Pemilihan Model HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pemilihan Model

Keseragaman pertumbuhan pohon dalam tegakan merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya hutan normal atau hutan seumur yang diharapkan memiliki respon pertumbuhan yang sama Meyer et al. dalam Prihanto 1987 mengungkapkan bahwa bentuk lonceng terbalik merupakan bentuk khas bagi struktur tegakan hutan seumur, namun apabila model disajikan dalam bentuk famili sebaran maka masih ada berbagai kemungkinan famili sebaran mana yang terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan. Kondisi tegakan tiap petak ukur yang tidak diketahui umur tanamannya memungkinkan bentuk struktur tegakan lonceng terbalik mengalami penyimpangan oleh karena itu dalam pendugaan parameternya dicobakan berbagai parameter sebaran. Parameter-parameter yang digunakan pada setiap model famili sebaran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter sebaran pada setiap model famili sebaran di masing-masing petak ukur PU Kel.Jenis Parameter Sebaran Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif μ σ μ L σ L α β θ PU1 Agathis 46.2768 11.0542 3.8044 0.2561 16.6917 2.7724 46.2768 Jenis lain 35.9873 10.2978 3.5295 0.3963 9.4784 3.7968 35.9873 Sel.Jenis 45.4515 11.3417 3.7824 0.2718 14.775 3.0763 45.4515 PU2 Agathis 45.9268 11.1596 3.7962 0.2534 16.3578 2.8076 45.9268 Jenis lain 37.2384 4.8820 3.6090 0.1310 59.9058 0.6218 37.2384 Sel.Jenis 44.4572 10.8738 3.7645 0.2472 16.8024 2.6459 44.4572 PU3 Agathis 44.3068 11.0442 3.7598 0.2529 16.1155 2.7493 44.3068 Jenis lain 45.7253 8.9753 3.8046 0.2019 27.9217 1.6376 45.7234 Sel.Jenis 44.3548 10.989 3.7613 0.2512 16.3225 2.7174 44.3548 PU4 Agathis 52.9505 12.9422 3.9393 0.2493 16.8014 3.1515 52.9505 Jenis lain 41.6591 10.3655 3.6982 0.2548 16.1148 2.5851 41.6591 Sel.Jenis 49.3732 13.2695 3.8629 0.2746 13.8553 3.5635 49.3732 PU5 Agathis 66.5321 17.5799 4.1593 0.2907 13.1813 5.0475 66.5321 Jenis lain 28.6815 12.7085 3.2603 0.4432 5.3693 5.3418 28.6815 Sel.Jenis 46.8245 24.2892 3.6911 0.5874 3.3765 13.8676 46.8245 Pemilihan model untuk mengetahui pola struktur tegakan di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan memilih famili sebaran yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi sebagai model penduga terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan. Hasil dari pengamatan yang dilakukan pada setiap petak ukur untuk masing- masing famili sebaran menunjukan komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum L yang berbeda. Tabel 3 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum -In L untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur kelompok agathis PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif 1 2 1 2 1 2 1 2 PU1 791,1017 1 795,1104 3 791,9515 2 1000,8000 4 PU2 528,7114 2 529,7503 3 528,2563 1 666,1327 4 PU3 836,7649 3 832,5640 2 832,0200 1 1049,3000 4 PU4 541,2027 3 539,3008 2 538,2101 1 675,8327 4 PU5 396,1207 3 386,0369 1 386,9812 2 435,6253 4 Keterangan : 1 Nilai fungsi kemungkinan maksimum; 2 Nomor urut terbesar. Tabel 4 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum -In L untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur jenis lain PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif 1 2 1 2 1 2 1 2 PU1 67,5156 1 70,6400 3 69,1468 2 82,4970 4 PU2 84,1259 3 83,3698 1 83,5605 2 129,2855 4 PU3 25,2939 4 24,8643 1 24,9536 2 33,7583 3 PU4 236,7178 3 235,7450 2 235,4675 1 297,9597 4 PU5 396,1207 3 386,0369 1 386,9812 2 435,6253 4 Keterangan : 1 Nilai fungsi kemungkinan maksimum; 2 Nomor urut terbesar. Tabel 5 Komposisi nilai fungsi kemungkinan maksimum -In L untuk setiap famili sebaran pada masing-masing petak ukur untuk seluruh jenis PU Normal Lognormal Gamma Eks.Negatif 1 2 1 2 1 2 1 2 PU1 865,6698 1 876,7145 3 869,8889 2 1080 4 PU2 631,6792 3 627,98 2 627,9064 1 795,8915 4 PU3 862,3793 3 858,0178 2 857,4777 1 1080 4 PU4 796,877 3 793,4196 2 791,9239 1 974,9823 4 PU5 884,9221 3 878,4858 2 873,7292 1 930,5099 4 Keterangan : 1 Nilai fungsi kemungkinan maksimum; 2 Nomor urut terbesar. Berdasarkan Tabel 3, 4, dan 5 