235
2.2.3. Era Pertukaran Informasi secara Otomatis
Mencermati adanya perencanaan pajak yang agresif, praktik offshore tax evasion,
serta meningkatnya kompetisi pajak yang tidak sehat; terdapat kebutuhan global untuk menciptakan lebih banyak transparansi, khususnya di
sektor keuangan dan perpajakan. Salah satunya diwujudkan melalui pertukaran informasi secara otomatis Automatic Exchange of
Information
AEoI yang diinisasi oleh Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes
, yang didukung oleh OECD dan G20. Sejauh ini sudah 104 negara sudah berkomitmen untuk saling
mempertukarkan informasi data nasabah negara lain kepada otoritas pajak melalui penandatanganan Multilateral Convention on Mutual Administrative
Assistance in Tax Matters
. Indonesia sendiri baru akan memulai hal tersebut di tahun 2018.
Adanya transparansi data perbankan untuk tujuan pajak ini berdampak pada dua hal. Pertama, adanya pertukaran informasi secara otomatis jelas akan
memperbaiki alatpendeteksi atas penggelapan pajak yang dilakukan dengan menyembunyikan dana di negara lain. Kedua, negara-negaratax haven
semakin kehilangan keunggulan komparatif sebagai tempat ‘berlabuhnya’ aliran dana dari negara lain.
Lalu, apakah datangnya ketiga era baru tersebut cukup layak untuk ditunggu, sehingga tidak diperlukan kebijakan terobosan lain? Situasi sektor pajak di
masa yang akan datang memang sangat menjanjikan, namun pemerintah tidak bisa menunggu seluruh wajib pajak untuk patuh karena hal tersebut
tidak dapat diprediksi.
Selama menunggu hal tersebut maka akan terdapat free rider
dalam sistem fiskal, yang justru akan memberikan beban yang lebih tinggi bagi honest tax payers.
2.3. Pengampunan Pajak sebagai Kebijakan Terobosan
Opsi kebijakan berikutnya adalah melakukan suatu kebijakan yang sifatnya terobosan
, extra effort, dan tidak mengulang kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah pengampunan pajak.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
236
2.3.1. Konsep Pengampunan pajak dapat diartikan sebagai kemauan untuk
memaafkanatau mengampuni dari sisipemerintah kepada wajib pajak
atas kesalahan di masa lalu . Upaya memafkan tersebut hanya diberikan
jika wajib pajak menuruti atau mau ‘menebusnya’
dengan suatu jumlah
yang telah ditentukan exchange. Bentuk pengampunan yang diberikan pemerintah dapat saja berupa pengurangan ataupun penghapusan pajak
terutang maupun sanksi administrasi dan pidana pajak ataupun tidak dilakukannya pemeriksaan. Terakhir, pengampunan pajak hanya diberikan
secara khusus
dalam waktu terbatas dan bagi kelompok wajib pajak dengan kriteria tertentu
. Pada umumnya, terdapat empat tujuan utama dilakukannya pengampunan
pajak sebagai berikut ini:
i Meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek dan dalam waktu yang relatif cepat. Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau
cenderung menurun seringkali menjadi faktor pendorong diberikannya pengampunan pajak. Hal ini berdampak pada keinginan pemerintah yang
berkuasa untuk memberikan pengampunan pajak dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program pengampunan pajak akan
meningkatkan penerimaan pajak;
ii Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang. Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian
pengampunan pajak. Para pendukung program ini umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan meningkat setelah
pengampunan pajak dilakukan. Hal ini didasari pada harapan bahwa setelah pengampunan pajak dilakukan, Wajib Pajak atau penghasilan
dan kekayaannya yang sebelumnya berada di luar sistem administrasi perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi
perpajakan;
iii Transisi ke era perpajakan yang baru. Pengampunan pajak dapat dijustifikasi ketika digunakan sebagai alat transisi menuju sistem
perpajakan yang baru;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
237
iv Mendorong adanya repatriasi modal atau aset. Pemberian pengampunan pajak atas pengembalian modal yang diparkir di luar negeri ke dalam
negeri dipandang perlu karena akan memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data kekayaan wajib pajak kepada bank di
dalam negeri. Selain itu, tujuan untuk merepatriasi modal juga kerap kali berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kegiatan menggerakkan aktivitas
ekonomi dalam negeri dengan adanya reinvestasi.
