142 |
Kelas X SMASMK
uraian yang sistimatis. Usaha pertama untuk menyusun ajaran Upaniṣad secara sistimatis diusahakan oleh Śṛi VyāṢaḍeva, kira-kira 400 SM. Hasil karyanya
disebut dengan Vedānta-Sūtra atau Brahma- Sūtra yang menjelaskan ajaran-ajaran Brahman. Brahma- Sūtra juga dikenal dengan Śarīraka Sūtra, karena ia mengandung
pengejawantahan dari Nirguṇa Brahman Tertinggi dan juga merupakan salah satu dari tiga buah buku yang berwewenang tentang Hinduisme, yaitu Prasthāna
Traya, sedang dua buku lainnya adalah Upaniṣad dan Bhagavad Gītā. Śṛi Vyāsa telah mensistematisir prinsip-prinsip dari Vedānta dan menghilangkan kontradiksi-
kontradiksi yang nyata dalam ajaran-ajaran tersebut. b. Sifat Ajarannya
Sistem ilsafat Vedānta juga disebut Uttara Mīmāmsā kata ‘Vedānta’ berarti akhir dari Veda. Sumber ajarannya adalah kitab Upaniṣad. Oleh karena kitab Vedānta
bersumber pada kitab-kitab Upaniṣad, Brahma Sūtra dan Bhagavad Gītā, maka sifat ajarannya adalah absolutisme dan teisme. Absolutisme maksudnya adalah aliran
yang meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi impersonal God,sedangkan teisme mengajarkan Tuhan yang berpribadi personal
God. Uttara-Mīmāmsā atau ilsafat Vedānta dari Bādarāyaṇa atau Vyāsa ditempatkan
sebagai terakhir dari enam ilsafat orthodox, tetapi sesungguhnya ia menempati urutan pertama dalam kepustakaan Hindu.
c. Pokok- Pokok Ajaran Vedānta
Vedānta mengajarkan bahwa nirvāna dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini, tak perlu menunggu setelah mati untuk mencapainya. Nirvāna adalah kesadaran
terhadap diri sejati. Dan sekali mengetahui hal itu, walau sekejap, maka seseorang tak akan pernah lagi dapat diberdaya oleh kabut individualitas. Terdapat dua tahap
pembedaan dalam kehidupan, yaitu yang pertama, bahwa orang yang mengetahui diri sejatinya tak akan dipengaruhi oleh hal apapun. Yang kedua bahwa hanya dia
sendirilah yang dapat melakukan kebaikan pada dunia Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa ilsafat Vedānta bersumber dari Upaniṣad.
Brahma Sūtra atau Vedānta Sūtra dan Bhagavad Gītā. Brahma Sūtra mengandung 556 buah Sūtra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha, Sādhāna, dan
Phala. Pada Bab I, pernyataan tentang sifat Brahman dan hubungannya dengan alam semesta serta roh pribadi. Pada Bab II, teori-teori Sāṁkya, Yoga, Vaiśeṣika dan sebagainya
yang merupakan saingannya dikritik, dan jawaban yang sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini. Pada Bab III, dibicarakan tentang pencapaian Brahmavidyā.
Pada Bab IV, terdapat uraian tentang buah hasil dari pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana roh pribadi mencapai Brahman melalui Devayana. Setiap
bab memiliki 4 bagian Pāda. Sūtra-sūtra pada masing-masing bagian membentuk Adikaraṇa atau topik-topik pembicaraan. Lima Sūtra pertama sangat penting untuk
diketahui karena berisi intisari ajaran Brahma Sūtra, yaitu: 1 Sūtra pertama berbunyi : Athāto Brahmajijñāsā – oleh karena itu sekarang, penyelidikan
ke dalam Brahman. Aphorisma pertama menyatakan objek dari keseluruhan sistem dalam satu kata, yaitu Brahma-jijñāsā yaitu keinginan untuk mengetahui Brahman.
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
143 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |
2 Sūtra kedua adalah Janmādyasya yatạ-Brahman yaitu Kesadaran Tertinggi, yang merupakan asal mula, penghidup serta leburnya alam semesta ini.
3 Sūtra ketiga : Sāstra Yonitvāt – Kitab Suci itu sajalah yang merupakan cara untuk mencari pengetahuan yang benar.
4 Sūtra keempat : Tat Tu Samvayāt – Brahman itu diketahui hanya dari kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan cara lainnya, karena Ia merupakan sumber
utama dari segala naskah Vedānta. 5 Sūtra kelima: Īkṣater Nā Aśabdam – Disebabkan ‘berikir’, Prakṛti atau Pradhāna
bukan didasarkan pada kitab suci. Sūtra terakhir dari Bab IV adalah Anāvṛ̣̣ị Śabdāt Anāvṛ̣̣ị Śabdāt – tak ada
kembali bagi roh bebas, disebabkan kitab suci menyatakan tentang akibat itu. Masing- masing buku tersebut memberikan ulasan isi ilsafat itu berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh sudut pandangannya yang berbeda. Walaupun objeknya sama, tentu hasilnya akan berbeda. Sama halnya dengan orang buta yang meraba gajah dari sudut yang berbeda,
tentu hasilnya akan berbeda pula. Demikian pula halnya dengan ilsafat tentang dunia ini, ada yang memberikan ulasan
bahwa dunia ini maya bayangan saja, dilain pihak menyebutkan dunia ini betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diri-Nya sendiri. Karena perbedaan
pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan suatu teka-teki, apakah dunia ini benar- benar ada ataukah dunia ini betul-betul maya.
Hal ini menyebabkan timbulnya penafsiran yangg bermacam-macam pula. Akibat dari penapsiran tersebut menghasilkan aliran-aliran ilsafat Vedānta. Sūtra-sūtra atau Aphorisma
dari Vyāsa merupakan dasar dari ilsafat Vedānta dan telah dijelaskan oleh berbagai pengulas yang berbeda-beda sehingga dari ulasan-ulasan itu muncul beberapa aliran ilsafat, yaitu:
1 Kevala Advaita dari Śrī Ṣaṇkarācārya 2 Viśiṣ̣ādvaita dari Śrī Rāmānujācārya
3 Dvaita dari Śrī Madhvācārya 4 Bhedābedhā dari Śrī Caitanya
5 Śuddha Advaita dari Śrī Vallabhācarya, dan 6 Siddhānta dari Śrī Meykāṇdar.
Masing-masing ilsafat tersebut membicarakan tentang 3 masalah pokok yaitu, Tuhan, alam, dan roh. Dvaita, Viśiṣ̣ādvaita, dan Advaita adalah tiga aliran utama
dari pemikiran metaisika, yang kesemuanya menapak jalan yang menuju kebenaran terakhir, yaitu Para Brahman. Dvaita, Viśiṣ̣ādvaita, dan Advaita adalah tiga aliran
utama dari pemikiran metaisika, yang kesemuanya menapak jalan menuju kebenaran terakhir, yaitu Para Brahman.
Mereka merupakan anak-anak tangga pada tangganya Yoga, yang sama sekali tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya saling memuji satu sama lainnya. Tahapan
ini disusun secara selaras dalam rangakaian pengalaman spiritual berjenjang, yang dimulai dengan Dvaita, Viśiṣ̣ādvaita, dan Advaita murni yang semuanya ini akhirnya
memuncak pada Advaita Vedāntis perwujudan dari yang mutlak atau Triguṇatītā Ananta Brahman transcendental.
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
144 |
Kelas X SMASMK
Madhva mengatakan: “Manusia adalah pelayan Tuhan” dan menegakkan ajaran Dvaita-nya. Rāmānuja berkata: “Manusia adalah cahaya dan percikan Tuhan” dan
menegakkan ilsafat Viśiṣ̣ādvaita-nya. Śaṅkara mengatakan: “Manusia identik dengan Brahman atau roh abadi” dan menegakkan ilsafat Kevala Advaita-nya. Nimbārkācārya
mendamaikan semua perbedaan pandangan mengenai Tuhan yang dipakai oleh Śaṅkara, Rāmānuja, Madhva dan yang lainnya serta membuktikan bahwa pandangan-
pandangan mereka semua benar, dengan petunjuk pada aspek terentu dari Brahman, yang berhubungan dengannya, masing-masing dengan caranya sendiri. Śaṅkara telah
menerima realitas pada aspek transendental-Nya, sedangkan Rāmānuja menerima- Nya pada aspek immanent-Nya, secara prinsipil, tetapi Nimbārkā telah menyelesaikan
perbedaan pandangan yang diterima oleh para pengulas yang berbeda tersebut. Perbedaan konsepsi tentang Brahman tiada lain hanya merupakan perbedaan cara
pendekatan terhadap Realitas, dan sangat sulit bahkan hampir tak mungkin bagi roh terbatas untuk memperolehnya sekaligus konsepsi tentang Yang Tak Terbatas atau Roh
Tak Terbatas ini secara jelas, lebih-lebih lagi untuk menyatakannya dengan istilah yang memadai. Semuanya tak dapat menjamah ketinggian ilsafat Kevala Advaita dari Śrī
Śaṅkara sekaligus dan untuk itu pikiran harus didisiplinkan seperlunya sebelum dipakai sebagai sebuah alat yang pantas untuk memahami pendapat dari Advaita Vedānta-Nya
Śrī Śaṅkara. Oleh karena itu kita sepatutnya merasa bersyukur dengan kehadiran beliau sebagai
Avatāra Puruṣa, yang masing-masing menjelmakan diri di bumi ini untuk melengkapi suatu misi yang tak terbatas, untuk mengajarkan serta menyebarkan ajaran-ajaran
tertentu, yang tumbuh subur pada masa tertentu, yang ada pada tahapan evolusi tertentu, dan semua aliran ilsafat diperlukan, yang masing-masing dianggap paling sesuai bagi
tipe manusia tertentu karena perbedaan konsep mengenai Brahman hanyalah perbedaan pendekatan terhadap realitas.
Uji Kompetensi
1. Mengapa aliran ilsafat Carvaka dikatakan bersifat materealistis? Jelaskan 2. Enam sistem ilsafat Hindu dikenal dengan Ṣaḍ Darśana, sebutkan dan jelaskanlah
3. Siapa pendiri ilsafat Nyāyā dan apa yang menjadi sumber dalam ajaran 4. Sebut dan jelaskanlah bagian-bagian dari Catur Pramana
5. Jelaskan konsep Purusha dan Prakrti pada ilsafat Sāṁkya 6. Menurut Sāṁkya ada tiga macam sakit dalam hidup ini, sebut dan jelaskanlah
7. Sebutkan 5 macam klesa dan pelepasannya 8. Jelaskanlah tentang pendiri dan pokok-pokok ajaran ilsafat Mīmāmsā
9. Coba praktikkan asana, pranayama, dan pratyahara, sebagai landasan untuk melakukan meditasi yang merupakan bagian dari ajaran yoga
10. Buatlah rangkuman materi bab IV Darśana
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
145 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |
niyatam kuru karma tvá
karma jyāyo hy akarmaṇạ
śarīra-yātrāpi ca te na
prasiddhyed akarmaṇạ Bhagavadgītā III.8.42.
Terjemahan:
Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu karena melakukan perbuatan itu lebih baik sifatnya
daripada tidak melakukan apa-apa, sebagai juga untuk memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau
tidak bekerja.
BAB V
Catur Asrama
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
146 |
Kelas X SMASMK
A. Pengertian Catur Asrama
Renungan
Manusia tumbuh melalui berbagai tahap usia dalam hidup mereka, proses yang dikenal sebagai siklus kehidupan manusia. Berbagai poin sepanjang siklus kehidupan
seseorang menawarkan berbagai pertumbuhan dan perkembangan, baik pada tingkat isik dan emosional. Sebagai orang yang bergerak melalui kehidupan dari satu siklus
ke siklus yang lain, ia juga mengalami perkembangan konstan dari kehidupan seluler, kematian dan regenerasi, dari saat pembuahan sampai saat kematian.
Kita mesti bangga karena Hindu telah memiliki konsep yang jelas tentang jenjang kehidupan seorang manusia yang tersusun secara sistimatis dalam Catur Asrama.
Dalam kepercayaan lain konsep ini nampak tidak begitu jelas, dimana seorang yang sebenarnya sudah masuk di masa yang sudah tidak muda lagi masih diijinkan untuk
menikah dan begitu juga sebaliknya diusia yang masih sangat muda seseorang telah dinikahkan.
Selain itu penilaian Hindu tentang seberapa pantas seorang itu menikah bukan hanya dari isik tapi kedewasaan mental dan seberapa besar kemampuan yang diperoleh dalam
masa belajar untuk dapat menunjang kehidupan rumah tangganya nanti.
Sumber:www.thecrowdvoice.com
Gambar 5.1 Siklus kehidupan manusia
Memahami Teks
Kata Catur Asrama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Catur dan Asrama. Catur
berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan ’kerohanian’. Kata ’asrama’ sering juga dikaitkan dengan jenjang kehidupan. Jenjang kehidupan itu
berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku manusia. Susunan tatanan itu mendukung atas perkembangan rohani seseorang.
Perkembangan rohani berproses mulai dari bayi, muda, dewasa, tua, dan mekar. Kemudian berkembang menjadi rohani yang mantap mengalami ketenangan dan
keseimbangan. Jadi Catur Asrama berarti empat jenjang kehidupan yang berlandaskan petunjuk kerohanian Hindu.
Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas memperlihatkan bahwa hidup itu diprogram menjadi empat fase dalam kurun waktu
tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup diharapkan manusia mempunyai tatanan hidup melalui empat tahap program itu, dengan menunjukkan hasil yang sempurna.
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id