Perawatan diri narapidana wanita

25 2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial Tarwoto Wartonah, 2010. 2.2 Narapidana Wanita 2.2.1 Definisi narapidana wanita Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas UU RI No.12 Th. 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 ayat 3. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan, menurut WHO 2009, narapidana wanita adalah wanita yang berusia minimal 18 tahun, ditahan di penjara, sedang menunggu pemeriksaan pengadilan atau telah menjalani hukuman di penjara.

2.2.2 Perawatan diri narapidana wanita

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur tentang kehidupan narapidana di lapas. UU ini menjelaskan bahwa petugas harus menyediakan makan dan minum. Selaku institusi yang berwenang, lapas berwenang mendistribusikan makanan. Dengan kata lain narapidana wanita hanya mendapatkan makanan yang disediakan oleh lapas. Oleh karena itu, lapas harus selalu memperhatikan dan mengusahakan agar pengelolaan makanan bagi Universitas Sumatera Utara 26 narapidana wanita dapat terselenggara dengan baik dan menjaga kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila makanan yang tidak sesuai dengan jumlahnya dan rendah kualitasnya disamping dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, dari segi kesehatan juga dapat menyebabkan penyakit kekurangan gizi. Narapidana wanita yang kekurangan gizi akan lebih mudah terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis, prestasinya menurun, sehingga produktivitas kerjanya akan berkurang. Sedangkan kebutuhan lain yang bersifat pribadi dapat diperoleh dari keluarga yang sedang berkunjung atau belanja di koperasi yang telah disediakan Andansari, 2014. Para tahanan harus disediakan lingkungan yang sehat, udara yang bersih, pencahayaan, suhu, ventilasi, toilet yang sehat dan pantas, tempat mandi, dan sebagainya. Pihak manajemen penjara tidak boleh memaksa tahanan untuk mengenakan seragam tahanan, dan semua tahanan diberikan kebebasan untuk mengenakan pakaian yang mereka inginkan. Setiap narapidana yang tidak diperbolehkan memakai pakaiannya sendiri, harus disediakan pakaian yang sesuai dengan iklim dan cukup untuk menjaga dirinya tetap dalam keadaan sehat. Bagaimana pun, pakaian tersebut tidak boleh merendahkan martabat atau memalukan. Semua pakaian harus bersih dan terawat baik. Pakaian dalam harus diganti dan dicuci sesering yang diperlukan untuk menjaga kesehatan pribadi, dalam keadaan khusus jika seorang narapidana dibawa ke luar lembaga untuk tujuan yang sah, narapidana tersebut harus diizinkan untuk mengenakan pakaiannya sendiri atau pakaian lain yang tidak menarik perhatian Handayani, 2012. Universitas Sumatera Utara 27 Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit, terutama penyakit kulit. Hal ini karena sanitasi yang kurang baik, air bersih sulit diperoleh, pakaian jarang diganti, dan kerap pula sehelai handuk dipakai beramai-ramai, serta sel yang kotor dan pengap. Hasil observasi yang dilakukan oleh Astriyanti, Lerik Sahdan, 2010 di Lapas Klas IIA Kupang, menunjukkan bahwa narapidana tetap memakai pakaian yang dikenakan kemarin, selesai bekerja tidak mencuci kaki dan tangan dengan baik dan benar, serta tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan. Berdasarkan hasil wawancara Astriyanti, dkk 2010 pada narapidana dan pegawai lapas menunjukkan bahwa narapidana tidur bersama dalam satu kamar dengan ukuran 5x2 m terdiri dari 7-9 narapidana, pakaian kotor digantung atau ditumpuk dalam kamar, dan tidak mengganti sprei tempat tidur secara berkala. Praktek hygiene perorangan narapidana penderita penyakit kulit yang buruk ditunjukkan pada item frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian, dan meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk pada orang lain. Para narapidana sering meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk kepada orang lain khususnya teman sekamar. Sudah menjadi hal yang wajar bila sesama teman sekamar pinjam meminjam pakaian dan sebagainya karena persediaan yang minim sehingga lebih mudah meminjam milik teman sekamar. Namun, setiap narapidana mempunyai pandangan dan perasaan yang berbeda-beda, serta adanya perbedaan kepercayaan atau keyakinan, kehidupan soaial, dan kecenderungan untuk bertindak, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindakan perawatan diri Astriyanti dkk, 2010. Universitas Sumatera Utara 28 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirawan, dkk 2011 menunjukkan higiene perorangan warga binaan Lapas Wanita Kelas II A Semarang dapat dilihat berdasarkan frekuensi mandi dua kali sehari sebanyak 27 orang 52,9, frekuensi ganti pakaian satu kali sehari sebanyak 28 orang 54,9, frekuensi pemakaian sabun pada saat mandi dua kali kali sehari sebanyak 27 orang 52,9, frekuensi mencuci pakaian tidak tiap hari tapi pakai sabun sebanyak 27 orang 52,9, frekuensi mencuci handuk lebih dari tiga hari tapi pakai sabun sebanyak 31 orang 60,8, frekuensi mencuci sprai lebih dari dua minggu tapi pakai sabun sebanyak 26 orang 51,0, dan kebiasaan menggunakan alat makan secara bergantian dengan dicuci menggunakan sabun terlebih dahulu 26 orang 51,0. Hal ini memungkinkan terjadinya penularan herpes simplek pada warga binaan di Lapas wanita Semarang. Universitas Sumatera Utara 29

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual