307
bersifat memaksa yang berasal dari apa yang disebut 2 karakter norma hukum, yang disebut hukum memaksa dwingend recht, sebagai norma
hukum yang mengikat secara wajib dan tidak dapat dikesampingkan pihak-pihak. Hukum mengatur anvullend recht yang hanya berlaku
ketika pihak-pihak memiliki kebebasan mengatur sendiri dan mengesampingkan aturan yang sifatnya aanvullend recht. Sifat memaksa
yang dimaksud menyatakan bahwa dasar hukum pajak dan pungutan lain, harus didasarkan kepada undang-undang dan tidak ada pilihan
dengan hukum yang bersifat aanvullend. Dengan demikian tampak tidak ada pertentangan karena jikalau pengenaan pajak dengan undang-
undang dengan sifat memaksa, maka juga pengampunan harus didasarkan dengan Undang-Undang yang sifatnya memaksa, dan tidak
terdapat aanvullend recht yang digunakan.
3. Keseimbangan dan Proporsionalitas Hak dan Kewenangan Konstitusional.
Selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar sebagai sebuah dokumen merupakan dokumen
yang utuh dan harmonis dalam keseluruhan tubuhnya. Ada anggapan bahwa tidak mungkin terjadi bahwa satu norma dalam pasal atau ayat
bertentangan dengan pasal atau ayat lain dalam batang tubuh konstitusi tersebut, atau menimbulkan ketegangan tertentu dengan Pembukaan yang
menjadi jiwa dan keadilan konstitusional tersendiri. Tetapi fakta atau kenyataan tidak demikian. Terutama dengan perkembangan waktu yang
membentuk jarak yang panjang antara dibentuknya satu konstitusi dengan penggunaannya pada masa sekarang, dengan perubahan atau amandemen
yang berlangsung secara bertahap seperti yang dialami UUD 1945, harmoni yang diimpikan dari satu konstitusi boleh jadi menjadi sangat jauh dari
kenyataan. Tetapi justru merupakan tugas hakim konstitusi untuk membangun konstitusi sebagai satu dokumen yang utuh dan harmonis the
integrity of the constitution
melalui interpretasi dan konstruksi yang harus
dilakukan.
Demikian juga permohonan judicial review yang dihadapi oleh MK dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka MK harus
meniti di antara hak-hak konstitusional yang di dalilkan yang berada dalam
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
308
posisi berhadapan dengan kewenangan konstitusional pembuat kebijakan regulasi yang sah di pihak lain, sehingga proses pengambilan keputusan
atau decision making process di MK harus mempertimbangkan persaingan diantara kepentingan konstitusional yang sah tersebut untuk sampai
kepada suatu putusan yang menggambarkan keadilan konstitusional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam keadaan demikian kita akan menyaksikan
bahwa Hukum Konstitusi harus membentuk hierarki norma, dan hirarki ini juga mengkondisikan interpretasi konstitusi, yang menentukan dengan
metode penyeimbangan balancing hak konstitusional dengan kewenangan konstitusional melalui proportionality test, manakah di antara hak dan
kewenangan konstitusional yang bersaing demikian, menjadi kepentingan konstitusional yang harus dianggap adil dan sah bagi rakyat secara
keseluruhan. Akibat langsung dari hal demikian akan membentuk satu hubungan atau kedudukan hierarkis yang dapat menjelaskan posisinya
dalam legal policy putusan hakim MK. Satu hirarki dalam konstitusi intraconstitutional hierarchies menjadi lebih rumit, tetapi hukum konstitusi
dapat meletakkan keadilan konstitusional melalui balancing dan proportionality test
, kepentingan konstitusional mana yang menjadi lebih unggul atau utama dalam benturan diantara hak dan kewenangan
konstitusional yang dihadapi sebagaimana terjadi dalam kasus ini.
Jika satu sengketa memuat satu konflik yang inheren diantara dua kepentingan konstitusional, yaitu antara satu ketentuan HAM dengan
kepentingan konstitusional pemerintah yang tidak dapat diabaikan dengan tafsir, hakim bergerak kearah penyeimbangan. Dalam penyeimbangan,
hakim menentukan apakah, dan sejauh mana, satu nilai hukum satu hak individu atau satu kepentingan konstitusional pemerintah harus memberi
jalan kepada satu nilai hukum kedua. Penggunaan ini diatur oleh batu ujian proporsionalitas, yaitu bagaimana mencapai tujuan konstitusionalitas
norma dengan kerugian atau pelanggaran yang paling minimum.
Penyeimbangan merupakan teknik interpretif yang disukai, yang digunakan untuk memutus kasus dimana nilai-nilai hukum yang diajukan oleh para
pihak, keduanya memiliki status yang sederajat dalam hierarki norma, namun bertentangan satu sama lain dalam konflik spesifik yang dihadapi.
