Poligami Dalam Lintas Sejarah dan Hikmah Disyariatkan Poligami

membolehkan seorang Kristen untuk menceraikan istrinya dengan syarat- syarat yang tertentu pula. 40 Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang terbatas dan tidak mengahruskan umatnya melaksanakan monogami mutlak. Dengan pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristri seorang wanita dalam keadaan dan situasi apa pun dan tidak pandang bulu apakah laki-laki itu kaya atau miskin, hiposek atau hipersek, adil atau tidak adil secara lahiriyah. Islam pada dasarnya menganut sistem monogami dengan memberikan kelonggaran dibolehkannya poligami terbatas. Pada perinsipnya seorang laki-laki hanya boleh memiliki seorang istri dan sebaliknya seorang istri hanya memiliki seorang suami. Tetapi, Islam tidak menutup diri adanya kecendrungan laki- laki beristri banyak sebagaimana yang sudah berjalan dahulu kala. Islam tidak menutup rapat kemungkinan adanya laki-laki tertentu berpoligami, tetapi tidak semua laki-laki harus berbuat demikian karena tidak semuanya mempunyai kemampuan untuk berpoligami. Islam membolehkan laki-laki tertentu melaksanakan poligami sebagai alternatif atau pun jalan keluar untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks laki-laki atau sebab-sebab lain yang menggangu ketenangan batinnya agar tidak sampai jatuh ke lembah perzinaan maupun pelajaran yang jelas-jelas diharamkan agama. Oleh sebab itu tujuan poligami adalah menghindari agar 40 Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap …, h. 356. suami tidak terjerumus ke jurang maksiat yang dilarang Islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi dengan syarat bisa berlaku adil. Poligami dalam lintas sejarah manusia ternyata mengukuti pola fikir masyarakat terhadap pandangan mereka kepada kaum perempuan. Ketika suatu masyarakat itu memandang kedudukan dan derajat perempuan itu sebagai makhluk yang hina, maka poligami menjadi subur banyak dilakukan, sebaliknya pada masyarakat yang memandang kedudukan dan derajat perempuan itu terhormat, poligami pun berkurang. Jadi konklusi dari tingkat perkembangan poligami dilihat dari realita sejarahnya juga mengalami diagram fluktuatif. Islam datang dengan membawa pesan moral kemanusiaan yang tidak ada bandingannya dalam agama manapun. Ketika Nabi Muhammad SAW. membawa pesan Islam datang, kebebasan berpoligami itu tidak serta merta dihapuskan, namun setelah ayat menyinggung poligami diwahyukan, Nabi SAW lalu melakuka perubahan sesuai petunjuk kandungan ayat. Pertama, membatasi jumlah bilangan isteri hanya empat. Kedua, Islam menetapkan bagi seorang pria yang melakukan poligami untuk berlaku adil terhadap semua isterinya. Dengan adanya sistem poligami dan ketentuannya dalam ajaran islam, merupakan suatu karunia begi kelestariannya, yang menghindari dari perbuatan-perbuatan sosial yang kotor dan akhlak yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami. Adapun dalam masyarakat yang melarang poligami dapat dilihat hal-hal sebagai berikut: 41 a. Kejahatan dan pelacuran tersebar dimana-mana sehingga jumlah pelacur lebih banyak dari pada perempuan yang bersuami. b. Banyaknya anak-anak yang lahir tanpa ayah yang jelas, sebagai hasil dari perbuatan diluar nikah. Di amerika, misalnya setiap tahun lahir anak di luar nikah lebih dari dua ratus ribu. c. Munculnya bermacam-macam penyakit badan, kegoncangan mental, dan gangguan-gangguan syarat. d. Mengakibatkan keruntuhan mental. e. Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya, menggangu kehidupan rumah tangga dan memutuskan tali ikatan kekeluargaan, sehingga tidak lagi menganggap segala sesuatu yang berharga dalam kehidupan bersuami istri. f. Meragukan sahnya keturunan sehingga suami tidak yakin bahwa anak- anak yang diasuh dan dididik adalah darah dagingnya sendiri. Bahwasanya Ini membuktikan poligami yang diajarkan oleh Islam merupakan cara yang paling sehat dalam memecahkan masalah ini dan 41 Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap …, h.360. merupakan cara yang paling cocok untuk dipergunakan oleh umat manusia dalam hidupnya di dunia. Secara historis masalah poligami sebelumnya telah marak diperbincangkan, jauh sebelum UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjadi Undang-undang. Pada akhirnya monogami ditetapkan menjadi salah satu azas tetapi dengan suatu pengecualian yang ditujukan kepada orang yang menurut hukum dan agamanya diizinkan bagi seorang suami beristeri lebih dari seorang. Masuk dalam pengecualian tersebut adalah orang yang beragama Islam, karena secara normatif tekstual Al- Qur’an dianggap membolehkan poligami. 