2
Memeriksa bukti-bukti Pemohon; Membaca kesimpulan Pemohon dan Presiden;
2 . DU DU K PERK ARA [2 .1 ]
Menimbang Pemohon telah mengajukan permohonan dengan permohonan bertanggal 13 Juli 2016 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 13 Juli 2016
berdasarkan Akta
Penerimaan Berkas
Permohonan Nomor
117PAN.MK2016 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 22 Juli 2016 dengan Nomor 58PUU-XIV2016, yang telah diperbaiki dan
diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 9 Agustus 2016, menguraikan hal-hal sebagai berikut:
I. Pendahuluan
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Adalah rangkaian dasar dari tujuan pembentukan suatu pemerintahan Republik Indonesia, yang terkualifikasi sebagai
kewajiban Negara atau state obligation dimana realisasi atas konsep tersebut ditransformasikan melalui rangkaian perencanaan pembangunan, kebijakan publik
dan konsep managemen anggaran. Penerimaan Negara yang signifikan dalam setiap tahunnya berasal dari Pajak. Pengertian Pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 23A Undang-Undang Dasar, adalah pungutan yang memiliki sifat memaksa untuk keperluan Negara, dimana konteks atas keperluan dan pengeluaran Negara
tersebut telah secara eksplisit dimaksudkan serta ditujukan dalam Alinea ke 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang meliputi upaya untuk melindungi
segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia, yang secara
ekonomi dan akuntansi membutuhkan pembiayaan yang dibebankan kepada Negara dan dituangkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang
berisikan rencana keuangan tahunan Pemerintahan dengan komposisi
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
3
Penerimaan Pajak, Kepabeanan dan Cukai, Hibah, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Kontribusi determinan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada setiap tahunya berasal dari Penerimaan Pajak Negara. Data yang dirilis oleh Dirjen
Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2014, menerangkan bahwa Penerimaan Pajak menyumbang 1072.4 Trilyun 65.5 Anggaran
Pendapatan Belanja Negara dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara yaitu 1635.4 Trilyun, diikuti pada tahun 2015 Penerimaan Pajak menyumbang
1201.7 Trilyun 66.9 Anggaran Pendapatan Belanja Negara dengan total Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2015 yaitu 1793.6 Trilyun atau
terdapat kenaikan penerimaan pajak dari tahun 2014 sampai 2015 sekitar 129 Trilyun atau mengalami kenaikan 7.9. Terhadap upaya peningkatan lebih lanjut
Pemerintah Republik Indonesia hendak melakukan terobosan guna meningkatkan penerimaan pajak negara terutama Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,
Atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas barang mewah serta harta kekayaan wajib pajak yang berada di luar wilayah Negara Republik
Indonesia dengan mengundangkan Undang-Undang Pengampunan Pajak, yang dalam konsideran menimbang mendalilkan untuk memakmurkan seluruh
masyarakat Indonesia dengan merata dan berkeadilan, melalui sebuah kebijakan Pengampunan pajak kepada wajib pajak yang tidak membayar pajak atau tidak
melaporkan harta kekayaanya, dengan mendefinisikan pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara menggungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 Angka 7, Pasal 5 dan Pasal 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak. Pengampunan pajak tersebut menyaratkan adanya uang tebusan atas harta yang
diungkapkan dalam surat pernyataan baik pengampunan yang bersifat deklaratif maupun repatriasi, kedua cara pengampunan pajak tersebut harus diikuti dengan
pembayaran uang tebusan dengan metode perhitungan yang berbeda dengan besaran sanksi Perpajakan pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga Pemerintah kehilangan konsistensi dalam
penegakan hukum dan melahirkan sifat diskriminatif kepada warga negara;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
4
Pengampunan Pajak diprioritaskan untuk kalangan ekonomi eksklusif sehingga memposisikan Warga Negara tidak dalam posisi setara di hadapan
hukum dan pemerintahan
Penerimaan Negara berdasarkan perolehan Pajak dari tahun 2014 sampai 2015 meningkat sebesar 129 Trilyun atau mengalami kenaikan 7.9. Fakta
tersebut tidak berbanding lurus dengan deskripsi kesejahteraan masyarakat yang dapat dinilai melalui adanya kenaikan angka kemiskinan yang pada September
2014 sebanyak 27.73 juta jiwa dan pada Maret 2015 naik 10 dari 27.73 juta menjadi 28.95 juta Jiwa. Selain itu angka pengganguran pada tahun 2014
sebanyak 7.24 Juta Jiwa, naik pada tahun 2015 menjadi 7.56 Juta Jiwa atau mengalami kenaikan sebanyak 320.000 Jiwa. berdasarkan statistik tentang
peningkatan penerimaan negara atas pajak di atas, terdapat deskripsi bahwa peningkatan penerimaan pajak tidak mempengaruhi penurunan angka kemiskinan
