Latar Belakang Masalah Tasawuf sebagai metode terapi krisis manusia modern menurut pemikiran Buya Hamka

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak kebangkitan zaman modern, manusia Barat telah mencapai kemajuan di segala bidang. Kemajuan signifikan tercermin di dalam kehidupan yang serba mekanis dan otomat. Sehingga tidak heran, dengan perangkat sains dan teknologi mutakhir, mereka digolongkan the post industrial society . Sebuah peradaban yang telah mencapai puncak kemakmuran materil sedemikian rupa. Kemakmuran yang berlebihan itu telah menjadikan kehidupan modern saat ini demikian keras dan tak bersahabat lagi bagi manusia. Manusia menjadi serba rasional, dan mekanisme ibarat robot atau mesin. Irama kehidupan pun sedemikian tinggi. Manusia menjadi serba berlari cepat untuk mengejar prestasi dan mewujudkan ambisi lahiriah keduniawiannya yang tak terbatas, baik untuk kepentingan individu maupun kolektif. 1 Manusia tidak lagi berpijak pada kualitas kemanusiaan, melainkan berpijak pada keberhasilannya dalam mencapai kekayaan materil. Keadaan ini memalingkan kesadaran manusia sebagai makhluk mulia. Keutamaan dan kemuliaannya menyatu dengan kekuatan kepribadiannya, bukan bergantung pada sesuatu di luar dirinya. Karena itu, masyarakat modern mengalami depersonalisasi, kehampaan, dan ketidak bermaknaan hidup. Eksistensinya 1 Nurcholish Majid, Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, Jakarta: Media Cita, 2000, h. 3 bergantung pada pemilikan dan penguasaan pada simbol kekayaan. Hasrat mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap solidaritas sosial. Ini didorong pandangan bahwa orang banyak harta merupakan manusia unggul. 2 Seharusnya, ia sebagai penguasa di muka bumi, secara partikal berfungsi sebagai hamba Allah, sedangkan secara horizontal ia berfungsi sebagai khalifah Allah. Dengan ini manusia akan dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan hidup, dan tidak menjadi budak bagi egonya sendiri. Pengetahuan yang diraih manusia modern tidak lebih dari pengetahuan fragmentatif atau terpecah-pecah, tidak utuh lagi, dan bukan wawasan yang mendatangkan kearifan untuk melihat hakikat alam semesta secara utuh. Peradaban Modern dengan sains-sains yang mereka ciptakan, tidak dilandaskan atas cahaya intelek. Hal tersebut telah membawa manusia berisolasi kearah bawah, menuju citranya yang eksternal. 3 Apabila dikaji lebih dalam, berbagai problem dan krisis yang terlihat di dalam kehidupan manusia modern, seperti krisis ekologis, kekerasan, dehumanisasi, moral, kriminalitas, kesenjangan sosial, serta ancaman kelaparan dan penyakit yang masih menghantui dunia. Berikut problem- problem yang telah merambah kehidupan domestik dan personel. Maraknya kasus-kasus percerain, penggunaan obat-obat terlarang, depresi, psikopat, 2 Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, h. 2 Haidar Natsir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1990, h. 6 skizofrenia dan bunuh diri. Seluruhnya merupakan perluasan dari esensi krisis yang sesungguhnya 4 Esensi krisis manusia modern yang sesungguhnya adalah cara pandang manusia modern weltanschauung terhadap realitas. Realitas dipandang tidak memiliki sisi intrinsik atau kesakralan di dalamnya. Sehingga mempengaruhi perbuatan, kepercayaan, tingkah laku sosial dan kehidupan pribadinya. Memperlakukan sesuatu di luar dirinya dengan semena-mena, tanpa adanya “kontrol”. Kecemasan, ketakutan, stress dll, mewarnai kehidupan mereka sebagai “konsekwensi” yang harus mereka hadapi. Secara ontologis mereka hanya mengakui eksistensi-eksistensi materil saja, dan menapikan spritualistis. Padahal di sisi lain, kebutuhan manusia pada realitas hakikinya, bukan hanya kebutuhan-kebutuhan materil saja. Tetapi ada kebutuhan lain, yaitu kebutuhan spiritual yang ada secara permanen dan imortal di dalam dirinya 5 Munculnya minat terhadap jalan spiritual the spiritual path adalah mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengatasi problem alienasi yang diakibatkan modernitas. Modernitas