Khusus untuk upaya memberikan suatu fasilitas pengampunan untuk memanggil dan mengungkapkan dana yang disimpan di luar negeri, banyak
negara kini kerap menggunakan kebijakan Offshore Voluntary Disclosure
Program OVDP. OVDP dapat dikategorikan sebagai salah satu varian dari
pengampunan pajak. Program tersebut dilakukan dengan cara memberikan fasilitas pajak bagi dana yang akan direpatriasi ke dalam negeri. Hingga saat
ini lebih dari 40 negara telah melakukan OVDP atau pengampunan pajak yang bertujuan untuk pendeklarasian serta repatriasi harta. Untuk menjamin
produktivitas dana yang direpatriasi tersebut, pada umumnya pemerintah memberikan suatu tawaran investasi yang menarik dan memberikan kepastian
return.
2.3.2. Pengalaman di Berbagai Negara
Hingga saat ini, sedikitnya sudah 38 negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak. Yaitu: Amerika Serikat, Australia, Argentina,
Austria, Afrika Selatan, Bolivia, Brazil, Belanda, Belgia, Chile, Irlandia, Honduras, Uruguay, Peru, Panama, Yunani, Kosta Rika, Kolombia, Filipina,
Turki, Swiss, Sri Lanka, Spanyol, Rusia, Portugal, Selandia Baru, Meksiko, Malaysia, Pakistan, Jerman, Finlandia, Kanada, India, Hungaria, Ekuador,
Perancis, dan Italia. Selain itu, 45 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat bahkan telah mengimplementasikan pengampunan pajak 90.
Sedangkan, pada tahun 2014-2016, terdapat 8 negara lain yang sedang mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak yaitu: Argentina, Fiji,
Gibraltar, Honduras, Korea Selatan, Pakistan, Thailand serta Trinidad Tobago. Lima negara lainnya fokus hanya untuk pengungkapan aset atau
harta yang berada di luar negeri, yaitu: Brazil, India, Israel, Malaysia, dan Rusia.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
238
Hal ini pada dasarnya menandakan bahwa kebijakan pengampunan pajak adalah sesuatu yang lumrah dilakukan sebagai kebijakan terobosan
dalam memperbaiki sistem pajak di berbagai negara. Lebih lanjut lagi, banyaknya negara yang saat ini juga mengimplementasikan pengampunan
pajak maupun juga kebijakan pengungkapan harta yang disimpan di luar negeri merupakan indikasi kebijakan tersebut semakin diperlukan sebagai
transisi menuju era pertukaran informasi secara otomatis
. Masa transisi sebelum era keterbukaan informasi tersebut dibutuhkan baik
oleh otoritas maupun wajib pajak. Bagi wajib pajak, pengampunan pajak dapat dijadikan suatu peringatan serta kesempatan ‘terakhir’. Bagi otoritas pajak,
pengampunan pajak dianggap sebagai transisi yang efektif dan efisien, namun sekaligus mengantisipasi adanya kemungkinan bahwa tidak seluruh negara
berpartisipasi dalam program pertukaran informasi.
Sebagai contoh, walaupun akan menghadapi era pertukaran informasi dengan negara lain, Argentina justru melaksanakan program pengampunan pajak yang
dilaksanakan antara 18 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Tujuannya tidak lain memberikan kesempatan kepada wajib pajak, terlebih karena tingkat
kepatuhan di Argentina sangat rendah. Rendahnya kepatuhan tersebut lebih disebabkan karena rendahnya tingkat kepercayaan terhadap otoritas pajak.
Selain itu, akan datangnya era pertukaran informasi justru dianggap sebagai meningkatnya kemungkinan keberhasilan program pengampunan pajak. Hal
yang sama juga mendorong dilakukannya pengampunan pajak di Brazil dan Korea Selatan.
Kebijakan pengampunan pajak di antara negara-negara tersebut justru seringkali tidak berorientasi pada penerimaan semata, namun berangkat dari
upaya memperbaiki tingkat kepatuhan pajak, penyelesaian persoalan administrasi pajak, memperluas basis pajak, atau mengidentifikasi informasi
yang belum sepenuhnya diungkap. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Malherbe, bahwa kepatuhan jangka panjang merupakan kriteria
keberhasilan utama dari pengampunan pajak
. Oleh sebab itu, menurutnya, lebih baik meningkatkan penerimaan pajak secara perlahan tapi pasti dalam
jangka panjang daripada meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek secara cepat dan menurun setelahnya
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
239
Mencermati ketiga pilihan kebijakan tersebut: i penegakan hukum; ii menunggu datangnya era perubahan di masa yang akan datang; serta iii
melakukan kebijakan terobosan melalui pengampunan pajak; maka pengampunan pajak sejatinya merupakan pilihan rasional di tengah
kebuntuan
untuk memperbaiki situasi pajak di Indonesia. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
3. PENGAMPUNAN PAJAK: JUSTIFIKASI DI INDONESIA