dan tingkat kesejahteraan warga negara karena permasalahan utama dalam perpajakan adalah tata kelola perpajakan yang menjadi bagian inti dari
keseluruhan kebijakan fiskal. Fakta naiknya angka kemisikinan dan tingkat pengganguran masyarakat Indonesia diatas, menerangkan adanya perbedaan dan
interval kemampuan warga negara untuk mengakses pengampunan pajak. Ketidakmampuan tersebut bukan atas kehendak sendiri, tetapi karena struktur
ekonomi yang berkembang pada saat ini, sehingga masyarakat Indonesia yang dikualifikasikan memiliki harta kekayaan di luar Negara Republik Indonesia atau
yang belum melaporkan harta kekayaanya, bukanlah kalangan yang mendeskripsikan keadaan perekonomian masyarakat Indonesia pada umumnya,
melainkan kalangan ekonomi ekslusif yang melalui Undang-Undang Pengampunan pajak mendapatkan perlakuan khusus dari Negara, dengan bentuk
penghilangan asas kepastian hukum berupa penghapusan sanksi dan denda melalui uang tebusan. Sedangkan dalam sudut pandang berbeda warga negara
yang taat dan jujur dalam membayar pajak, yang pajaknya telah dipergunakan untuk keberlangsungan Negara selama ini, peranya akan dikesampingkan karena
dalam sistem Pengampunan Pajak, siapa yang punya uang tebusan akan memperoleh perlakukan khusus dalam bentuk pengampunan, sehingga dengan
berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak secara langsung telah membuat perbedaan kedudukan warga Negara di hadapan hukum dan pemerintahan yang
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
5
I. Kedudukan Hukum, Kepentingan dan Kerugian Konstitusional Pemohon. I.I. Kedudukan Pemohon Sebagai Badan Hukum Privat
1. Bahwa, Pemohon adalah Yayasan yang didirikan berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, dimana Pemohon merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Satu
Keadilan No. 18 Tanggal 12 Januari Tahun 2015, dibuat dihadapan James Sinaga, S.H, M.Kn., Notaris di Tangerang Selatan, dan telah
mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0008666.AH.01.04 Tahun 2015, Tertanggal 22 Juni 2015, serta dilampirkan dalam
Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU- 0008666.AH.01.04 Tahun 2015 Tentang Pengesahan Pendirian Badan
Hukum Yayasan Satu Keadilan;
2. Bahwa, sebagai badan hukum privat, Pemohon memiliki maksud dan tujuan pendirian sebagaimana diuraikan pada Pasal 2 Akta Pendirian
Yayasan Satu keadilan, yaitu memiliki fokus kerja dalam bidang sosial dan kemanusiaan dengan 1 berperan aktif dalam upaya terwujudnya
Negara dan pemerintahan yang memenuhi keadilan sosial dan menjamin keadilan hukum bagi segenap warga negara tanpa adanya diskriminasi,
termasuk diskriminasi berbasis gender dengan menjunjung tinggi penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, 2
berperan aktif dalam upaya terwujudnya perilaku dan kebijakan penyelenggaraan negara dan pemerintahan dalam segenap usaha untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang dilakukan menurut tata kelola yang baik dan bersih, 3 berperan aktif dalam upaya terwujudnya
kesadaran warga negara pada umumnya akan hak dan kewajibannya sebagai subyek hukum dalam rangka penegakan hukum dan
memperjuangkan pengungkapan kebenaran yang berkeadilan, serta pemajuan demokrasi, pemenuhan dan perlindungan nilai-nilai hak asasi
manusia;
3. Bahwa, memperhatikan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
6
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, diuraikan bahwa Pemohon adalah pihak yang mengganggap hak dan atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang
, yaitu a Perorangan warga Indonesia termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama, b kesatuan masyarakat adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang Undang, c Badan hukum publik atau privat, d lembaga negara;
4. Bahwa, sebagai Badan Hukum Privat, Pemohon baik secara langsung maupun melalui Perangkat Kerja telah memperjuangkan focus kerja
dalam bidang sosial dan kemanusiaan, dan melaksanakan focus kerja tersebut melalui pendidikan, advokasi dan pembelaan hukum dalam
upaya terwujudnya Negara dan pemerintahan yang memenuhi keadilan sosial serta menjamin keadilan hukum bagi segenap warga negara tanpa
adanya diskriminasi. Realisasi dari Perjuangan Pemohon antara lain adalah Gugatan Perbuatan Melawan Hukum melawan Walikota Bogor
Atas Surat Edaran mengenai himbauan larangan perayaan Asyura yang melanggar Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, melalui Perkara Nomor 160Pdt.G2015PN Bgr Vide Bukti P- 7
, mengajukan Gugatan Perkara Nomor: 620Pdt G2015 Pn Jkt Pst sehubungan dengan ditutupnya sidang Majelis Kehormatan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Setya Novanto yang telah diputus tanpa adanya
amar putusan, yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.
22015 Tentang Tata Beracara Majelis Kehormatan Dewan Vide Bukti P-8,
Mengajukan Gugatan Atas Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3051KptsESDM2011 tentang izin perusahaan tambang yang
mengakibatkan konflik sosial antar sesama warga masyarakat karena hilangnya sumber air bagi penghidupan warga di Desa Antajaya,
Kabupaten Bogor melalui Perkara No. 155G2015PTUN.BDG Vide Bukti P-9,
beberapa contoh realisasi focus kerja tersebut menempatkan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
7
bahwa Pemohon adalah badan hukum privat yang berhak, berwenang, dan diakui secara sah dalam menggunakan prosedur organization
standing legal standing, dan dalam perspektif kedudukan hukum dianggap sebagai rechtsperson, atau dianggap seperti pribadi, orang
perorangan yang memiliki entitas hukum berupa hak dan kewajiban;
5. Bahwa, doktrin tentang legal standing atau Organization Standing yang Pemohon gunakan merupakan sebuah prosedur beracara yang tidak
hanya dikenal dalam doktrin, akan tetapi juga telah dianut dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan serta tidak terbatas pada Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang
Dasar di Mahkamah Konstitusi;
6. Bahwa, secara empiris dalam praktik peradilan di Indonesia, legal standing telah diterima dan diakui menjadi mekanisme dalam upaya
pencarian keadilan, yang mana dapat dibuktikan antara lain, a Dalam fakta hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 060PUU-II2004
tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap UUD 1945, b Dalam fakta hukum Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 003PUU-III2005 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945, c Dalam fakta hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022PUU-
I2003 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, d Dalam Fakta Hukum Putusan Mahkamah Konstusi
Nomor 140PUU-VII2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1PNPSTahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau
Penodaan Agama;
7. Bahwa, sebagaimana diuraikan pada Point 5 dan Point 6 maka organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan publik dan atau umum,
bilamana organisasi tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
8
dalam berbagai peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi, yaitu a Berbentuk badan hukum atau Yayasan, b Dalam anggaran
dasar organisasi yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas mengenai tujuan didirikannya organisasi tersebut, c Telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Dalam hal ini Pemohon adalah Organisasi Non Pemerintah yang tumbuh dan
berkembang secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang didirikan atas dasar kepedulian untuk dapat
memberikan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia khususnya pemberlakukan persamaan hak warga Negara di hadapan hukum dan
pemerintahan melalui bantuan hukum struktural serta berperan aktif dalam upaya terwujudnya Negara dan Pemerintahan, yang memenuhi
keadilan sosial dan menjamin keadilan hukum bagi segenap warga negara tanpa adanya diskriminasi. Tugas dan peranan Pemohon dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi di Indonesia telah secara terus-menerus
mendayagunakan lembaganya sebagai sarana untuk memperjuangkan realisasi focus kerja Pemohon. Sehingga Pemohon memiliki legal
standing dalam mengajukan Permohonan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Sebagai subjek hukum, Pengundangan Undang-Undang
Pengampunan Pajak telah melanggar dan merugikan hak konstitusional Pemohon, sebagai badan hukum yang berjuang terhadap focus kerja
Pemohon, yang mengakibatkan Pemohon secara langsung telah mengalami kerugian konstitusional sebagai berikut;
I.II. Kepentingan dan Kerugian Konstitusional Pemohon
8. Bahwa, Pengertian tentang kerugian konstitusional Pemohon, telah distandarisasi dan dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi dalam 5 lima
syarat sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006PUU- III2005 dan Perkara Nomor 011PUU-V2007, sebagai berikut, a
adanya hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, b bahwa hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-
Undang yang diuji, c bahwa kerugian hak dan atau kewenangan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
9
konstitusional Pemohon yang di maksud bersifat spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran wajar
dapat dipastikan terjadi, d adanya hubungan sebab akibat causa verband antara kerugian dengan berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan dalam pengujian, dan e adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkanya Permohonan maka kerugian dan atau kewenangan
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;