Ketika Mahkamah mengklaim menyeimbangkan dua hak konstitusional,
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
309
atau hak konstitusional terhadap satu tujuan negara yang sah secara konstitusional, satu batu uji proporsionalitas – sesungguhnya sebagai satu
cara melindungi salah satu hak konstitusional, yang menimbulkan kerugian minimal terhadap satu hak konstitusional lainnya – yang secara logis tiimbul
sebagai akibat dari penggunaan alat keseimbangan balancing exercise dan hampir di semua perkara sesungguhnya terjadi. Jika dalam proses
penyeimbangan, MK menentukan bahwa satu Undang-Undang melanggar satu hak konstitusional, namun demikian Undang-Undang tersebut masih
konstitusional – sejauh bahwa secara seimbang manfaatpelayanan Undang-Undang terhadap beberapa nilai konstitusi yang lain melampaui
keburukannya – sehingga sebagai akibatnya, kecuali pelanggaran yang terjadi secara minimum merupakan hal yang absolut dan perlu untuk
melayani nilai lainnya, Undang-Undang tersebut masih konstitusional. Ini disebabkan karena semua pengurangan atas hak-hak tidak dapat
dibenarkan oleh balancing, karena pengurangan demikian tidak menambahkan sesuatu yang positif yang tidak dapat melampaui efek
negatifnya yang marginal. Dikatakan secara sederhana, tidak pernah cukup secara konstitusional, menurut satu standar keseimbangan, bahwa
keuntungan konstitusional lebih besar dari kerugian konstitusional; sebaliknya keuntungan konstitusional harus dapat dicapai setidaknya
dengan ongkos konstitusional paling sedikit atau minimum. Dalam jenis peradilan seperti ini hakim MK tidak mempunyai pilihan kecuali menjawab
pertanyaan berikut: dapatkah kita bayangkan adanya ketentuan undang- undang selain dari pada yang ada dihadapan kita yang dapat mencapai
hasil yang sama, melayani nilai konstitusional yang sama, dengan ongkos konstitusi yang lebih rendah? Jika jawabannya ya, maka Undang-Undang ini
konstitusional. Satu jurisprudensi MK berdasarkan penyeimbangan konstitusi constitutional balancing memimpin hakim untuk menempatkan
dirinya ditempat legislator, dan melakonkan pertimbangan yang bergaya legislatif, yang dapat menjelaskan mengapa kita melihat MK sekali-sekali
memerintahkan pembuat Undang-Undang untuk membuat Undang-Undang dengan cara tertentu. Satu jurisprudensi penyeimbang tidak hanya memberi
MK diskresi yang besar, tetapi pada akhirnya menggolongkan kerja MK ke
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
310
dalam jenis pertimbangan dan pembuatan putusan yang lebih bergaya legislatif.
Batu uji penyeimbang dan doktrin proporsionalitas hanya berbuat sedikit dari pada mengakui, meskipun dalam cara yang berbelit-berbelit,
seperti dalam contoh berikut ini: bahwa melindungi hak konstitusional individu dan kepentingan atau kewenangan konstitusional Pemerintah yang
sah, merupakan kerja yang sukar; hakim MK harus memiliki dan menggunakan kekuasaan diskresioner yang luas agar dapat melaksanakan
pekerjaan ini dengan sewajarnya; dan tidak terdapat aturan yang ketat dan tegas bagi perlindungan HAM yang dapat diartikulasikan. Tidak bermaksud
mengatakan bahwa MK tidak mencoba membangkitkan aturan yang stabil untuk mengatur jenis pembuatan putusan konstitusi jenis ini, maupun tidak
juga hasil putusan bersifat acak. Makna penyeimbang lebih dalam, MK tidak melindungi HAM dalam hubungan dengan kewenangan Pemerintah yang
sah, tanpa menjadi terlibat secara mendalam dalam fakta, atau konteks sosial, atau pembuatan putusan yang mengandung unsur legislasi yang
menggaris bawahi atau telah tahankan itusional sic negara membangkitkan persoalan konstitusi. Dalam cara pembuatan keputusan
semacam ini, dimensi kebijakanlah yang berbeda, bukan hukum per se, dan perbedaan ini secara berat mengkondisikan pembangunan konstitusi
dengan memaksa hakim MK masuk kedalam kehidupan warga, dan karya legislator.
Kesimpulan.
Dari seluruh uraian yang disajikan, maka meskipun dengan segala kontroversi yang terlihat, dapat ditarik kesimpulan yang sahih bahwa dengan argumen yang
diutarakan, tidak cukup alasan untuk menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak cukup alasan untuk
menyatakannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jika ada kepentingan dan hak konstitusional yang dirugikan, maka kewajiban negara untuk
melaksanakan upaya meningkatkan kesejahteraan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat, merujuk pada kepentingan dan kewenangan konstitusional
yang lebih besar yang harus dilindungi.
[2 .4 ]
Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-RI menyampaikan keterangan di persidangan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
311
pada tanggal 20 September 2016 dan menyampaikan keterangan tertulisnya yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 27 Oktober 2016, yang pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Terhadap dalil Para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan para Pemohon, DPR RI dalam penyampaian pandangannya terlebih
dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum legal standing yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kedudukan Hukum legal standing Pemohon Dalam Perkara Nomor