22
2.2. Anak Jalanan
2.2.1. Pengertian Anak Jalanan
Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari
masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Status sosial yang dimaksud ditujukan kepada kemampuan untuk menerjemahkan teknologi sebagai ukuran
interaksi yang dibentuk dari esensi-esensi kemampuan komunikasi sosial yang berada dalam skala rendah.
Menurut Atika, bahwa anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh
seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum
dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa
Huraerah, 2004: 34. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.11974 pasal 47 1
dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan
orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”. Dalam Undang- Undang No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah
seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
23
Konvensi Hak Anak KHA, mendefenisikan “anak” secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan
terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan Nasional. Namun pasal tersebut juga mengakui kemungkinan adanya perbedaan
atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam Perundangan Nasional dari tiap-tiap Negara peserta UNICEF, 2003 : hal 321.
Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UUPA, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga
yang masih dalam kandungan UNICEF, 2003: 23. Di dalam Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 tentang hak-hak anak dinyatakan, anak-anak seperti juga
halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu
diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagi berikut :
1. Hak untuk hidup layak
Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang laak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan,
tempat tinggal dan perawatan kesehatan. 2.
Hak untuk berkembang Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermain bebas,
mengeluarkan pendapat, setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar tanpa halangan. Memilih agama,
mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
24
3. Hak untuk dilindungi
Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi.
4. Hak untuk berperan serta
Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berperan, berinteraksi dengan
orang lain dan menjadi anggota perkumpulan. 5.
Hak untuk memperoleh kehidupan. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tingkat dasar, pendidikan
tingkat lanjut harus dianjurkan dan motivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak. Atika, 2004: 94
Di tengah ketiadaan defenisi yang dapat dijadikan sebagai dasar pegangan oleh berbagai pihak, dijumpai adanya pengelompokkan anak jalanan berdasarkan
hubungan mereka dengan keluarga. Pada awalnya ada dua kategori, yaitu : 1.
Children on the street, dan 2.
Children from families of the street. Anak jalanan merupakan kelompok anak marjinal perkotaan. Fenomena
keberadaan mereka semakin dirasakan ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia tahun 1997. Berdasarkan penelitian diperoleh gambaran umum yang
menunjukkan 60 anak jalanan putus sekolah dan 80 anak jalanan masih tinggal dengan orangtua mereka Departemen Sosial RI kerjasama YKAI, 1996 :
63. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam meningkatnya anak jalanan.
Meningkatnya gejala masalah keluarga seperti kemiskinan, pengangguran,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
25
perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari memburuknya kondisi ekonomi dan kondisi politik di Indonesia membuat
keluarga tidak memiliki lagi keberadaan dalam melindungi anggota keluarganya. Semakin menyudutnya ketidakberdayaan masyarakat, kasus-kasus pengangguran
dan pengusiran keluarga miskin dari tanahrumah mereka dengan alasan “demi pembangunan” merupakan salah satu penyebab meningkatnya anak turun ke
jalanan. Pembangunan juga telah mengorbankan ruang bermain bagi anak
lapangan, taman dan lahan-lahan kosong. Dampaknya sangat berpengaruh pada daerah-daerah kumuh perkotaan dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai
ajang bermain dan bekerja. Selain hal tersebut, meningkatnya anak putus sekolah juga telah banyak menyebabkan sebagian anak mencari pekerjaan dan jalanan,
mereka jadikan salah satu tempat untuk mendapatkan uang. Defenisi anak jalanan terus meluas. Dari anak-anak yang baik siang dan
malamnya berada dijalanan, hingga anak-anak yang sebagian besar waktunya ada di jalan, tetapi malamnya beristirahat di rumah.
Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri khas yang berbeda dari anak biasa. Untuk
memahami anak jalanan ini, berikut yang dirumuskan dalam loka karya Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselenggarakan Departemen Sosial pada
tanggal 25-26 Oktober 1995, akan membantu kita dalam memahami permasalaha anak jalanan. “Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
26
untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya”. Defenisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johannes pada
seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan oktober 1996, yang
menyebutkan “anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya untuk bekerja ataupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan
keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan keluargaorangtua” Huraerah, 2006 : 80.
Saat ini ada dua macam kategori anak jalanan yang umum dibinakan oleh berbagai lembaga yang berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan anak
jalanan. Pertama, anak yang bekerja atau mencari uang di jalanan tetapi masih pulang kerumah dan masih berhubungan dengan orangtuanya. Kedua, anak yang
seluruh waktunya dihabiskan di jalanan untuk bertahan hidup, serta tidak pernah berhubungan dengan orangtuanya.
Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial dan lembaga-lembaga anak yang ada di Indonesia, anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori :
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan kriteria :
a Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orangtuanya.
b 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” mengamen,
mengemis, memulung dan sisanya mengelandangtidur. c
Tidak bersekolah lagi. d
Rata-rata berusia di bawah 14 tahun. 2.
Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria : a
Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
27
b 8-16 jam berada di jalanan.
c Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orangtuasaudara,
umumnya tinggal di daerah kumuh. d
Tidak lagi bersekolah. e
Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dan lain-lain.
f Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :
a Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan keluarganya.
b 4-6 jam berada di jalanan.
c Masih bersekolah.
d Pekerjaan : penjual koran, penyemir sepatu, pengamen dan lain-
lain. Pada awalnya kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi
keluarga sering disebut sebagai penyebab utamanya muncul anak jalanan. Belakangan pernyataan ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga
miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan dipandang sebagai salah satu faktor resiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu-satunya. Ada
variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan dalam keluarga atau pengaruh lingkungan.
Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan menggunakan jalan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari
6 jam sehari. Ada beberapa tipe anak jalanan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
28
1. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan
orang tua. 2.
Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang tua.
3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan
keluarga. 4.
Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan keluarga.
2.2.2 Kriteria Anak Jalanan