diatas, nilai kemungkinan maksimum L pada masing-masing petak ukur pada berbagai famili sebaran disajikan dalam bentuk -In L sehingga penilaian akan terbalik dimana maksimum L akan sama dengan minimum dari -In L. Nilai kemungkinan maksimum tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pada Tabel 3 kelompok jenis agathis diperoleh famili sebaran gamma memiliki nilai -In L tertinggi hampir disetiap petak ukur sedangkan famili sebaran eksponensial negatif pada jenis agathis memiliki nilai kemungkinan maksimum -In L terendah disetiap petak ukur contoh. Pada Tabel 4 diperoleh famili sebaran lognormal untuk kelompok jenis lain menduduki nilai tertinggi hampir diseluruh petak ukur sedangkan famili sebaran eksponensial negatif kembali menduduki peringkat terendah. Nilai kemungkinan maksimum -In L pada kelompok jenis lain Tabel 5 sebaran gamma memiliki -In L tertinggi dan famili sebaran eksponensial negatif kembali menduduki peringkat terendah. Sehingga dapat dikatakan famili sebaran gamma merupakan model terbaik bagi struktur tegakan hutan kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis sedangkan famili sebaran lognormal merupakan model struktur tegakan terbaik untuk kelompok jenis lain. Prihanto 1987 mengungkapkan gambaran mengenai keempat sebaran yang dicobakan sebagai berikut : 1. Famili sebaran normal Famili sebaran normal memiliki model yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan famili sebaran lainnya. Selama ini struktur tegakan hutan tanaman seumur selalu dianggap mengikuti model famili sebaran normal. Pendugaan parameter famili sebaran ini relatif mudah dan sudah banyak dikenal. Dalam penerapan pemakainnya, famili sebaran normal memiliki peubah acak normal baku z dimana sebaran peluangnya dapat dicari melalui bantuan tabel. Tranformasi peubah acak x ke peubah normal baku z adalah z = x- σ , sehingga : PX a ≤X≤X b = xb ∫ xa fx dx = zb ∫ za fz dz = zb ∫ - ∞ f z dz - za ∫ - ∞ fz dz Dimana zb ∫ - ∞ fz dz, untuk - ∞ ≤ z ≤ +∞ dapat dicari pada tabel. 2. Famili sebaran Lognormal Model famili sebaran ini merupakan model konservasi peubah acak yang menyebar normal. Oleh karena itu, pendugaan parameter famili sebaran ini hampir sama dengan pendugaan parameter famili sebaran normal. Perbedaannya adalah terdapat pada transformasi peubah acak ke dalam bentuk In logaritmik natural, sehingga dalam hal ini menurunkan kepraktisannya dibanding pada famili sebaran normal. 3. Famili sebaran gamma Famili sebaran gamma merupakan model yang paling rumit diantara empat famili sebaran yang diikutsertakan dalam pemilihan model ini. Kerumitannya disamping tidak praktis juga memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan. Sumber kesalahan dapat terjadi pada pendugaan parameter bentuk α yang menggunakan pendekatan empiris, perhitungan Γ α , serta pengaruh pembulatan yang lebih besar karena banyaknya fungsi-fungsi yang harus dilalui dalam penyusunan model. 4. Famili sebaran eksponensial negatif Famili sebaran eksponensial negatif sebenarnya masih merupakan anggota famili sebaran gamma. Untuk parameter α=1, maka fungsi kepekatan sebaran gamma identik dengan fungsi kepekatan famili sebaran eksponensial negatif dengan ß sepadan dengan 1 . Oleh karena itu, L gamma selalu ≥ L eksponensial negatif. L gamma sama dengan L eksponenesial negatif pada saat parameter α=1, dan akan selalu lebih besar dari L eksponensial negatif untuk α tidak sama dengan 1. Pengikutsertaan famili sebaran eksponensial negatif dalam pemilihan model ini diharapkan dapat menggantikan famili sebaran gamma yang sangat rumit apabila famili sebaran gamma terpilih sebagai model terbaik dan selisih L gamma dan L eksponensial negatif relatif kecil. Hal ini mengingatkan bahwa famili sebaran eksponenesial negatif memiliki model yang sangat sederhana berparameter tunggal dan praktis dalam penyusunan modelnya. Tetapi pada kenyataannya, L eksponensial negatif jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan L gamma maupun kedua famili sebaran lainnya. Nilai L eksponensial negatif yang lebih kecil tersebut disebabkan oleh adanya pemaksaan besarnya parameter