Pandangan Petani Yang Mengalami Gagal Panen Di Desa Parbaba Samosir Terhadap Kelanjutan Pendidikan Anak

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PANDANGAN PETANI YANG MENGALAMI GAGAL PANEN DI DESA PARBABA SAMOSIR TERHADAP KELANJUTAN PENDIDIKAN ANAK

SKRIPSI Diajukan Oleh

MAGDALENA SIHALOHO 060901030

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABTRAKSI

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Setiap orangtua mempunyai keinginan dan tujuan demi keberhasilan anak pada masa yang akan datang. Partisipasi orangtua sangat diperlukan dalam menunjang kemajuan dan pendidikan seorang anak. Hasil penelitian di dapat bahwa keinginan atau motivasi orang tua untuk tetap melanjutkan pendidikan anak meskipun dalam keadaan gagal panen sangat tinggi. Terjadinya gagal panen tidak menjadi suatu penghalang bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan anak mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan rendah yang di miliki orang tua tidak berpengaruh terhadap keinginan orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya. Harapan orangtua setelah anaknya lulus sekolah mereka mengharapkan bahwa anak akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pasangan hidup yang lebih baik, dapat merubah status sosial ekonomi orang tua, memberikan jaminan hari tua bagi orang tua, dan untuk mencapai semua itu harus melalui pendidikan. Aspirasi dan juga partisipasi orang tua yang rendah terhadap pendidikan karena kurangnya pemahaman orang tua akan pendidikan sehingga mereka berfikir masa bodoh akan pendidikan anak. Anak memiliki kemauan yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan tetapi orang tua tidak mengijinkan karena pengaruh lingkungan yang mana orang tua melihat orang yang sudah sarjana tetapi masih pengangguran. Cara atau strategi yang dilakukan oleh orang tua untuk menghadapi terjadinya gagal panen terhadap pendidikan anak adalah dengan melakukan berbagai hal seperti memiliki pekerjaan sampingan baik itu dalam sektor pertanian dan diluar sektor pertanian, melakukan peralihan tanaman atau tanaman tambahan, melakukan sistem peminjaman (ngutang) dan juga tidak lupa memberikan motivasi kepada anak, meminta bantuan kepada saudara. Berdasarkan hasil penelitian hendaknya orang tua memberikan dukungan penuh kepada anak tidak hanya dukungan materi tetapi juga dukungan non materi.


(3)

DAFTAR ISI

Hal. LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

1.5 Defenisi Konsep ... 8

1.6 Metodologi Penelitian... 14

1.6.1 Jenis Penelitian ... 14

1.6.2 Unit Analisis dan Informan ... 14

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 15

1.6.3.1 Data Primer ... 15

1.6.3.2 Data Sekunder ... 16

1.6.4 Interpretasi Data ... 17

1.6.5 Keterbatasan Penelitian... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT PETANI 3.1 Gambaran Desa Parbaba ... 33

3.1.1 Letak Geografis ... 33


(4)

3.1.3 Kependudukan ... 39

3.1.4 Fasilitas Pendidikan... 39

3.1.5 Fasilitas Kesehatan ... 40

3.1.6 Fasilitas Keagamaan ... 41

3.2 Gambaran Kehidupan Masyarakat Parbaba ... 42

3.2.1 Sarana Fisik Pemukiman ... 42

3.2.2 Pemanfaatan Air Bersih ... 49

3.2.3 Mata Pencaharian ... 50

3.2.4 Sistem Kekerabatan ... 59

3.2.5 Situasi Desa... 60

3.3 Gambaran Petani Bawang ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Profil Informan ... 68

4.2 Interpretasi Data ... 80

4.2.1 Kepemilikan Lahan ... 80

4.2.2 Tanggapan Orang Tua tentang Pendidikan ... 82

4.2.3 Harapan Orang Tua Menyekolahkan Anak Sampai Jenjang yang Lebih Tinggi atau Hanya Sampai Jenjang Menengah ... 87

4.2.4 Strategi Orang Tua Mengatasi Dampak Gagal Panen Terhadap Pendidikan Anak ... 94

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA


(5)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1 Komposisi Jumlah Penduduk ... 39

Tabel 2 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 39

Tabel3 Komposisi Fasilitas Pendidikan yang ada di desa Parbaba ... 40

Tabel 4 Komposisi sarana kesehatan ... 41

Tabel 5 Komposisi rumah berdasarkan jenis bangunan ... 44

Tabel 6 Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 82

Tabel 7 Harapan Orang Tua Menyekolahkan Anak Sampai Jenjang yang Lebih Tinggi dan Hanya Sampai Jenjang Menengah Saja. ... 87

Tabel 8 Komposisi Penghasilan Informan ... 94

Tabel 9 Komposisi Pekerjaan Tambahan atau Sampingan Petani ... 96

Tabel 10 Peralihan Jenis Tanaman ... 99

Tabel 11 Aspirasi dan Partisipasi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak ... 103


(6)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1 Alat transportasi air ... 37 Gambar 2 Salah satu transportasi air untuk melakukan penyeberangan dari Tomok ke Ajibata ... 38 Gambar 3 Salah satu transportasi air yang dapat menampung mobil ... 38 Gambar 4 Rumah Bolon sebagai salah satu rumah masyarakat petani di desa Parbaba

... 48 Gambar 5 Rumah Panggung sebagai salah satu tempat tinggal masyarakat petani

di desa Parbaba ... 48 Gambar 6 Lahan pertanian yang dulunya bawang beralih jadi tanam cabe, namun

tidak semua petani yang mampu mengolahnya ... 56 Gambar 7 Lahan pertanian yang dulunya bawang berubah jadi lahan jagung ... 57 Gambar 8 Lahan pertanian dengan tanaman kacang ... 57 Gambar 9 Rumah tempat tinggal yang sekaligus di bawahnya sebagai kandang

ternak kerba ... 58 Gambar 10 Lahan kosong dengan semak belukar akibat terjadinya gagal panen


(7)

ABTRAKSI

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Setiap orangtua mempunyai keinginan dan tujuan demi keberhasilan anak pada masa yang akan datang. Partisipasi orangtua sangat diperlukan dalam menunjang kemajuan dan pendidikan seorang anak. Hasil penelitian di dapat bahwa keinginan atau motivasi orang tua untuk tetap melanjutkan pendidikan anak meskipun dalam keadaan gagal panen sangat tinggi. Terjadinya gagal panen tidak menjadi suatu penghalang bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan anak mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan rendah yang di miliki orang tua tidak berpengaruh terhadap keinginan orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya. Harapan orangtua setelah anaknya lulus sekolah mereka mengharapkan bahwa anak akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pasangan hidup yang lebih baik, dapat merubah status sosial ekonomi orang tua, memberikan jaminan hari tua bagi orang tua, dan untuk mencapai semua itu harus melalui pendidikan. Aspirasi dan juga partisipasi orang tua yang rendah terhadap pendidikan karena kurangnya pemahaman orang tua akan pendidikan sehingga mereka berfikir masa bodoh akan pendidikan anak. Anak memiliki kemauan yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan tetapi orang tua tidak mengijinkan karena pengaruh lingkungan yang mana orang tua melihat orang yang sudah sarjana tetapi masih pengangguran. Cara atau strategi yang dilakukan oleh orang tua untuk menghadapi terjadinya gagal panen terhadap pendidikan anak adalah dengan melakukan berbagai hal seperti memiliki pekerjaan sampingan baik itu dalam sektor pertanian dan diluar sektor pertanian, melakukan peralihan tanaman atau tanaman tambahan, melakukan sistem peminjaman (ngutang) dan juga tidak lupa memberikan motivasi kepada anak, meminta bantuan kepada saudara. Berdasarkan hasil penelitian hendaknya orang tua memberikan dukungan penuh kepada anak tidak hanya dukungan materi tetapi juga dukungan non materi.


(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan mempertahankan diri dari semakin kerasnya kehidupan dunia dan dari berbagai tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.

Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus di penuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan hal terpenting bagi setiap umat manusia. Setiap orang wajib memiliki pendidikan. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia. Pendidikan merupakan hal terpenting dan merupakan suatu kebutuhan hidup sehingga manusia dapat beradaptasi dengan sesama, baik itu dengan lingkungan sekitar maupun lingkungan luas pada saat perkembangan pada saat sekarang ini.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa ke Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudi luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan rasa tanggungjawab. Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, yang mempunyai tujuan tinggi dari sekedar untuk tetap hidup, sehingga manusia menjadi lebih terhormat dan mempunyai kedudukan yang lebih


(9)

tinggi daripada yang tidak berkependidikan. Pendidikan bertujuan untuk terus menerus mengadakan perubahan dan pembaharuan.

Bagi bangsa yang ingin maju pendidikan merupakan suatu kebutuhan. Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang, dan pangan. Bahkan ada bangsa atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama. Artinya mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian bahkan makanan dalam melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Begitu juga sebuah Negara hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan akan pendidikan.

Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang meliputi orangtua dan orang yang tinggal serumah merupakan pusat pendidikan pertama dan utama. Orangtua merupakan inti dalam keluarga adalah tanggung jawab utama pendidikan anaknya.

Untuk meningkatkan pendidikan seorang anak maka salah satu faktor yang mendukung pendidikan anak tersebut adalah orang tuanya sendiri. Orang tua merupakan orang yang pertama sekali di jumpai oleh seorang anak ketika anak tersebut pertama sekali hadir di dunia ini. Orang tua merupakan faktor pertama dalam perkembangan anak. Orang tua tidak hanya membantu seorang anak, hanya dalam masalah biaya saja dalam pendidikannya tetapi juga dalam hal motivasi, dukungan dan kontrol. Ini semua merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan anak. Orang tua memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas pendidikan dan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan kesempatan yang ada.

Orang tua merupakan salah satu penunjang yang penting dalam pendidikan informal anak. Anak-anak mengalami pendidikan informal dalam keluarga dengan


(10)

pembentukan kebiasaan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Pendidikan informal yang baik akan sangat menunjang pendidikan informalnya.

Masalah kondisi sosial ekonomi dan harapan masa depan anak dari orangtua pada akhirnya akan menimbulkan masalah bagi orangtua untuk menentukan alternatif pilihan terhadap kelanjutan sekolah anak–anaknya. Kedua masalah tersebut diatas merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Pandangan sudah sekaligus merupakan penilaian. Orientasi nilai yang ada pada masyarakat akan berbeda-beda. Umpamanya apakah orang tua memperhatikan anak-anak dan mendidik mereka agar bersikap bebas dalam mengambil tindakan-tindakan dan inisiatif, atau anak dilihat sebagai harapan masa depan keluarga. Khal berpendapat bahwa ada orang tua yang menginginkan anak-anak mereka berusaha mencari taraf hidup yang lebih baik, dan ada yang puas dengan cara hidup mereka yang sekarang (Robinson, 1986).

Memberikan motivasi kepada anak agar dia mau mempelajari pola-pola tingkah laku yang diajarkan kepadanya merupakan hal yang penting. Motivasi mana yang lebih dominan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam setiap masyarakat berbeda-beda. Dalam pemberian motivasi ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua dimasa lampau serta latar belakang kebudayaan.

Dalam masyarakat Batak Toba mengenal tiga nilai yaitu hamoraon, hasangapon, hagabeon (kekayaan, kehormatan dan kebahagiaan). Ketiga hal ini merupakan tujuan hidup dalam masyarakat Batak Toba. Kekayaan (hamoraon) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang, berupa kekayaan terhadap harga


(11)

diri, kekayaan memiliki anak dan kekayaan memiliki harta. Tanpa anak akan merasa tidak kaya walaupun banyak harta seperti diungkapkan bahwa: Anakkon Hi Do Hamoraon Di Ahu (anakku adalah harta yang paling berharga bagi saya) adalah ungkapan suku bangsa Batak Toba untuk menyatakan bahwa anak adalah harta tertinggi baginya. Pada masyarakat suku Batak Toba harta benda tidak selalu menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang, tetapi kejayaan, pendidikan yang tinggi dan kemakmuran anak-anak mereka yang menjadi tolak ukur kesuksesan mereka. Anak, bagi orang Batak, merupakan harta yang paling berharga, kehormatan, sekaligus kekayaan bagi orangtuanya. Orang tua menginginkan anak yang lahir itu rajin bekerja dan bijaksana, menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat. Itulah sebabnya orang tua menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Segala upaya dapat dilakukan untuk dapat membiayai pendidikan anak.

Mereka akan bekerja siang dan malam demi untuk anak-anaknya, untuk itu segala pikiran, tenaga serta harga diri senantiasa dikorbankan demi anak-anaknya. Keluarga yang mempunyai anak berhasil dalam sekolah dan pekerjaan keberhasilan orang tua yang telah bersusah payah membesarkannya, mereka merupakan kebanggaan orang tua sekaligus harta yang dibanggakan oleh orang tua.

Kebahagiaan (hagabeon) itu adalah kebahagiaan dalam keturunan yang biasanya di ucapkan pada saat upacara pernikahan ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniai putra 17 dan putri 16.yang artinya keturunan memberikan harapan hidup, karena keturunan itu memberikan suatu kebahagiaan yang tak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat.


(12)

Kehormatan (hasangapon) adalah suatu kedudukan seseorang yang dimiliki di dalam lingkungan masyarakat, yang biasanya status perolehan melalui proses belajar. Apabila sudah mamora, gabe dan di hargai dalam masyarakat maka diartikan ia telah memiliki hasangapon. Anak adalah sumber kehormatan (hasangapon) dalam keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak-anak suatu keluarga, semakin dianggap terpandang (hasangapon) keluarga tersebut dalam masyarakatnya. Anak-anak yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi orang tua dan membuat keluarga itu terpandang (hasangapon).

Menurut Irianto(1995) dalam perkembangannya yang sekarang bahwa orang Batak Toba memandang bahwa jalan tercapainya nilai hamoraon, hagabeon, dan hasangapon adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu orang Batak Toba sangat menganggap penting nilai pendidikan bagi anak. Berdasarkan hasil penelitian Irmawati (2008) keberhasilan di bidang pendidikan adalah bila seseorang dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat pendidikan tinggi dan berhasil meraih gelar sarjana. Meskipun orang Batak mayoritas bermata pencaharian pertanian dengan kehidupan yang sederhana tetapi untuk masalah pendidikan anak orang tua menunjukkan aspirasi yang tinggi. Orang tua tidak memperdulikan penampilan ia bekerja diladang mulai dari pagi sampai petang

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Irmawati yang memperlihatkan bahwa suku Batak meletakkan pendidikan sebagai hal mutlak dan utama dalam kehidupan mereka sesuai dengan nilai-nilai yang mereka kandung. Konsep ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan gagasan yang terus terwarisi dan


(13)

mendarah daging bagi masyarakat. Bekerja sebagai petani mempunyai tujuan yang luhur dalam hidupnya untuk memperoleh kekayaan, kehormatan dan kebahagiaan.

Aritonang (2008) mengatakan bahwa baik yang tinggal di kota maupun di kampung-kampung, orang Batak akan mengerahkan kemampuan finansialnya untuk pendidikan anak-anaknya. Orang Batak juga berusaha menjaga keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan pendidikan dalam keluarga. Melalui pendidikan keluarga itulah nilai-nilai kerja keras, pantang menyerah, dan keuletan ditanamkan.

Namun hal ini tidak selamanya menjadi sesuatu hal yang mutlak terjadi. Seperti suatu realita yang ada di desa Parbaba yang mana sebuah keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang memadai tidak mendukung pendidikan anak tersebut. Dimana seorang anak yang memiliki keinginan tinggi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi mengalami kendala dari kedua orang tuanya.

Desa pada umunya merupakan daerah pertanian. Masyarakat di desa pada umumnya bergantung kepada sektor pertanian. Sistem pertanian masyarakat desa dominan sangat vital artinya bagi kehidupan mereka. Sistem pertanian bagi mereka merupakan cara bagaimana mereka dapat hidup. Sistem pertanian adalah identik dengan sistem perekonomian mereka.

Desa Parbaba merupakan desa yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani. Mereka lebih di kenal dengan bercocok tanam denagn tanaman bawang. Menanam bawang sudah merupakan tanaman yang sudah lama di kerjakan oleh para penduduk di desa ini dan sudah mendarah daging.


(14)

Hingga akhir tahun 2002 di Pangururan, sebagai kecamatan terbesar di Kabupaten Samosir pendapatan asli daerah lebih kurang dari sepuluh juta ribu rupiah. Di tambah lagi akhir-akhir ini kehidupan petani di kecamatan ini termasuk desa Parbaba sebagai daerah petani bawang, mengalami gagal panen bawang merah. Di tahun 2002 gagal panen sudah mulai terjadi didaerah ini. Cuaca yang tidak menentu yang terjadi secara terus menerus menerjang daerah ini membuat tanaman bawang para petani hancur. Tanaman bawang yang mereka tanam sudah tidak lagi sebagus dulu.

Semenjak gagal panen terjadi di desa ini para petani mencoba untuk menanam tanaman tomat, cabai, jagung, dan ubi. Namun tidak semua petani berhasil karena modal yang terbatas, pengetahuan mengenai tanaman hortikultura yang kurang dan mahalnya harga obat-obatan. Mereka beranggapan bahwa bertani bawang lebih mudah dan tidak terlalu sulit. Semenjak gagal panen terjadi lahan-lahan yang dulunya diolah sekarang berubah menjadi lahan-lahan kosong.

Menurut orang tua yang tinggal di desa Parbaba mengatakan bahwa pada tahun kira-kira 1980 an jumlah anak yang melanjutkan pendidikan khususnya orang tua yang bekerja sebagai petani tidaklah begitu banyak kira-kira hanya 2-5 orang saja dan selebihnya langsung merantau. Pada tahun 1990 anak yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi kurang lebih 4-8 orang dan pada tahun 2001 kurang lebih 8-10 orang, pada tahun 2002 sampai sekarang tingkat anak yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi terus meningkat baik yang kuliah di perguruan tinggi negeri maupun di perguruan tinggi swasta dan


(15)

tidak ada perbedaan antara orang tua yang bekerja sebagai pegawai dengan orang tua yang bekerja sebagai petani untuk pendidikan anak kurang lebih 30 an.

Dari hal diatas dapat di lihat bahwa kondisi ekonomi yang semakin menurun tidak menjadi penghalang bagi orang tua untuk tidak menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Keadaan ekonomi orang tua baik yang memiliki keadaan ekonomi rendah, sedang, tinggi tidak memiliki suatu pengaruh yang mutlak untuk menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari orang tua yang masih dapat dikatakan lebih baik keadaan ekonominya justru tidak mengiginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Bagi orang tua yang hanya menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMA saja pada umumnya anaknya pergi merantau keluar daerah. Kebanyakan mereka bekerja sebagai pedagang, sebagai petani di daerah perkebunan. Ada juga orang tua yang memberikan hak sepenuhnya kepada keluarganya yang sudah terlebih dahulu merantau. Selain merantau ada juga yang tinggal di kampung halaman dan mereka bekerja membantu pekerjaan orang tuanya dan juga sebagai buruh tani disamping mengolah lahan sendiri.

Gagal panen yang terjadi di desa ini tidak hanya terjadi dalam satu kali panen tetapi terjadi beruntun, kira-kira sudah ada lebih kurang dari enam tahun gagal panen melanda desa ini. Meskipun hal itu terjadi, tidak mengurungkan niat para orang tua disini untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan keadaan gagal panen tetapi masih ada keluarga yang menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Dan sudah ada yang menjadi seorang


(16)

sarjana. Namun tidak semua keluarga yang melakukan hal tersebut, seperti keluarga yang diatas.

1.2Perumusan Masalah

Terjadinya gagal panen yang beruntun di desa Parbaba tidak mengurungkan niat para petani untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi tetapi masih banyak orang tua yang menyekolahkan anak mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi meskipun masih ada orang tua yang hanya menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang sekolah menengah saja. Peneliti ingin melihat apakah ada hal-hal tertentu yang menjadi alasan mereka meyekolahkan anaknya sampai jenjang lebih tinggi atau sampai jenjang menengah. Beranjak dari hal di atas, serta dengan berpedoman pada uraian dalam latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu:“Bagaimana pandangan petani yang mengalami gagal panen di desa Parbaba terhadap kelanjutan pendidikan anak?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui sejauhmana pandangan petani di desa Parbaba terhadap pendidikan.


(17)

2) Untuk mengetahui alasan petani di desa Parbaba menyekolahkan anaknya apakah hanya sampai ke jenjang yang lebih tinggi atau hanya sampai jenjang menengah saja.

3) Untuk mengetahui strategi yang digunakan petani dalam menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi meskipun mengalami gagal panen.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan bagi peneliti, akademis, instansi pemerintahan dan masyarakat sehubungan dengan kehidupan masyarakat petani khususnya petani yang mengalami gagal panen di desa Parbaba.

1.5Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide gagasan (Iqbal Hasan


(18)

2002:17). Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang dikemukakan, maka penulis memberikan defenisi konsep sebagai berikut:

1. Pandangan merupakan bagaimana seseorang itu memandang atau mengartikan sesuatu hal. Dalam hal ini pandangan yang dilihat adalah pandangan dari petani mengenai pendidikan anaknya. Apakah pendidikan itu penting atau tidak penting, baik atau tidak baik. Adanya kesadaran para orang tua terhadap pendidikan anaknya bahwa dengan pendidikan dapat mendapatkan atau memperoleh pekerjaan yang lebih baik setelah lulus kuliah dan juga dapat meningkatkan (mengangkat) nama baik seseorang/keluarga. Oleh karena itu orang tua berusaha untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan yang tinggi. Pandangan terhadap manfaat pendidikan akan mempengaruhi cara ia memberikan motivasi dan keinginan yang tinggi akan pendidikan bagi anaknya. Bila orang tua memandang pendidikan penting bagi anaknya, maka ia akan berusaha mencapai keberhasilan pendidikan anaknya dengan cara menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

2. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam hal ini pendidikan yang dilihat adalah pendidikan formal yang di peroleh anak dari sekolah, tetapi juga di barengi dengan pendidikan dari dalam keluarga baik itu berupa nasehat dan juga pendidikan agama. Karena pendidikan informal yang baik dari ornag tua akan menunjang pendidikan formal anak.


