AGREGAT PASIR Kekuatan Impak

adalah 1,136 grcm Serat ijuk yang merupakan serat alam mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis. Tabel 2.6 menyajikan perbandingan antara sifat-sifat serat alam dan serat gelas. 3 Christiani, 2008 kandungan karbon didalam serat ijuk adalah 55.83 dan 0,15 nitrogen. Tingginya unsur karbon dan usur logam lainnya diharapkan dapat menghasikan sifat-sifat mekanik yang baik pada genteng komposit polimer yang akan dibuat. Tabel 2.6 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas Uraian Serat Alam Serat Gelas Massa jenis Rendah 2 x serat alami Biaya Rendah Rendah, lebih tinggi dari serat alam Terbarukan Ya Tidak Kemampuan daur ulang Ya Tidak Konsumsi energy Rendah Tinggi Distribusi Luas Luas Menetralkan co2 Ya Tidak Menyebabkan abrasi Tidak Ya Resiko kesehatan Tidak Ya Limbah biodgradable Tidak biodgradable

2.6 AGREGAT PASIR

Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No.8 2,36 mm. Universitas Sumatera Utara 2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 2,36 mm. 3. Bahan pengisi filler, adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75 lolos saringan No.30. Agregat pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 – 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam natural sand atau dapat juga pemecahannnya artificial sand, dari komposisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa kepantai Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70 dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya

2.7 GENTENG

Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng metal, seng, genteng aspal, genteng polimer dan genteng kayu sirap. masing-masing genteng mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti genteng tanah liat lempung selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton, namun kelemahan genteng ini adalah mudah pecah. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan proses pembuatan, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan sifat mekanik genteng.

2.7.1 Genteng Aspal

Genteng aspal terdiri dari campuran lembaran bitumen turunan aspal dan bahan kimia lain. Pada umumnya genteng jenis ini menggunakan serat sintetis berupa serat kaca sebagai bahan penguat. Keunggulan genteng ini adalah sifatnya yang ringan, fleksibel, kuat, anti korosi, tidak getas dan lain sebagainya. Namun kelemahan genteng aspal yang terbuat dari serat kaca adalah tidak mudah terurai Universitas Sumatera Utara secara alami. Ada dua model yang tersedia di pasar. Model pertama yaitu model datar yang bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording. Genteng Aspal terdiri dari inti berbentuk anyaman yang dilapisi dengan beberapa lapisan aspal jenuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Umumnya inti ini menggunakan fiber glass jenis anyaman namun ada juga yang menggunakan serat alam seperti kertas. Di lapisan bagian atas aspal dilapisi dengan bubuk mineral berupa pasir atau disebut juga granul yang bertujuan untuk memantulkan sinar matahari dan melindungi aspal dan inti dari kerusakan akibat sinar ultraviolet Mark Pierce, Extension Associate, 1998. Gambar 2.9 Struktur gometri genteng aspal Mark Pierce, Extension Associate, 1998

2.7.2 Genteng Polimer

Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi filler dari bahan alam maupun bahan sintetis. Genteng polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut. Matrik yang digunakan adalah dapat berupa polietilen, polipropilen dan paduan polietilen-karet alam, sedangkan bahan pengisinya dapat berupa serat sintetis atau serat alam seperti serat jerami, pasir dan serbuk gergaji. Mutu genteng polimer yang dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan Universitas Sumatera Utara perbandingan komposisi antara matrik dan pengisi. Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi Roofing felt konvensional terbuat dari serat organik diresapi aspal. Aspal bertindak sebagai pengikat dan sebagai penguat dalam komponen waterproofing untuk membangun atap. Dalam beberapa tahun terakhir serat non-woven telah membuat terobosan yang signifikan dalam membangun atap. Sebagian besar penguat yang digunakansbagai bahan penyusun atap polimer adalah serat kaca baik jenis non-woven namun ada juga yang mnggunakan jenis woven dan serat sintetis lainnya. Serat ditempatkan dalam tubuh membran. Dalam beberapa kasus, jala ringan memperkuat didirikan untuk bertindak sebagai pembawa selama pembuatan. Beberapa membran dimodifikasi aspal, tertanam granul berupa butiran mineral di permukaan atas untuk membuatnya tahan retak. Persyaratan utama untuk serat penguat meliputi kekuatan tarik, modulus elastis, tear trength, ketahanan tusuk, kekakuan lentur, Genteng polimer modifikasi terbuat dari dan ketahanan kelelahan yang tinggi. campuran bitumen dan polimer karet sintetis atau bahan plastik, bersama dengan pengisi dan aditif khusus. Karena pada dasarnya proses ini merupakan pencampuran komponen, jumlah pengubah dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik yang diperlukan. Dua pengubah bitumen paling banyak digunakan adalah SBS styrene-bu tadiene- stirena dan APP polypropylene ataktik. Komposisi SBS rata-rata yang digunakan adalah 12-15 Umumnya, penggunaan SBS menghasilkan genteng dengan fleksibelitas yang lebih rendah dan ketahanan suhu yang lebih besar, ketahanan lelah serta titik pelunakan yang lebih tinggi. Bahan polimer lain yang sering digunakan sebagai bahan modifikasi adalah APP, fungsi utamanya adalah untuk meningkatkan karakteristik genteng. Produk polimer yang dimodifikasi dengan APP memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan perpanjangan yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pengubah SBS. Kuantitas kecil filler Universitas Sumatera Utara memberikan kekakuan untuk senyawa tetapi penggunaan filler dalam jumlah yang besar dapat