2. Hikmah Disyariatkannya poligami Sesungguhnya segala sesuatu yang ditetapkan dalam ajaran agama Islam ini tidak akan ditetapkan kecuali untuk satu hikmah atau beberapa banyak hikmah yang terkandung di dalamnya, dan manusia kadang menemukan hikmah-hikmah tersebut atau hanya sebagiannya saja sejak awal, dan kadang hikmah-hikmah tersebut bisa ditangkap manusia setelah memeras pikiran dan melewati beberapa proses peneltian yang panjang, dan kadang manusia tidak bisa mengetahui secara mutlak. 42 Hikmah poligami beragam dan banyak sekali, di antaranya: 42 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi …, h.64. Pertama: terdapat realita yang tampak mencolok di berbagai masyarakat dunia akan lebih banyak jumlah kaum wanita yang telah melewati umur untuk menikah dibanding kaum laki-laki, sebagaimana yang terjadi di Negara-negara Eropa Utara, dimana kaum wanita disana melebihi kaum laki- laki secara mencolok diluar waktu perang sekalipun. Maka solusinya adalah, laki-laki yang telah mencapai umur untuk menikah sebagian atau semuanya menikahi lebih dari seorang, dan bahwasanya wanita kedua, ketiga atau keempat tersebut adalah istri terhormat dan mulia bagi suaminya. 43 Kedua: umat manusia seringkali mengalami krisis yang menyebabkan surplusnya kaum wanita, seperti yang biasa terjadi pasca revolusi, wabah atau bencana alam. Banyak kaum wanita yang akan hidup tanpa suami, dan itu akan menghasilkan resiko semakin berkurangnya angka kelahiran dan itu tidak mustahil. Jika dalam kondisi seperti ini poligami tidak diperbolehkan sebagaimana yang dilakukan islam, maka kemesuman, pergaulan bebas, penyelewengan dan pelacuran akan tersebar di masyarakat dan semakin meningkat jumlah anak-anak haram. 44 Ketiga: jika istri mandul sang suami ingin punya anak, maka tak ada jalan baginya, karena mencintai anak-anak adalah insting yang tertanam dalam diri manusia, maka solusinya adalah, istri yang mandul itu tetap 43 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi , …,h.65-66. 44 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi , …,h.67. bersama sang suami menikmati hak-hak perkawinan secara sempurna, dan suami dibolehkan untuk menikah dengan wanita lain poligami untuk mewujudkan fitrah manusia berupa kecintaanya terhadap anak-anak, tanpa meniggalkan mudharat atau merampas hak-hak istrinya yang pertama dan ini adalah solusi islami. 45 Keempat: bahwa istri ditimpa penyakit yang berkepanjangan atau penyakit yang menular atau penyakit yang menakutkan yang menyebabkan sang suami tidak dapat menggaulinya sebagaimana layaknya hubungan suami istri yang normal. 46 Kelima: bahwa seorang laki-laki memiliki kekuatan biologis yang hebat dimana dia tidak cukup dengan seorang istri atau tidak bisa menahan diri pada hari-hari dimana sang istri tidak boleh digauli, seperti masa-masa haid, hamil, semasa melahirkan, ketika sedang sakit, atau karena usia yang telah lanjut. 47 Keenam: Anak yang dilahirkan menpunyai legal formal dan ayah yang jelas. Banyaknya anak-anak yang lahir tanpa ayah yang jelas, sebagai hasil dari perbuatan di luar nikah. Berbeda dengan anak yang lahir dari perbuatan zina yang akan selalu mendapat cemoohan dan cacian dari masyarakat, 45 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi …, h.68. 46 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi …, h.69. 47 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Panndangan Islam, Nasrani Yahudi …, h. 71 sedangkan anak yang lahir dari pernikahan poligami yang resmi akan mendapat legal formal baik dari Negara maupun dari masyarakat. Ketujuh: Status yang jelas bagi perempuan. Sama halnya dengan anak yang lahir dari perbuatan zina yang tidak memiliki status yang jelas di masyarakat dan hukum, maka perempuan yang berbuat zina juga tidak memiliki ststus sosial yang jelas. Kedelapan: Hanya Allah lah yang maha mengetahui hikmah dari segala ucapan dan perbuatan, karena dibolehkannya poligami bukan berarti menghina kaum wanita atau merendahkan derajat dan kemulian mereka, akan tetapi semata demi kemaslahatan bagi wanita, laki-laki dan masyarakat banyak. Sayyid Sabiq menerangkan hikmah berpoligami cukup panjang sebagaimana disadur oleh Achmad Kuzari dalam bukunya nikah sebagai perikatan antara lain: 48 1. Sebagai karunia dan rahmat Allah, dan menjadi diperlukan untuk kemakmuran dan kemaslahatan. 2. Memperbesar jumlah ummat karena keagungan itu hanyalah bagi yang berjumlah banyak. 3. Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka. 4. Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih dibanding pria. 48 Kuzari Achmad, Nikah Sebagai Perikatan ,…,h. 166. 