(19)

3. Jenjang pendidikan anak

Jenjang pendidikan anak merupakan tingkat pendidikan anak, yang mana anak tersebut telah lulus SMA atau Perguruan Tinggi atau masih menjalani kuliah. Dalam hal ini peneliti membatasi bahwa pendidikan yang dilihat adalah pendidikan anak yang telah tamat SMA saja, bukan yang putus sekolah pada saat SD, SMP, dan SMA. Dalam hal ini kelanjutan pendidikan anak yang di usahakan orang tua adalah anak yang sampai tamat SMA dan anak yang tetap melanjutkan pendidikan anak baik itu Diploma Satu, Diploma Tiga, maupun sampai sarjana.

4. Jenis pekerjaan orang tua

Jenis pekerjaan orang tua di desa ini di dominasi oleh pekerjaan sebagai petani bawang. Bertani merupakan mata pencaharian utama di desa ini. Bekerja sebagai petani bawang khususnya sudah mendarah daging di dalam diri apra orang tua di desa ini. Selain bertani mereka juga memiliki pekerjaan sampingan baik itu beternak ayam, babi, dan juga kerbau.

5. Masyarakat petani

Masyarakat petani merupakan orang yang bercocok tanam dan beternak di pedesaan. Mereka bukanlah merupakan pengusaha petani tetapi pekerjaan yang mereka lakukan semata-mata adalah untuk pemenuhan kebutuhan anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan arti masyarakat petani dalam penelitian ini di laksanakan adalah orang-orang yang mengelola lahan pertanian secara langsung dan lahan pertanian yang mereka usahan merupakan lahan perladangan. Antara sesama warga sedesa,


(20)

masyarakat petani masih saling kenal dan bergaul. Sistem kehidupan biasanya berkelompok dan kekeluargaan, dengan mata pencaharian utama bertani di samping pekerjaan sambilan.

6. Gagal panen

Gagal panen merupakan pemungutan hasil ladang yang sudah di kelola dan di harapkan yang mengalami penurunan hasil. Gagal panen yang di alami oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap keluarga baik itu masalah kebutuhan sehari-hari dan juga kebutuhan terhadap anak, baik dalam hal pendidikan. Gagal panen dalam hal ini adalah petani bawang yang mengalami gagal panen yang diawali pada tahun 2002. Terjadinya gagal panen di desa ini belum dapat di pastikan penyebabnya karena belum pernah ada yang melakukan suatu penelitian khusus. Hujan yang terus-menerus menerjang kawasan tersebut membuat busuk tanaman bawang merah petani dan juga serangan hama membuat akar bawang merah membusuk dan daunnya kering. Mereka terus mencoba menanam bawang dengan meningkatkan pemupukan tetapi hasilnya percuma saja. Bawang yang semula tumbuh baik, tiba-tiba langsung gosong yang menyebabkan kerugian bagi para petani. Para petani bawang di daerah ini hingga kini belum mengetahui penyebab hama yang menyerang tanaman bawang mereka. Akibat dari gagal panen ini lahan-lahan yang dulunya di olah berubah menjadi lahan kosong yang di penuhi oleh semak belukar.


(21)

7. Motivasi berprestasi

Merupakan dorongan, keinginan, hasrat yang dimiliki seseorang, dalam hal ini adalah keluarga yang memiliki motivasi dalam mendidik anak-anaknya untuk meningkatkan pendidikan anaknya maupun motivasi orang tua yang hanya menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang menengah saja.

1.6Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006). Pendekatan deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang ada. Dan bertujuan untuk menggambarkan berbagai situasi dan kondisi yang ada. Penelitian ini sendiri dilakukan dengan metode kualitatif karena hendak mengetahui dengan mendalam tentang pandangan masyarakat petani tentang kelanjutan pendidikan anak.

1.6.2 Unit Analisis dan Informan

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan units of analysis. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah petani yang mengalami gagal panen yang ada di desa Parbaba.


(22)

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah petani yang mengalami gagal panen yang memiliki anak yang melanjutkan pendidikan sampai keperguruan tinggi, dan untuk mendukung penelitian ini peneliti mengikutsertakan petani yang mengalami gagal panen yang memiliki anak yang hanya tamat SMA saja, dan juga petani yang masih memiliki anak yang belum tamat SMA agar di dapat kesimpulan mengenai pandangan masyarakat petani yang mengalami gagal panen terhadap kelanjutan pendidikan anak, baik itu dengan lahan yang berbeda dan juga tingkat pendidikan orang tua yang berbeda.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini di peroleh melalui pengumpulan data primer dan sekunder, antara lain:

1.6.3.1 Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini di lakukan dengan cara penelitian lapangan yaitu:

- Pengamatan

Pengamatan adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian. Data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap yang di teliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan nonpartisipan, yaitu metode pengamatan di mana


(23)

peneliti tidak terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang di teliti tetapi hanya sampai pada tahap memperhatikan. Pengamatan ini juga di pakai sebagai sarana untuk melihat, membuktikan bahkan untuk memperkuat data yang di peroleh melalui wawancara mendalam dengan informan.

- Wawancara

Wawancara yaitu peneliti mengadakan tanya jawab secara langsung dengan para informan di lokasi di lapangan. Dalam hal ini adalah wawancara langsung dengan petani yang mengalami gagal panen yang memiliki anak tamatan SMA dan juga petani ynag memiliki anak yang belum tamat SMA baik petani pemilik, penyewa, dan juga luas lahan yang berbeda, agar di dapat kesimpulan mengenai pendapat mereka mengenai kelanjutan pendidikan anak. Agar wawancara lebih terarah maka digunakan instrument berupa pedoman wawancara (interview guide) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.

1.6.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang di peroleh secara langsung dari obyek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencatatan dokumen yaitu dengan mengumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.


(24)

1.6.4 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanan data, setelah data dan informasi yang dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan di interpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya disusun sebagai laporan akhir penelitian.

1.6.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Selain itu terkait erat dengan kelemahan instrument wawancara mendalam. Dalam hal ini terdapat keraguan akan jawaban yang diberikan oleh informan. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat wawancara dengan informan, hal ini di sebabkan karena kegiatan informan yang sibuk. Peneliti juga harus melakukan wawancara dengan bahasa Batak Toba yang merupakan bahasa keseharian informan dan juga kesulitan dalam menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar lebih ilmiah. Kendala lain juga terkendala dalam hal dokumentasi seperti kamera.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan bagi suami-istri, karena anak mempunyai nilai tersendiri bagi keluarga. Adanya anak dalam suatu keluarga sudah merupakan salah satu kebutuhan bagi orang tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Konsep nilai anak yang dimiliki oleh setiap keluarga umumnya telah mendasar dan menjadi bagian dari hidup mereka.

Menurut Hoffman (1973:26) bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan orang tua yang akan di penuhinya. Keberadaan anak dalam suatu keluarga berfungsi sebagai penyambung garis keturunan, penerus tradisi keluarga, curahan kasih sayang, hiburan dan jaminan hari tua.

Anak sebagai penyambung garis keturunan, kehadiran anak dalam suatu keluarga sangat di dambakan, anak di harapkan dapat meneruskan keturunan keluarga sehingga garis keturunan keluarga tersebut tidak terputus. Anak sebagai penerus tradisi keluarga, anak tidak hanya mewarisi harta peninggalan orang tua (yang bersifat material), akan tetapi juga mewarisi kewajiban adat yang sudah di percayai oleh orang tua yang sudah diatur dalam adat yang ada, dan anak dapat menjadi penerus kewajiban orang tua di lingkungan kerabat dan masyarakat. Dengan kehadiran anak dalam suatu keluarga, orang tua akan merasa senang karena sudah ada yang akan meneruskan apa yang menjadi cita-cita dan harapan mereka.


(26)

Curahan kasih sayang, orang tua akan merasa bahagia ketika sudah berada dekat dengan anaknya, orang tua akan merasa senang dan rasa letih dan capek tidak akan terasa lagi ketika sudah berada dan bercanda bersama anak-anaknya. Anak akan membuat hubungan antara suami istri akan terjalin erat, memperoleh rasa cinta dan juga mengurangi ketegangan, kelelahan setelah seharian bekerja di ladang serta mengusir rasa sepi di rumah, karena dengan hadirnya anak-anak di rumah, perasaan gembira dan bahagia melihat segala tingkah laku, gaya bicara dan pembawaaan mereka yang kadang-kadang lucu dan menggelitik hati. Perasaan terhibur di rumah karena di rumah selalu ramai dan suasana rumah akan semakin semarak dengan suara anak-anak. Adanya perasaan memiliki, perasaan mempunyai teman, senang melihat pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Membuat orang tua tersenyum dan tertawa dengan melihat segala tingkah laku dan gaya mereka yang lucu-lucu, sehingga dapat melupakan untuk sementara kesusahan hidup mereka. Hidup akan terasa berarti, keluarga menjadi lengkap dan tugas suami istri telah terpenuhi secara psikologis.

Anak sebagai jaminan hari tua, keberadaan anak menimbulkan rasa tentram di hari tua, karena anak merupakan jaminan bagi orang tua pada saat orang tua tidak dapat bekerja lagi. Anak dapat memberikan suatu ketentraman bagi orang tua kelak ketika anak tersebut telah bekerja. Anak harus membalas budi kebaikan orang tua dalam hal ini adalah bahwa setiap anak harus mau memberikan bantuan ekonomi, merawat dan membantu pekerjaan orang tua baik itu semasih orang tuanya masih mampu bekerja maupun tidak sanggup lagi untuk bekerja mencari nafkahnya


(27)

sendiri. Orang tua akan mendapat atau memperoleh bantuan ekonomi maupun bantuan hanya merawat setelah usianya telah uzur.

Nilai-nilai tertentu yang dimiliki oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam berbagai kebutuhan hidup. Biasanya nilai-nilai tersebut pertama sekali akan di peroleh melalui keluarga dan akan berkembang lagi. Nilai ini juga bisa menjadi faktor pendorong bagi setiap keluarga untuk memperoleh anak yang tentunya sesuai dengan konsep budayanya sendiri. Misalnya pada masyarakat Batak Toba biasanya nilai anak itu tinggi, sehingga mereka cenderung untuk memiliki anak dalam jumlah yang besar. Kenyataan ini biasanya dilandasi oleh adanya nilai-nilai yang akan di peroleh dari setiap anak, baik itu pada masa awal lahir hingga masa selanjutnya sehingga, mereka cenderung untuk memandang anak sebagai sumber rezeki.