9. Bahwa, Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar. Konstitusi
telah membuat batas-batas kekuasaan Pemerintah dan jaminan atas hak politik rakyat. Tujuan Negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai
kehidupan yang paling baik the best life possible yang dapat dicapai dengan supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan kolektif
warga Negara collective wisdom, sehingga peran warga Negara diperlukan dalam pembentukannya, sebagai representasi dari bentuk
kemerdekaan berserikat maka warga negara memiliki keberhakan untuk ikut menentukan kebijakan yang dikeluarkan oleh negara sebagai suatu
kontrol pemerintah dalam pemenuhan pemerintahan yang diisi dengan system yang baik, bersih, tranparan, dan akuntabel dengan menjunjung
nilai-nilai persamaan dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara;
10. Bahwa, sebagai bagian dari control pemerintah yang berasal dari aspek masyarakat, Pemohon mengikatkan diri sebagai penyandang hak dan
kewajiban bernegara dengan mendaftarkan diri sebagai subek Pajak Vide Bukti P-10 dan berupaya mengikuti ketentuan perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun
2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan melaporkan kewajiban perpajakan Pemohon Vide Bukti P-11. Dalam
perjuangan untuk memenuhi segala kewajiban perpajakan Pemohon, Pemerintah mengeluarkan kebijakan perpajakan yang didasari landasan
hukum formil melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak, dimana Pengampunan Pajak didefinisikan sebagai Penghapusan Pajak yang
seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
10
sanksi pidana perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana di atur dalam undang-undang
Pengampunan Pajak. Pemaknaan pengapusan pajak yang seharusnya terutang adalah bentuk penghindaran atas kewajiban negara state
obligation
dalam memberikan kepastian akan penerapan jangkauan hukum kepada para wajib pajak yang tidak taat terhadap pelaporan pajak
serta tidak jujur terhadap harta yang dibebankan akan pajak. Penerapan hukum secara diskriminatif tersebut telah menempatkan Pemohon yang
berkedudukan sebagai subjek hukum baik dalam pemerintahan maupun dalam perpajakan, mengalami kerugian secara konstitusional karena
ditempatkan secara berbeda dihadapan hukum dan pemerintahan;
11. Bahwa, Pemohon yang memiliki focus kerja dalam pembelaan hukum yang memenuhi keadilan sosial dan menjamin keadilan hukum bagi
segenap warga negara tanpa adanya diskriminasi, berpandangan bahwa penempatan subjek hukum yang dibentuk oleh Undang-Undang
Pengampunan Pajak telah melanggar asas-asas konstitusi terutama dalam persamaan hak dan kewajiban warga negara dihadapan hukum
dan pemerintahan. Perlakuan diskriminasi tersebut telah menggolongkan warga negara Indonesia menjadi warga negara pembayar pajak dan
warga negara tidak taat pajak. Pemaknaan subjek dalam pengampunan pajak menempatkan pengampunan yang berisikan penghapusan pajak
terutang ditujukan kepada warga negara tidak taat pajak, dalam perihal ini Pemohon sebagai pembela pemenuhan keadilan social dan jaminan
keadilan hukum tanpa dikriminasi, beranggapan dengan diterapkanya Undang-Undang Pengampunan Pajak telah membuat dikriminasi
terhadap warga negara Indonesia pada umumnya yang bertentangan dengan focus kerja yang diperjuangkan Pemohon sehingga membuat
kerugian konstitusional bagi Pemohon;
12. Bahwa, selain daripada itu dengan diundangkanya Undang-Undang Pengampunan Pajak membuat kerugian konstitusional Pemohon sebagai
subjek yang memperjuangkan hak-hak warga Negara melalui penegakan hukum yang berkeadilan secara subtantif dan prosedural. Dalam Pasal
20 Undang-Undang Pengampunan Pajak termasuk dalam Penjelasan Pasal 20, data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan tidak
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
11
bisa dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan. Kekebalan hukum tersebut diperluas ruang lingkup
kekebalanya dengan tidak terbatas pada pidana perpajakan melainkan termasuk dalam seluruh tindak pidana. Perluasan ruang lingkup
pertanggung jawaban pidana tersebut mengesampingkan seluruh aspek penegakan hukum pidana termasuk pada semangat warga Negara dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kemanusian, tindak pidana lingkungan, tindak pidana
narkotika serta tindak pidana lainya yang harus dipertanggung jawabkan, serta atau tanpa diundangkanya Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Seharusnya dengan diundangkanya Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah bagian yang mengikatkan dirinya sebagai satu kesatuan
yang relevan dengan penegakan hukum tersebut, dan bukan menghancurkan dan berlaku sebaliknya dari penegakan hukum.
