Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali

137 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti | samādhi ada kesaḍaran yang jernih tentang objek yang dimeditasikan, yang berada dengan subjek. Dalam Asaṁprajñata samādhi, perbedaan ini lenyap dan menjadi tersenden terlampaui. d. Kondisi Guna Berhasil dalam Rāja Yoga Para calon spiritual yang menginginkan untuk mencapai perwujudan Tuhan hendaknya melaksanakan kedelapan anggota Yoga ini. Pada penghancuran ketidak- murnian melalui pelaksanaan delapan anggota dari Yoga, muncullah sinar kebijaksanaan yang membawa ke pengetahuan pembedaan. Guna mencapai Samādhi atau penyatuan dengan Tuhan, pelaksanaan Yama dan Niyama merupakan suatu keharusan. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan Yama dan mematuhi Niyama secara berdampingan. Tak mungkin mencapai kesempurnaan dalam meditasi dan Samādhi tanpa berusaha melaksanakan Yama dan Niyama. Kamu tak dapat mengkonsentrasikan pikiran tanpa melepaskan kepalsuan, kebohongan, kekezaman, nafsu dan sebagainya yang berada di dalam. Tanpa konsentrasi pikiran, meditasi dan Samādhi tidak dapat dicapai.

e. Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali

Kṣipta, Muḍha, Vikṣipta, Ekagra dan Niruddha, merupakan lima tingkatan mental, menurut aliran Rāja Yoga dari Patañjali. Tingkatan Kṣipta adalah pada saat pikiran mengembara diantara berbagai objek duniawi dan pikiran dipenuhi dengan sifat Rājas. Tingkatan Muḍha, pikiran berada dalam keadaan tertidur dan tak berdaya disebabkan sifat Tamas. Tingkatan Vikṣipta adalah keadaan pada saat sifat Sattva melampaui, dan pikiran goyang antara meditasi dan objektivitas. Sinar pikiran secara perlahan berkumpul dan bergabung. Bila sifat Sattva meningkat, akan memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indriya-indriya dan kelayakan untuk perwujudan ātman. Tingkatan ekagra adalah pada saat pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang mendalam sifat Sattva terbebas dari sifat Rājas dan Tamas. Tingkatan niruddha adalah pada saat pikiran di bawah pengendalian yang sempurna. Semua Vṛtti pikiran dilenyapkan. Vṛtti merupakan kegoncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya pikiran. Setiap Vṛtti atau perubahan mental meninggalkan sesuatu saṁskāra atau kesan- kesan atau kecenderungan yang terpendam. Saṁskāra ini dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan Ṣaḍar bila ada kesempatan. Vṛtti yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Vṛtti dihentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang Samāpatti. Penyakit, kelesuan, keragu-raguan, keletihan, kemalasan, keduniawian, kesalahan pengamatan, kegagalan mencapai konsentrasi dan ketidakmampuan ketika hal itu dicapai, merupakan halangan pokok untuk konsentrasi. f. Lima Kleśa dan Pelepasannya Menurut Patañjali, avidyā kebodohan, asmitā keakuan, rāga-dveṣa keinginan dan antipati, atau suka dan tidak suka dan abhiniweśa ketergantungan pada kehidupan duniawi merupakan 5 kleśa besar atau mala petaka yang menyerang pikiran. Ada keringanan dengan cara melaksanakan Yoga terus menerus, tetapi tidak menghilangkan secara total. Mereka akan muncul lagi pada saat mereka Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id 138 | Kelas X SMASMK menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi Asaṁprajñata samādhi pengalaman mutlak menghancurkan sekaligus benih-benih dari kejahatan ini. Avidyā merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan hasil langsung dari avidyā, yang memberi kita keinginan dan kebencian, serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga samādhi melenyapkan avidyā. Kriyā Yoga memurnikan pikiran, melunakkan 5 kleśa dan membawa pada keadaan samādhi. Tapas kesederhanaan, svadhyāya mempelajari dan memahami kitab suci dan Ìśvara-praṁidhāna pemujaan Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan membentuk Kriyā Yoga. Pengusahaan persahabatan Maitrī terhadap sesama, kasih sayang karuṇa terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan mudita terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan upekṣā terhadap orang-orang kejam atau dengan memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk menghasilkan ketenangan pikiran citta prasāda. Seseorang dapat mencapai samādhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan kebebasan. Dengan Ìśvara-praṁidhāna, siswa yoga memperoleh karunia Tuhan. Abhyāsa pelaksanaan dan Vairāgya kesabaran, tanpa keterikatan membantu dalam pemantapan dan pengendalian pikiran. Pikiran hendaknya ditarik berkali-kali dan dibawa ke pusat meditasi, apabila ia mengarah keluar menuju objek duniawi. Ini merupakan abhyāsa yoga. Pelaksanaan menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secara terus menerus selama beberapa waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan. Pikiran merupakan sebuah berkas Tṛṣṇa kerinduan. Pelaksanaan Vairāgya akan menghancurkan segala Tṛṣṇa. Vairāgya memutar pikiran menjauhi objek-objek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar kegiatan Bahirmukha dari pikiran, tetapi mengarahkannya ke kegiatan antar- mukha mengarah ke dalam. Sumber:www.sohamsa.com Gambar 4.6 Mahāṛṣi Jaimini Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Puruṣa terhadap Prakṛti. Kebebasan dalam Yoga merupakan Kaivalya atau kemerdekaan mutlak. Roh terbebas dari belenggu Prakṛti. Puruṣa berada dalam wujud yang sebenarnya atau svarūpa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu apa pun di dunia ini, Kaivalya atau Pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan avidyā melalui pengetahuan pembedaan vivekakhyāti. Lima kleśa atau malapetaka terbakar oleh apinya pengetahuan. Sang Diri tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guṇa seluruhnya terhenti dan sang Diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seseorang menjadi mukta roh bebas, Prakṛti dan perubah- perubahannya tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan sistem ilsafat Sāṁkhya, dipegang oleh sistem Yoga ini. Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id 139 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |

5. Mīmāmsā Darśana