memberikan kemudahan hidup, tetapi tidak selalu memberikan kebahagiaan 6 Pencarian khazanah spiritual yang banyak dilakukan manusia-manusia modern saat ini di latarbelakangi oleh kesadaran dan kekecewaannya atas Moh. Thalhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lantabora Press, 2005, h. 26 Said Aqil Siraj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial, Bandung: Penerbit Mizan, 2006, h. 12 Ruslani, Wacana Spritualitas Timur dan Barat, Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001, h. vi modernitas, yang sudah dianggap tidak memadai untuk dijadikan pandangan hidup. 7 Dalam situasi seperti ini sangat tepat, apabila kita mengangkat nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah Buya Hamka, pemikiran Hamka menyajikan dimensi dalam Islam yaitu Tasawuf yang di jadikan sebagai metode terapi atas krisis-krisis yang di dahapi manusia modern, sebagaimana dia jelaskan dalam bukunya: Tidaklah dapat diragui lagi bahwasanya tasawuf adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting yang memengaruhi perasaan dan pikiran kaum Muslimin. 8 Sepanjang kurun sejarah, jalan ini telah menciptakan orang-orang suci, orang-orang yang telah melebur dalam pengalaman batin, dan sekaligus mendapatkan keyakinan yang tidak dapat tergoyahkan haqqul yakin, dimana tampak di dalamnya pengetahuan tentang hakikat realitas, sebagai anugrah dari yang Maha Pengasih al-rahman. Sehingga tasawuf dapat menyibakkan realitas kehidupan dan memenuhi kehausan spiritual yang dirasakan manusia modern yang terjebak di dalam ilusi dan keraguan. Pada akhirnya ia pun dapat menghayati kehidupan, dan menghayati arti penting menjadi hamba Allah. 9 Hal tersebut dapat berimplikasi terhadap aspek-aspek kehidupan, sebagaimana yang digambarkan dalam Visi modernitas. Yang memberikan sebuah gambaran akan hilangnya ketimpangan-ketimpangan kultural, politis, Abdullah Azam, Kelelahan Mental Umat Islam, Bandung: Mizan 2004, h. 9 Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1987, cet:XVI h. 20 Abduh al-Manar, Pemikiran Hamka: Kajian Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Prima Aksara, 1993, h. 7 dan ekonomis, mewujudkan kebahagiaan pribadi dan kesejahteraan umum, menyingkirkan deskriminasi seksual dan diskriminasi rasial, serta menghapuskan pertumpahan darah di muka bumi. Sebagaimana dituliskan oleh Marquis de Condoret melalui karya monumentalnya yang bisa dianggap sebagai manifesto “Janji-janji pencerahan Prancis” 10 Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh episode peradaban Islam menandakan tasawuf relevan dengan kebutuhan ummat. Menurut Hamka, tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh dan merupakan jantung dari keislaman. Hamka sering memperkenalkan konsep neo-zuhud, yaitu ajaran yang menyatakan kecintaan terhadap dunia yang tidak proporsional merupakan kenistaan. Pendekatan tasawuf semacam ini sangat relevan dalam mengatasi krisis eksistensi masyarakat modern, agar dapat menormalkan cara pandangnya tentang relasi dirinya manusia dengan sesamanya, pekerjaannya, dan eksistensinya. 11 Hal itu menunjukkan bahwa kontribusi pemikiran keagamaan Hamka sangat signifikan dalam perkembangan masyarakat modern. Dengan Tasawuf Modern, Buya Hamka mengembalikan kedudukan Tasawuf sebagai wahana peribadatan yang mendekatkan seorang muslim dan Allah. 12 Hana Djumhana Bastaman, “Makna Hidup bagi manusia Modern, Tinjauan Psikologis”,dalam, Muhammad Wahyuni Nafis ed., Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam, Jakarta: Paramadina, 1996, cet. Ke-1, hal. 143 11 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam , Jakarta: Penerbit Kencana, 2008, h. 3 Nasir Tamara, ed Hamka dimata Hati Ummat, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983, h. 31 Dari uraian di atas maka penulis melakukan penelitian terhadap pemikiran Buya Hamka sebagai materi bahasan skripsi dengan judul: “TASAWUF SEBAGAI METODE TERAPI KRISIS MANUSIA MODERN”. MENURUT PEMIKIRAN BUYA HAMKA.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah