Perbedaan Biaya Usahatani Petani TRI Sistem Tanam Awal dan TRI

5.2 Perbedaan Biaya Usahatani Petani TRI Sistem Tanam Awal dan TRI

Sistem Keprasan Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya biaya disini adalah semua pengeluaran yang berkaitan dengan usahatani tebu, baik yang bersifat tetap seperti sewa lahan maupun yang bersifat variabel sesuai kegiatan yang sedang berlangsung. Sebelum membahas mengenai biaya, Adapun sarana produksi yang digunakan dalam usahatani tebu ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 10. Jumlah Sarana Produksi TRI Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei Sistem Tanam Awal dan Sistem Keprasan. Uraian Strata Kwala Begumit Kwala Bingei Petani Ha Petani Ha

A. Tanam Awal

1. Bibit Batang 29.666,67 10000,00 19.000,00 10000,00 2. Pupuk Kg ZA POSCA 1133,33 1133.33 393,33 393.33 686,67 686.67 390,00 390.00 3. Obat-obatan Herbatop l Curater Kg Round Up l DMA l 4. Tenaga Kerja HKP

6.83 88,00

7,60 1,33

573,54 2.33 45,33 2,93 0,33 200,13

3,17 69,33

5,07 0.00

299,01 1,00 42,67 3,20 182,99

B. Keprasan

1. Bibit Batang 2. Pupuk Kg POSCA ZA 1116,66 1116,66 376,67 376,67 716,67 716,67 383,33 383,33 3. Obat-obatan Herbatop l Curater Kg Round Up l DMA l 4. Tenaga Kerja HKP

7,17 118,67

6,13 1,33

462,06 2,67 40,00 2,13 0,33 157,81

3,00 76,00

4,80 258,61

1,00 40,00

2,40 138,45 Sumber : Data diolah dari lampiran 3-26 Universitas Sumatera Utara Dari tabel 10 dapat dilihat jumlah masing-masing sarana produksi yang digunakan di kedua desa. Pemakaian bibit di Desa Kwala Begumit untuk sistem tanam awal sebesar 29.666,67petani dan untuk sistem keprasan petani tidak membeli bibit, akan tetapi mengambil tunas dari batang yang telah ditanam atau sulaman, dan bibit yang digunakan pada sistem tanam awal di Desa Kwala Bingei sebanyak 19000,00 petani. Begitu juga untuk sistem keprasan petani juga tidak membeli bibit, sedangkan pemakaian bibit per ha adalah sebanyak 10.000 batangha, dan berlaku di kedua daerah. Untuk pemakaian pupuk digunakan pupuk POSCA dan ZA sebagai pupuk utama, banyaknya dosis atau jumlah pupuk ini sama atau seimbang, jadi untuk pemakaian kedua pupuk pada sistem tanam awal di Desa Kwala Begumit adalah sebesar 1133,33 kgpetani dan 393,33 kgha. Sedangkan Desa Kwala Bingei menggunakan pupuk sebanyak 686,67 kgpetani dan 390,00 kgha. Sedangkan untuk sistem keprasan pupuk yang digunakan di Desa Kwala Begumit adalah sebanyak 1116,66 kgpetani dan 376,67 kgha, pemakaian pupuk Desa Kwala Bingei sebanyak 716,67 kg petani dan 383,33 kgha. Obat-obatan yang digunakan di kedua desa untuk usahatani TRI ini diantaranya adalah Herbatop, Curater, Round Up dan DMA. Pada sistem tanam awal banyaknya Herbatop yang digunakan di Desa Kwala Begumit adalah sebanyak 6,83 ltr petani dan 2,33 ltr ha, Curater 88,00 kg petani dan 45,33ha, Round Up 7,60 ltr petani dan 2,93 ltr ha serta DMA 1,33 ltr petani dan 0,33 ltr ha. Untuk Desa Kwala Bingei pemakaian untuk masing-masing Herbatop sebanyak 3,17 ltr Universitas Sumatera Utara petani dan 1,00 ltr Ha, Curater 69,33 ltr petani 42,67 kgha, Round Up sebanyak 5,07 ltr petani dan dan 3,20 ltr Ha. Untuk sistem keprasan obat-obatan yang digunakan di Desa Kwala Begumit untuk Herbatop sebanyak 7,17 ltr petani dan 2,67 ltr Ha, Curater sebanyak 118,67 kg petani dan 40 kg ha, Round Up sebanyak 6,13 ltr petani dan 2,13 ltr ha, dan untuk DMA sebanyak 1,33 ltr petani dan 0,33 ltr ha. Sedangkan di Desa Kwala Bingei Herbatop yang digunakan sebanyak 3,00 ltr petani dan 1,00 ltr ha, curater sebanyak 76,00 kg petani dan 40,00 kgha, dan Round Up sebanyak 4,80 ltrpetani dan 2,40 ltr ha. Untuk pemakaian Herbatop, curater dan Round Up memiliki dosis dan jumlah yang sama untuk setiap 1 Ha lahan yaitu 5 liter ha untuk herbatop ,40 kg ha untuk curater dan 4 literha untuk pemakaian Round Up, hal ini dikarenakan jenis obat-obatan, jika melebihi dosis yang ditentukan malah akan merugikan tanaman. Sarana produksi yang terakhir adalah tenaga kerja dan merupakan sarana produksi yang terpenting, lahan petani ini terletak pada satu area yang luas dan ini memang sifat khas tanaman tebu yang ditanam secara berkumpul pada satu daerah yang memakan lahan berhektar-hektar, dan merupakan lahan sewaan, sehingga jarang ada petani yang rumahnya dekat dengan kebun tebunya. Begitu juga untuk kedua daerah ini, rumah petani penyewa berada jauh dari kebun tebu, diantaranya di Desa Suka Makmur, Sidomulyo, Payamabar dan sebagainya, sehingga tenaga kerja lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar yang tinggal didaerah tersebut, beberapa petani cenderung jarang datang kecuali pada kegiatan penting tertentu seperti pemanenan, pengangkutan, pembayaran sewa, alasan lain petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar adalah karena ada beberapa petani Universitas Sumatera Utara yang berusahatani TRI ini bukan sebagai pekerjaan utama, ada yang bekerja di pengadilan tinggi, dan ada yang memiliki usaha sampingan lain seperti menanam sawit, berternak dan lainnya sehingga lahan kadang dikerjakan oleh orang lain,alasan lainnya adalah tebu merupakan tanaman perkebunan yang dapat ditinggal-tinggal karena termasuk tanaman tahunan. Pada usahatani tebu ini kegiatan yang banyak menggunakan tenaga kerja adalah pada saat pembukaan lahan atau pengolahan lahan pertama dan pemanenan, pada saat pengolahan lahan HKP besar karena lahan yang diberikan belum tentu sudah sesuai dengan syarat tumbuh tebu itu sendiri sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk membersihkan dan membutuhkan hari kerja yang lama jika tenaga kerja yang tersedia hanya sedikit, sedangkan pada pemanenan dibutuhkan tenaga kerja yang banyak supaya proses pemanenan dapat dilakukan tepat waktu, sehingga produktivitas tebu tidak menurun dikarenakan tebu yang terlalu tua atau masak. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan mulai dari 10-15 orang yang bersifat borongan, dan biasanya pemanenan dapat berlangsung selama 2 minggu sampai 1 bulan. Adapun banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk sistem tanam awal di Desa Kwala Begumit adalah sebanyak 573,54 HKP petani dan 200,14 HKP ha. Sedangkan Di Desa Kwala Bingei tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 299,01 HKP petani dan 182,99 HKP ha. Pada sistem keprasan tenaga kerja yang digunakan di Desa Kwala Begumit sebanyak 462,06 HKP petani dan sebanyak 157,81 HKP ha, dan di Desa Kwala Bingei sebanyak 258,61 HKP petani dan 138,45 HKPha. Universitas Sumatera Utara Setelah melihat perbandingan sarana produksi masing-masing desa, baik pada sistem tanam awal maupun sistem keprasan, maka total biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan petani TRI Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei per Ha untuk sistem tanam awal dan sistem keprasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel. 11 Total Biaya Produksi Rata-rata TRI per Ha Sistem Tanam Awal dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei No. Uraian Kwala Begumit Kwala Bingei

A. Sistem Tanam Awal

Tenaga Kerja Sarana Produksi Penyusutan Sewa Lahan Biaya Lain-lain Total Biaya 9.958.317,00 6.199.200,00 141.852,00 1.400.000,00 4.187.515,00 21.886.884.68 8.996.416,67 5.814.666,67 119.116,10 1.400.000,00 3.866.071,60 20.196.271.04

B. Sistem Keprasan

Tenaga Kerja Sarana Produksi Penyusutan Sewa Lahan Biaya Lain-lain Total Biaya 8.855.046,70 2.625.886,67 141.852,50 1.500.000,00 5.046.809,00 18.169.595,00 7.111.268,23 2.528.333,33 119.116,10 1.500.000,00 5.134.576,00 16.393.294,00 Total Biaya Produksi RpHa 40.056.479,68 36.589.565,04 Sumber : Data diolah dari lampiran 47,48,49,50,53, dan 54 Dari tabel diatas dapat dilihat biaya-biaya yang digunakan selama proses usahatani tebu di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Tenaga kerja Upah tenaga kerja untuk sistem tanam awal baik di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei adalah sama untuk setiap kegiatan ataupun tahapan pekerjaan yaitu 30.000 HKP. Besarnya biaya tenaga kerja rata-rata yang digunakan di Desa Kwala Begumit adalah sebesar Rp 9.958.317,00 ha. Sedangkan biaya rata-rata tenaga kerja di Desa Kwala Bingei adalah sebesar Rp 8.996.416,67 ha. Biaya tenaga kerja yang paling besar yang dikeluarkan petani dalam usahatani tebu ini adalah pada saat pemanenan dan pengangkutan, hal ini disebabkan pada saat pemanenan pemilik lahan tidak membayar upah kepada pekerja per orang akan tetapi borongan, yang dimaksud borongan disini yaitu berapapun jumlah tenaga kerja dan lamanya pekerjaan itu disiapkan tidak berpengaruh terhadap upah, karena upah dihitung dari jumlah produksi ton dikalikan upah ton, dimana di Kwala Begumit upah untuk memanen dan mengangkut rata-rata sebesar Rp 30.000 ton dan di Desa Kwala Bingei upah memanen rata-rata Rp 30.000 ton, dan mengangkut Rp 25.000 ton. Pada sistem keprasan upah tenaga kerja untuk setiap kegiatan juga sama untuk kedua desa yaitu sebesar Rp 25000 HKP, banyaknya biaya tenaga kerja di Desa Kwala Begumit adalah sebesar Rp 8.855.046,70ha dan Rp 7.111.268,23ha di Desa Kwala Bingei. Untuk proses pemanenan di Kwala Begumit sama yaitu upah petani borongan rata-rata adalah sebesar Rp 30.000 akan tetapi upah untuk pengangkutan Rp 18.000ton - Rp 25.000ton, sedangkan di Kwala Bingei upah untuk kegiatan pemanenan rata- rata sebesar Rp 25.000 ton dan pengangkutan Rp 18.000 ton- Rp 25.000 ton. Universitas Sumatera Utara 2. Sarana Produksi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sarana produksi yang digunakan pada usahatani tebu ini adalah meliputi bibit, pupuk dan obat-obatan. Pada sistem tanam awal biaya sarana produksi rata-rata yang digunakan di Desa Kwala Begumit sebesar Rp 6.199.200,00 ha, sedangkan biaya sarana produksi rata-rata di Desa Kwala Bingei sebesar Rp 5.814.666,67 ha. Biaya sarana produksi yang paling besar adalah pada bibit, harga bibit adalah Rp 340 batang, bibit yang dibutuhkan untuk setiap ha adalah sebanyak 10.000 batang, sehingga setiap petani mengeluarkan biaya yang sama yaitu sebesar Rp 3.400.000,00 ha. Pada sistem keprasan biaya sarana produksi rata-rata di Desa Kwala Begumit adalah sebesar Rp 2.625.886,00 ha dan rata-rata biaya sarana produksi di Desa Kwala Bingei sebesar Rp 2.528.333,00ha. Disini biaya sarana produksi menurun karena pada sistem keprasan ini penggunaan bibit tidak ada dalam artian petani sudah tidak membeli bibit, jika ada tebu yang rusak maka petani akan menggunakan bibit sulaman atau tunas untuk menggantinya. Harga pupuk rata-rata di kedua desa berkisar antara 1500-2000 kg untuk jenis pupuk ZA, dan Rp 2500-3000 kg untuk jenis pupuk Posca, sedangkan untuk obat-obatan relatif mahal, sehingga ada beberapa petani yang tidak menggunakan obat-obatan, akan tetapi lebih berusaha menjaga lahan agar tidak terkena penyakit untuk mengurangi pengeluaran biaya yang besar. Diantara semua jenis obat-obatan yang digunakan petani untuk usahatani tebu ini yang paling mahal adalah Curater yaitu sebesar Rp 480.000 kg dan rata-rata hampir semua petani menggunakannya. Sarana produksi ini biasanya didapatkan atau dibeli petani dari eceran. Universitas Sumatera Utara 3. Penyusutan Alat-alat yang digunakan pada usahatani tebu ini diantaranya adalah cangkul, arit, alat semprot dan parang. Biaya penyusutan rata-rata peralatan usahatani di Desa Kwala Begumit adalah sebesar Rp 141.852,50 ha, sedangkan biaya penyusutan di Desa Kwala Bingei adalah sebesar Rp 119.116,10 ha. Biaya yang paling besar untuk peralatan pertanian dikedua desa adalah harga beli alat semprot yaitu berkisar antara Rp 250.000 - 270.000 di Desa Kwala Begumit dan berkisar antara 220.000 – 250.000 di Desa Kwala Bingei. Rata-rata petani memiliki 1 alat semprot, hal ini dikarenakan harganya yang mahal , proses penyemprotan ini tidak memerlukan waktu yang lama, sehingga masih ada petani yang tidak memiliki semprot dan masih menyewa, untuk biaya penyewaan ini akan dibahas pada biaya lain-lain. 4. Biaya sewa lahan Biaya sewa lahan adalah biaya awal yang dikeluarkan petani dalam usahatani tebu ini, biaya sewa untuk setiap petani pada Sistem tanam awal sama untuk kedua desa, hal ini karena pemilik lahan yang sama dan sistem tanam awal pada penelitian ini berlangsung pada tahun 2010, maka rata-rata biaya sewa di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei yaitu sebesar Rp 1.400.000,00 ha. Dan pada sistem keprasan biaya sewa lahan naik menjadi Rp 1.500.000,00 ha. Uang sewa dibayarkan diawal penyewaan lahan sebelum lahan diolah dan dibayarkan setelah panen pada tahun berikutnya. Uang sewa dibayarkan petani kepada masing-masing ketua kelompok tani yang selanjutnya akan dibayarkan ke pemilik lahan PTP. Universitas Sumatera Utara 5. Biaya lain-lain Yang termasuk dalam biaya lain-lain ini adalah biaya sewa traktor untuk mengolah lahan pada saat pembukaan lahan, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa lahan yang disewakan belum tentu memenuhi syarat tumbuh tebu, disamping itu pemilihan lahan yang tidak adil atau lahan-lahan sisa menjadi alasan kenapa petani harus mengolah lahan lagi, biaya sewa traktor rata- rata berkisar antara Rp 1.600.000,00 – 1.700.000 hari. Biaya lainnya adalah biaya sewa truk untuk pengangkutan yaitu sebesar Rp 25.000 ton. Biaya sewa alat semprot sebesar Rp 250.000 – 300.000 alat, Dan juga biaya keamanan sebesar Rp 100.000 petani. Biaya-biaya ini sama besarnya baik di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei. Adapun rata-rata biaya lain-lain per ha yang harus dikeluarkan pada sistem tanam awal di Desa Kwala Begumit adalah sebesar Rp 4.187.515,18 ha, sedangkan biaya lain-lain di Desa Kwala Bingei adalah sebesar Rp 3.886.071,60 ha. Untuk sistem keprasan biaya lain-lain untuk traktor tidak ada akan tetapi untuk penyewaan truk meningkat, karena rata-rata produksi pada tahun ini meningkat, maka rata-rata biaya lain per ha yang dikeluarkan petani di Desa Kwala Begumit sebesar Rp 5.046.809,00ha sedangkan di Desa Kwala Bingei sebesar Rp 5.134.576,00 ha. Transportasi ini biasanya juga disewakan oleh petani lain atau pemilik lahan PTP, truk yang digunakan disini adalah truk yang berukuran besar atau sering juga disebut kul. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut nyata atau tidak nyata maka dilakukan uji statistik. Hasil analisis uji beda rata-rata total biaya produksi usahatani sistem tanam awal dan sistem keprasan di desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 12. Hasil Analisis Perbedaan Biaya Produksi Rata-rata per Ha Tebu Sistem Tanam Awal dan Sistem Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei Uraian Kwala Begumit Kwala Bingei t-hitung t-tabel

A. Tanam Awal

Biaya Produksi Rp 21.886.884,68 20.196.271,04 2,151 2,05

B. Keprasan

Biaya Produksi Rp 18.169.595,00 16.393.294,00 3,002 2,05 Keterangan = t hitung Tanam Awal dan Keprasan t-tabel, terima H1 tolak H0 Sumber : Data diolah dari lampiran 47,48,49,50,51,52,53, 54 dan 63a,63b Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi antara Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei terdapat perbedaan yang nyata pada α = 5 nilai t hitung = 2,151 pada sistem tanam awal t tabel = 2,05 dan nilai t hitung 3,002 pada sistem tanam keprasan t tabel = 2,05. Pada rata-rata dapat dilihat bahwa biaya produksi Kwala Begumit lebih besar dari pada Kwala Bingei. Sesuai kaidah t hitung t tabel maka hipotesis H ditolak dan H 1 diterima pada tingkat kepercayaan 95. Sehingga hipotesis yang menyatakan ada perbedaan biaya produksi antara Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala Bingei pada usahatani TRI sistem tanam awal dengan sistem keprasan adalah diterima. Universitas Sumatera Utara

5.3 Perbedaan Produksi dan Produktivitas Petani TRI Sistem Tanam Awal