Keberadaan anak dalam keluarga dapat membantu melakukan kegiatan rumah tangga yang dapat menambah penghasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arnold (1979) bahwa orang tua di desa lebih menitik beratkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua ) dari anak tersebut. Dimana orang tua di desa telah membiasakan anak untuk ikut serta membantu orang tua untuk bekerja di sawah sendiri atau bekerja untuk membantu keuangan keluarga maupun bekerja dengan mendapatkan upah dari orang lain. Dengan adanya anak dalam suatu keluarga secara otomatis orang tua memiliki tenaga tambahan dari anak. Bagi masyarakat pedesaan, peranan anak dalam perekonomian rumah tangga sangat penting. Bantuan anak berupa tenaga kerja yang dicurahkan pada pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan utama orang tuannya dalam usaha mendapatkan penghasilan, menjadikan anak sebagai salah satu faktor produksi yang penting. Ikut sertanya anak


(28)

dalam proses produksi pada industri rumah tangga, tentu saja akan memberikan keuntungan bagi kehidupan keluarga. Di daerah pedesaan Jawa, anak sudah dapat membantu orang tua pada usia yang sangat mudah, mulai dari pekerjaan ringan sampai dengan pekerjaan yang berat. Sumbangan anak berupa tenaga kerja di harapkan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya produktivitas rumah tangga. Dengan demikian pendapatan keluarga akan meningkat sebagai akibat dari bantuan tenaga kerja yang diberikan anak. Dengan adanya partisipasi anak lambat laun ekonomi keluarga akan semakin baik.

Menurut Arnold dan Fawcett (1990), dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Nilai anak yang menguntungkan (manfaat) yaitu, Manfaat Emosional di mana anak membawa kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya, artinya dengan anak orang tua kan merasakan kebahagiaan bagi orang tua. Dengan kehadiran anak orang tua mampu mengubah sikap keras hati menjadi lemah lembut. Manfaat Ekonomi dan Ketenangan dimana anak dapat membantu ekonomi orang tuanya dengan bekerja di sawah atau di perusahaan keluarga lainnya, atau dengan menyumbangkan upah yang mereka dapat di tempat lain. Mereka dapat megerjakan banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang). Manfaat pengembangan diri dimana memelihara anak adalah suatu pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. Mengenali Anak dimana Orang


(29)

tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka halhal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kerukunan dan Penerus Keluarga dimana anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.

Hal-hal yang merugikan dengan memiliki anak (nilai negatif umum) yaitu, Biaya Emosional dimana orang tua sangat mengkhawatirkan anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan dan kesehatan mereka. Dengan adanya anak-anak, rumah akan ramai dan kurang rapi. Kadang-kadang anak-anak itu menjengkelkan. Biaya Ekonomi dimana ongkos yang harus dikeluarkan untuk memberi makan dan pakaian anak- anak dapat besar. Keterbatasan dan Biaya Alternatif dimana setelah mempunyai anak, kebebasan orang tua berkurang, hal ini di sebabkan karena ornag tua sudah memiliki tanggungjawab kepada anak. .Kebutuhan Fisik dimana begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak. Orang tua mungkin lebih lelah. Pengorbanan Kehidupan Pribadi Suami Istri dimana waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak.

Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial (Horowirz, 1985; Suparlan, 1989; Zinn dan Eitzen, 1990).

Nilai anak dari segi psikologis yaitu anak dapat lebih mengikat tali perkawinan. Pasangan suami istri merasa lebih puas dalam perkawinan dengan


(30)

melihat perkembangan emosi dan fisik anak. Kehadiran anak juga telah mendorong komunikasi antara suami istri karena mereka merasakan pengalaman bersama anak mereka. Kehadiran anak akan menghangatkan suasana sepi di rumah serta akan mengurangi ketegangan dan kelelahan setelah seharian bekerja (anak sebagai sumber kasih sayang). Anak dapat menimbulkan rasa aman dan hal ini biasanya dialami oleh orang tua yang memiliki anak laki-laki karena mereka merasa bahwa mereka sudah memiliki anak laki-laki yang nantinya akan menggantikannya kelak dalam melaksanakan kewajiban adat, di lingkungan kerabat maupun masyarakat. Selain itu anak juga dirasakan dapat menghibur orang tuanya memberikan dorongna untuk lebih semangat lagi bekerja karena sudah memiliki tanggungan.

Nilai anak dari segi ekonomis yaitu anak di anggap sebagai benda investasi, sumber tenaga kerja dan sebagai sumber penghasilan rumah tangga. Nilai investasi yang di maksud di sini adalah bagaimana seorang anak dapat membahagiakan orang tua kelak apabila mereka sudah tua. Bantuan tenaga kerja anak mempunyai arti penting dalam hal anak sebagai tenaga kerja keluarga dalam usahatani keluarga. Hal ini kita temukan dalam masayrakat yang bermata pencaharian bertani. Bantuan ekonomi anak dalam bentuk materi, oleh para orang tua diakui sangat penting artinya dalam meringankan beban ekonomi rumah tangga.

Nilai anak dari segi sosial yaitu anak merupakan anak dapat meningkatkan status seseorang. Pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. Anak merupakan penerus keturunan. Untuk mereka yang menganut sistem patrilineal, seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Suku Batak, adanya anak laki-laki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan meneruskan garis


(31)

keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan, dan keluarga itu dianggap akan punah. Anak merupakan pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang menganut sistem matrilineal, anak perempuan selain sebagai penerus keturunan, juga bertindak sebagai pewaris dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya. Sedangkan anak laki-laki hanya mempunyai hak guna atau hak pakai. Sebaliknya, pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal, anak laki-lakilah yang mewariskan harta pusaka.

Menurut Bellante dan Jackson (1990) anak-anak memberikan keuntungan dan jasa pelayanan yang produktif bagi orang tua mereka. Dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah (terutama pada daerah pertanian dan pesisir), anak-anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber pendapatan yang penting bagi keluarga. Anak mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keuangan rumah tangga, dengan anak bekerja sebagi buruh tani atau buruh upahan sehingga anak mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keuangan rumah tangga. Anak dianggap memiliki aset ekonomi potensial yang dapat di manfaatkan sebagai penopang kehidupan keluarga. Keterlibatan anak dalam sektor industri rumah tangga merupakan wujud partisipasi anak berupa tenaga kerja untuk membantu orang tua guna memperoleh hasil yang lebih banyak. Keikutsertaan anak dalam sektor industri rumah tangga secara langsung atau tidak langsung telah member kontribusi terhadap peningkatan penghasilan kelaurga. Selain itu, anak dinilai sebagai investasi hari tua atau sebagai komoditas ekonomi yang dapat disimpan di kemudian hari, setelah anak bekerja. Anak akan memberikan suatu kebahagiaan kepada orang tua setelah orang


(32)

tua tidak dapat bekerja lagi atau anak akan senantiasa mengurus segala kebutuhan orang tua.

Menurut White (1982) bahwa nilai anak itu dapat dilihat dalam tiga hal yaitu; Nilai anak sebagai penerus keturunan keluarga bahwa anak dikatakan sebagai generasi penerus cikal bakal keluarga apabila orang tua sudah meninggal. Anak diharapkan dalam suatu keluarga kelak dengan kehadiran anak maka keturunan berkembang sehingga perwujudan keluarga terus ada yang dilanjutkan oleh anak.

Nilai anak sebagai jaminan sosial atau sumber keselamatan orang tua dimana seorang anak berkewajiban dan bertangungjawab untuk memperhatikan, mengurus dan merawat orang tuannya, apabila orang tuanya sudah tua dan sakit-sakitan serta tidak mampu lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Seorang anak akan melindungi orang tuanya ketika sudah berusia lanjut. Jika ternyata ada anak yang durhaka kepada orang tuanya maka dia akan mendapatkan resiko. Oleh karena itu seornag anak akan selalu bersikap sopan santun, lemah lembut dan ramah terhadap orang tuanya. Dalam hal berbicara dengan orang tua misalnya, anak akan selalu menggunakan bahasa yang sopan.

Nilai anak sebagai salah satu sumber tenaga kerja yang produktif dalam ekonomi keluarga. Nilai ini dapat kita lihat dalam kegiatan-kegiatan mengambil air, menjaga dan member makan ternak, mengolah sawah dan lading, memasak, menjaga adik dan pekerjaan yang lainnya.

Ketiga pendapat ini di kemukakan oleh White melalui hasil penelitiannya pada masyarakat Jawa, adanya suatu kepercayaan bahwa anak merupakan salah satu sumber rezeki dan keberuntungan bagi tiap-tiap keluarga. White menemukan bahwa


(33)

umumnya anak mulai teratur membantu orang tua pada usia 7-9 tahun, tetapi juga di temukan beberapa kasus anak yang membantu sejak mereka berumur 5-6 tahun. Anak laki-laki biasanya mengumpulkan rumput, memelihara ternak, mengolah sawah atau pekarangan, menjaga adik dan mengambil air. Semakin besar usia mereka, semakin berat pekerjaan yang harus mereka lakukan.

Penelitian Sugito (1976) di sebuah desa di Banyumas, tahun 1976 membuktikan bahwa 50,86 % keluarga lebih mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan karena anak laki-laki dapat membantu urusan penambahan ekonomi keluarga dan perempuan hanya bekerja di rumah (15,89 %) dan supaya lebih memperkuat ikatan suami isteri (11,17 %). Penelitian Sugito di sebuah desa di Banyumas tahun 1976 juga menunjukan bahwa semakin tua umur isteri, lebih mengutamakan ingin mempunyai anak sebagai penerus keturunan dari pada alasan yang lainnya.

Hull (1982) biasanya dalam setiap masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, nilai ekonomis anak akan berkurang karena mereka akan menginginkan keluarga kecil. Sebaliknya keluarga yang berstatus ekonomi rendah, nilai ekonomis anak akan tinggi karena anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hasanuddin (1982) melihat dari segi psikologis dan sosial rupa-rupanya anak juga mempunyai nilai tersendiri dari pandangan orang tua, bahwa salah satu keuntungan mempunyai anak ialah terhindar dari rasa kesepian atau untuk melanjutkan keturunan serta mendapat kebahagiaan.


(34)

Menurut Robinson (1983) ada tiga macam tipe kegunaan anak yakni; . Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya.

Menurut pendekatan lain yang lebih sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan orang tua (Lucas dkk,1990).

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti khusus sehingga anak lelaki paling banyak dipilih. Orang tua dari golongan menengah lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan tanggapan yang relatif kecil antara suami dan istri ada hubungannya dengan peranan mereka dan pembagian tugas dalam keluarga. Misalnya, wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan sosial yang lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari pengasuhan anak. Di lain pihak, agaknya para suami lebih mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak (Oppong, 1983).


(35)

Fenomena yang terjadi, kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya (Sumardi, 1982).

Konsep mengenai pendidikan lebih cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan secara terus-menerus seolah-olah tidak ada batasnya. Pendidikan adalah untuk kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan sumber pendidikan. Hanya dengan pendidikan masyarakat, manusia dapat mempertahankan kehidupan dan perkembangan yang telah dicapai.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat, pendidikan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena itu pendidikan bersifat fungsional dalam sistem hidup dan kehidupan manusia (Muhyi Batubara, 2004: 34). Pendidikan berfungsi mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, mengembangkan bakat perorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan dan sebagainya ( Horton dan Hunt).

Pendidikan itu berpengaruh besar untuk perkembangan ekonomi sebab dari pendidikan yang tinggi tercipta suatu teknik baru yang menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk itu yang dilakukan untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan baik adalah dengan cara proses pendidikan yang baik (Jhon Vaize;1974).

Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan pendidikan sekolah memiliki fungsi, jenjang dan tujuan yang diharapkan mampu mengoptimalkan semua potensi


(36)

dalam diri seseorang. Semakin tinggi jenjang atau tingkat pendidikan yang dilalui individu akan membawa pengaruh besar terhadap pola pikir dan perilaku. Bila keseluruhan dari fungsi dan tujuan pendidikan tercapai, dapat mendorong individu untuk lebih selektif, inovatif dan kreatif terhadap pengaruh dari luar sehingga potensi dalam dirinya dapat berkembang lebih maksimal. Walaupun masa sekolah bukan satu-satunya masa untuk belajar, namun kita menyadari bahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina seseorang dalam menghadapi masa depannya (Umar Tirtahardja,1994)

Ari. H Gunawan (2000) orang tua mengirim anak ke pendidikan formal karena orang tua memiliki harapan bahwa suatu saat nanti setelah anaknya tamat dari suatu jenjang pendidikan maka ornag tua berharap anaknya mampu melakukan pekerjaan sebagai mata pencaharian memperoleh nafkah. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin besar harapannya memperoleh pekerjaan serta jabatan yang lebih baik. Misalnya seseorang yang memiliki ijazah perguruan tinggi, ini membuktikan kesanggupan intelektualnya yang lebih tinggi daripada yang tidak lulus perguruan tinggi. Dengan demikian nasib kehidupannya akan menanjak pula. Melalui pendidikan, seseorang yang berasal dari strata sosial yang rendah dapat meningkat ke strata sosial yang lebih tinggi. Menyekolahkan anak-anak sampai ke jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya, merupakan dambaan setiap orang tua agar kelak mereka dapat memperoleh nasib yang lebih baik, meski dengan berbagai pengorbanan. Orang tua banyak yang berpendirian, lebih baik memberikan bekal pengetahuan/pendidikan yang tidak ada habisnya, daripada memberikan bekal uang yang mudah dan cepat habis. Juga mudah dipahami bahwa membawa bekal


(37)

pengetahuan tidak terasa beratnya, tetapi membawa bekal harta benda lebih banyak resikonya. Menyandang gelar akademis akan lebih bergengsi dan memberi peluang yang lebih besar untuk menduduki jabatan dalam masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Suarman dkk (1996) di desa Dompak kepulauan Riau yang berprofesi sebagai nelayan bahwa orang tua di desa tersebut rela berkorban bekerja keras, orang tua rela mengeluarkan biaya besar untuk kepentingan sekolah anak dengan harapan anak-anaknya akan menjadi anak yang sukses dan berguna bagi agama, nusa dan bangsa dan mereka beranggapan bahwa dengan pendidikan maka anak-anak mereka yang memperoleh pendidikan mampu mengubah status sosial kehidupan. Motivasi orang tua menyekolahkan anak juga terlihat dari faktor kehadiran pendatang di desa tersebut. Umumnya pendatang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, Karyawan dan pekerjaan lain yang di pandang bergengsi oleh masyarakat. Status ini tentu saja mereka peroleh karena di dukung oleh latar belakang pendidikan yang cukup baik. Kedudukan para pendatang atau kedudukan orang yang memiliki pekerjaan tinggi di desa tersebut, turut mempengaruhi pikiran orang tua di desa tersebut, sehingga timbul motivasi dalam diri mereka untuk mendorong anak-anaknya sekolah, dengan mencontohkan kepada anak orang-orang yang terlebih dahulu berhasil. Mereka menjadikan orang yang berhasil terlebih dahulu menjadi panutan.

Bagi mereka kemiskinan bukannya harus di hadapi dengan sikap apatis dan menerima apa saja yang di berikan oleh lingkungan. Perobahan hidup akan di dapati jika pandai memerangi kemiskinan dengan jalan berusaha tanpa putus asa untuk mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu usaha kearah itu


(38)

adalah dengan memajukan pendidikan, tidak adanya biaya bukan alasan yang tepat lagi. Justru apabila pola pikir masyarakat yang sudah berorientasi kemasa depan yang lebih baik, apapun yang di lakukan akan di lakukan demi tercapai pendidikan yang lebih tinggi bagi generasi penerusnya yang dalam hal ini adalah anak mereka. Dengan keterbukaan masyarakat ada kecenderungan bahwa pendidikan bagi mereka merupakan faktor penting untuk memperbaiki kesulitan hidup dan menurut mereka pendidikan itu sudah merupakan kebutuhan dalam keluarga.

Leksono (2000) menyatakan bahwa, orang tua mempunyai harapan bahwa anak-anaknya minimal mempunyai pengetahuan dan sedikit ketrampilan yang akan berguna untuk mengatasi persoalan kehidupannya sehari-hari. Dimulai dengan pengetahuan kognitif yang paling dasar yaitu membaca dan menulis, seorang anak kemudian diharapkan mempunyai sedikit pengetahuan eksistensial pragmatis, yaitu yang berguna untuk menjalani kehidupannya; untuk survive. Pada tingkat berikutnya, syukur-syukur kalau si anak kemudian dapat memperoleh pengetahan yang selanjutnya akan memungkinkan ia mengembangkan bakat dan minatnya.

Hubungan orangtua dan anak yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman, dengan tujuan memajukan belajar anak. Begitu juga sikap yang baik sangat mempengaruhi belajar anak. Status sosial ekonomi tidaklah dikatakan sebagai faktor mutlak dalam perkembangan anak, hal ini tergantung pula dengan sikap orangtua dan corak interaksi dalam keluarga (Ahmadi, 1997).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Supri Madauna dkk (1994) di Sulawesi yang bekerja sebagai petani menyimpulkan bahwa manfaat atau fungsi dari


(39)

sekolah itu adalah sekolah menghasilkan tenaga kerja yang akan bekerja di kantor-kantor maupun pegawai pemerintahan, sekolah semata-mata tempat mencari ilmu sehingga orang yang tamat dari sekolah tertentu di anggap orang yang berilmu dan menjadi tempat bertanya dan sekolah merupakan wadah untuk mendapatkan ilmu dan agama. Di desa ini petani tidak ada yang beranggapan bahwa sekolah itu merupakan penghambat ataupun mengancam kepercayaan yang di anutnya.

Purnawati (2005) dalam penelitiannya pada pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo sebagian besar pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo mempunyai latar belakang pendidikan formal yang rendah, mereka tidak mengenyam pendidikan tinggi dan mendapat penghasilan yang pas-pasan tetapi mereka merasa cukup, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan biaya pendidikan anak walaupun mereka hanya sebagai pedagang kakilima tetapi orang tua melakukan berbagai upaya untuk kemajuan dan keberhasilan anak dalam pendidikan dan tidak segan-segan menjual kekayaan atau usahanya menjadi pedagang kakilima karena mereka mempunyai aspirasi yang cukup tinggi terhadap pendidikan anaknya yaitu mempunyai cita-cita dan harapan yang besar, karena tidak semua orangtua mengharapkan anak ikut menjadi pedagang seperti orangtuanya. Walaupun sebagian besar pedagang kaki lima di Kecamatan Wonopringgo rata-rata berpendidikan rendah namun mereka memiliki kesadaran dan motivasi yang cukup besar untuk dapat menyekolahkan anak setinggi-tingginya. Dengan menyekolahkan anak, maka orangtua mempunyai harapan setelah anak lulus dari sekolah mendapat pekerjaan yang layak, dan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi dari pada


(40)

orangtuanya, menjadi pegawai negeri atau swasta dan mendapat kehidupan yang lebih baik.


(41)

BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT PETANI 3.1Gambaran Desa Parbaba

3.1.1 Letak Geografis

Secara geografis desa Parbaba terletak di 20 32‘ – 20’ 45 lintang utara dan 980 42‘ - 980 47 bujur timur. Secara astronomis hal ini menempatkan desa Parbaba ke dalam kategori wilayah beriklim tropis.

Secara administratif Desa Parbaba merupakan bagian dari Kecamatan Pangururan. Desa Parbaba merupakan salah satu desa di antara desa-desa yang ada di Kecamatan Pangururan. Desa Parbaba yang merupakan obyek penelitian ini terletak 9 kilometer dari pusat Kecamatan Pangururan dan 32 km dari Tomok. Adapun batas-batas wilayah desa Parbaba adalah sebagai berikut:

- sebelah utara berbatasan dengan desa Sidabagas

- sebelah selatan berbatasan dengan desa Lumban Suhi-Suhi - sebelah timur berbatasan dengan desa Parbaba Dolok - sebelah barat berbatasan dengan desa Pinal

Luas ke seluruhan daerah desa Parbaba adalah 7,00 km2. Areal tersebut terdiri dari kawasan areal pemukuiman penduduk, areal pertanian penduduk, areal tidak produktif, dan juga untuk keperluan lain. Desa Parbaba terletak pada wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 50.37 meter di atas permukaan laut.

Kondisi tanah di desa Parbaba secara umum cocok untuk areal pertanian dan memang sesuai dengan kenyataannya. Pada umumnya masyarakat desa Parbaba


(42)

adalah hidup dari daerah pertanian. Mereka lebih banyak bertanam bawang dan sebagai sampingannya adalah jagung, umbi-umbian. Kegiatan pertanian yang turun temurun dan keluarga yang dulu serta pengetahuan pertanian yang baik dan tidak memiliki pengetahuan yang lain sehingga membuat banyak petani untuk tetap memilih bertani sebagai mata pencaharian pokok mereka. Selain bertani petani di desa Parbaba juga memiliki ternak seperti ternak babi, ayam, kerbau, kambing, dan juga anjing. Namun tidak semua penduduk di sini memiliki ternak.


(43)

(44)

Peta 2: Sumatera

Peta 3: Kabupaten


(45)

3.1.2 Akses ke Desa Parbaba

Sarana lalu lintas yang menghubungkan antara desa dengan desa adalah jalan raya utama yang sudah di aspal. Kondisi jaln raya tersebut sudah berkondisi baik. Masyarakat desa Parbaba dengan menggunakan sepeda motor, becak mesin, pick up, truck, metro mini atau angkot, ada juga bus besar yang langsung dapat di gunakan dari Medan langsung ke daerah ini.