5. Mengisi tenggang waktu yang lowong berhubungan secara kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan berhubungan seks baik karena dalam usia lanjut yang wanita sudah tidak membutuhkan sementara pria tetap saja, atau pun karena tenggang waktu sebab haid dan nifas. 6. Dapat mengatasi kalau istri mandul, dan 7. Sebaliknya di tempat yang menganut pemaksaan monogami terlahir banyak kefasikan, banyak WTS wanita tuna susila, dan banyak pula anak di luar nikah. Dari penjelasan mengenai beberapa banyak hikmah yang sudah penulis kemukakan di atas menunjukkan bahwa syariat Islam membawa ajaran yang komprehensif mengenai solusi dari persoalan pelik kehidupan masyarakat dan membawa maslahat bagi umat manusia, sedangkan bagi mereka yang mengingkari adanya sistem poligami dalam hukum perkawinannya maka bisa dilihat banyak timbul masalah-masalah sosial dalam lingkungan masyarakat, keluarga, dan Negara. 50 BAB III PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR SEBAGAI PELAKSANA KEKUSAAN KEHAKIMAN A. Sejarah Singkat Eksistensi Pengadilan Agama Jakarta Timur Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum republik Indonesia. 1 Kata peradilan berasal dari kata adil dengan awalan “per” dan imbuhan “an”. Kata peradilan sebagai terjemahan dari Qadha yang berarti memutuskan, melaksanakan,menyelesaikan. Dan ada pula yang menyatakan bahwa umumnya kamus tidak membedakan antara peradilan dengan pengadilan. 2 Dalam literatur fikih islam, peradilan disebut Qadha artinya menyelesaikan seperti firman Allah: Artinya: 11 Lihat pasal 1 undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman. Dan lihat bukunya fauzan, pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syariah di Indonesia, Jakarta: kencana, 2007, h.1. 2 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan Pasang Surut, Malang: UIN-Malang Press, 2008, h.1. “Manakala zaid telah menyelasaikan keperluannya dari zainab” QS. Al- Ahzab: 37 Ada juga yang berarti menunaikan seperti firman Allah: Artinya: “Apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah kepelosok bumi” QS. Al-Jumu’ah: 10 Di samping itu menyelesaikan dan menunaikan seperti di atas. Arti qadha yang dimaksud ada pula yang berarti memutuskan hukum atau menetapkan suatu ketetapan. Dalam dunia peradilan menurut para pakar, makna yang terakhir inilah yang dianggap signifikan. Dimana makna hukum disini pada asalnya berarti menghalangi atau mencegah, karenanya qadhi dinamakan hakim karena seorang hakim berfungsi untuk menghalangi orang yang zalim dan penganiayaan. Oleh karena itu apabila seseorang menagatakan hakim telah menghukum begini artinya hakim telah meletakkan sesuatu hak yang mengembalikan sesuatu kepada pemiliknya yang berhak. Kata peradilan menurut istilah ahli fikih adalah berarti: 1. Lembaga hukum tempat dimana seorang mengajukan mohon keadilan 2. Perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seorang yang mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar harus mengikutinya. Dalam kajian hukum acara perdata peradilan agama ada beberapa istilah yang perlu dipahami, yaitu: 3 1. Peradilan, bersal dari bahasa arab adil yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia yang berarti proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau penyelasaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang berlaku. Peradilan merupakan suatu pengertian yang umum. Dalam bahasa arab disebut al-qadha, artinya proses mengadili dan proses mencari keadilan. Dalam bahasa belanda disebut recshtpraak kini tertuang dalam pasal 1 butir 2 UU Nomor 3 Tahun 2006. 2. Pengadilan, merupakan pengertian yang khusus adalah suatu lembaga institusi tempat mengadili atau menyelesaian sengketa hukum di dalam rangka kekuasaan kehakiman, yang mempunyai kewenangan absolut dan relatif sesuai dengan peraturan perundag-undagan yang menentukannya membentuknya. Dalam bahasa disebut al-mahkamah, dalam bahasa belanda disebut radd. 3. Pengadilan Agama, adalah suatu badan peradilan agama pada tingkat pertama. PTA, adalah peradilan agama tingkat banding. 4. Hakim, hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk meyelesaikan dakwaan-dakwaan dan persengketaan, karena penguasa tidak mampu melaksanakan sendiri semua tugas, sebagaimana Rasulullah SAW. 3 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia …, h. 6-7. Pada masanya telah mengangkat qadhi untuk meyelesaikan sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh kini diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No. 7 Tahun 1998. 5. Yang dimaksud dengan hukum acara perdata disini adalah hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan agama. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa peradilan dapat diidentifikasi sebgai bagian dari pranata hukum, sedangkan hukum dapat diidentifikasikan sebagai bagian dari pranata sosial. Mengutip pandangan sumner, bahwa pranata adalah konsep dan struktur, hukum adalah pranata institution. Hal itu didasarkan kepada gagasan keadilan dan kepatutan. Gagasan itu dikonstruksikan dan mencakup pengadilan courts, perangkat hukum statutory provisions. Oleh karena itu, peradilan dapat didentifikasi sebagai pranata sosial . dalam kenyataannya, peradilan berhubungan secara timbal balik, bahkan saling tergantung interdependency dengan pranata hukum lainnya, seperti perangkat hukum tertulis dan tidak tertulis, sistem hukuman, politik hukum, dan nilai-nilai hukum, bahkan berhubungan dengan penyuluhan hukum dan pendidikan hukum. 4 Dalam penataan hubungan diantara anggota masyarakat manusia itu diperlukan patokan tingkah laku yang disepakati bersama, yang bersumber kepada nilai-nilai budaya yang dipatuhi dan mengikat kepada semua pihak. 4 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia …, h. 17-18. Dalam wujudnya yang lebih konkrit patokan tingkah laku itu dikenal sebagai hukum, yang berfungsi sebagai pengendali masyarakat untuk mewujudkan ketertiban dan ketentaraman. 5 Peradilan Agama adalah sebutan literatur resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan peradilan Negara atau kekuasaan kehakiman yang sah di Indonesia. Tiga lingkungan peradilan Negara lainnya adalah Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan dalam undang-undang yang baru yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman ditambah dengan Mahkamah Konstitusi. Peradilan Agama adalah salah satu di antara peradilan khusus di Indonesia. Dua peradilan khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau menangani golongan rakyat tertentu. Dalam hal Peradilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan pula hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-perkara perdata islam tertentu tidak mencakup seluruh perdata islam. Peradilan Agama adalah peradilan islam di Indonesia, sebab dari jenis- jenis perkara yang boleh diadilinya, seluruhnya adalah jenis perkara menurut 5 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia …, h. 20. agama islam. Dirangkaikannya kata-kata peradilan islam dengan di Indonesia adalah karena jenis perkara yang boleh diadilinya, tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan Islam secara universal. Tegasnya peradilan agama adalah Peradilan Islam limitatif, yang telah disesuaikan di mutatis mutandis-kan dengan keadaan di Indonesia. 6 Dari yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa peradilan agama adalah satu dari peradilan Negara di Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, yang berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia. 7 Pasal 24 ayat 2 undang-undang dasar 1945 hasil amandemen ketiga, menegaskan bahwa: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. 8 Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia mengakibatkan posisi pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama menjadi 6 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum Hukum Islam, Hukum Barat, Hukum Adat Dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, Jakarta: Kencana, 2010, h. 9-10. 7 Basiq Djalil, peradilan Agama di Indonesia …, h. 10. 8 Lihat pasal 24 ayat 2 uud nri 1945 hasil amandemen ke-3. sangat kokoh, selain juga kewenangan absolutnya menjadi bertambah luas sejak diamandemennya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang- undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan pertama dan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 9 Pasal 24 ayat 1 UUD NRI 1945 berbunyi: “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Menurut pasal ini kekuasaan kehakiman pertama, merupakan kekuasaan yang merdeka an independent judiciary. Pada masa yang lalu disebut “een onafhankelijke macth” yakni kekuasaan kehakiman yang bebas, tidak tergantung pada kekuasaan lain. Kedua, kekuasaan menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan , agar ketertiban masyarakat dapat tercipta to achieve social order dan ketertiban masyarakat terpelihara to maintain social order. Penegasan mengenai pengertian tersebut diulang kembali pada pasal 1 uu no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi “ kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan 9 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Pasca Amandemen ke Tiga UUD 1945, Jakarta: Tatanusa, 2013, h.2. guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya Negara hukum republik Indonesia. 