Kekeliruan secara konseptual atas pengundangan Undang-Undang Pengampunan pajak, seharusnya bisa di bandingkan dengan
Pemberlakuan Pengampunan Pajak di Belgia, karena Pemberlakuan Pengampunan Pajak di Belgia harta yang dinyatakan dalam
pengampunan pajak tidak boleh berasal dari tindak pidana pencucian uang atau harta yang masih dalam tahapan investigasi pidana Vide
Bukti P-12;
13. Bahwa, selain daripada kerugian konstitusional yang diakibatkan oleh Pasal 20 dan Pejelasan Pasal 20, Pemohon juga mengalami kerugian
konstitusional dengan adanya sifat impunitas hukum dalam penyelenggaraan Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal
22 Undang-Undang Pengampunan pajak. Konten tersebut telah membuat adanya perbedaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan, dan
menegasikan kekuasaan peradilan. Pemohon sebagai badan hukum private yang berjuang mewujudkan kebenaran atas pengelolaan
anggaran pemerintahan guna berperan aktif dalam upaya terwujudnya perilaku dan kebijakan penyelenggaraan negara serta pemerintahan
dalam segenap usaha untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dilakukan menurut tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih good
corporate government
, sehingga terhadap pengundangan Undang-
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
12
Undang Pengampunan Pajak tersebut mengakibatkan kerugian konstitusional Pemohon;
14. Bahwa, Pemohon selaku Badan Hukum Privat yang mengalami kerugian hak
konstitusionalnya akibat
diundangkanya Undang-Undang
Pengampunan Pajak, kerugian konstitusional tersebut antara lain, a Undang-Undang Pengampunan Pajak membuat Kedudukan Pemohon
sebagai wajib pajak, diposisikan secara dikriminatif dihadapan hukum dan pemerintahan b Dengan diundangkanya Undang-Undang
Pengampunan Pajak yang memberikan Kekebalan hukum yang diperluas ruang lingkupnya dengan tidak terbatas pada pidana perpajakan
melainkan termasuk dalam seluruh tindak pidana telah bertentangan dengan perjuangan Pemohon dalam melakukan upaya perlindungan dan
penegakan hukum serta hak asasi manusia di Indonesia c bahwa dengan diundangkanya Undang-Undang Pengampunan Pajak membuat
kerugian konstitusional Pemohon, dimana Pemohon sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan, tidak dapat memperoleh
informasi dan kebenaran atas pengelolaan Pengampunan Pajak guna berperan aktif dalam upaya terwujudnya perilaku dan kebijakan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan menurut tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel;
15. Bahwa, berdasarkan kerugian konstitusional yang dialami secara langsung oleh Pemohon, telah membuat kedudukan Pemohon memenuhi
kualifikasi baik secara kualitas maupun kapasitas sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang Pengampuan Pajak terhadap Undang-
Undang Dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Jo Undang-Undang
No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maupun sejumlah putusan
Mahkamah Konstitusi yang memberikan penjelasan mengenai syarat- syarat untuk menjadi pemohon pengujian Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar 1945. Karenanya, jelas pula keseluruhan Pemohon memiliki hak dan kepentingan hukum mewakili kepentingan
publik untuk mengajukan permohonan Pemohon, maka dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Pasal 1 Angka
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
13
1, 1 Angka 7, Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Terhadap Pasal 23A Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pengujian Materiil Pasal 1 Angka 7, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak Terhadap Pasal 28D ayat 1 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pengujian
Materiil Pasal 20 dan Pejelasan Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Terhadap Pasal 24 ayat 1 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan; Pengujian Materiil Pasal 22 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang
Pengampunan Pajak Terhadap Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
II. Kewenangan Mahkamah Konstitusi.