapatan nasional dari Y1 ke Y3 pada r1 atau Y2 ke Y4
pada r2.
12 Dalam perubahan pasar barang dan jasa tersebut karena pengaruhi kebijakan
fiskal, terlihat bahwa kebijakan fiskal memiliki 3 tujuan yaitu : a. menjamin pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang potensial,
b. menciptakan tingkat harga umum yang stabil dan wajar, c. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi tanpa merintangi tujuan-tujuan
lain dari masyarakat.
2. Kebijakan Fiskal di Indonesia tahun 1950-2000