2.8 SIFAT- SIFAT MATERIAL KOMPOSIT POLIMER

mengurangi fleksibilitas dan adhesi Paroli, 1997. Sifat mekanik suatu bahan polimer adalah khas dengan kelakuan viskoelastiknya yang dominan, sebagai contoh, pemelaran creep dan relaksasi mudah terjadi, dan pada pengujian tarik sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh laju tarikan. Sifat- sifatnya juga berubah karena temperatur, oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal sebelum bahan polimer digunakan Surdia, 1995. Pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat genteng polimer yang dibuat, baik sifat fisis, sifat mekanik maupun sifat termal. sampel yang diuji akan diketahui kelebihan dan kekurangannya, dan untuk mengetahui kadar kelayakan pemakaian serta kualitasnya. Adapun pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

2.8.1 Sifat-sifat Fisis

a. Kerapatan Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut JIS A 5908- 2003 � = � � 2.11 dengan: � = densitas grcm 3 m= Massa sampel gram v = volume cm 3 Universitas Sumatera Utara b. Daya serap air Pori-pori yang terjadi pada sampel dapat menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air disebut daya serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. Pengujian daya serap air Water absorbtion pada masing – masing sampel dapat dilakukan dengan cara menimbang massa kering sampel dan massa basah. Massa kering adalah massa pada saat sampel dalam keadaan kering, dan massa basah diperoleh setelah sampel mengalami perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : ���� ����� ��� = � � −� � � � � 100 2.12 dengan: M b M = Massa sampel dalam keadaan basah gr k = Massa sampel dalam keadaan kering gr Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.

2.8.2 Sifat Mekanik

a. Kekuatan tarik Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan tegangan- regangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperatur, lembaban, dan seterusnya. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi yang seragam. Kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear Universitas Sumatera Utara zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan stress dan regangan strain adalah konstan Gambar 2.10 Kurva Tegangan dan regangan Nurmaulita, 2010 Kurva pada Gambar 2.10 menunjukkan bahwa, bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula tepatnya hampir kembali ke kondisi semula yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi batas regangan permamen permanent strain sehingga disebut perubahan elastis yaitu kurang 0.03, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005 . Titik Luluh atau batas proporsional merupakan titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan deformasi elastis ke plastis, yaitu titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis. Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti Gambar 2.11 berikut Universitas Sumatera Utara Gambar.2.11 Uji Tarik ASTM D 638M Tegangan tarik σ, adalah gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan luas penampang A; yakni: � = � � 2.13 Dalam satuan dyne per sentimeter kuadrat CGS atau Newton per meter kuadrat MKS. Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal: � = ∆� � 2.14 Perbandingan tegangan terhadap perpanjangan disebut modulus tarik E � = � � 2.15 Modulus tarik E menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik. b. Kekuatan lentur Pengujian kekuatan lentur UFS dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Gambar. 2.12 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur Nurmaulita, 2010 Universitas Sumatera Utara Pada permukaan bagian atas cupilkan yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap sampel seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.12. Jika batang uji diberikan pembebanan pada kedua ujungnya dan beban tekuk P diberikan ditengah, tegangan tekuk maksimum σ pada titik nol di tengah adalah: � = 3�� 2�� 2 2.16 dengan: P = beban patah kgf L = jarak span 10 cm b = lebar mm d = Tebal mm kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji Ld. Modulus Young pada lenturan E f � � = � 3 4� 2 � � � 2.17 didapat dari persamaan: Dimana P adalah beban lentur, δ adalah defleksi dan P δ didapat dari gradient garis lurus pada kurva beban terhadap defleksi. Umumnya pada bahan polimer modulus elastis untuk tekan berbeda dengan untuk tarik, tegangan tekan yang besar terjadi pada bagian yang mengalami tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan tarik.