α=1. Parameter untuk famili sebaran eksponensial negatif memiliki nilai yang sama dengan rata-rata. Walaupun demikian, bentuk kurva famili sebaran eksponensial negatif berbeda dengan famili sebaran normal. Bentuk famili sebaran normal menyerupai lonceng telungkup, sedangkan eksponensial negatif mempunyai bentuk J terbalik Walpole 1992. Dari gambaran-gambaran tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif memiliki kualitas yang relatif sama sebagai penduga bagi struktur tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 1. a b c Gambar 4 Perbandingan data aktual dengan model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis di petak ukur 1. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 2. a b c Gambar 5 Perbandingan data aktual dengan model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis di petak ukur 2. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 3. a b c Gambar 6 Perbandingan data aktual dengan model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis di petak ukur 3. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 4. a b c Gambar 7 Perbandingan data aktual dengan model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis di petak ukur 4. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada petak ukur 5. a b c Gambar 8 Perbandingan data aktual dengan model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis di petak ukur 5. Berikut adalah gambar perbandingan data aktual dengan model-model famili sebarannya pada keseluruhan petak ukur. a b c Gambar 9 Perbandingan data aktual dengan Model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif pada a kelompok agathis, b jenis lain dan c seluruh jenis pada keseluruhan petak ukur. Gambar diatas menunjukan struktur tegakan berdasarkan berbagai model famili sebaran normal, lognormal, gamma dan eksponensial negatif untuk kelompok jenis agathis, kelompok jenis lain dan kelompok seluruh jenis pada berbagai petak ukur 1 hingga 5 serta model struktur tegakan untuk keseluruhan petak ukur. Tabel 6 dibawah ini merupakan perbedaan kerapatan pohon indha, kisaran diameter cm serta diameter rata-rata cm untuk masing-masing kelompok jenis. Tabel 6 Perbedaan kerapatan pohon indha, kisaran diameter cm dan diameter rata-rata cm untuk kelompok jenis agathis, jenis lain dan seluruh jenis Petak Ukur Kelompok Jenis Kerapatan Pohon Indha Kisaran Diameter Cm Diameter rata – rata Cm Agathis 207 21-79 46,3 1 Jenis Lain 18 11-56 35,9 Seluruh Jenis 225 11-79 45,5 Agathis 138 24-76 45,9 2 Jenis Lain 28 30-50 37,2 Seluruh Jenis 166 24-76 44,5 Agathis 219 22-78 44,3 3 Jenis Lain 7 36-64 45,7 Seluruh Jenis 226 22-78 44,4 Agathis 136 21-101 52,9 4 Jenis Lain 63 22-70 41,7 Seluruh Jenis 199 21-101 49,4 Agathis 92 18-108 66,5 5 Jenis Lain 100 11-70 28,7 Seluruh Jenis 192 11-108 46,8 Pada petak ukur 1 terlihat bentuk grafik, untuk keseluruhan kelompok jenis berbentuk seperti lonceng telungkup kecuali untuk famili sebaran eksponensial negatif membentuk pola J terbalik. Frekuensi kerapatan individu per hektar untuk kelompok jenis agathis tergolong rapat dengan total jenis sebanyak 207 individu per hektar. Kondisi medan di lapangan pada petak ukur 1 datar dengan tutupan tajuk rapat, kisaran diameter pohon agathis berkisar antara selang 21 cm sampai 79 cm dengan diameter rata-rata 46,3 cm. Kelompok jenis lain didominasi oleh puspa Schima wallichii pada kelas diameter 11 cm sampai 56 cm dengan luasan stratum 1 seluas 5,4 ha. Terlihat pada grafik petak ukur 1 untuk kelompok jenis agathis dan kelompok seluruh jenis memiliki kemiripan bentuk, sedangkan untuk kelompok jenis lain frekuensi tegakan pohon tidak memenuhi famili sebaran yang dicobakan, hal tersebut terjadi karena jumlah kelompok jenis lain di lapangan hanya sedikit karena tutupan tegakan agathis yang rapat mendominasi petak ukur 1, sehingga tumbuhan jenis lain yang tidak mampu bersaing akan mati mengakibatkan jumlah pohon jenis lain pada petak ukur 1 sedikit. Pada petak ukur 2 luasan stratum 5,5 ha didominasi kelompok jenis agathis dan jenis puspa Schima wallichii dengan total jumlah pohon 116 individu per