10 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa peradilan agama merupakan salah satu lembaga peradilan Negara disamping peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, dan perdilan umum. Keempat lembaga peradilan tersebut merupakan lembaga kekuasaan kehakiman di Indonesia, yang bertugas menerima, mengadili, memeriksa, dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Sebagai milik bangsa Indonesia, khususnya yang beragama islam, Peradilan Agama lahir tumbuh dan berkembang bersama tumbuh dan berkembangnya bangsa Indonesia. Kehadirannya mutlak sangat diperlukan untuk meneggakan hukum dan keadilan bersama dengan lembaga peradilan lainnya. Peradilan Agama telah memberikan andil yang cukup besar kepada bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya bagi umat Islam sejak Islam berada di bumi persada ini. Dalam pemerintahan kerajaan Islam sebagai ciri tata pemerintahan nusantara pada priode berikutnya. Peradilan Agama memperoleh tempat yang lebih nyata sebagai penasihat raja dalam bidang agama, dengan keluarnya Stbl. 1882 Nomor 152 oleh pemerintah kolonial Belanda, yang kemudian ditambah dan diubah dengan Stbl. 1937 Nomor 116 dan 160 dan Stbl 1937 10 Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksa Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 1. Nomor 638 dan 639 Peradilan Agama diakui sebagai peradilan Negara, meskipun dibiarkan pertumbuhannya tanpa adanya pembinaan sama sekali. 11 Kemudian pada zaman kemerdekaan, tercatat beberapa peraturan yang mengakui eksistensi peradilan agama, antara lain adalah undang-undang darurat Nmor 1 Tahun 1951 Jo. Undang-undang Nomor 1 tahun 1961, peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1957, undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, peeraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, dan terakhir undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dan ditambah dengan undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Meskipun Peradilan Agama telah tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini, tetapi jarang sekali kita temui tulisan-tulisan tentang peradilan agama di Indonesia secara utuh dan lengkap. Meskipun peradilan agama telah mempunyai sejarah yang panjang, tetapi dilewatkan saja oleh para cendekiawan dalam percaturan ilmu pengetahuan. Kondisi seperti ini mungkin disebabkan para ulama dan cendekiawan muslim selalu menganggap rendah terhdap Peradilan Agama ini. Mereka menganggap bahwa berbicata tentang peradilan agama berarti sama saja berbicara tentang kemunduran , 11 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007, h. 205. juga berbicara tentang hal yang sia-sia dan tidak tertolong lagi dari masa kejayaan islam. 12 Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam dengan Impress Nomor 1 Tahun 1991. Diharapkan mulai babak baru dalam sejarah perkembangan peradilan agama di Indonesia. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan dalam perkara tertentu antara otang-orang yang beragama islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah, dan ekonomi syariah. Dengan penegasan kewenangan peradilan agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas undang-undang perkawinan dan peraturan pelaksananya dan memperkuat landasan hukum mahkamah syariah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan qanun. 13 Dalam Undang-undang ini, kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama diperluas, hal ini sesuai dengan perkembangan hukum dan 12 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan …, h. 206. 13 Jaenal Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, h.230. kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syariah. Dalam kaitannya dengan perubahan undang-undang ini pula, kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyatakan “ para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang digu nakan dalam pembagian warisan”, dinyatakan dihapus. 14 Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta Betawi di tiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari : a. Komandan Distrik sebagai Ketua b. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut: “Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus diputus menurut hukum Isla m, maka para “pendeta” 14 Jaenal Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia …, h. 230. memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan- pengadilan biasa”. 15 Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek BW. Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang- undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa : “Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan hukum aga ma serta adat istiadat mereka ”. 16 Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan 15 http:www.pa-jakartatimur.go.idindex.php 16 http:www.pa-jakartatimur.go.idindex.php perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang menjadi 4 kantor cabang, antara lain : a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat 2 bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam. Pengadilan Agama Jakarta Timur yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta Timur mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut : 17 1. Fungsi mengadili judicial power, yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama vide : Pasal 49 Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006. 2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi umumperlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. vide : Pasal 53 ayat 3 Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA080VIII2006. 3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya vide : Pasal 53 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006 dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. vide: KMA Nomor KMA080VIII2006. 17 http:www.pa-jakartatimur.go.idindex.php 4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. vide : Pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006. 5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan teknis dan persidangan, dan administrasi umum kepegawaian, keuangan, dan umumperlengakapan vide : KMA Nomor KMA080 VIII2006. 6. Fungsi Lainnya : a. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan risetpenelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA144SKVIII2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

B. Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama ialah pengadilan yang bertindak menerima, memeriksa dan memutus setiap permohonan atau gugatan pada tahap paling awal. Pengadilan Agama bertindak sebagai pengadilan yang menampung pada tahap awalnya segala perkara yang diajukan oleh masyarakat pencari. Tidak boleh mengajukan suatu permohonan atau gugatan langsung ke pengadilan tinggi agama. Semua jenis perkara terlebih dahulu mesti melalui Pengadilan Agama dalam hierarki sebagai pengadilan tingkat pertama. Terhadap semua permohonan atau guagatan perkara yang diajukan kepadanya dalam kedudukan instansi pengadilan tingkat pertama, harus menerima, memeriksa, dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. Dan tidak boleh menolak untuk meneriama, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih apapun. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 56 yang bunyinya: “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, malinkan wajub memeriks a dan wajib memutusnya”. Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang- undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan Negara tertinggi. Seluruh pembinaan baik pembinaan teknis peradilan maupun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara di tingkat pertama di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur dalam Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009. Sedangkan Dalam Undang undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama yang merupakan Pengadilan tingkat Pertama mempunyai susunan Organisasi Pengadilan Agama yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim, PaniteraSekretaris, Wakil Panitera, Wakil Sekretaris,Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, Panitera Muda Hukum, Kasubbag Umum, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Keuangan, Panitera Pengganti dan Jurusita Jurusita Pengganti. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur 2014 1. Hakim No Nama jabatan 1 Dra. H. Zulkarnain, SH, MH Ketua pengadilan 2 Drs. H. Chazim Maksalina, MH Wakil ketua pengadilan 3 Dra. Hj. Ai Zainab, SH Hakim 4 HM. Kailani, SH, MH Hakim 5 Dra. Nuraini Saladdin, SH. MH Hakim 6 Dra. Ismet Ilyas, SH. Hakim 7 Dars. Ahmad Zawawi Hakim 8 Drs. Dalih Efendy, SH, M.Esy Hakim 9 Drs. Wawan Iskandar Hakim 10 Drs. Jajat Sudrajat, SH. MH Hakim 11 Hj. Nuroniah, SH. MH Hakim 12 Drs. Sultoni, Mh Hakim 13 Hj. Yustimar B, SH Hakim 14 Dra. Orba Susilawati, MHi Hakim 15 Drs. Amril Mawardi, SH. Hakim 16 Hj. Shafwah, SH. MH Hakim 17 Drs. M. Danil, MA Hakim 18 Drs. H. Chalid L, MH. Hakim

2. Kepaniteraan Sekertaris

No Nama Jabatan 1 Dra. Hj. Aminah PaniteraSekertris 2 H. Hafani Baihaqi lc, SH Wakil Panitera 3 Andi Subhi, S.Sos Wakil Skertaris