Pembayaran melalui Internet Banking dengan Menggunakan Letter Of

BAB IV PEMBAYARAN MELALUI

INTERNET BANKING DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT DALAM PERSPEKTIF KUH PERDATA DAN UNDANG- UNDANG PERBANKAN Studi Pada Bank Mandiri Wil. I Cab. Medan

A. Pembayaran melalui Internet Banking dengan Menggunakan Letter Of

Credit dalam Perspektif KUH Perdata Persoalan mengenai transaksi jual beli tidak terlepas dari perjanjian, karena setiap proses jual beli pasti akan diawali dengan sebuah kesepakatan, yang mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan oleh para pihak sesuai kehendaknya masing-masing baik dari segi bentuk, macam maupun isinya, hal ini merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Namun demikian sebebas apapun seseorang membuat perjanjian tetap harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian seperti termuat dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum. Adapun untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah: 67 67 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 1. Adanya kesepakatan bagi para pihak yang mengikatkan diri Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan. 2. Adanya kecapakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan di sini artinya para pihak dalam perjanjian haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan curatele, dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 delapan belas tahun. Meskipun belum berumur 18 delapan belas tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian. 3. Suatu hal tertentu Hal tertentu maksudnya objek yang diatur dalam perjanjian tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya perjanjian fiktif. 4. Suatu sebab yang halal. Universitas Sumatera Utara Maksudnya isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang- undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Salah satu teori hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut teori kehendak, suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak di antara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak. 68 Van der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai teori klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan untuk timbulnya suatu kesepakatan, yaitu: 69 1. Ajaran kehendak wilsleer, dimana ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan terbentuk tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin yang ada dalam kehendak subjektif para calon kontraktan. 2. Pandangan normatif Van Dunne, dalam ajaran ini kehendak sedikitpun tidak memainkan peranan. Apakah suatu persetujuan telah terbentuk pada hakikatnya tergantung pada penafsiran normatif para pihak pada persetujan ini tentang dan peristiwa yang dihadapi bersama; 3. Ajaran kepercayaan vetrouwensleer, ajaran ini mengandalkan kepercayaan yang dibangkitkan oleh pihak lawan, bahwa ia sepakat dan oleh karena itu telah memenuhi persyaratan tanda persetujuannya bagi terbentuknya suatu persetujuan. 68 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern , Bandung: Refika Aditama, 2004, hal. 39 69 Van der Burght dalam Ibid, hal. 40 Universitas Sumatera Utara Perjanjian dibuat dengan pengetahuan dan kehendak bersama dari para pihak, dengan tujuan untuk menciptakan atau melahirkan kewajiban pada salah satu atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian sebagai sumber perikatan berbeda dari sumber perikatan lain, berdasarkan pada sifat kesukarelaan dari pihak yang berkwajiban untuk melakukan prestasi terhadap lawan pihaknya dalam perikatan tersebut. Dalam perjanjian, pihak yang wajib untuk melakukan suatu prestasi, dalam hal ini debitur, dapat menentukan terlebih dahulu, dengan menyesuaikan pada kemampuannya untuk memenuhi prestasi dan untuk menyelaraskan dengan hak yang ada pada lawan pihaknya, apa, kapan, dimana, dan bagaimana ia akan memenuhi prestasinya. 70 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 71 Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dipergunakannya perkataan “perbuatan” yang berarti tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, sehingga perumusannya menjadi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 72 70 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Perdata Seri Hukum Bisnis , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 14 71 Pasal 1313 KUH Perdata 72 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta, 1979, hal. 49. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum, melainkan merupakan hubungan hukum. Pandangan ini dikemukakan oleh Van Dunne, yang mengartikan tentang perjanjian, yaitu: “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 73 Dalam rangka menciptkan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbaga asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya. 74 Adapun prinsip-prinsip atau asas-asas yang menguasai hukum perjanjian yang berkaitan dengan perjanjian antara underwritter dan emiten yaitu, asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat pacta sunt servanda, dan asas itikad baik. Asas konsensualisme dilahirkan pada saat momentum awal perjanjian terjadi, yaitu pada detik para pihak mencapai puncak kesepakatannya Pasal 1320 angka 1 KUH Perdata. Ketika para pihak menentukan hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang menjadi substansi perjanjian, maka para pihak memasuki ruang asas kebebasan berkontrak. Dalam asas ini para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas sepanjang dapat dipertanggungjawabkan dan bukanlah sesuatu yang terlarang Pasal 1230 73 Lely Niwan, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, 1987, hal. 26 74 Gunawan Widjaja, Op. cit, hal: 14 Universitas Sumatera Utara angka 4 KUH Perdata. Persetujuan secara timbali balik terhadap bentuk dan isi perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau dapat dipersamakan dengan itu. Akibatnya perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sesuai asas pacta sunt servanda yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” dan assas itikad baik yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan: “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. 75 Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan Dwiko Warmanto Internet banking merupakan layanan pembayaran secara online real time, yang diselenggarakan oleh perbankan dengan memanfaatkan fasilitas perbankan. Dengan demikian jelas bahwa telah terjadi adanya kesepakatan antara pihak pelaku usaha dengan pihak perbankan tentang pemanfaatan fasilitas perbankan dalam pembayaran konsumen bagi pelaku usaha. Tidak ada proses utang piutang dengan Letter of Credit sebagaimana yang mungkin terjadi sebelumnya, yang ada adalah proses rekonsiliasi keuangan dengan bank atau jasa keuangan lainnya. 76

B. Mekanisme ekspor dengan Pembayaran Letter of Credit melalui Internet