c. Kekuatan Impak

Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Pengujian impak Charphy Gambar 2.13 dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh takikan ada cara pengujian dengan takikan pada batang Universitas Sumatera Utara uji. Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan bahan logam. Pengujian impak ini dilakukan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 60 mm sesuai dengan standart ASTM D – 256. Kemudian sampel diletakkan pada alat penumpu dengan jarak span 40 mm. Godam pada posisi awal dengan sudut 160 o Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet , kemudian godam dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menumbuk sampel, sebelum dilakukan pengujian sampel terlebih dahulu dilakukan percobaan tanpa sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan sampel hingga sampel patahretak maka pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala. Kekuatan impak yang dihasilkan Is merupakan perbandingan antara energy serap Es dengan luas penampang A. Kekuatan impak dapat dihitung dengan persamaan: �� = �� � 2.18 dengan: Is = Kekuatan impak kJm 2 Es = Energi serap J A = Luas permukaan mm 2 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.13 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

2. 3. 3 Sifat Termal

Bahan polimer termasuk yang sangat mudah menyala seperti seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walau api dipadamkan setelah penyalaan, seperti pada polikarbonat. Sifat mampu nyala bahan polimer dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya: a. Dengan membakar bahan yang diletakkan mendatar Cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Seperti ditunjukkan Gambar 2.14, nyala api dari alat pembakar bunsen dipegang pada sudut 30 o 1. Mampu nyala: terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala. , menyalakan spesimen yang diletakkan mendatar untuk waktu selama 30 detik, dan api dijauhkan. Waktu yang diperlukan agar specimen menyala disebut waktu penyalaan dan panjang specimen yang terbakar disebut jarak bakar. Harga-harga tersebut dipakai untuk menyatakan kemampuan nyala dari bahan. 2. Habis terbakar sendiri: jarak bakar lebih dari 25 mm tetapi kurang dari 100 mm 3. Tak mampu nyala: jarak bakar kurang dari 25 mm. Universitas Sumatera Utara Dalam ASTM, laju bakar menyatakan jarak bakar persatuan waktu, yang dipakai sebagai kemampuan nyala Surdia, 1995. Gambar 2.14 Skema krja alat uji nyala Surdia, 1995 b. Oleh indek oksigen JIS-K7201-1972 dan ASTM-D2863-1974 menentukan kemampuan nyala dengan indek oksigen O.I, yaitu konsentrasi oksigen minimum di dalam campuran oksigen dan nitrogen dalam persen volume yang dibutuhkan untuk membakar bahan. �. � = � 2 � 2 +� 2 � 100 2.19 Di mana, O 2 adalah laju aliran oksigen dan N 2 adalah laju aliran nitrogen c. Oleh kepekatan asap Kepekatan asap adalah penting dalam hal terjadi kebakaran, ASTM- D2843_1970 menetapkannya dengan jalan mempergunakan sumber cahaya dalam sebuah ruang yang mempunyai volume tertentu, yang intensitas penyinarannya terinduksi oleh pembakaran Metode pengujian kemampuan nyala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara membakar bahan yang diletakkan mendatar point a dan cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Polimer dan Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. 3.2 PERALATAN DAN BAHAN 3.2.1 Peralatan 1. Beaker glass 500 ml 2. Ayakan 3. Spatula 4. Neraca Analitik 5. Hot plate 6 Hot Compressor 7. Cetakan 8. Electronic system Universal Tensile Machine Type SC-2DE 9. Impac Wolpert 10. Aluminium Foil 11. Pelat tipis 12. Ekstruder

3.2.2 Bahan

1. Aspal iran tipe penetrasi 6070 2. Agregat pasir halus 3. Serat ijuk 4. Poliester yucalac 157 BQTN-FR 5. Polisterina foamStyrofoam bekas 6. Katalis MEXPO Universitas Sumatera Utara