hektar. Tutupan tajuk sedikit terbuka menyebabkan jenis lain mampu tumbuh di petak ukur ini, dengan kisaran diameter pada selang 30 cm sampai 50 cm dengan diameter rata-rata 37,2 cm. Bentuk grafik struktur tegakan pada kelompok jenis lain diameter mengekor disebelah kiri menandakan jumlah pohon berdiameter kecil cukup banyak di petak ini. Hal ini diduga perebutan pencarian makanan antara individu pohon. Famili sebaran eksponensial negatif kurang menggambarkan bentuk struktur tegakan di lapangan, apabila dibandingkan dengan sebaran lain famili sebaran normal, lognormal dan gamma yang memilki kemiripan dari segi bentuk. Petak ukur 3 memiki kerapatan agathis tertinggi diantara petak ukur yang lain karena lokasi penelitian datar memungkinkan jarak tanam agathis berdekatan. Diameter pohon berkisar 22 cm sampai 78 cm memenuhi petak ukur 3, bentuk struktur tegakan kelompok agathis dan kelompok seluruh jenis mencapai frekuensi famili sebaran yang dicobakan sedangkan untuk kelompok jenis lain frekuensi tegakan tertinggi pada dimeter 36,5 cm melebihi batas famili sebaran yang dicobakan dalam penelitian ini. Petak ukur 3 didominasi diameter rata-rata 44,3 cm dengan tutupan lahannya rapat sehingga persaingan antar pohon untuk bertahan hidup pada petak ukur 3 ini tinggi. Petak ukur 4 bentuk grafik tegakan untuk masing-masing kelompok jenis hampir sama, kondisi kelerengan di lapangan landai sehingga jarak tanam agathis berjauhan memungkinkan ruang tumbuh untuk pohon lain berpotensi besar, oleh karena itu petak ukur 4 banyak didominasi jenis puspa Schima wallichii dengan diameter rata-rata 41,7 cm. Luas stratum seluas 8,2 ha dengan kondisi lingkungan mendekati kondisi penelitian, tajuk antara pohon agathis dan puspa kurang rapat menyebabkan cahaya matahari mampu menembus kanopi sehingga tumbuhan bawah cukup banyak. Petak ukur 5 merupakan lokasi petak ukur terakhir dalam penelitian dengan komposisi agathis dengan jenis lain sama rata mengakibatkan bentuk struktur tegakan untuk petak ukur ini mengekor ke sebelah kanan dengan diameter rata- rata agathis 66,5 cm. Pinus Pinus merkusii kelompok jenis lain pesaing berat dalam pertumbuhan agathis di petak ukur 5 dengan lokasi cukup curam memungkinkan jarak tanam pohon berjauhan sehingga jumlah agathis pada petak ukur 5 sedikit jika dibandingkan dengan petak ukur yang lain. Selanjutnya grafik struktur tegakan untuk keseluruhan petak ukur pada Gambar 9 di atas pada kelompok jenis agathis terlihat keganjalan dari segi bentuk kurva famili sebaran eksponensial negatif berbeda dengan petak ukur lain, hal ini disebabkan data yang diperoleh di lapangan jumlah agathis berdiameter kecil hanya berjumlah satu individu pohon sehingga bentuk kurva seperti gambar di atas. Secara matematis kurva famili sebaran eksponensial negatif sudah mendekati bentuk sebarannya. Perbedaan pola struktur tegakan tersebut menurut Oliver Larson 1990 disebabkan oleh laju pertumbuhan yang berbeda-beda, akan menghasilkan sebuah pola yang berbeda diprediksi dimana individu yang mendominasi dapat menurunkan individu yang lainnya ke strata yang lebih rendah dengan mendominasi pertumbuhan tingginya secara pelan-pelan, dan secara fisik akan mengikis individu yang lain. Hal tersebut yang mengakibatkan pola struktur tegakan pada berbagai petak ukur berbeda-beda karena dominasi oleh individu yang terkuat dan mampu bertahan hidup dan yang tidak mampu bersaing akan mati, sehingga pola struktur tegakannya akan berbeda-beda pada masing-masing petak ukur sesuai dengan persaingan individu dalam petak tersebut dan kondisi lingkungan. Perlakuan kondisi lingkungan di lapangan HPGW yang tidak ada perlakuan khusus apapun, menyebabkan persaingan murni alami antar individu pohon yang menyebabkan pola struktur tegakan berbeda-beda pada masing-masing petak ukur. Regenerasi dan pertumbuhan pohon berlangsung secara alami tanpa perlakuan apapun menyebabkan jumlah individu untuk luasan satu hektar berbeda-beda. Hal ini juga mempengaruhi bentuk pola struktur tegakan berbeda- beda pada masing-masing petak ukur dan famili sebaran yang dicobakan dalam penelitian.