Akses masuk dan keluar desa Parbaba dapat dilakukan melalui Parapat kabupaten Simalungun dengan menggunakan kapal ferry atau kapal mesin melintasi danau toba dengan jalur laut. Melalui jalur darat dapat melalui Tele ke Pangururan yaitu ibukota dari Kabupaten Samosir dan juga kecamatan Pangururan, dengan menggunakan Sampri yang berstasiun di Simpang Pos Padang Bulan.

Jika perjalanan dari Medan menuju desa Parbaba dengan memilih jalan melalui Parapat maka terlebih dahulu singgah di stasiun Amplas yang mana kita memilih naik Sejahtera atau Intra dengan laju langsung sampai ke Ajibata. Sebuah dermaga penyeberangan yang terletak di kawasan Ajibata yang terletak di Parapat. Setelah itu tiba waktunya untuk menaiki Ferry jika menggunakan mobil sendiri atau dapat juga menaiki kapal Ferry tanpa menggunakan mobil pribadi. Dengan membayar Rp. 45.000 untuk kendaraan dan Rp.1500 untuk penumpang. Dapat juga dilakukan dengan menaiki kapal biasa untuk melakukan penyeberangan. Dengan membayar Rp. 4000 per orang. Akses kapal di daerah ini terjadi sampai pukul sembilan malam.

Jarak tempuh rata-rata dari Medan ke desa Parbaba melalui jalan darat yaitu dari tele berkisar empat sampai lima jam kedesa Parbaba. Sedangkan dari Medan ke


(46)

Parapat atau Ajibata tempat kapal berlabuh berkisar lima jam, yang kemudian penyeberangan kapal dengan menggunakan kapal Ferry kira-kira kurang lebih dua jam, tetapi jika kita menggunakan kapal mesin maka waktunya kira-kira 15 menit sampai setengah jam. Jarak dari tomok ke Parbaba sekitar tiga puluh dua kilometer, kira-kira setengah jam waktu yang kita tempuh dengan menggukan metro mini atau angkot.


(47)

Gambar 2: Salah satu transportasi air untuk melakukan penyeberangan dari Tomok ke Ajibata

G ambar 3 : Salah satu transportasi air yang dapat menampung mobil


(48)

3.1.3 Kependudukan

Secara umum penduduk dapat di katakan sebagai kelompok orang-orang yang menmpati wilayah tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung yang saling berinteraksi dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut data jumlah penduduk desa Parbaba ini sampai tahun 2008 sekitar 2.344 jiwa. Dengan tingkat kepadatan penduduk di desa Parbaba secara umum adalah 1445.5 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk desa Parbaba berdasarkan tabel data per desa:

Tabel 1: Komposisi Jumlah Penduduk

Jumlah(jiwa) Kepadatan

Penduduk(km2)

2344 1445.5

Tabel 2: Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Penduduk(jiwa)

Laki-laki Perempuan

1089 1223

3.1.4 Fasilitas Pendidikan

Bagi penduduk desa Parbaba masalah pendidikan dapat di kategorikan memuaskan terlihat dari sekolah yang sudah ada muali dari SD, SMP, SMA, meskipun masih ada penduduk yang mau memberikan lahannya untuk mendirikan sekolah. Secara keseluruhan sekolah yang ada di daerah ini bersifat negeri yang di


(49)

kelola oleh pemerintah. Namun meskipun di desa ini sudah terdapat SMA namun karena masuk ke SMA negeri 2 tersebut harus melalui seleksi maka orang tua di desa ini akan menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang ada di Pangururan yaitu kecamatan Pangururan. Hal ini mengharuskan orang tua memberikan biaya untuk ongkos setiap harinya.

Table 3: Komposisi Fasilitas Pendidikan yang Ada di Desa Parbaba

Sarana Pendidikan Jumlah

SD 2

SMP 1

SMA 1

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah fasilitas pendidikan yang ada di desa Parbaba adalah SD dua buah, SMP satu buah, dan SMA satu buah. Dan keseluruhan gedung sekolah yang ada di desa Parbaba adalah empat gedung sekolah. Gedung bangunan sekolah yang ada di desa Parbaba semuanya sudah meruapkan bangunan yang permanen meskipun masih ada sebagian ruangna kelas yang masih berdindingkan papan tetpai itu merupakan ruangan kelas jaman dahulu dan masih di biarkan saja dan masih digunakan, tetapi untuk penambahan ruangan yang di bangun sudah menggunakan baik itu dari dinding, lantai, terbuat dari beton dan atap dari seng.

3.1.5 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan dalam suatu daerah sangatlah di perlukan. Sarana kesehatan yang terdapat di desa Parbaba dapat dilihat di tabel berikut ini.


(50)

Sarana kesehatan jumlah

Polindes 4

Posyandu 4

Dari tabel dapat dilihat fasilitas kesehatan di setiap desa sudah terdapat. Total jumlah sarana kesehatan yang ada di desa Parbaba berkisar delapan buah. Penduduk di daerah ini jika mengalami sakit maka mereka akan langsung memanggil bidan yang ada di desa tersebut kerumah. Penduduk di sini jarang pergi ke puskesmas yang ada di buhit maupun rumah sakit yang ada di Pangururan tetapi jika penyakitnya mereka rasa masih bisa di tangani oleh bidan setempat maka tidak perlu untuk membawa ke rumah sakit. Di desa Parbaba terdapat lima Bidan dan satu perawat yang ada di siopat sosor. Masyarakat di desa ini juga sakit tidak pergi ke dukun lagi tetapi sudah berobat ke bidan yang sudah tersedia

3.1.6 Fasilitas Keagamaan

Masyarakat desa Parbaba dalam bidang keagamaan di kenal sangat toleran. Adanya kesadaran terhadap penghormatan agama lain membuat tidak adanya hambatan dalam pergaulan. Jenis agama yang dianut adalah Kristen Protestan dan Kristen Katolik serta adanya agama Islam untuk sebagian kecil.

Dalam beribadah mereka melaksanakannya di gereja yang berlainan, yang pada umumnya di lakukan setiap ahri minggu. Sebagai sarana keagamaan di desa Parbaba terdapat tiga buah gedung Gereja yaitu gereja HKBP di Hutabolon, gereja Katolik di Siopat Sosor dan Situngkir sebagai tempat masyarakat melakukan kebaktian setiap minggunya. Bagi mereka yang beragama Islam umumnya mereka


(51)

adalah pendatang. Untuk melakukan sholat biasanya mereka di rumah atau pergi ke Pangururan, karena di Pangururan terdapat dua buah musolah.

3.2Gambaran Kehidupan Masyarakat Parbaba 3.2.1 Sarana Fisik Pemukiman

Pola pemukiman penduduk di desa Parbaba dapat di katakan bervariasi. Jenis klarifikasi rumah-rumah penduduk berdasarkan bangunan fisik yang juga bervariasi yang dapat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu rumah permanen, rumah papan atau rumah panggung dan juga rumah adat. Bentuk bangunan rumah tersebut pun berbeda-beda.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok dari setiap manusia. Rumah merupakan kebutuhan papan bagi setiap manusia. Setiap manusia membutuhkan suatu tempat tinggal untuk tempat berlindung. Rumah memiliki fungsi sebagai tempat berlindung dari sengatan matahari, sebagai tempat berlindung dari hujan, dan juga berlindung dari setiap bahaya yang akan menerpa.

Sebagian besar rumah penduduk desa Parbaba khususnya petani adalah rumah adat Batak atau sering di sebut dengan rumah Bolon dengan tekstur rumah memiliki tiang-tiang besar yang terbuat dari kayu. Jumlah tiang-tiang yang menyangga rumah adat tersebut adalah kurang lebih 32 tiang-tiang yang begitu besar dan di bawah tiang tersebut terdapat batu berbentuk bulat tetapi tidak terlalu bulat seperti bola sebagai penyangga dari tiang tersebut.

Rumah bolon ini merupakan rumah yang menjadi rumah tempat tinggal penduduk desa ini sejak jaman dahulu kala dan rumah ini sudah menjadi ciri khas dari orang Batak. Rumah ini terbuat dari kayu, rotan sebagai perekat antara bahan


(52)

yang satu dengan bahan yang lain. Rumah ini tidak menggunakan paku sebagai perekat tetapi menggunakan rotan dan juga kayu yang dibuat berbentuk paku. Atap dari rumah ini dulunya juga terbuat dari yang sering di sebut dengan ijuk namun sekarang rumah yang beratapkan ijuk sudah jarang di jumpai. Atapnya sekarang sudah di ganti dengan menggunakan seng. Tetapi tekstur dari rumah tersebut tetap seperti semula. Dinding dan lantai dari rumah ini terbuat dari papan yang mana papannya tersebut memiliki lebar yang besar. Dan masuk ke rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di bagian tengah dengan jumlah yang ganjil. Umumnya rumah adat merupakan rumah semi permanen dalam arti berdinding papan, dan juga beratapkan seng. Dulunya penduduk di desa ini membagun rumah seperti ini menurut cerita ada yang mengatakan karena faktor suhu udara yang cukup dingin, sehingga membuat warga memilih tinggal di rumah panggung.

Pada umumnya penduduk di sini tinggal menempati rumah adat ini. Orang yang tinggal di rumah ini biasanya orang yang tinggal di daerah asal dan sanak saudaranya yang lain pergi merantau. Jika dalam satu keluarga itu setelah menikah tinggal dan satu daerah biasanya mereka akan tinggal di rumah orang lain yang memang tidak ditempati tanpa membayar sewa atau mereka akan membangun rumah sendiri diatas tanah milik mereka.

Rumah batak dengan kolong yang tinggi memiliki fungsi. Fungsi dari kolong tersebut adalah di gunakan sebagai tempat ternak kerbau. Dan langit-langit dari rumah batak ini di gunakan sebagai tempat penyimpanan hasil panen dari ladang dalam hal ini adalah bawang. Rumah batak tidak hanya digunakan sebagai tempat


(53)

tinggal tetapi sudah memiliki berbagai fungsi. Di bawah sebagai tempat ternak, di tengah sebagai tempat tinggal dan di atas tempat menyimpan hasil panen.

Jenis rumah yang kedua adalah rumah berbentuk panggung dengan 16 atau 18 tiang-tiang kecil sebagai tiang penyangga. Pada umumnya rumah panggung yang ada di desa Parbaba ini tergolong semi permanen dengan arti berdinding papan, berlantaikan papan, yang mana papannya berukuran lebih kecil dari pada papan rumah adat, dan beratapkan seng, sama halnya dengan rumah Batak. Rumah panggung dengan tiang-tiang kecil ini juga memiliki kolong-kolong yang lebih rendah dari kolong rumah batak. Kolong dari rumah ini di gunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian, misalnya cangkul dan juga menyimpan kayu bakar. Rumah ini juga memiliki langit-langit yang fungsinya sama dengan fungsi dari rumah adat yaitu menyimpan hasil pertanian.

Jenis rumah yang ketiga adalah rumah permanen yang terbuat dari beton. Rumah ini lebih banyak di tempati oleh pegawai-pegawai yang sudah lama tinggal dan membeli tanah di daerah ini. Adapun petani yang memiliki rumah permanen ini di bagun sebelum gagal panen melanda desa ini. Sebelum gagal panen melanda desa ini orang-orang yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk membangun rumah permanen sangat besar kemungkinan. Dan biasanya rumah ini sudah memiliki kamar mandi tetapi tidak semua memiliki air sendiri.

