23 sebagai berat badan berlebih overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai 22,9.
Obesitas dikategorikan pada dua tingkat: tingkat I 25- 29,9 dan tingkat II ≥30.
Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh IMT Berdasarkan Kriteria WHO 2000
Kategori IMT Asia kgm
2
Underweight 18,5
Normoweight 18,5
– 22,9 Overweight
≥ 23 Pre-obese
23,0 – 24,9
Obese I 25,0
– 29,9 Obese II
≥ 30,0 Sumber: Bickley, 2007
2.2 LINGKAR LEHER
Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk skreening individu dengan obesitas Liubov et al., 2001. Lingkar leher
sebagai indeks untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya penyakit kardiovaskuler Sjostrom et al., 2001. The North Association
for The Study of Obesity menyatakan bahwa dari uji statistic, koefisien korelasi pearson menunjukkan hubungan erat antara lingkar leher dengan IMT laki-laki,
r=0,83; perempuan r=0,71; masing-masing, p0,0001 dan lingkar pinggang laki- laki, r=0,86; perempuan, r=0,56; masing-masing p0,0001.
Lingkar leher ≥37 cm untuk laki-laki dan ≥34 cm untuk wanita
merupakan cutt of point yang paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan IMT
≥25 kgm2, lingkar leher ≥39,5 cm untuk laki-laki dan ≥36,5 cm untuk wanita adalah cut of point paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan
obesitas IMT ≥30 kgm2. Berdasarkan validasi yang dilakukan pada kelompok
yang berbeda, sebagai salah satu metode skreening obesitas lingkar leher memiliki sensitivitas 98, spesifitas 89, akurasi 94 untuk laki-laki dan 99 untuk
perempuan Liubov et al., 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.3 FISIOLOGI TIDUR
Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat
atau dikurangi. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respon terhadap rangsangan
eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsangan visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya Arifin et al., 2010.
Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah usulan dari Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan
electroencephalogram EEG, electrooculogram EOG, dan electromyogram EMG. Terdapat dua jenis tidur, yang ditandai oleh pola EEG yang berlainan dan
perilaku yang berbeda: tidur gelombang lambat dengan gerakan mata tidak cepat NREM; Non Rapid Eye Movement
, dikenal juga sebagai tidur “S”, sinkron atau ortodoks dan tidur paradoksikal dengan gerakan mata cepat REM; Rapid Eye
Movement , dikenal juga sebagai tidur “D” atau desinkronisasi Atmadja, 2002;
Sherwood, 2001. Pada orang normal tidur NREM merupakan keadaan yang relatif terjaga.
Kecepatan denyut jantung biasanya lebih lambat 5-10 denyut setiap menit dari tingkat terjaga penuh dan teratur, begitu juga dengan respirasi. Tekanan darah
juga cendrung rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Fase REM ditandai oleh atonia otot dan gerakan cepat dari mata, peningkatan denyut jantung,
peningkatan laju pernafasan, dan peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi secara luas Kaplan et al., 2010.
Fase tidur pada manusia Czeisler et al., 1995: 1. Fase NREM, dibagi menjadi empat stadium:
a. Stadium 1 Merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya pola alfa
reguler dan munculnya amplitudo rendah, pola frekuensi campuran, terutama rentan teta 2-7 Hz dan gerakan mata berputar lambat.
b. Stadium 2
Universitas Sumatera Utara
Ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang tumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium
1. Kompleks K adalah “discharge” negative upward, amplitude tinggi, lambat dan diikuti segera dengan defleksi positif downward. Rangakain
tidur merupakan “discharge” frekuensi tinggi 12-14 Hz yang berlangsung 0,5-2 detik dengan amplitudo menyusut-bertambah. Aktivitas
gerakan mata cepat tidak ada, dan EMG serupa dengan stadium 1. c. Stadium 3
Merupakan delta tidur sekitar 20 tetapi kurang dari 50 aktivitas delta amplitudo tinggi 375µV delta 0,5-2 Hz. Kumparan tidur tetap ada,
aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG menetap pada kadar rendah.
d. Stadium 4 Pola stadium 3 EEG lambat, voltase tinggi terganggu sekitar 50
rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai secara kolektif tidur “dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat”.
2. Fase REM Tidur REM ditandai oleh EEG frekuensi campuran, amplitudo rendah yang
serupa dengan NREM stadium 1. Ledakan aktivitas 3-5 Hz dengan defleksi negatif tajam sering bertumpang tindih pada pola ini. EOG memperlihatkan
ledakan REM serupa dengan yang terlihat selama bangun mata terbuka. Aktivitas EMG tidak ada, yang merefleksikan atonia otot diperantarai batang
otak lengkap yang karakteristik untuk keadaan ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1: Stadium tidur manusia Czeisler et al., 1995.
Tidur nokturnal normal pada dewasa muda umunya konstan. Setelah awitan tidur biasanya diawali dengan fase NREM stadium 1-4 dalam 45-60 menit.
Tidur gelombang lambat menonjol pada sepertiga malam pertama dan terdiri dari 15-26 waktu tidur nokturnal total pada orang dewasa muda. Setelah episode
tidur gelombang lambat pertama, perkembangan stadium NREM berbalik; tidur REM pertama terjadi setelah 80 menit onset tidur dan latensi REM memendek
seiring bertambahnya usia Czeisler et al., 1995. Seseorang secara klinis mengalami kedua jenis tidur berganti-ganti
sepanjang malam. Dengan memanjangnya periode tidur, bagian setiap siklus terdiri dari penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM yang meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Keseluruhan, tidur REM adalah 20-25 tidur total, stadium NREM 1 dan 2 adalah 50-60 pada dewasa muda. Bayi mengahabiskan waktunya jauh lebih
banyak pada tidur REM. Sebaliknya, pada orang usia lanjut tidur REM dan gelombang lambat stadium 4 berkurang Sherwood, 2001.
2.4 SISTEM RESPIRASI SAAT TIDUR