5.3. Analisis Nilai Koefesien Skewness

Dokumen yang terkait

Masukan Hara Melalui Curah Hujan, Air Tembus dan Aaliran Batang pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Agathis (Agathis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallichii) di DAS Cipeureu, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 9 53

Produktivitas, Penghancuran dan Kandungan Hara Serasah pada Tegakan Pinus (Pinus Merkusif), Agathis (Agathuis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallachii) di DAS Cipeureu, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 15 48

Unsur Hara Yang Hilang Akibat Pencucian di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Agathis (Agathis loranthifolia) dan Puspa (Schima wallichii) di DAS Cipeureu-Hutan Pendidikan Gunung Walat-Sukabumi

0 7 75

Tabel volume pohon Agathis loranthifolia di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

2 13 103

Perbaikan pertumbuhan tanaman damar (Agathis loranthifolia Salisb.) dengan teknik LRM (Lateral Root Manipulation) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, kabupaten Sukabumi

0 4 46

Karakteristik biometrik pohon agathis loranthifolia di hutan pendidikan gunung walat Sukabumi Jawa Barat

0 2 91

Pendugaan Produktivitas Kopal Berdasarkan Beberapa Peubah Fenotipe Pohon Agatis (Agathis loranthifolia Salisb) di Hutan Pendidikan Gunung Walat

0 3 30

Model Penduga Biomassa Pohon Agathis (Agathis loranthifolia) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

0 3 31

Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan Metode Forest Health Monitoring

1 27 43

Perbandingan Efisiensi Metode Tree Sampling dan Metode Konvensional dalam Pendugaan Potensi Tegakan Agathis (Agathis toranthifolia) di hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

0 2 54