Tabel 5 : Komposisi Rumah Berdasarkan Jenis Bangunan

Jenis Rumah Jumlah

Permanen Semi Permanen

100 363


(54)

Pola pemukiman di desa parbaba dapat di katakan berkelompok-kelompok dan setiap satu kelompok memiliki suatu nama. Susunan rumah penduduk biasannya dalam setiap kelompok itu berhadap-hadapan. Tetapi jika pemukiman penduduk itu tepat berada di sekitar jalan besar yang di lalui oleh kendaran bermotor maka biasanya susunan rumah-rumah penduduk itu sejajar dengan jalan besar.

Pola pemukiman di desa Parbaba biasanya rumah-rumah yang terdapat di sepanjang jalan besar maupun yang ada jauh dari jalan umum bentuk rumah yang terlihat adalah tidaklah jauh berbeda. Rumah yang ada di sepanjang jalan, rumah yang terlihat adalah rumah adat, meskipun ada rumah-rumah permanen. Rumah-rumah permanen yang dibangun oleh penduduk baru-baru ini lebih banyak di bangun di lahan yang dulunya kosong dan rumah adat yang sudah terbangun sejak dulu tidak pernah di renofasi menjadi rumah moderen. Dari hal ini kita dapat melihat bahwa budaya yang sudha terbentuk dari sejak dahulu kala masih tertanam dalam diri penduduk di desa ini.

Di pusat pemukiman itu terdapat juga bangunan-bangunan umum yaitu bangunan gereja, bangunan gedung sekolah, posyandu dan juga polindes. Di desa Parbaba ini kantor kepala desa berdekatan dengan posyandu. Selain itu di desa Parbaba ini teradapat juga warung-warung milik penduduk setempat yang berdekatan. Bangunan gereja yang ada di desa ini berada di tepi jalan. Bangunan gereja-gereja yang ada di desa ini tergolong permanen yang berlantai semen, berdinding tembok dan beratapkan seng.


(55)

Bangunan-bangunan sekolah di desa ini mulai dari SD, SMP, SMA berada kira-kira ± 100 meter dari jalan raya. Gedung SD dan SMP berada di belakang bangunan gereja HKBP Parbaba dan SMA berdekatan dengan gereja katolik. Bangunan sekolah yang ada di desa Parbaba mulai dari SD, SMP, SMA semuanya sudah permanen dengan dinding tembok, berlantai keramik/lantai semen dan beratapkan seng. Setiap gedung sekolah sudah memiliki ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha yang terpisah.

Meskipun desa Parbaba mengalami gagal panen namun jauh sebelum gagal panen terjadi penduduk di desa ini sudah memperoleh pemasokan listrik. Sumber penerangan yang ada di desa Parbaba adalah listrik dari PLN. Sumber penerangan listrik di setiap rumah-rumah penduduk sudah dapat dikatakan tidak ada lagi rumah penduduk yang belum memiliki sumber penerangan dari PLN. Dapat di katakan sudah semua penduduk di desa Parbaba memiliki sumber penerangan yaitu listrik dari PLN.

Sumber pemasokan listrik di desa Parbaba sudah semua rumah penduduk di aliri oleh aliran listrik. Meskipun hal itu sudah terjadi namun untuk masalah pemilikan peralatan elektronika yang merata di desa ini belum semua memiliki alat-alat elektronika. Pemilikan peralat-alatan elektronika di desa ini seperti halnya televisi belum semua keluarga yang sudah memiliki, hanya beberapa keluarga saja yang memilikinya. Biasanya keluarga yang sudah memiliki televisi juga akan memiliki antena parabola dengan menggunakan digital karena di desa ini siaran yang di dapat tanpa menggunakan antena parabola maka siaran yang di dapat hanyalah siaran


(56)

nasional saja hal menyebabkan penduduk setempat harus membeli antena parabola. Dan hal ini membutuhkan biaya yang cukup banyak.

Untuk keluarga petani yang memiliki dan tidak hanya petani saja jika dia memiliki televisi maka yang ingin di dapat adalah sarana hiburan semata dari pada penambah pengetahuan. Ada juga orang tua yang tidak setuju untuk membeli televisi karena mereka beranggapan bahwa televisi itu dapat memberi dampak yang buruk bagi anak-anak. Dengan tidak memiliki televisi di rumah maka memberi alasan bagi para kaum pria untuk pergi ke warung-warung dengan alasan untuk menonton dan mendengarkan berita.

Setiap rumah yang ada di daerah ini tidak semuanya sudah menggunakan kamar mandi. Perangkat desa pernah membangun sebuah kamar mandi tiap dusun untuk di pergunakan oleh masyarakat dengan pembayaran yang di lakukan setiap bulannya tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena masyarakat enggan untuk melunasinya dan juga jarang membersihkan kamar mandi tersebut. Sehingga kamar mandi sudah tidak dipakai lagi.

Bagi rumah penduduk yang sudah permanen pada umumnya sudah memiliki kamar mandi tetapi sumber air di ambil dari danau. Rumah-rumah panggung baik itu rumah Bolon tidak semuanya memiliki kamar mandi meskipun ada sebagian kecil tetapi pada umumnya tidak memiliki. Bagi masyarakat yang tidak memiliki kamar mandi otomatis mereka tidak memiliki WC. Jadi tempat yang digunakan mereka sebagi WC mereka pergi ke semak-semak dan juga ke sungai-sungai. Bagi penduduk yang memiliki kesadaran mereka akan membangun jamban sendiri.


(57)

Gambar 4: Rumah Bolon sebagai salah satu rumah masyarakat petani di desa Parbaba


(58)

Gambar 5 : Rumah Panggung sebagai salah satu tempat tinggal masyarakat petani di desa Parbaba

3.2.2 Pemanfaatan Air Bersih

Desa Parbaba merupakan desa yang terletak di areal danau toba. Masyarakat Parbaba pada umumnya menggunakan air bersih untuk mandi, minum, memasak, mencucuci dengan memanfaatkan air danau toba. Danau Toba sudah lama menjadi sumber kehidupan masyarakat disini. Masyarakat di desa ini memanfaatkan air untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti memasak, mencuci, mandi dan minum. Dari danau tersebut. Masyarakat Parbaba umumnya pergi ke pantai untuk mengangkat air untuk minum. Tidak hanya masyarakatnya saja yang mandi di danau tersebut tetapi para ternaknya juga sudah di mandikan oleh penduduk di sini yaitu di danau tersebut. Hal tersebut tidak merupakan hal yang tabu dan menjijikkan bagi masyarakat di sini. Penduduk di sini berfikir bahwa hal itu tidaklah merupakan hal yang sangat menjijikkan karena mereka merasa bahwa aliran danau itu tidak akan tergenang di situ saja tetapi juga akan terbawa arus dan air tersebut akan tetap bersih.


(59)

Bagi penduduk yang berada jauh dari danau biasanya mereka akan memanfaatkan air sungai sebagai tempat mereka mandi, mencuci, dan juga keperluan sehari-hari. Air sungai tersebut ada, tidak hanya pada musim hujan saja tetapi juga pada musim kemarau. Tetapi jika musim kemarau berkepanjangan maka mereka akan turun ke danau untuk mandi, mencuci, dan juga keperluan lainnya. Seperti kejadian yang pernah terjadi musim kemarau yang berkepanjangan membuat sungai kering dan mengharuskan mereka untuk turun ke danau.

3.2.3 Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Mata pencaharian ini sangat berpengaruh dalam mensejahterahkan masyarakat. Desa Parbaba berada pada ketinggian 50.37 diatas permukaan laut, wilayahnya cukup potensial untuk di kembangkan menjadi komoditi pertanian. Di desa Parbaba sebagai objek penelitian, secara garis besar masyarakat di desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Lahan di desa Parbaba merupakan lahan pertanian perladangan.

Para petani di desa Parbaba dapat di katakan sebagai petani peladang bukan petani sawah karena areal persawahan terutama di desa Parbaba ini tidak ada sama sekali, sehingga petani di desa Parbaba ini tidak menghasilkan padi atau beras. Semua kebutuhan pangan seperti beras, pada umumnya di peroleh dari luar daerah yang mereka beli atau dapatkan di pasar Pangururan sebagai pusat perbelanjaan di kabupaten Samosir.


(60)

Desa Parbaba pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani bawang. Daerah ini dulunya terkenal dengan tanaman bawang. Bawang merupakan tanaman andalan di daerah ini. Sepertinya tidak hanya desa Parbaba juga yang terkenal dengan tanaman bawang tetapi daerah yang di luar daerah Parbaba juga adalah penanam bawang.

Hidup sebagai petani sudah merupakan warisan budaya nenek moyang yang telah mentradisi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam hal ini mereka sudah memperoleh banyak pengetahuan tentang bertani, misalnya mengenai musim yang tepat untuk menanam agar hasil pertanian menguntungkan baik dari segi ekonomis maupun dari segi kondisi alamnya. Sehingga petani di desa ini mampu untuk memanfaatkan iklim dan musim, serta topografi dengan sebaik-baiknya, dapat di katakan iklim dan musim menjadi patokan atau dasar bagi petani untuk mengolah ladang mereka. Namun sepertinya untuk sekarang ini patokan untuk alam tidaklah dapat di gunakan dengan baik lagi. Dimana cuaca sekarang ini tidak menentu sehingga mereka tidak dapat memastikan apakah hari ini merupakan musim tanam atau tidak.

Dengan kondisi alam yang mendukung membuat petani di desa ini memanen hasil pertanian sebanyak 3 kali dalam setahun, dan dalam 3 bulan itu bawang sudah dapat di panen. Sebelum musim tanam tiba petani di desa ini terlebih dahulu menaburi lahan dengan pupuk kompos atau yang sering disebut dengan “orbuk”. Kompos tersebut terbuat dari kotoran kerbau dan juga daun-daun kering yang telah di kumpulkan. Pada umumnya kotoran ternak yang di ambil oleh penduduk di desa Parbaba ini adalah bersal dari kotoran kerbau yang terdapat di kandang yang tepat


(1)

Prabancono, Haryo.2009.Pendidikan dalam Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat

Pedesaan ,

mengentaskan-kemiskinan-masyarakat-pedesaan/, diakses 9 Maret 2010)

Purnawati. 2005. Aspirasi dan Partisipasi Orangtua Terhadap Pendidikan Anak,

(digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01c1/...dir/doc.pdf,

diakses 23 Maret 2010)

Sihombing, Edbert. . Sembilan Nilai Budaya dalam Masyarakat Batak Toba,

diakses 6 September 2009)

Widyarso,

Ardy. 2008. Keluarga, Teman Sebaya dan Pendidikan,

(http:


(2)

Lampiran

DRAFT PEDOMAN WAWANCARA

1. Nama: 2. Usia:

3. Pendidikan terakhir: 4. Penghasilan perbulan: 5. Berapa jumlah anak anda? 6. Jumlah anak anda yang kuliah? 7. Bagaimana kepemilikan ladang anda? 8. Berapa luas lahan yang anda kelola?

9. Dalam sehari berapa jam anda bekerja di ladang?

10. Apakah anda memiliki alokasi khusus untuk pendidikan anak anda? 11. Menurut anda apakah pendidikan itu?

12. Menurut anda apakah manfaat dari pendidikan?

13. Setelah anak anda tamat dari SMA apa yang anda inginkan untuk anak anda? 14. Menurut anda perlukah anak itu mendapatkan pendidikan setinggi mungkin? 15. Mengapa anak itu perlu memperoleh pendidikan setinggi mungkin?

16. Menurut anda apakah masalah ekonomi yang tidak cukup merupakan alasan untuk tidak menyekolahkan anak?

17. Setelah anak anda tamat kuliah apa yang anda harapkan?

18. Pekerjaan apa yang anda harapkan bagi anak anda setelah lulus kuliah? 19. Selain pendidikan sekolah apakah anda juga menerapkan pendidikan agama? 20. Apa yang menjadi alasan anda harus menerapkan pendidikan agama?

21. Menurut anda apakah penghasilan anda sudah mencukupi untuk biaya pendidikan anak anda setiap bulannya?

22. Jika tidak bagaimana anda mengatasinya?

23. Bagaimana cara anda mengatasi dampak gagal panen terhadap pendidikan anak anda?

24. Disamping bekerja sebagai petani pekerjaan sampingan apa yang anda geluti? 25. Apakah hasil dari pekerjaan sampingan anda itu membantu dalam keuangan anda?


(3)

26. Dalam sebulan itu berapa kira-kira pengeluaran anda untuk anak anda yang sedang kuliah?

DRAFT PEDOMAN WAWANCARA

1. Nama: MS 2. Usia: 58 Tahun 3. Pendidikan terakhir:

Tamatan SMP

4. Penghasilan perbulan:

Penghasilan perbulan tidak bisa dihitung yah…penghasilan dari ladang kadang tidak tentu, tapi kalau di hitung-hitung mungkin Rp.1.500.000. Itupun tidak tentu, kita kan bukan pegawai yang penghasilan perbulannya bisa di hitung.

5. Berapa jumlah anak anda?

Anak saya ada enam orang. Anak pertama dan anak yang kedua sudah tamat kuliah, dua lagi sedang kuliah dan dua lagi kelas satu SMP, dan dua SMP, si laki-laki inilah kawan saya selalu keladang.

6. Jumlah anak anda yang kuliah? Sekarang tinggal dua orang.

7. Bagaimana kepemilikan ladang anda?

Kalau ladang yang saya kelola sekarang itu semuanya milik sendiri warisan dari nenek moyang.

8. Berapa luas lahan yang anda kelola? Kira-kira 10 rante.

9. Dalam sehari berapa jam anda bekerja di ladang?

Kalau berapa jam yah…kadang pagi sudah pergi, siang balik untuk makan siang, tapi kadang saya tidak pulang kerumah kalau siang hasi saya langsung bawa bekal untuk makan siang jam-jam enam sore baru pulang, kadang mau juga samapai jam tujuh baru pulang.

10. Apakah anda memiliki alokasi khusus untuk pendidikan anak anda?

Menyisihkan uang secara khusus untuk anak gitu? Kalau untuk itu gimana yah dibilang kalau kita sudah panen, panen kita jual uang yang kita dapat itu kita belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari dan juga untuk belanja kedepannya, kalau khusus untuk pendidikan pasti adalah yah tetapi itupun tidak hanya untuk pendidikan tetapi juga untuk kebutuhan lainnya, ada sisa kita menyimpannya, kalau


(4)

ada yang penting kita dapat menggunakannya, itupun kami tidak bisa nabung di bank soalnya kebutuhan yang tiba-tiba banyak, tapi yang penting kita usahakanlah apa yang terbaik untuk anak kita.

11. Menurut anda apakah pendidikan itu?

Pendidikan yah inilah pendidikan itu untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pendidikan itu berlangsung secara seumur hidup tanpa batasan.

12. Menurut anda apakah manfaat dari pendidikan?

Yah manfaatnya bnayk yah, misalnya mendapatkan pengetahuan, dengan pendidikan itu anak kita akan mendapatkan pekerjaan.

13. Setelah anak anda tamat dari SMA apa yang anda inginkan untuk anak anda?

Yah apalah yah kalau anak kita udah tamat SMA saya sih berharap saya dapat menyekolahkannya untuk kuliah.

14. Menurut anda perlukah anak itu mendapatkan pendidikan setinggi mungkin? Ya ialah, kaulah kenapa kamu di sekolahkan bapamu

15. Mengapa anak itu perlu memperoleh pendidikan setinggi mungkin?

Yah tengok yah… kalau sekarang ini kalau kita tidak menyekolahkan anak kita kuliah dia nanti akan susah dapat kerja, jadi kalau kita menyekolahkannya mudah dapat kerja yang baik sya kan jadi bangga, saya tidak ingin anak saya sama seperti saya sebagai petani, dapat jodohpun nanti yang lebih baik, bias mengiluti perkembangan jaman pad asaat ini.

16. Menurut anda apakah masalah ekonomi yang tidak cukup merupakan alasan untuk tidak menyekolahkan anak?

Saya rasa tidak yah…makanya saya heran melihat ibu si X bukannya ga ada uangnya tetapi anaknya tidak diijinkan kuliah entah apa yang ada di pikirannya itu. 17. Setelah anak anda tamat kuliah apa yang anda harapkan?

menurut aku kalau anak itu sudah tamat kuliah maunya langsung kerja yah,

mau pekerjaan apapun gak apa-apa, pokoknya dia dapat kerja yang bagus,

tidak balik ke kampung lagi untuk bertani, paling tidak bisalah bantu-bantu

orang tua, adik-adiknya.

18. Pekerjaan apa yang anda harapkan bagi anak anda setelah lulus kuliah?

Pokoknya pekerjaan yang lebih bagus lah, tidak balik kekampung, tidak berjualan, kalau bias jadi PNS yah, kalu jadi PNS kayaknya sudah jelas gaji tetap tiap bulan.


(5)

19. Selain pendidikan sekolah apakah anda juga menerapkan pendidikan agama?

Oh ia sudah jelas saya selalu mengatakan pada anak-anak saya untuk selalu giat belajar, berdoa, pintarpun kamu kalau kamu bandal kamu tidak akan di pandang oleh orang. Saya juga selalu menganjurkan kepada anak-anak saya untuk ikut perkumpulan muda-mudi di gereja, karena menurut saya kalau anak kita itu sudah sejak dari awal kita arahkan untuk rajin ke gereja maka kita tidak perlu lagi kawatir kalau kita sudah melepaskan anak kita jauh dari kita.

20. Apa yang menjadi alasan anda harus menerapkan pendidikan agama?

karena menurut saya kalau anak kita itu sudah sejak dari awal kita arahkan untuk rajin ke gereja maka kita tidak perlu lagi kawatir kalau kita sudah melepaskan anak kita jauh dari kita.

21. Menurut anda apakah penghasilan anda sudah mencukupi untuk biaya pendidikan anak anda setiap bulannya?

Kalau penghasilan tiap bulannya yah tidak lah yah, 22. Jika tidak bagaimana anda mengatasinya?

Yah ngutanglah, kalau ada yang bias di jula yah dijual kalau tidak yah ngutanglah. 23. Bagaimana cara anda mengatasi dampak gagal panen terhadap pendidikan anak

anda?

asalkan anak saya bisa mencapai pendidikan yang tinggi apapun akan saya lakukan. Utang sana utang sini tidak masalah bagi saya, gali lobang tutup lobang seperti itulah cara saya. Kalau hanya menunggu hasil dari ladang tidak mungkin anak saya bisa sekolah di luar sana, kalau kebutuhan anak itukan bisa kapan saja butuh, nah kalau tiba-tiba anak saya butuh dan uang lagi tidak ada yah harus pinjam uanglah, puji Tuhan selama saya ngutang sama orang lain belum pernah ada yang ngasih bunga peminjaman. Selain itu saya juga mengerjakan apapun yah misalnya saya beternak babi, ayam, bebek juga, diladang menggantikan bawang yang rusak saya menanam jagung, cabe meskipun saya tidak mengerti cara mengolah tanamn cabe tapi saya selalu berusaha, semuanya kan untuk anak, smaalah kayak bapamu itu selalu diladang kan semua itu untuk kalian.

24. Disamping bekerja sebagai petani pekerjaan sampingan apa yang anda geluti? Itulah beternak babi, ayam, bebek, ada juga kerbau tapi bukan milik kita itu milik ornag lain lumayan tenaga kerbaunya bias kita pakai.


(6)

Bisa dikatakan membantu yah, misalnya babi, kadnag kalau hasil dari lading tidak ada kita bias jual babi.

26. Dalam sebulan itu berapa kira-kira pengeluaran anda untuk anak anda yang sedang kuliah?

Anak saya sekarang kan dua orang yang kuliah, saya tidak tentu berapa yah perbulan, kalau lagi ada uang kadang bias sampai satu juta untuk mereka berdua kadang kalu tidak ada enam ratus untuk mereka berdua, tapi biasanya delapan ratus untuk mereka berdua.


Dokumen yang terkait

Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir

2 81 52

Perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dengan kurang dari 10 bulan

3 64 77

Gambaran Resiliensi Pada Pekerja Anak Yang Mengalami Abuse

2 33 209

Peran Petani Perempuan Dalam Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini Di Desa Tanjung Bunga Kec.Pangururan Kab.Samosir

0 36 84

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

0 11 69

NASKAH PUBLIKASI Persepsi Keluarga Tentang Pendidikan Dan Status Ekonomi Keluarga Petani Terhadap Kelanjutan Studi Anak Di Desa Tanjungharjo Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan.

0 2 13

PERSEPSI KELUARGA TENTANG PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI KELUARGA PETANI TERHADAP KELANJUTAN Persepsi Keluarga Tentang Pendidikan Dan Status Ekonomi Keluarga Petani Terhadap Kelanjutan Studi Anak Di Desa Tanjungharjo Kecamatan Ngaringan Kabupaten Groboga

0 2 14

PENDAHULUAN Persepsi Keluarga Tentang Pendidikan Dan Status Ekonomi Keluarga Petani Terhadap Kelanjutan Studi Anak Di Desa Tanjungharjo Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan.

0 2 8

Kemampuan Masyarakat Tani Terhadap Pentingnya Kelanjutan Pendidikan Bagi Anak-anak di Desa Tonrorita Kec. Briringbulu Kab. Gowa - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 73

Kesadaran Masyarakat terhadap pentingnya Kelanjutan Pendidikan Anak (Studi Kasus terhadap Masyarakat Petani di Desa Bontongan Kec. Baraka Kabupaten Enrekang) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 74